NALAR & WAHYU

Posted by newydsui Thursday, May 6, 2010 0 comments

NALAR & WAHYU
Imtihan asy Syafi'i, MIF

Akal yang mampu menalar dengan baik dan tepat adalah anugerah Allah yang tak ternilai harganya. Akal yang tajam dapat mengantarkan seseorang ke derajat yang sangat tinggi: menjadi seorang alim mujtahid yang memberikan pencerahan kepada orang-orang yang datang dan menanyakan berbagai persoalan kepadanya. Jika seorang alim mujtahid menalar perkara yang disodorkan kepadanya, keliru pun tak masalah baginya. Dia tetap mendapatkan satu pahala. Jika benar, dua pahala didapatnya. Ini jika seseorang memosisikan nalar akalnya sebagaimana mestinya: di bawah wahyu.

Apabila seseorang membalik posisi nalar akalnya, mendahulukannya di atas wahyu dan memilih mengikuti hawa nafsunya, sungguh itu adalah pangkal kesesatannya. Sufyan bin ‘Uyainah pernah ditanya, “Kenapa orang-orang yang menuruti hawa nafsunya itu amat mencintai hawa nafsunya?” Sufyan menjawab, “Apakah kamu lupa dengan firman Allah: ‘Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya.’ (Al-Baqarah: 93).”
Allah berfirman, “Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun.” (Al-Qashash: 50)
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka.” (An-Najm: 23)

Ketenteraman Palsu
Oleh karena itulah mereka cenderung untuk mendengar syair-syair dan suara-suara yang membangkitkan cinta yang umum, bukan cinta orang-orang yang beriman. Cinta yang sama-sama dimiliki oleh mereka yang mencintai ar-Rahman, mereka yang mencintai berhala, mereka yang mencintai salib, mereka yang mencintai negara, mereka yang mencintai saudara, mereka yang mencintai sesama jenis, dan mereka yang mencintai perempuan. Mereka semua adalah orang-orang yang mengikuti dzauq dan wajad tanpa memperhatikan al-Kitab, as-Sunnah, dan jalan para Salaf.
Orang yang menyelisihi tata cara ibadah kepada Allah serta tata cara taat kepada-Nya dan kepada utusan-Nya yang diajarkan oleh Rasulullah saw sejatinya tidaklah mengikuti agama yang disyariatkan oleh Allah. Allah berfirman,
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka sekali-kali tidak akan dapat menghindarkanmu kamu sedikit pun dari siksaan Allah. Dan Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa.” (Al-Jatsiyah: 18-19)

Dalam pada itu mereka mengikuti hawa nafsu tanpa petunjuk dari Allah. Allah berfirman,
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (Asy-Syura: 21)

Berusaha lalu tawakal
Ada juga orang-orang yang berpegang kepada agama: melaksanakan ibadah fardhu dan menjauhi perkara-perkara yang diharamkan. Hanya saja mereka keliru: mereka tidak mau melakukan usaha untuk mendapatkan sesuatu yang sebenarnya adalah ibadah. Mereka menyangka, orang yang imannya tinggi adalah orang yang total pasrah kepada Allah dan tidak peduli lagi dengan berbagai usaha. Mereka beranggapan tawakal dan doa adalah derajat orang-orang awam, bukan orang-orang khusus. Sebab, masih menurut mereka, orang yang imannya kuat mengerti bahwa apa yang ditakdirkan oleh Allah pasti terjadi. Karena itu tidak perlu ada usaha. Ini adalah kesalahan besar. Sesungguhnya Allah menakdirkan berbagai perkara berikut usaha/sebabnya sebagaimana Dia menakdirkan kebahagiaan dan kesengsaraan berikut usaha/sebabnya.

Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah menciptakan penghuni surga, Dia menciptakan surga untuk mereka ketika mereka masih berada di tulang sulbi nenek-moyang mereka. Mereka akan beramal dengan amalan penghuni surga.”
Ketika Rasulullah saw memberitahu para sahabat bahwa Allah telah menulis semua takdir mereka berkata, “Wahai Rasulullah! Kenapa kita tidak meninggalkan amal dan pasrah kepada tulisan itu?” Beliau bersabda, “Tidak begitu. Beramallah! Semua orang dimudahkan untuk mengerjakan amalan (baik untuk menjadi penghuni surga maupun neraka).”
Orang-orang yang kelak menjadi penghuni surga dimudahkan untuk mengerjakan amalan penghuni surga. Orang-orang yang kelak menjadi penghuni neraka dimudahkan untuk mengerjakan amalan penghuni neraka.

Semua perintah Allah kepada hamba-Nya untuk berusaha adalah ibadah. Tawakal diperintahkan seiring dengan perintah untuk beribadah. Allah berfirman,
“Beribadahlah kepada Allah dan bertawakallah kepada-Nya.” (Hud: 123)
“Dia-lah Rabb-ku tidak ada sesembahan (yang hak) selain Dia; hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya aku bertaubat.” (Ar-Ra’ad: 30)
“(Syu’aib berkata), ‘Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan kembali.” (Hud: 88)
Seorang hamba akan selamat dari semua bencana ini jika ia senantiasa berkomitmen dengan ajaran Allah yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Az-Zuhriy berkata, “Orang-orang yang telah mendahului kita berpesan, ‘Berpegang teguh kepada Sunnah adalah keselamatan.’.”
Menurut Imam Malik, “Sunnah, ibadah, dan ketaatan itu seumpama bahtera Nabi Nuh. Barang siapa yang menaikinya akan selamat, dan barang siapa yang tidak menaikinya akan tenggelam.”
Wallahu a’lam

Pengobatan Gratis di Karanganyar

Hari Ahad tanggal 04 April 2010 merupakan hari yang mengesankan bagi masyarakat disekitar waduk Delingan.
Sejak pukul 07.00 pagi Muslim-muslimah, tua, muda dan kanak-kanak berbondong-bondong menuju Masjid Baitullah Pojok Delingan Karanganyar untuk dapat memperoleh pencerahan jiwa dan pengobatan gratis yang diselenggarakan oleh Yayasan Dana Sosial Umat Islam bekerjasama dengan Jama’ah Kasepuhan Masjid Baitullah.
Acara dengan tema “Didalam jiwa yang sehat terdapat jasmani yang sehat” menghadirkan seorang da’i yang cukup terkenal, ustadz Agung Suwarno dari Joho Mojolaban. Dengan joke-joke yang segar dan gaya-nya yang khas, mengajak jama’ah untuk senantiasa melazimi ketaatan kepada Allah ta’ala.
Pencerahan jiwa dari ustad berakhir jam 09.30 pagi, selanjutnya para jama’ah rela menunggu urutan antrian untuk mendapatkan pengobatan jasmani dari Team Medis Hilal Ahmar Solo.
Subhanallah, keikhlasan dari orang yang lebih muda untuk mempersilahkan orang sepuh (tua) untuk mendapatkan pengobatan yang lebih awal.
Namun ditengah-tengah pengobatan ada yang membuat hati ini iba ketika seorang akhwat muslimah duduk ditempat antrian, ia harus dibimbing oleh saudara-nya yang lain menuju tempat periksa dokter. “Mbak, ada keluhan apa dengan kesehatannya? Dijawab “ maaf pak dokter, saya kesulitan menggunakan indera penglihatan, semuanya terlihat kabur dan samar-samar”. Setelah diperiksa, ternyata si akhwat mengalami minus empat di indera penglihatan.
Melihat kondisi pasien dari keluarga yang tidak mampu, maka YDSUI dan Team Medis Hilal Ahmar mengetuk hati para muhsinin, untuk dapat mewujudkan pembelian kacamata bagi akhwat tersebut.
Alhamdulillah, meski beraneka ragam penyakit yang dikeluhkan, pengobatan gratis berakhir ketika adzan dhuhur berkumandang.
Semoga dengan kegiatan ini dapat meringankan dan menyembuhkan yang sakit, sehingga dapat beribadah kepada Allah dalam keadaan sehat.

WALI SETAN
Hakikat dan Ciri-cirinya
Tengku Azhar, Lc

Muqaddimah
Pada tulisan sebelumnya kita telah mengupas tentang wali-wali Allah, hakikat dan sifat-sifatnya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memasukkan kita (kaum mukminin) sebagai wali-wali-Nya. Amin. Dan pada pembahasan kali ini, kita akan mengupas musuh dari wali-wali Allah ini yaitu wali-wali setan. Semoga Allah menjauhkan kita darinya, dan mampun mengalahkan tipumuslihat dan hasutannya. Dan Allah jualah sebaik-baik penolong dan dan pelindung kita.

Wali Setan Adakah??
Wali setan, mungkin belum begitu akrab di pendengaran sebagian kita. Berbeda dengan istilah wali Allah. Jelasnya, kata-kata wali setan telah disebutkan di beberapa ayat dalam Al-Qur’an, di antaranya firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala,
الَّذِينَ آَمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut, karena itu perangilah wali-wali setan karena sesungguhnya tipu daya setan lemah.” (QS. An-Nisaa`: 76).
Firman-Nya,
وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا
“Barangsiapa menjadikan setan sebagai wali (pelindung) selain Allah, maka ia menderita kerugian yang nyata.” (QS. An-Nisaa`: 119).
Juga firman-Nya,
إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-A’raf: 27).

Masih banyak lagi nash yang menjelaskan keberadaan wali setan di tengah-tengah orang beriman. Lalu siapakah mereka yang layak diberi gelar wali setan? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah—rahimahullah—berkata,
“Barangsiapa yang mengaku cinta kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan berwala’ kepada-Nya namun dia tidak mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka dia bukan wali Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Bahkan barangsiapa yang menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka dia adalah musuh Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan wali setan.”
Kemudian beliau –rahimahullah- berkata,
“Walaupun kebanyakan orang menyangka mereka atau selain mereka adalah wali Allah Subhaanahu wa Ta’ala, namun mereka bukanlah wali Allah Azza Wajalla.”

Ciri-ciri Wali Setan
Adapun ciri-ciri wali setan adalah orang yang mengikuti kemauan setan, mulai dari melakukan syirik dan bid’ah sampai berbagai bentuk kemaksiatan. Sebagaimana Allah terangkan dalam firman-Nya bahwa setan juga memberikan wahyu kepada para wali-wali mereka:

وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
“Sesungguhnya setan-setan itu mewahyukan kepada wali-wali mereka untuk membantahmu, jika kamu menaati mereka, sesungguhnya kamu menjadi orang-orang musyrikin.” (QS. Al-An’aam: 121).

Terkadang setan membisikan walinya untuk berdo’a di kuburan orang-orang shalih dengan dalih untuk menghormati wali. Sesungguhnya menghormati wali bukanlah dengan berdo’a di kuburannya, justru ini adalah perbuatan yang dibenci wali itu sendiri, karena telah menyekutukannya dengan Allah. Manakah yang lebih tinggi kehormatan seorang wali di sisi Allah dengan kehormatan seorang Nabi? Jelas Nabi lebih tinggi. Jangankan meminta kepada wali, kepada Nabi sekalipun tidak boleh berdo’a. Jangankan saat setelah mati, di waktu hidup saja, Nabi tidak mampu mendatangkan manfaat untuk dirinya sendiri, apalagi untuk orang lain setelah mati! Kalau hal itu benar tentulah para shahabat akan berbondong-bondong ke kuburan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saat mereka kekeringan atau kelaparan atau saat diserang oleh musuh. Tapi kenyataan justru sebaliknya, saat paceklik terjadi di Madinah, Umar bin Khaththab mengajak kaum muslimin melakukan shalat istikharah kemudian menyuruh Abbas bin Abdul Muthalib berdo’a, karena kedekatannya dengan Nabi, bukannya Umar meminta kepada Nabi.

Kemudian bentuk lain dari cara setan dalam menyesatkan wali-walinya adalah dengan memotivasi seseorang melakukan amalan-amalan bid’ah, sebagai contoh kisah yang amat masyhur yaitu kisah Sunan Kalijaga, kita tidak mengetahui apakah itu benar dilakukan beliau atau kisah yang didustakan atas nama beliau, namun kita tidak mengingkari kalau memang ternyata benar beliau seorang wali, yang kita cermati adalah kisah kewalian beliau yang jauh dari tuntunan sunnah, yaitu beliau bersemedi selama empat puluh hari di tepi sebuah sungai kemudian di akhir persemedian beliau mendapatkan karomah. Kejanggalan pertama dari kisah ini adalah bagaimana beliau melakukan shalat, kalau beliau shalat berarti telah meninggalkan shalat berjama’ah dan shalat Jum’at? Adakah petunjuk dari Rasulullah untuk mencari karomah dengan persemedian seperti ini? Dengan meninggalkan shalat atau meninggalkan shalat berjama’ah dan shalat Jum’at.

Dukun Adalah Wali Setan, Waspadalah!!
Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata: Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dukun-dukun itu biasa menuturkan kepada kami lantas kami jumpai bahwa apa yang mereka katakan itu benar/terbukti, -bagaimana ini-.” Maka Nabi menjawab, “Itu adalah ucapan benar yang dicuri dengar oleh jin (syaitan) kemudian dia bisikkan ke telinga walinya (dukun) dan dia pun menambahkan seratus kedustaan di dalamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [7/334])

Dari hadits ini, dapat kita ketahui:
1. Diharamkannya praktek perdukunan dan perbuatan mendatangi (berkonsultasi dengan) dukun.
2. Hadits ini juga menunjukkan wajibnya mendustakan ucapan para dukun. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang dikatakannya maka dia telah kufur kepada wahyu yang diturunkan kepada Muhammad -Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam-.” (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah).
3. Perdukunan adalah termasuk kemungkaran. Syaikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata, “Kemungkaran itu adalah segala hal yang diingkari oleh syari’at. Yaitu segala perkara yang diharamkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Ta’liq Arba’in beliau, sebagaimana dalam Ad-Durrah As-Salafiyah, hal. 236). Bahkan, ia termasuk kemungkaran yang paling berat, karena ia tergolong dalam kemusyrikan.
4. Perdukunan adalah termasuk kemusyrikan. Karena di dalamnya terkandung keyakinan adanya sosok selain Allah yang bersekutu dengan-Nya dalam mengetahui perkara ghaib (lihat Al-Mulakhash fi Syarh Kitab At-Tauhid, hal. 176). Ia juga digolongkan dalam perbuatan syirik karena tindakan meminta bantuan jin dalam perkara semacam ini pasti disertai dengan mempersembahkan bentuk ibadah tertentu kepada jin tersebut, misalnya berupa sembelihan -untuk selain Allah-, beristighatsah kepada selain-Nya, menghinakan mushaf, mencela Allah atau praktek kemusyrikan dan kekafiran dalam bentuk lain (lihat At-Tamhid, hal. 317, Al-Irsyad ila Shahih Al-I’tiqad, hal. 116).
5. Wajibnya memberantas praktek perdukunan. Karena membiarkan hal itu berarti membiarkan kemungkaran merajalela. Dari Abu Sa’id Al-Khudri –radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah hal itu dengan tangannya. Jika tidak mampu maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu untuk itu maka cukup dengan hatinya, dan itu merupakan keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [2/103]).
6. Memerangi dukun -dengan hujjah dan keterangan- merupakan tugas mulia para da’i Islam. Sebab, mereka memiliki kewajiban untuk melanjutkan perjuangan dakwah para Rasul, yaitu menegakkan tauhid dan memberantas syirik. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang Rasul -yang mengajak-; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (QS. an-Nahl: 36). Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdullah -radhiyallahu ‘anhuma- berkata, “Thaghut adalah para dukun yang syaitan-syaitan biasa turun kepada mereka.” (dinukil dari Fath Al-Majid, hal. 19).
7. Memerangi dukun dan paranormal -dengan kekuatan dan sanksi hukum- merupakan tugas mulia (kewajiban) yang diemban para pemerintah kaum muslimin demi tegaknya keadilan dan ketentraman di atas muka bumi ini (lihat Syarh ‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 504). Perdukunan adalah syirik, sedangkan syirik adalah kezhaliman. Bahkan ia termasuk kezhaliman yang paling besar! Maka memberantas perdukunan merupakan wujud kepedulian kepada nasib umat dan penegakan keadilan yang tertinggi. Allah Ta’ala menceritakan wasiat seorang bapak -yaitu Luqman- yang amat sayang kepada anaknya (yang artinya), “Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu adalah kezhaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13). Syaikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata, “Setiap orang yang menebarkan kerusakan di tengah-tengah manusia dalam urusan agama atau dunia mereka, maka dia harus diminta bertaubat. Kalau dia bertaubat maka dibebaskan. Akan tetapi jika tidak mau, maka ia wajib dibunuh. Terlebih lagi jika perkara-perkara ini menyebabkan keluarnya seseorang dari Islam.” (Al-Qaul Al-Mufid ‘ala Kitab At-Tauhid, 1/340, lihat juga nasihat Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam Al-Irsyad ila Shahih Al-I’tiqad, hal. 117).
8. Tidak boleh merestui praktek perdukunan, apalagi membantu dan mempromosikannya. Karena itu termasuk tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Janganlah kamu tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Ma’idah: 2). Oleh sebab itu hendaklah takut kepada Allah para pemilik media massa cetak maupun elektronik yang telah ikut serta menyebarluaskan iklan perdukunan, karena dengan tindakan mereka itu sesungguhnya mereka sedang berhadapan dengan ancaman Allah yang sangat keras. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hendaknya merasa takut orang-orang yang menyelisihi urusan/ajarannya -ajaran Nabi- karena mereka pasti akan tertimpa fitnah/bencana atau siksaan yang amat pedih.” (QS. An-Nuur: 63).
9. Wajib bagi para dukun untuk bertaubat kepada Allah. Karena Allah akan mengampuni dosa apa saja selama pelakunya benar-benar bertaubat kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah mengampuni semua jenis dosa.” (QS. Az-Zumar: 53). Syaikh Abdurrahman bin Hasan –rahimahullah- berkata, “Sesungguhnya orang yang bertaubat dari syirik pasti akan diampuni.” Kemudian beliau menyebutkan ayat tadi (lihat Fath al-Majid, hal. 71). Kalau tidak, maka tidak ada lagi ampunan bagi mereka.
10. Datang ke dukun untuk menyelesaikan masalah tidak akan bisa menyelesaikan masalah, tetapi justru akan membuat masalah yang dihadapi semakin runyam. Karena perdukunan dipenuhi dengan bumbu kedustaan dan yang paling parah akan menjerumuskan ke dalam musibah yang jauh lebih besar yaitu kemusyrikan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka Allah pasti haramkan surga atasnya, dan tempat kembalinya adalah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zhalim itu.” (QS. Al-Ma’idah: 72).
11. Dukun adalah wali syaitan. Meskipun ia dijuluki dengan kyai, ustadz, tabib, pakar pengobatan alternatif, atau bahkan disebut sebagai Wali Allah [?!]. Karena nama tidak merubah hakekat. Oleh sebab itu wajib bagi kaum muslimin untuk waspada dan menjauhi mereka (lihat al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal. 117). Meskipun dukun bisa menampakkan keanehan dan keajaiban, maka hal itu tidak bisa dijadikan sebagai dalil untuk membenarkan mereka. Karena karamah itu hanya diberikan Allah kepada wali-wali-Nya. Padahal hakekat wali Allah adalah hamba yang beriman dan bertakwa (lihat Fath al-Majid, hal. 287). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak perlu merasa takut dan tidak pula sedih. Yaitu orang-orang yang beriman dan senantiasa menjaga ketakwaan.” (QS. Yunus: 62-63)
12. Perkara gaib hanya diketahui oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Tidak ada yang mengetahui perkara gaib di langit atupun di bumi selain Allah.” (QS. An-Naml: 65). Barangsiapa yang membenarkan dukun yang memberitakan perkara ghaib sementara dia mengetahui bahwa tidak ada yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah maka dia telah melakukan kekafiran akbar yang mengeluarkannya dari Islam. Apabila dia tidak mengerti dan tidak meyakini bahwa Al-Qur’an mengandung kedustaan, maka kekafirannya digolongkan kekafiran yang tidak sampai mengeluarkan dari agama (lihat Al-Qaul Al-Mufid ‘Ala Kitab At-Tauhid, 1/333). Wallahu A’lamu bish Shawab.

Rizki Kita Telah Tertulis di Sana
Oleh : Abu Hanan Dzakiya

Beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah kisah yang menarik dan penuh hikmah. Kisah tentang seorang lelaki yang terjebak hujan sepulang dari kantornya. Rasa capek yang mendera memaksanya untuk berhenti sejenak mencari tempat berteduh meski malam mulai larut. Setengah berlari dia mencari tempat berlindung. Untunglah, penjual nasi goreng yang mangkal di pojok jalan, mempunyai tenda sederhana. Lumayan, pikirnya.

Benar saja, hujan mulai deras, dan mereka makin terlihat dalam kesunyian yang pekat. Karena merasa tak nyaman atas kebaikan bapak penjual dan tendanya, dia memesan mie goreng. Sang Bapak tersenyum, dan mulai menyiapkan tungku apinya. Segera saja, mie goreng yang mengepul telah terhidang. Keadaan yang semula canggung mulai hilang. Basa-basi dia bertanya, “Wah hujannya tambah deras nih, orang-orang makin jarang yang keluar ya Pak?” Bapak itu menoleh ke arahnya, dan berkata, “Iya dik, jadi sepi nih dagangan saya..” Katanya. “Kalau hujan begini, jadi sedikit yang beli ya Pak?” katanya, “Wah, rezekinya jadi berkurang dong ya?” Duh. Pertanyaan yang bodoh, gumamnya. Tentu saja, tak banyak yang membeli kalau hujan begini. Tentu, pertanyaan itu hanya akan membuat Bapak itu tambah sedih. Namun, agaknya dia keliru…
“Allah, mboten sare dik,” (Allah itu tidak pernah tidur), begitu kata si Bapak “Rezeki saya ada dimana-mana. Saya malah senang kalau hujan begini. Istri sama anak saya di kampung pasti dapat air buat sawah. Yah, walaupun nggak lebar, tapi lumayan lah tanahnya.” Bapak itu melanjutkan, “Anak saya yang disini pasti bisa ngojek payung kalau besok masih hujan…”
Deg. Hatinya tergetar. Bapak itu benar, “Allah mboten sare”. Allah Memang Maha Kuasa, yang tak pernah istirahat buat hamba-hamba-Nya. Dia rupanya telah keliru memaknai hidup. Filsafat hidup yang dia punya, tampak tak ada artinya di depan perkataan sederhana itu. Maknanya terlampau dalam, membuat dia banyak berpikir dan menyadari kekerdilan dia di hadapan Allah. (JalanHidup.com)

Pembaca, kisah sederhana ini mengajarkan pada kita agar selalu husnudhon kepada Allah. Bahwa Allah tidak pernah ngantuk apalagi tidur. Dia akan selalu mengurus hamba-Nya. Mengatur alam, menghidupkan, mematikan dan juga memberikan rizki kepada para hamba-Nya. Dia memiliki sifat Ar Razzaq (Maha pemberi rizki). Dia akan memberikan rizki-Nya kepada seluruh makhluq-Nya, baik yang besar maupun yang kecil, yang kuat maupun yang lemah termasuk kepada nyamuk, cicak, semut bahkan kuman, mereka semua dijamin rizkinya.
Allah berfirman:
"Dan tidak ada satu binatang pun di bumi melainkan Allah yang memberi rizkinya, dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (Huud: 6).

Bicara masalah rizki, jadi teringat kisah dari negeri Jepang. Suatu hari ada seseorang yang berusaha menggeser salah satu pintu rumahnya yang sudah lama tidak dibuka. Ternyata pintu itu sudah sulit untuk digeser. Begitu bisa tergeser, matanya tertumbuk pada sepucuk surat yang terselip di sela-sela pintu tersebut. Ternyata surat itu adalah surat yang ditulisnya sepuluh tahun yang lalu. Yang unik, di dalam lipatan surat itu seekor cicak menggelepar karena sebagian tubuhnya terjepit sehingga tidak bisa bergerak tapi masih bisa bernafas. Aneh, bagaimana cicak itu bisa bertahan hidup begitu lama, padahal ia tak bisa kemana-mana untuk mencari makan?
Setelah diselidiki, ternyata setiap hari ada seekor cicak lain yang mengunjunginya untuk memberinya makan.
Subhanallah! Bahkan seekor binatang melata seperti cicak yang terjepit pun dijamin rizkinya oleh Allah Yang Maha Kaya. Bagaimana dengan kita sebagai makhluk ciptaanNya yang paling sempurna? Tentunya tidak perlu kuatir bahwa kita tidak akan mendapat jatah rezki. Karena rizki kita sudah di tulis di sana, yaitu di lauhul mahfuzh. Asalkan kita mau berdoa dan berusaha niscaya rizki tersebut akan menghampiri kita, baik cepat maupun lambat. Baik dengan mudah di dapat atau harus bersusah payah. Kewajiban kita hanya berusaha, sedang hasilnya kita serahkan kepada Allah semata. La haula wa la quwwata illa billah.

Sering kita dapatkan sebagian orang lupa dengan hal ini. Sehingga dia berputus asa, karena setelah bersusah payah mencari rizki hasil yang didapat jauh dari asa. Akibatnya ia su’udhan kepada Allah, bahwa dirinya telah ditakdirkan sebagai orang yang melarat, tidak berpunya. Kebalikannya, ada yang terlalu bernafsu dalam mengejar dunia sehingga menghalalkan segala cara. Atau ada seorang yang bekerja di sebuah tempat yang tidak diridhoi oleh Allah. Ia tidak mau keluar dari sana karena khawatir akan nasib anak istrinya, siapa yang akan memberi mereka makan? Ia tidak sadar bahwa rizki Allah terbentang luas di seluruh dunia, tidak hanya di tempat sempit tempat dirinya bekerja. Selagi nyawa masih menyatu dengan raga, Allah tetap akan menjamin rizkinya.
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Ruhul Qudus (Jibril Alaihissalam) membisikkan ke dalam hati sanubariku bahwasanya tidak akan mati suatu jiwa hingga terpenuhi rizki dan ajalnya. Maka bertakwalah kalian kepada Allah, perbaguslah caramu dalam mencari rizki, dan janganlah rizki yang terlambat datangnya itu memaksamu untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya apa yang ada di sisi Allah tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan mentaati-Nya.” (Abu Nu’aim dalam al-Hilyah, X/27 dan yang lainnya dari Abu Umamah. Lihat kitab Shahiihul Jaami no. 2085) Wallahu a’lam.

Interrelasi Muraqabah dan Dzikrullah
Oleh: Imtihan Syafii

Malaikat Jibril pernah menjelma sebagai seorang Arab yang menemui Nabi saw. saat beliau berada di tengah-tengah sahabat. Kata Nabi—di akhir fragmen kedatangan Jibril, setelah dia menghilang—ia dating untuk mengajarkan unsure-unsur agama Islam kepada para sahabat. Di antara yg diajarkannya itu adalah ihsan. Ditanya apa itu ihsan, Nabi saw menjawab, "Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, (yakinlah) sesungguhnya Dia melihatmu."
Ihsan inilah yang disebut oleh para ulama sebagai hakikat muraqabatullah, muraqabah kepada Allah.

Dzikir berbuah Muraqabah
Para ulama menyatakan, apabila seseorang selalu bermuraqabah kepada Allah, maka ia akan menjadi sosok yang memiliki rasa takut kepada ancaman Allah (khauf), takut jika tidak mendapatkan karunia-Nya (khasyyah), mengagungkan-Nya, beriman secara mutlak kepada ilmu dan kekuasaan-Nya, mencintai-Nya dan mengharap-Nya.

Siapa saja yang menjaga rukun-rukun ini tidak mungkin akan melewatkan sesaat saja tanpa muraqabah kepada Allah dan ibadah kepada-Nya. Dan di antara perkara-perkara yang dapat memudahkan seorang muslim untuk itu adalah memperbanyak dzikir kepada Allah, memuji-Nya, dan mengagungkan-Nya. Itulah sebabnya ada banyak ayat dan hadits yang memerintahkan berdzikir kepada Allah. Allah berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman! Banyak-banyaklah berdzikir kepada Allah!" (QS. al-Ahzab: 41)
"Dan dzikir kepada Allah, itulah yang lebih besar." (QS. al-'Ankabut: 45)
"Dan ingatlah Rabb-mu, jika kamu lupa." (QS. al-Kahf: 24)
"Ketahuilah, dengan dzikir kepada Allah hati menjadi tenang." (QS. ar-Ra'ad: 28)
Adalah Rasulullah saw menyifati adzan sebagai "da'wah tammah", seruan yang sempurna. Dan adalah lisan beliau tidak pernah lengang dari dzikir kepada Allah. Dan untuk itulah beliau bersabda, "Hendaklah lisanmu selalu basah dengan dzikir kepada Allah." (HR. at-Tirmidziy dan Ibnu Majah, dikategorikan shahih oleh Syekh al-Albaniy)

Membaca al-Qur`an adalah dzikir yang paling utama. Karena itu hendaknya setiap muslim memiliki wirid harian dari Kitabullah. Dan hendaklah dia berhati-hati dari menjadi orang yang menjauhi al-Qur`an. Yaitu orang yang disebut oleh Rasulullah saw. dan diabadikan oleh Allah dalam firman-Nya,
"Wahai Rabb-ku, sesungguhnya kaumku menjadikan al-Qur`an sesuatu yang dijauhi" (QS. al-Furqan: 30)
Bentuk menjauhi al-Qur`an adalah dengan tidak mengimplementasikannya, juga dengan tidak membacanya.
Dan hendaklah setiap muslim mentadabburi al-Qur`an dan mentafakkurinya, supaya al-Qur`an menjiwai ilmu dan amalnya. Allah berfirman,
"Maka apakah mereka tidak mentadabburi al-Qur`an ataukah hati mereka telah terkunci?" (QS. Muhammad: 24)
Di antara yang mesti diperhatikan oleh sebagian juru dakwah dan penuntut ilmu di zaman ini, menyepelekan hal ini dan melalaikannya. Sampai-sampai ada di antara mereka yang tidak menyempurnakan dzikir seusai melaksanakan shalat Fardhu dan tidak membaca dzikir pagi dan petang, dengan alasan disibukkan oleh dakwah dan menuntut ilmu. Sungguh, ini adalah bisikan setan. Adalah para salaf berdisiplin di dalam berdzikir kepada Allah. Allah telah menyifati mereka dengan firman-Nya,
"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring…" (QS. Ali 'Imran: 191)
Dan marilah kita memperhatikan ayat berikut ini:
"Ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat kepada kalian." (QS. al-Baqarah: 152)
Apakah ada seseorang yang senantiasa berdzikir kepada Allah itu menjadi lemah atau terhina?!

Faidah Dzikrullah
Ibnul Qayyim menulis, "Sesungguhnya dzikir memberikan energi bagi orang yang melakukannya. Bisa saja saat berdzikir seseorang melakukan sesuatu. Sesuatu yang tidak mampu dilakukannya saat tidak berdzikir! Sungguh, saya telah menyaksikan kekuatan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di dalam berjalan, berbicara, bersikap berani, dan menulis. Kekuatan yang menakjubkan. Dalam satu hari beliau mampu menulis sebanyak yang ditulis oleh seseorang selama satu pekan. Para tentara pun telah menyaksikan kekuatan beliau di medan peperangan. Kekuatan yang mendecakkan." (al-Wabilush Shayyib, hal. 155)

Masih tentang faidah dzikir, Ibnul Qayyim menulis, "Ia adalah nutrisi bagi hati dan ruh. Jika seorang hamba kehilangan dia, jadilah dia laksana tubuh yang dihalangi dari makanannya. Suatu saat saya mendapati Syaikhul Islam selepas shalat Shubuh. Beliau berdzikir kepada Allah sampai menjelang tengah hari. Kemudian beliau berpaling kepadaku seraya berkata, "Inilah sarapanku. Jika aku tidak mengkonsumsinya, energiku akan sirna." (al-Wabilush Shayyib, hal. 85)
Imam al-Bukhariy dan Muslim meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy'ariy ra bahwa Nabi saw bersabda, "Wahai 'Abdullah bin Qais!" "Saya penuhi panggilanmu, wahai Rasulullah!" jawabku. "Maukah kamu kuberitahu suatu kalimat yang termasuk perbendaharaan surga?" tanya beliau. "Tentu saja, wahai Rasulullah," jawabku. "Yaitu, Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah (Tiada daya yang dapat menghalangi kemaksiatan dan tiada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan melainkan dengan Allah)," sabda beliau. (HR. al-Bukhariy dan Muslim)
Menurut versi lain, beliau saw bersabda, "Wahai 'Abdullah bin Qais! Ucapkanlah, 'Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah (Tiada daya dan tiada kekuatan melainkan dengan Allah)'! Sesungguhnya kalimat itu adalah satu perbendaharaan dari perbendaharaan-perbendaharaan surga." (HR. Muslim)

Ibnul Qayyim menulis, "Kalimat ini memiliki pengaruh yang mengagumkan untuk menghadapi berbagai kesulitan, menanggung beban berat, menghadapi penguasa, dan bagi siapa saja yang takut menghadapi suasana yang mencekam." (al-Wabilush Shayyib, hal. 157)
Wallahu a’lam.

MUI Dukung Muhammadiyah Soal Fatwa Rokok Haram

Komisi Fatwa MUI memahami penetapan hukum haram pada aktifitas merokok yang ditetapkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah pada 8 Maret 2010. MUI mendukung fatwa tersebut dalam rangka menghindari bahaya bagi kesehatan. "Pada prinsipnya dalam metode penetapan hukum Islam ada kesepakatan bahwa hal yang membahayakan harus dihindari. Dalam hal merokok, jika memang bahayanya pasti bagi seseorang maka haram dalam rangka melindungi diri dan menghindari bahaya", demikian ujar Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Dr Asrorun Niam Sholeh dalam rilis elektronik yang diterima detikcom, di Jakarta, Selasa, (9/3/2010) malam.

Hanya saja, lanjut Niam, Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia yang diselenggarakan di Padang Panjang pada 2009 menetapkan adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum merokok, antara makruh dan haram. "Para ulama peserta Ijtima Ulama waktu itu sepakat bahwa merokok tidak mubah, juga sepakat bahwa merokok ada unsur bahayanya meski ada manfaatnya. Nah, kadar bahaya dan manfaat ini harus ditimbang secara proporsional. Ada yang menegaskan bahwa bahaya merokok adalah pasti dan karenanya diharamkan," imbuhnya.
"Ada yang berpendapat bahwa bahayanya bersifat spekulatif dan kondisional sehingga belum cukup dijadikan landasan pengharaman dan karenanya hukumnya makruh. Di samping ada pertimbangan fakta sosial ekonomi," jelas Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini.

Sementara, lanjut Niam, bagi orang yang secara nyata akan menimbulkan bahaya, maka merokok diharamkan, seperti bagi anak-anak dan bagi wanita hamil, serta merokok di tempat umum. "Merokok bagi wanita hamil secara medis akan membahayakan janin, dan ini berpotensi mengganggu kesehatan janin. Untuk itu diharamkan. Demikian juga merokok di tempat umum yang mengganggu dan membahayakan orang lain," tegasnya.

Niam meminta pemerintah agar segera menerapkan aturan yang tegas untuk pembatasan aktifitas merokok. Termasuk pembatasan produksi rokok. "Namun kebijakan ini juga harus disertai dengan insentif bagi petani tembakau untuk mengalihkan tanamannya ke jenis tanaman yang lebih produktif. Hal untuk melindungi petani," pungkasnya. (wartaislam.com/roy)-

BAITI JANNATI
(Sebuah Impian Setiap Keluarga)

Apa yang terjadi jika tidak ada lagi kehangatan antara suami istri? Keduanya mendapati hubungan mereka seakan diselimuti es, dan cinta yang bersemi diawal pernikahan berubah menjadi sesuatu yang dingin. Ungkapan “Rumahku adalah surgaku” menguap entah kemana, dan suasana rumah menjadi rutinitas yang menjemukan dan membosankan.
Keadan semacam ini bisa menimpa siapa saja. Pernikahan layaknya kehidupan, memiliki dinamika dan romantika. Kadang suami istri mendapati rumah tangganya berjalan mulus, kerikil yang ada dapat dilewati bersama, dan keduanya merasa bahagia dalam kebersamaan mereka. Disaat yang lain kadang muncul perselisihan, yang biasanya disertai dengan kemarahan, kekesalan atau bahkan menimbulkan “perang dingin” diantara keduanya. Disaat yang lain lagi terjadi dimana salah satu dari keduanya atau keduanya dilanda kebosanan dan kejenuhan dalam menjalani rutinitas kehidupan berumah tangga. Kesemua ini adalah manusiawi dan wajar, sepanjang tidak membuat hati keduanya saling jauh.

Adalah Muhammad SAW, seorang manusia pilihan yang menjadi nabi dan rasul untuk seluruh umat manusia dan memiliki kesempurnaan akhlak, tidak luput dari mengalami romantika dan dinamika dalam rumah tangganya. Maka kita membaca bahwa beliau disatu saat pernah berlomba lari dengan istrinya dalam suasana ceria dan bahagia. Disaat lain beliau pernah menghadapi kecemburuan istrinya, bahkan pernah pula gusar, sedih dan kecewa karena permintaan beberapa istrinya dalam masalah nafkah yang menyebabkan beliau sampai berkata, “Aku tidak akan mendatangi mereka selama satu bulan,” (HR Bukhari dan Muslim).

Oleh karenanya jika anda berpikir bahwa pernikahan anda akan berjalan mulus, selalu diliputi kebahagiaan, tidak akan ada perselisihan, tidak akan ada kekesalan dan kemarahan. Maka sesungguhnya anda telah menjadi korban dari angan-angan yang tidak realistis. Dinamika dan romantika adalah sebuah ketetapan Allah SWT atau sunnatullah dalam pernikahan, tidak seorang pun dapat mengubahnya. Karena itu terimalah dinamika dan romantika (termasuk perselisihan) itu menjadi bagian dari rumah tangga anda, yang akan membuat rumah tangga anda menjadi penuh warna. Dari sini kita dapat mengerti bahwa rumah tangga yang bahagia dan harmonis itu bukanlah tanpa ada romantika perselisihan, tetapi yang dapat menyikapi dan menjadikan perselisihan yang ada sebagai bunga-bunga yang memberi warna pada pernikahan.

Selanjutnya untuk mengusahakan pernikahan yang harmonis dan bahagia itu, bisakah perempuan membuat suaminya tetap hangat terhadap dirinya kendati pernikahan itu telah berjalan puluhan atau belasan tahun? Tentu bisa, dengan sedikit usaha dan kesabaran, istri bisa membuat suaminya tetap hangat dan romantis terhadapnya sebagaimana di tahun pertama pernikahan. Tidak percaya?

Cobalah 15 saran berikut ini !

1. Katakan : “Aku mencintaimu”. Siapa bilang laki-laki tidak membutuhkan kata-kata cinta dari istrinya? Katakanlah terus menerus, karena kata-kata itu akan meresap ke dalam jiwanya, menghujam sanubari dan menumbuhkan keyakinan pada dirinya bahwa anda memang sungguh-sungguh mencintainya.
2. Ciumlah suami anda dengan ciuman cinta kasih setiap hari, ini akan menyenangkan dan akan membuatnya merindukan anda.
3. Genggam tanganya dengan lembut disaat-saat tertentu, hal kecil ini mampu menumbuhkan rasa cintanya pada anda.
4. Dengarkanlah dengan mengarahkan seluruh tubuh anda kepadanya ketika ia sedang berbicara. Pandanglah ia dengan lembut dan penuh kasih, untuk menunjukan bahwa anda sunguh-sungguh mendengarkannya.
5. Buatlah kejutan dengan memberikannya hadiah kecil yang bersifat pribadi, misalnya sapu tangan dan kaos kaki atau barang lain kesukaanya.
6. Ekspresikan cinta anda dengan kata-kata dan tubuh anda.
7. Khususkan waktu setiap hari walau hanya sepuluh menit untuk berdua saja dengannya.
8. Tampakanlah semampu anda keindahan penampilan anda ketika suami pulang kerja. Jadikanlah diri anda sebagai sesuatu yang layak dipandang, diperhatikan, dipeluk setelah sepuluh jam ia berada di luar.
9. Buatlah kejutan lembut disaat yang tidak terduga. Karena banyak istri melupakan bahwa pelukan dan ciuman lembut yang tiba-tiba (bukan rutinitas ketika akan berangkat bekerja) dapat menimbulkan perasaan khusus dan kasih sayang suami.
10. Berusahalah memenuhi rumah anda dengan senyum manis yang menyejukan seisi rumah. Silakan anda kesal atau marah, tapi jangan biarkan kemarahan dan kekesalan anda berlarut-larut, sehingga membuat suami anda merasa tidak nyaman berada di rumahnya sendiri.
11. Pahami dan kenali sifat serta karakter suami anda. Berusahalah mencari hal-hal yang membuatnya senang dan bahagia, sebaiknya jangan melakukan hal-hal yang membuat suami anda kesal.
12. Berikan pujian, jika memang suami anda berhak untuk mendapat pujian. Misalnya, “mas ganteng sekali hari ini,” atau ketika ia membantu anda membereskan rumah, “Aduh, suamiku memang lelaki yang paling rajin dan sholeh.”
13. Jangan ragu dan malu untuk menyatakan ketergantungan anda padanya, misalnya, “Alhamdulillah, aku punya suami seperti mas, jadi semua masalah bisa diatasi”.
14. Berusahalah untuk memaafkan jika ia berbuat kesalahan, ungkapkan kekesalan anda dengan wajar, selanjutnya tunjukan cinta dan pengertian anda.
15. Jangan sekali-kali anda lupa untuk mengucapkan terimakasih atas hal-hal kecil yang telah dilakukannya. Ingatlah Rasul kita yang mulia pernah bersabda, “Allah tidak akan memandang kepada perempuan yang tidak berterimakasih pada suaminya padahal ia butuh kepadanya” (HR Hakim) (diolah dari: baitijannati.wordpress.com)

Kasih Sayang Rasulullah SAW

Dari Anas bin Malik ia berkata, yang artinya: “Rasululloh pernah membawa putra beliau bernama Ibrahim, kemudian mengecup dan menciumnya.” (HR: Al-Bukhari)
Asma’ binti ‘Umeis –istri Ja’far bin Abi Thalib- menuturkan, yang artinya: “Rasululloh datang menjengukku, beliau memanggil putra-putri Ja’far. Aku melihat beliau mencium mereka hingga menetes air mata beliau. Aku bertanya: “Wahai Rasululloh, apakah telah sampai kepadamu berita tentang Ja’far?” beliau menjawab: “Sudah, dia telah gugur pada hari ini!” Mendengar berita itu kamipun menangis. Kemudian beliau pergi sambil berkata: “Buatkanlah makanan bagi keluarga Ja’far, karena telah datang berita musibah yang memberatkan mereka.” (HR: Ibnu Sa’ad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Ketika air mata Rasululloh menetes menangisi gugurnya para syuhada’ tersebut, Sa’ad bin ‘Ubadah bertanya: “Wahai Rasululloh, Anda menangis?” Rasululloh menjawab: “Ini adalah rasa kasih sayang yang Alloh Ta’ala letakkan di hati hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya hamba-hamba yang dikasihi Allah Ta’ala hanyalah hamba yang memiliki rasa kasih sayang.” (HR: Al-Bukhari)

Ketika air mata Rasululloh menetes disebabkan kematian putra beliau bernama Ibrahim, Abdurrahman bin ‘Auf bertanya kepada beliau: “Apakah Anda juga menangis wahai Rasulullah?” Rasululloh: “Wahai Ibnu ‘Auf, ini adalah ungkapan kasih sayang yang diiringi dengan tetesan air mata. Sesungguhnya air mata ini menetes, hati ini bersedih, namun kami tidak mengucapkan kecuali yang diridhai Allah Ta’ala. Sungguh, kami sangat berduka cita berpisah denganmu wahai Ibrahim.” (HR: Al-Bukhari)

Dari ‘Aisyah ia berkata, yang artinya: “Suatu kali pernah dibawa sekumpulan anak kecil ke hadapan Rasululloh, lalu beliau mendoakan mereka, pernah juga di bawa kepada beliau seorang anak, lantas anak itu kencing pada pakaian beliau. Beliau segera meminta air lalu memercikkannya pada pakaian itu tanpa mencucinya.” (HR: Al-Bukhari)

Anas bin Malik menuturkan, yang artinya: “Rasululloh sering bercanda dengan Zainab, putri Ummu Salamah, beliau memanggilnya dengan: “Ya Zuwainab, Ya Zuwainab, berulang kali.” (Zuwainab artinya: Zainab kecil) (Lihat Silsilah Hadits Shahih no.2141 dan Shahih Al-Jami’ 5-25)
Kasih sayang beliau kepada anak tiada batas, meskipun beliau tengah mengerjakan ibadah yang sangat agung, yaitu shalat. Beliau pernah mengerjakan shalat sambil menggendong Umamah putri Zaenab binti Rasululloh dari suaminya yang bernama Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’. Pada saat berdiri, beliau menggendongnya dan ketika sujud, beliau meletakkannya. (Muttafaq ‘alaih)

Lalu, tidakkah terlintas di dalam lubuk hati ? Bermain dan bercanda ria dengan si kecil, putra-putri kita? Mendengarkan tawa ria dan celoteh mereka yang lucu dan indah? Kasih sayang tiada tara, itulah kasih sayang Rosulullah kepada anak-anak. Mari berkasih sayang karena Allah.

Permudahlah Dalam Menikah

Oleh : Ummu Hanan Dzakiya

Sebuah toko yang menjual suami baru saja dibuka di kota New York di mana wanita dapat memilih suami sesuai selera dan keinginannya. Di pintu masuk terdapat instruksi yang menunjukkan bagaimana aturan main untuk masuk toko tersebut:

“Hanya untuk satu kali kunjungan”

Toko tersebut terdiri dari 6 lantai dimana setiap lantai akan tertera ciri dan karakter suami yang ditawarkan. Semakin tinggi lantainya, semakin tinggi pula nilai lelaki tersebut. Pengunjung bisa memilih lelaki di lantai tertentu atau lebih memilih ke lantai berikutnya tetapi dengan syarat tidak bisa turun ke lantai sebelumnya, kecuali untuk keluar dari toko.
Seorang wanita pun pergi ke “toko suami” tersebut untuk mencari suami. Ia mulai mencoba mencari dari lantai satu yang tiap lantai terdapat tulisan:

Lantai 1 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan dan taat pada Tuhan.
Wanita itu tersenyum, kemudian dia naik ke lantai selanjutnya.

Lantai 2 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, dan senang anak kecil. Kembali wanita itu naik ke lantai selanjutnya.

Lantai 3 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil, dan cakep banget.
” Wow”, tetapi pikirannya masih penasaran, dan terus naik. Sampailah wanita itu di lantai 4.

Lantai 4 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil, cakep banget, dan suka membantu pekerjaan rumah.
”Ya ampun !” Dia berseru, ”Aku hampir tak percaya.” Dan dia tetap melanjutkan ke lantai 5.

Lantai 5 : Lelaki di lantai ini memiliki pekerjaan, taat pada Tuhan, senang anak kecil, cakep banget, suka membantu pekerjaan rumah, dan memiliki rasa romantis.
Walaupun dia tergoda untuk berhenti tapi kemudian dia melangkah kembali ke lantai 6. Dan membaca kriteria calon suami di lantai 6 ini.

Lantai 6 : Anda adalah pengunjung yang ke 4.363.012. Tidak Ada lelaki di lantai ini. Lantai ini hanya semata-mata bukti untuk wanita yang tidak pernah puas.
Terima kasih telah berbelanja di “Toko Suami”. Hati-hati ketika keluar toko. Dan semoga hari yang indah buat anda.

Setelah membacanya barangkali Anda merasa geli atau bahkan dongkol dibuatnya. Ah maaf, ini hanya sekedar cerita humor yang saya dapatkan di internet. Cerita ini saya postingan karena ada pelajaran yang dapat kita ambil. Bukan sekedar untuk wanita, akan tetapi priapun juga. Yakni rasa tidak puas atau tepatnya tidak bersyukur dengan apa yang ada yang jamak terjadi di kalangan kita.

Kebanggaan akan kapasitas diri membuat sebagian kita memasang idealisme terlalu tinggi tentang kriteria calon pendamping yang diinginkan karena berharap bisa menuai kebahagiaan haqiqi dunia akherat. Dan yang lebih fatal lagi adalah ia lupa mengaca diri bahwa sejatinya dia hanyalah si pungguk yang merindukan bulan. Sosok yang ia idolakan barangkali ada, tapi yang jelas belum tentu si doi mau bersanding dengan dirinya. Hingga akhirnya ia tak kunjung menemukan muara untuk melabuhkan hati padahal usia sudah tak muda lagi.

Nikah itu sebenarnya mudah
Pernikahan adalah salah satu tanda kekuasaan Allah Ta'ala dan karunia-Nya, sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah di dalam Al-Qur'an surah Ar-Rum ayat 21, yang artinya:
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."
Menikah juga merupakan sunah RAsulullah saw. "Menikah adalah sunnahku, barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku berarti bukan dari golonganku. Hendaklah kalian menikah, sungguh dengan jumlah kalian aku akan berbanyak-banyakkan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak hendaknya berpuasa, karena puasa itu merupakan tameng." (HR. Ibnu Majah)

Akan tetapi pernikahan yang begitu mulia ini terkadang begitu sulit untuk diwujudkan. Hari ini banyak kita jumpai orang-orang yang sengaja menunda pernikahan karena alasan beragam. Entah karena mengejar karir, memiliki idealisme terlalu tinggi atau justeru terlalu minder dengan kapasitas diri hingga akhirnya takut untuk menikah. Hingga tanpa terasa mereka menjadi perawan dan perjaka tua.

Rasulullah saw sebenarnya telah memberikan rambu-rambu terindah dalam menentukan pilihan pasangan hidup bahwa seorang wanita dinikahi karena empat hal, yaitu: karena hartanya, karena keturunan-nya karena kecantikannya, dan karena agamanya. Beliau kemudian memberikan petunjuk agar mencari wanita yang beragama, agar ia beruntung.
Dengan kata lain seorang laki-laki akan merugi jika ia tidak memilih wanita yang beragama, yaitu wanita shalihah yang berbudi mulia. Tidak ada kebaikan yang terkandung dalam diri seorang wanita yang berharta atau cantik jelita, tetapi ia tidak beragama.

Demikian juga halnya dengan wanita. Janganlah ia tertipu oleh ketampanan wajah seorang pria, kekayaannya, atau keturunan dan kedudukannya yang terhormat, tetapi hendaklah ia mencari pria yang beragama terlebih dahulu sebagai kriteria utama. Karena seorang pria yang beragama akan melindungi dan menjaga isterinya, mempergaulinya secara baik dan patut, dan bersabar terhadap segala kekurangannya -dan ini yang paling penting-. Jika pria shalih ini mencintai isterinya, maka ia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya, ia tidak akan mezhaliminya. Jika si isteri tidak menyukai suaminya ini, maka sang suami tidak akan menahannya.

Jangan takut, Allah akan mencukupi
Akan tetapi terkadang sebagian kita takut menikah karena terlalu ngeri membayangkan kehidupan yang akan dijalani jika melihat dirinya belum mempunyai penghasilan yang cukup. Padahal Allah telah memberikan jaminan kecukupan bagi mereka yang berani menikah. Perhatikanlah Al-Qur'an surah An-Nur ayat 32, yang artinya:
“Jika mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka kaya dengan karunia-Nya."

Jadi, kalau Allah yang tak pernah ingkar janji saja sudah memberikan jaminan, kenapa mesti takut! Ayo, menikahlah segera…..!!

MENAKAR SENDIRI DI RUMAH
oleh : dr. Mety

Saat membaca cara penyusunan diet atau resep , sering kita mengernyitkan dahi karena informasi yang dimuat adalah dalam satuan gram, sedang dalam skala rumahtangga tidak semuanya mempunyai alat timbangan , sehingga menjadi kurang praktis dan sulit untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari .
Daftar berikut mudah-mudahan dapat menjadi panduan anda untuk mengukur bahan diet yang sesuai !

Ukuran rumah tangga Satuan berat
1 sdm gula pasir 10 gram
1 sdm tepung susu 5 gram
1 sdm tepung beras , tepung sagu 6 gram
1 sdm terigu , maizena , hunkwe 5 gram
1 sdm margarine , mentega , minyak goring 10 gram
1 sdm kacang-kacangan kering , (kacang merah , kacang kedele , kacang tolo , dll)
10 gram
1 gls nasi 140 gram =70 gram beras
1 ptg papaya sedang (5x15 cm) 100 gram
1 bh pisang sdg (3x15 cm) 75 gram
1 ptg tempe sedang (4x6x1cm) 25 gram
1 ptg daging sdg (6x5x2 cm) 50 gram
1 bj tahu bsr (6x6x2 ¼ cm) 100 gram
1 sdm = 3 sdt = 10 ml
1gls = 24 sdm = 240 ml
1 ck = l gls = 240 ml

ARTI SINGKATAN :
Bh = buah sdg = sedang
Bj = biji bsr = besar
Btg = batang ptg = potong
Btr = butir sdm = sendok makan
Bks = bungkus sdt = sendok teh
Pk = pak gls = gelas
Kcl = kecil ck = cangkir

Daftar Bahan Makanan Penukar
Bahan Makanan Berat ( gram ) Ukuran Rumah Tangga (URT) Bahan Makanan Berat (gram) URT
Nasi 100 ¾ gls Tempe 50 2 bj sdg
Nasi tim 200 1 gls Oncom 50 2 ptg sdg
Kentang 200 2 bj sdg Kacang tolo 25 2 ½ sdm
Ubi 150 1 bj sdg Kacang hijau 25 2 ½ sdm
Krakers 50 5 bh bsr Alpukat 50 ½ bh bsr
Mie kering 50 1 gls Apel 75 ½ bh sdg
Mie basah 100 1 gls Belimbing 125 1 bh bsr
Makaroni 50 ½ gls Jambu biji 100 1 bh bsr
Daging sapi 50 1 ptg sdg Jeruk manis 100 2 bh sdg
Daging ayam 50 1 ptg sdg Mangga 50 ½ bh bsr
Hati sapi 50 1 ptg sdg Pisang ambon 75 1 bh sdg
Telur ayam 60 2 butir Rambutan 75 8 bh
Telur ayam negeri 60 1 btr bsr Semangka 150 ½ gls
Telur bebek 60 1 btr Susu sapi 200 1 gls
Ikan sedang 50 1 ptg sdg Susu kental tak manis 100 ½ gls
Ikan teri 25 3 sdm Yoghurt 200 1 gls
Udang basah 50 ¼ gelas Minyak goreng 5 ½ sdm
Keju 30 1 ptg sdg Santan 50 ¼ gls
Bakso daging 100 10 bj bsr
20 bj kcl Margarine 5 ½ sdm
Tahu 100 1 bj bsr Lemak sapi 5 1 ptg kcl

SALING MEMAHAMI PASANGAN

Posted by newydsui Wednesday, May 5, 2010 1 comments

SALING MEMAHAMI PASANGAN

Kadang ada suami yang santai membaca koran, sedangkan isterinya sibuk dengan setumpuk pekerjaan,( orang jawa bilang “ esok isah-isah, je’ umbah-umbah, trus ngedusi bocah, let sedelok ngepel omah…”) baik memasak atau mengurus anak-anak, sedangkan suami tak pernah peduli untuk membantunya. Lalu bagaimanakah sikap kita terhadap pasangan hidup kita? Berikut adalah tips-tips bagaimana kita menyikapi pasangan hidup kita yaitu sebagai berikut :

1.Terimalah ia apa adanya
Pernikahan adalah menyatukan dua keluarga besar yang berbeda suku, kultur dan budaya serta pola asuh yang diterapkan pada masing-masing keluarga. Tentu saja tidak mudah merubah karakter yang telah melekat pada pasangan hidup kita. Namun Insya Allah dengan ikut tarbiyah, tentu saja perlahan-perlahan kita berusaha untuk menjadi pribadi yang kaffah.
Jangan pernah sekali-kali menbandingkan pasangan hidup kita dengan pasangan hidup teman kita. Yakinlah bahwa Allah pasti memberikan jodoh yang sekufu untuk kita. Bukankah Allah tidak pernah mengingkari janji-janji-NYA?

2.Pandai bersyukur atas anugerah suami yang shalih
Sebagai seorang muslimah, kita harus bersyukur pada Allah SWT, yang telah memberikan anugerah terindah dalam hidup kita yaitu seorang ikhwan yang sevisi dan semisi dalam mengarungi rumah tangga dan juga da’wah yang mulia ini. Coba kita bayangkan rumah tangga yang suaminya selingkuhlah, yang melakukan KDRT dalam rumah tanggalah, yang suami tidak shalatlah. Sementara Alhamdulillah, Allah anugerahkan pasangan hidup kita yang selalu tilawah, rajin datang ketempat-tempat pengajian, aktif da’wah di masyarakat, mengerjakan yang sunnah-sunnah. Sementara rumah tangga lain, mungkin suaminya sering berkata-kata kasar? Sementara kita? Alhamdulillah, suami kita selalu berkata-kata lembut dan sangat menjaga perasaan kita, sebagai seorang isteri. Insya Allah karena suami kita memahami sebuah hadits yang mengatakan, “ Sebaik-baik pria adalah yang paling baik sikapnya terhadap keluarga.” Nikmat Allah mana lagi yang kita dustakan?

3.Saling menutup aib pasangan hidup kita
Sebagai seorang hamba, tentu saja kita juga manusia biasa yang tidak luput dari dosa dan kesalahan. Tetapi idealnya memang kesalahan para penggerak da’wah harus lebih sedikit dibandingkan yang lain. Bukankah kita selalu mengajak orang lain untuk menjadi lebih baik, kita harus lebih dahulu mengamalkan apa yang kita sampaikan atau ceramahkan?
Sebaiknya dalam berumah tangga, aib pasangan hidup kita, harus kita tutupi, tidak perlu kita ceritakan pada orang lain, sampai-sampai pada adik dan kakak kita. Biarlah semua hanya suami dan isteri saja yang tahu akan aib pasangan hidup kita. Yakinlah di setiap kekurangan pasangan hidup kita, pasti Allah berikan banyak kelebihan pada dirinya..Bukankah setiap pasangan hidup merupakan pakaian bagi pasangan hidupnya?

4.Saling meningkatkan diri dan potensi pasangan hidup kita
Sebagaimana kita ketahui, ada beberapa gambaran rumah tangga, yaitu rumah tangga laba-laba, rumah tangga seperti rumah sakit, rumah tangga seperti rumah tangga pasar dan rumah tangga kuburan. Yang terbaik adalah rumah tangga seperti rumah tangga masjid. Di mana dalam rumah tangga tersebut tercipta suasana saling asih, asah dan asuh. Suami dan isteri pun harus meningkat dari sisi ketaqwaan, dari sisi pendidikan, dari sisi ekonomi, sehingga tercipta rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Suami tidak boleh membiarkan isteri untuk tidak berkembang, terutama dari sisi tsaqofah (pengetahuan).. Insya Allah indah sekali manakala kita mampu memciptakan rumah tangga seperti rumah tangga masjid.
(www.baitijannati.wordpress.com biziyadah wa tashorruf)

JAUHI SIKAP GHULUW DALAM BERAGAMA
(Tafsir QS. An-Nisaa`: 171)

Oleh: Tengku Azhar, Lc.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلاَ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلاَّ الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآَمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلاَ تَقُولُوا ثَلاَثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَََرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلاً
“Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Ny yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah adalah Ilah yang Maha Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi Pemelihara.” (QS. An-Nisaa`; 171)

Asbabun Nuzul Ayat
Imam Ath-Thabari –rahimahullah- berkata, “Ayat yang telah disebutkan di awal risalah ini, yaitu Surat An-Nisaa’ ayat 171, turun berkaitan dengan sekelompok orang-orang Nashara yang telah berlebihan terhadap Nabi Allah ‘Isa ‘Alaihissalam. Mereka telah mengatakan bahwa Nabi ‘Isa adalah anak Allah. Na’udzubillah. (Asbabun Nuzul, Abul Hasan An-Naisaburi). Ar-Rabi’ mengatakan: “Mereka terdiri dari dua golongan: (1) Golongan pertama: golongan yang bersikap ghuluw dalam agama sehingga timbul keraguan dan kebencian terhadap agama (menganggap agama mereka belum sempurna – ed), (2) Golongan kedua: golongan yang kurang dalam beragama, sehingga mereka akhirnya mendurhakai perintah Rabb mereka.” (Jami’ul Bayan, 4/ 373).

Tafsir Ayat
Ketika menafsirkan ayat di atas, Imam Ibnu katsir –rahimahullah- mengatakan bahwa, “Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang Ahli Kitab untuk bersikap ghuluw dan ini banyak dijumpai pada kaum Nashara karena mereka melampaui batas dalam menyikapi ‘Isa ‘Alaihissalam sehingga mereka meninggikan derajatnya melebihi derajat yang telah ditentukan oleh Allah untuknya. Mereka menggeser kedudukan ‘Isa dari Nabi menjadi Ilah (sesembahan-ed) yang mereka sembah selain Allah, bahkan mereka pun melampaui batas dalam menyikapi pengikut-pengikut ‘Isa dengan menganggap mereka sebagai orang-orang ma’shum yang tidak pernah berbuat salah dan mereka bersikap taqlid kepada pengikut ‘Isa dalam setiap ucapan mereka, baik haq maupun bathil, sesat atau tidak, benar atau dusta. Oleh karena itu Allah berfirman:
“Mereka menjadikan orang-orang alim mereka dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb merka selain Allah…(QS. At-Taubah: 31) [Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/ 785]
Imam Asy-Syaukani –rahimahullah- menjelaskan: “Ghuluw adalah melampaui batas, dan yang dimaksud di sini adalah ghuluw-nya orang-orang Nashrani dalam menyikapi ‘Isa ‘Alahissalam, sehingga mereka menjadikannya sebagai Rabb, dan juga ghuluw-nya orang-orang Yahudi tentang ‘Isa sehingga mereka menjadikannya sebagai anak jadah.” (Lihat Zubdatut Tafsir, hal.132)
Masih banyak lagi tafsiran para ulama terhadap ayat di atas. Pada intinya sikap ghuluw (ifrath) sangat tercela dalam Islam bahkan dapat membuat seseorang melakukan perbuatan menyekutukan Allah karena berlebihan dalam menyikapi/ memahami sesuatu, misalnya menganggap bahwa ‘Isa memiliki kedudukan sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla. Selain itu juga, ghuluw dapat berupa tafrith (pengurangan). Sebagaimana tuduhan keji yang dilontarkan kepada Maryam, ibunda Nabi Allah ‘Isa. Dan perkataan sebagian mereka bahwa ‘Isa ‘Alahissalam merupakan anak hasil hubungan yang tidak halal (anak zina). Na’udzubillah. Semoga kita bisa terbebas dari dua sikap sekaligus, ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (peremehan) dalam beragama, dan janganlah kita berbicara tanpa disertai ilmu dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Maka, orang yang berbahagia dan selamat adalah orang yang menjauhi kedua sikap di atas.

Sebab-Sebab Terjadinya Ghuluw dalam Beragama
Ada beberapa sebab yang menjadikan seseorang berbuat ghuluw dalam melaksanakan ajaran dienul Islam yang telah sempurna ini. Di antara penyebanya adalah:

1. Kebodohan seseorang tentang agama Islam
Bodoh dalam masalah agama dapat berupa kurang memahami maksud syari’at dalam masalah kemudahan (taisir) dan rukhsah. Hal ini dapat terlihat ketika ada orang yang memberat-beratkan diri dalam beribadah. Padahal, agama ini pada hakikatnya adalah mudah dan tidak dipersulit. Kemudian, seseorang yang tidak mengerti batasan-batasan dalam syari’at yang telah ditetapkan bagi mukallaf, bahkan mereka melampaui batasannya. Misalnya, mengharamkan sesuatu yang dihalalkan dan menghalalkan sesuatu yang diharamkan. Juga, ghuluw ketika mengangkat derajat seseorang atau makhluk seperti derajat Rabb (ilah). Ada juga seseorang yang kurang atau tidak mampu memahami nash-nash syari’at, atau memahaminya sesuai dengan akal pikirannya semata tanpa bimbingan syari’at/ ulama.

2. Seseorang yang mengikuti hawa nafsunya
Mengikuti hawa nafsu merupakan salah satu sebab terjadinya sikap ghuluw dalam beragama. Hawa nafsu merupakan penyakit yang samar tetapi sangat berbahaya bagi diri seseorang, sehingga banyak umat sebelum kita yang sesat dan menjadikan mereka ghuluw karena mengikuti hawa nafsu yang tercela. Untuk mengetahui cirri-ciri hawa nafsu yang tercela antara lain:
a. Mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat (samar maknanya) dan meninggalkan yang muhkamat (jelas maknanya).
b. Berpaling dari kebenaran yang jelas dan gamblang dan mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatannya.
c. Mencari-cari rukhshah dan kemudahan dalam perkara yang samar/syubhat tanpa meneliti dan berpikir, dengan alasan bahwa setiap yang mudah adalah terpuji dan yang sulit adalah tercela.
d. Berjalan dengan bimbingan syahwat dengan mengatasnamakan agama.
e. Tidak adil dan tidak konsekuen, baik dalam masalah ucapan, perbuatan, keyakinan, hubungan sosial, hukum, maupun cinta dan benci.
Di antara ayat yang menjelaskan tentang tercelanya sikap ghuluw karena mengikuti hawa nafsu adalah dalam firman Allah Ta’ala:
“…dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (QS. Shad: 26)

3. Beragama dengan bersumber dari hadits-hadits lemah dan palsu.
Salah satu yang menyebabkan seseorang menjadi ghuluw dalam menjalankan agama yang haq ini adalah dengan menjadikan hadits dhaif (lemah) dan maudlu’ sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an Al-Karim. Para ulama berbeda pendapat tentang bolehnya mengambil hadits dhaif dalam masalah fadhilah-fadhilah amal maupun dalam hukum. Tetapi yang paling rajih (kuat) adalah pendapat yang mengharamkannya secara mutlak. Karena mengambil hadits dhaif berarti membuka pintu munculnya bid’ah dalam beragama. Di antara ulama yang mengharamkan mengambil hadits dhaif sebagai sumber hukum dalam agama antara lain Yahya bin Ma’in, Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Hazm, dan Syaikh Al-Albani –rahimahumullah-.

4. Menyerupai dan Mengekor orang-orang kafir
Diantara penyebab terjadinya ghuluw dalam beragama yang dilakukan oleh kaum muslimin adalah penyerupaan (tasyabbuh) mereka terhadap orang-orang kuffar. Padahal Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan perbuatan tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Cobalah kita saksikan apa yang telah dilakukan oleh sebagian kaum muslimin seperti Maulid Nabi, Memasang sajian, mengagung-agungkan Rasulullah sehingga meletakkan beliau pada tempat ilah yang bisa memberikan manfaat, menghilangkan madharat, memudahkan rezeki dan lainnya, bukankah ini semua adalah bentuk penyerupaan terhadap orang-orang kuffar dari kalangan Nashrani dan Yahudi?
Sebagai penutup marilah kita renungkan perkataan sebagian ulama salaf berikut ini:
“Sederhana tetapi di dalam Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh tetapi di dalam Bid’ah.”
Wallahu A’lamu bish Shawab.

Reference:
1. Tafsir Ath-Thabari, Imam Ath-Thabari.
2. Tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Katsir.
3. www.almanhaj.or.id
4. Dan lain-lain.

Hukum orang yang meyakini bahwa Rasulullah  bukan manusia dan sesungguhnya dia  mengetahui yang gaib.

Pertanyaan:
Apabila seseorang wafat, sedangkan dia meyakini bahwa Rasulullah  bukanlah manusia, sesungguhnya dia  mengetahui yang gaib, dan sesungguhnya tawassul dengan para wali, orang yang sudah meninggal dunia dan yang masih hidup adalah ibadah kepada Allah . Apakah dia masuk neraka dan termasuk orang musyrik? Perlu diketahui bahwa dia tidak mengetahui selain keyakinan ini, dan sesungguhnya dia tinggal di satu wilayah yang para ulama dan semua penduduknya menetapkan hal itu, apakah hukumnya? Dan apakah hukum bersedekah darinya dan berbuat baik kepadanya setelah matinya?

Jawaban:
Barangsiapa yang wafat di atas keyakinan ini, bahwa sesungguhnya Muhammad  bukan manusia, maksudnya bukan termasuk keturunan nabi Adam , atau meyakini bahwa dia mengetahui yang gaib, maka ini adalah keyakinan kufur yang pelakunya adalah orang kafir kufur akbar. Dan seperti inilah apabila ia berdoa dan istighatsah kepadanya , atau bernazar untuknya, atau kepada selainnya dari para nabi, atau orang-orang shalih, atau jin, atau malaikat, atau berhala. Karena ini termasuk jenis perbuatan orang-orang musyrik generasi pertama seperti Abu Jahal dan semisalnya. Ia adalah syirik besar, dan sebagian orang menamakan jenis syirik ini sebagai tawasul, dan sebenarnya ia adalah jenis syirik akbar. Ada jenis tawasul kedua yang bukan termasuk syirik, tetapi termasuk jenis bid'ah dan sarana menuju syirik, yaitu bertawasul dengan jaah (pangkat, kedudukan) para nabi dan orang-orang shalih, atau dengan haqq para nabi dan orang-orang shalih, atau dengan zat mereka. Maka yang wajib adalah berhati-hati dari keduanya. Barangsiapa yang wafat di atas jenis tawasul pertama (yang termasuk syirik akbar), ia tidak dimandikan, tidak dishalatkan, tidak dimakamkan di pemakaman kaum muslimin, tidak didoakan untuknya, dan tidak bersedekah untuknya, berdasarkan firman Allah , ”Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasannya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.” (QS. at-Taubah:113)

Adapun tawasul dengan asma (nama-nama) dan sifat Allah , tauhid dan iman dengan-Nya, maka ia adalah tawasul yang masyru' (disyari'atkan) dan termasuk di antara sebab-sebab dikabulkan, berdasarkan firman Allah , “Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu” (QS. al-A'raaf:180)

Dan berdasarkan riwayat dari Nabi  bahwa beliau mendengar orang yang berdoa dan berkata:

اللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ, الفَرْدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُوْلَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًّا أَحَدٌ) فَقَالَ: لَقَدْ سَأَلَ اللهَ باِسْمِهِ اْلأَعْظَمِ الَّذِي إِذَا سُئِلَ بِهِ أَجَابَ وَإِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ

"Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu bahwa Engkau adalah Allah , tidak Ilah (yang berhak disembah) selain Engkau, Yang Maha Esa, Yang Maha Sempurna (bergantung kepada-Nya segala sesuatu), Yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada yang setara dengan-Nya"). Maka dia  bersabda: 'Sungguh ia telah memohon kepada Allah  dengan nama-Nya Yang Agung (ismul a'dzham) yang apabila diminta Dia  memberi dan apabila didoakan dengannya Dia  mengambulkan." (HR. Abu Daud, 1495; An-Nasa’i, 1300; Ibnu Majjah, 3858. Dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud 1326.)

Dan seperti ini pula tawasul dengan amal shalih berupa berbakti kepada kedua orang tua, menunaikan amanah, menahan diri dari yang diharamkan oleh Allah  dan semisal yang demikian itu, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits penghuni goa yang diriwayatkan dalam Shahihain (Bukhari dan Muslim):

Mereka ada tiga orang, kemalaman dan hujan membuat mereka bermalam di dalam goa. Maka tatkala mereka telah masuk ke dalamnya, batu besar jatuh dari atas gunung, lalu menutupi pintu goa. Maka mereka tidak bisa keluar, lalu mereka saling berkata: 'Sesungguhnya tidak ada yang bisa menyelamatkan kamu dari batu besar ini kecuali kamu memohon kepada Allah  dengan amal-amal shalihmu. Maka mereka bertawajjuh (menghadap) kepada Allah  dan memohon kepada-Nya dengan sebagian amal mereka yang baik. Salah seorang dari mereka berkata: 'Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai ayah ibu yang sudah tua dan aku tidak memberi minuman sebelum keduanya kepada keluarga (anak istri) dan harta (budak). Dan pada suatu hari aku terlalu jauh mencari pohon, maka tatkala aku pergi kepada keduanya dengan minuman keduanya, ternyata kedua sudah tidur. Maka aku tidak membangunkan keduanya dan aku tidak suka memberi minuman kepada keluarga dan harta sebelum keduanya. Maka aku terus seperti itu hingga terbit fajar, lalu keduanya terbangun dan meminum susu mereka. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa aku melakukan hal itu karena mengharap ridha-Mu maka lapangkanlah dari kami apa yang ada pada kami. maka batu besar itu bergeser sedikit yang mereka tidak bisa keluar darinya.

Adapun yang kedua, maka ia bertawasul dari sifat iffah (menahan diri) nya dari perbuatan zina, di mana dia mempunyai sepupu perempuan yang dia sangat mencintainya. Lalu ia (sepupunya) datang kepadanya meminta bantuan maka ia enggan kecuali ia menyerahkan dirinya (untuk berbuat zinah), lalu ia setuju karena kebutuhannya. Maka ia memberinya seratus dua puluh (120) dinar. Tatkala dia sudah duduk di antara dua kakinya, dia (sepupunya) berkata: 'Wahai Abdullah, takutlah kepada Allah  dan janganlah engkau memecahkan cincin kecuali dengan sebenarnya." Ia pun merasa takut kepada Allah  saat itu, berdiri darinya dan membiarkan emas (dinar) karena takut dari siksa Allah . Ia berkata: 'Ya Allah, jika ia mengetahui bahwa aku melakukan hal ini karena mengharap ridha-Mu maka lapangkanlah dari kami apa yang ada pada kami.' Maka batu itu bergeser sedikit yang mereka tidak bisa keluar darinya. Kemudian yang ketiga berkata: 'Ya Allah, sesungguhnya aku mempunya beberapa karyawan, aku memberikan kepada setiap orang upahnya kecuali satu orang yang dia meninggalkan upahnya. Lalu aku mengembangkannya untuknya sehingga menjadi unta, sapi, kambing dan budak. Lalu ia datang meminta upahnya, maka aku berkata kepadanya: 'Semua ini adalah upahmu,' maksudnya unta, sapi, kambing, dan budak.' Ia berkata: Wahai hamba Allah, bertaqwalah kepada Allah  dan janganlah engkau mengolok olok aku.' Lalu kukatakan kepadanya: 'Sesungguhnya aku tidak mengolok-olokmu, sesungguhnya semuanya adalah hartamu.' Maka ia membawa semuanya. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa aku melakukan hal itu karena mengharapkan ridha-Mu maka lapangkanlah dari kami apa yang kami alami.' Maka batu itu bergeser, lalu mereka semua keluar sambil berjalan." (HR. Bukhari, 3465; Muslim, 2743)

Ini menunjukkan bahwa tawasul dengan amal shalih adalah perkara yang disyari'atkan dan sesungguhnya Allah  melapangkan kesusahan dengannya, seperti yang dialami tiga orang tersebut. Adapun tawasul dengan jaah fulan dan haqq fulan atau zat fulan, maka ini tidak disyari'atkan, bahwa termasuk bid'ah seperti yang sudah dijelaskan. Wallahu waliyut taufiq.

Sumber fatwa Syaikh Bin Baaz –Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah (5/319). www.islamhouse.com

RAJA NAJASYI

Posted by newydsui 0 comments

RAJA NAJASYI

Oleh: Abu Hanim Az-Zahra

Dia adalah Ashhamah bin Abjar yang dikenal dengan sebutan An-Najasyi. Ayah Ashhamah adalah raja negeri Habasyah dan tidak memiliki anak melainkan dirinya. Menurut sebagian tokoh Negeri Habasyah, kondisi ini dipandang kurang baik untuk masa depan negeri itu. Mereka menganggap bahwa dengan satu putera Raja Abjar akan mendatangkan kebinasaan. Oleh karena itu, mereka membunuh Raja Ajbar dan menyerahkan mahkota kepada saudaranya yang memiliki duabelas putera yang membelanya semasa hidup dan menjadi pewarisnya bila meninggal.

Setelah sang ayah terbunuh, Ashhamah diasuh oleh pamannya. Tumbuh menjadi pemuda yang cerdas, penuh semangat, ahli berargumen dan berkepribadian luhur. Ia menjadi andalan pamannya dan diutamakan lebih daripada anak-anaknya sendiri.

Melihat kenyataan tersebut, setan kembali memprovokasi para pembesar Habasyah. Setelah berunding mereka mengusulkan kepada Sang Raja agar Ashamah dibunuh. Bukannya setuju, tapi sang raja justru marah besar, dia berkata, “Se­jahat-jahat kaum adalah kalian! Dahulu kalian membunuh ayahnya dan sekarang kalian memintaku untuk membunuhnya pula. Demi Allah aku tak akan melakukannya.”

Mereka berkata, “Kalau begitu kami akan mengasingkannya dari negeri ini.” Sang raja tak berdaya menghadapi tekanan dan paksaan para pejabat yang jahat itu.

Tak lama setelah diusirnya Ashhamah tiba-tiba terjadi peristiwa yang di luar dugaan. Badai mengamuk disertai guntur dan hujan lebat. Sebatang pilar istana roboh menimpa sang raja yang sedang berduka akibat kepergian keponakannya. Beberapa waktu kemudian dia wafat.

Rakyat Habasyah berunding untuk memilih raja baru. Mereka meng­harapkan salah satu dari dua belas putera raja, namun ternyata tak ada satupun dari mereka yang layak menduduki tahta. Mereka menjadi cemas dan gelisah, lebih-lebih setelah mendapati bahwa negeri-negeri tetangga menunggu kesempatan untuk menyerang. Kemudian ada salah seorang di antara mereka berkata, “Demi Allah, tak ada yang patut menjadi pemimpin kalian kecuali pemuda yang kalian usir itu, jika kalian memang peduli dengan negeri Habsyah, maka carilah dia dan pulangkanlah dia.”

Merekapun bergegas mencari Ashhamah dan membawanya pulang ke negerinya. Lalu mereka meletakkan mahkota di atas kepalanya dan membai’atnya sebagai raja. Mereka memanggilnya dengan Najasyi. Dia memimpin negeri secara baik dan adil. Kini Habasyah diliputi kebaikan dan keadilan setelah sebelumnya didominasi oleh kezhaliman dan kejahatan.
Saat yang bersamaan dengan naiknya Najasyi menduduki tahta di Habsyah, di tempat lain Allah mengutus Nabi-Nya, Muhammad untuk membawa agama yang penuh hidayah dan kebenaran, satu per satu assabiqunal-awwalun memeluk agama ini.

Tempat hijrah pertama kaum muslimin.

Di Makkah, Orang-orang Quraisy mulai mengganggu dan menganiaya mereka kaum muslimin. Oleh karena itu mereka pun berhijrah menuju Habasyah atas petunjuk Rasulullah. Maka, berangkatlah rombongan muhajirin pertama dalam Islam yang berjumlah sekitar 80 orang ke Habasyah. Di negeri baru itu, mereka mendapatkan ketenangan dan rasa aman, bebas menikmati manisnya takwa dan ibadah tanpa gangguan.

Akan tetapi, pihak Quraisy tidak tinggal diam setelah mengetahui bahwa kaum muslimin bisa hidup tenang di Habasyah. Mereka segera berunding menyusun makar untuk menghabisi kaum muhajirin atau menarik mereka kembali ke Makkah. Mereka mengutus Amru bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah. Mereka berangkat dengan membawa hadiah-hadiah dalam jumlah besar untuk Najasyi dan para pejabat tinggi Habasyah yang dikenal menyukai barang-barang dari Makkah.

Dengan segala cara, mereka berusaha mengembalikan kaum muslimin ke Makkah. Mereka menyuap para pejabat dan raja Najasyi dengan berbagai hadiah yang mereka bawa. Kemudian mereka menyampaikan kepada raja Najasyi bahwa kaum muslimin sejumlah pengacau dari kota kami. Mereka keluar dari agama nenek moyang dan memecah belah persatuan kami.

Dialog panjang dengan menghadirkan dua utusan Quraisy dan kaum muslimin pun diadakan. Dan hasilnya, raja Najasyi membenarkan agama Islam dan tetap memberi perlindungan kepada kaum muslimin. Raja Najasyi mengembalikan hadiah-hadiah dari kaum Quraisy seraya berkata, kepada pengawalnya, “Kembalikan hadiah-hadiah dari Amru bin Ash dan kawannya itu. Aku tidak membutuhkannya. Allah tidak menerima suap dariku ketika aku dikembalikan ke negeriku, untuk apa aku menerima suap dari mereka ini?”

Pergolakan di Negeri Habasyah

Negeri Habasyah bergolak. Para uskup yang tidak puas dengan keputusan itu menyebarkan isu bahwa Najasyi telah meninggalkan agamanya dan mengikuti agama baru. Mereka juga menghasut rakyat agar menggulingkan rajanya. Beberapa lama rakyat Habasyah digoncangkan oleh dilema besar tersebut. Bahkan beberapa orang ingin membatalkan bai’atnya kepada Najasyi.

Melihat hal itu, Najasyi mengabarkan situasi negeri kepada Ja’far bin Abi Thalib dan menyerahkan dua buah kapal. Setelah siap menghadapi para pembangkang, dikatakannya kepada kaum muslimin, “Naiklah kalian ke kapal itu, amati perkembangannya. Bila aku kalah, pergilah kemana kalian suka. Tapi kalau aku menang, kalian boleh kembali dalam perlindungan seperti semula.”
Selanjutnya Najasyi mengambil sehelai kulit kijang dan menuliskan di atasnya, “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang terakhir. Dan aku bersaksi bahwa Isa adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, ruh-Nya dan Kalimat-Nya yang ditiupkan kepada Maryam.” