Menjamak Shalat di Kala Hujan

Posted by newydsui Tuesday, February 22, 2011
Menjamak Shalat di Kala Hujan
Imtihan Syafii, MI.F

Beban syariat yang ditaklifkan oleh Allah kepada umat Islam telah diukur sesuai dengan kadar kemampuan mereka. Dalam kondisi luar biasa, hal mana umat Islam pada umumnya merasakan adanya keberatan/kesulitan untuk melaksanakannya, syariat pun datang dengan rukhshah, keringanan.
“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Maidah: 6)
“Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan” (Al-Hajj: 78)
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Al-Baqarah: 185)
Di antara keringanan yang diberikan oleh Allah adalah dibolehkannya umat Islam mengerjakan shalat jamak di kala turun hujan yang deras.

Dasar Pijakan
Imam Muslim meriwayatkan, Ibnu ‘Abbas ra. berkata, “Rasulullah saw pernah menjamak antara shalat Zhuhur dengan ‘Ashar dan antara Maghrib dengan ‘Isya` di Madinah dalam keadaan bukan karena situasi takut dan bukan karena hujan.”
Atsar di atas mengisyaratkan bahwa menjamak dua shalat karena hujan adalah perkara yang sudah makruf (dikenal) pada masa Nabi saw. Jika tidak, maka pernyataan Ibnu ‘Abbas yang secara sharih menafikan hujan sebagai sebab yang membolehkan pelaksanaan jamak dua shalat tidak ada faedahnya. Dan itu tidak mungkin. Demikian menurut Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam Irwa`ul Ghalil.
Shafwan bin Salim bertutur, “Umar bin Khathab ra biasa menjamak shalat Maghrib dan ‘Isya` ketika hari hujan.”
Nafi’ menuturkan, ‘Abdullah bin ‘Umar turut menjamak shalat (tetap menjadi makmum) apabila imam menjamak antara shalat Maghrib dengan ‘Isya` pada saat turun hujan.
Musa bin ‘Uqbah menceritakan menceritakan bahwa ‘Umar bin ‘Abdul‘aziz biasa menjamak antara shalat Maghrib dengan sholat ‘Isya` apabila turun hujan. Sa’id bin Musayyib, ‘Urwah bin Zubair, Abu Bakar bin ‘Abdurrohman, dan para ulama pada zaman itu ikut menjamak shalat bersamanya dan tidak mengingkari perbuatan itu.

Pendapat Fuqaha
Di antara para fuqaha madzhab yang empat, hanya para fuqaha madzhab Hanafi yang tidak membolehkan menjamak shalat di kala hujan, sebagaimana mereka tidak membolehkannya secara mutlak selain jamak shalat pada waktu haji di ‘Arafah dan di Muzdalifah. Alasan mereka, Nabi saw hanya pernah benar-benar menjamak shalat ketika beliau melaksanakan ibadah haji. Shalat-shalat jamak lain yang beliau kerjakan hanyalah jamak shuri (terlihat dijamak sebenarnya tidak). Yakni mengerjakan shalat pertama di akhir waktunya, lalu disambung dengan mengerjakan shalat kedua di awal waktunya.
Menurut para fuqaha madzhab Maliki, boleh menjamak shalat ketika tidak bersafar karena udzur hujan. Hanya, rukhshah ini dikhususkan untuk hujan di malam hari. Maksudnya antara shalat Maghrib dan ‘Isya`. Imam Malik menyatakan, dibolehkan menjamak antara shalat Maghrib dan ‘Isya` walaupun tidak hujan apabila tanah becek dan malam gelap. Boleh juga menjamak keduanya karena hujan.

Imam Malik pernah ditanya tentang orang-orang yang rumahnya dekat dengan masjid, untuk melangkah ke masjid, hanya membutuhkan beberapa langkah. Juga mereka yang rumahnya jauh dari masjid. Apakah mereka mendapatkan rukhshah jamak karena hujan. Beliau menjawab, “Aku tidak mengetahui suatu kaum ketika adanya shalat jamak melainkan semuanya ikut, baik yang rumahnya dekat ataupun jauh. Semua mendapatkan rukhshah.
Masih dari Imam Malik, “Hendaknya jamak hanya dilakukan ketika turun hujan yang mengakibatkan tanah menjadi basah (becek) dan ketika dalam keadaan gelap (langit menjadi gelap karena hujan mendung).”

Menurut para fuqaha madzhab Syafi’i, boleh menjamak antara Zhuhur dan ‘Ashar dan antara Maghrib dan ‘Isya` secara taqdim (dikerjakan pada waktu Zhuhur dan Maghrib) dan tidak boleh secara ta`khir. Alasan mereka, keberlangsungan hujan tidak berada dalam kekuasaannya. Bisa jadi, hujan itu berhenti dan hal itu menyebabkan kita mengeluarkan shalat pertama dari waktunya tanpa udzur, berbeda dengan safar. Disyaratkan dalam pembolehan jamak shalat karena hujan, adalah terjadinya hujan ketika takbiratul ihram dan ketika salam dari shalat yang pertama, supaya bersambung dengan shalat yang kedua. Dan tidak boleh menjamak shalat yang disebabkah karena lumpur/becek, angin dan gelap.
Imam Syafi’i dan Abu Tsaur mensyaratkan hendaknya hujan tetap turun ketika mulai mengerjakan shalat pertama (Zhuhur atau Maghrib) dan tidak reda/berhenti sampai shalat yang kedua (‘Ashar atau ‘Isya`) dilaksanakan. Disyaratkan juga shalat jamak ini dilaksanakan di masjid yang digunakan untuk melaksanakan shalat jama’ah.
Menurut para fuqaha madzhab Hambali, boleh menjamak shalat antara Maghrib dan ‘Isya`, dalam kondisi hujan, es membeku di jalan-jalan, hujan salju, lumpur, dan angin ribut. Tidak boleh menjamak antara Zhuhur dan ‘Ashar. Sebagian ulama madzhab Hambali berpendapat, boleh menjamak antara Zhuhur dan ‘Ashar karena hujan. Di antara mereka adalah al-Qadhi Abu Ya’la dan Abu al-Khathab.

Syarat Jamak karena Hujan
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi jika kita hendak menjamak shalat karena hujan. Syarat-syarat itu adalah:

1. Yang dijamak adalah dua shalat siang: Zhuhur dan ‘Ashar, atau dua shalat malam: Maghrib dan ‘Isya`. Tidak boleh menjamak antara shalat siang dengan malam seperti menjamak shalat ‘Ashar dengan Maghrib, atau shalat ‘Isya dengan Shubuh, atau Shubuh dengan Zhuhur.

2. Niat untuk menjamak shalat. Para ulama berbeda pendapat mengenai kapan waktu meniatkan jamak shalat. Menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab Maliki dan Hambali, niat menjamak dilakukan pada waktu takbiratul ihram shalat yang pertama. Sedangkan menurut pendapat yang shahih dalam madzhab Syafi’i, niat boleh dilakukan pada saat takbiratul ihram shalat pertama atau di tengah-tengah shalat atau di akhirnya. Ada pula fuqaha madzhab Syafi’i yang menyatakan bahwa niat menjamak boleh dilakukan setelah salam dari shalat pertama sebelum takbiratul ihram untuk shalat kedua.
Al-Muzani—salah seorang fuqaha madzhab Syafi’i—berkata, “Tidak disyaratkan niat jamak. Sebab Nabi saw menjamak shalat dan tidak ada riwayat bahwa beliau berniat menjamak atau memerintahkan untuk meniatkannya. Pun para sahabat mengerjakan shalat secara jamak bersama beliau tanpa mengetahui niat ini. Sekiranya hukum niat ini wajib, pasti Rasulullah saw menjelaskannya.”

3. Tertib, yakni mengerjakan kedua shalat yang dijamak sesuai dengan urutan waktu biasa; shalat Zhuhur sebelum ‘Ashar dan shalat Maghrib sebelum ‘Isya`. Imam Nawawi menyebutkan bahwa disyaratkan dalam jamak taqdim untuk memulai dengan shalat yang pertama, karena itu adalah waktunya, dan shalat yang kedua mengikutinya. Karena Nabi saw menjamak demikian, dan beliau berkata, “Shalatlah kalian, sebagaimana kalian melihat aku shalat.” Apabila seseorang memulai dengan shalat yang kedua maka tidak sah dan wajib mengulang dengan memulai shalat yang pertama kemudian yang kedua.

4. Muwalah atau beruntun, yakni tidak memisahkan antara shalat yang pertama dengan yang kedua kecuali dengan jarak waktu yang sedikit. Sebab jamak adalah mengikuti dan bersamaan. Tidak disebut jamak apabila kedua shalat dipisahkan dengan jeda waktu yang lama. Lama dan tidaknya dikembalikan kepada kebiasaan. Apabila seseorang perlu berwudhu sebentar, hal itu tidak mengapa.

Kesimpulan
Pendapat yang paling kuat dan berdasarkan dalil-dalil yang shahih adalah bahwa apabila turun hujan yang cukup deras, bukan hanya gerimis, ketika kaum muslimin sedang mengerjakan shalat Maghrib di masjid secara berjamaah, mereka semua—baik yang rumahnya dekat maupun yang jauh, baik yang datang dengan membawa payung maupun yang kehujanan—mendapatkan rukhshah: boleh menjamak shalat Maghrib dengan shalat ‘Isya`. Namun demikian, apabila imam tidak memerintahkan muadzin untuk mengumandangkan iqamat, maknanya imam memilih tidak menjamak shalat, maka makmum pun harus mengikuti imam dan tidak mengangkat imam lain untuk menjamaknya. Wallahu a’lam.

0 comments

Post a Comment

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers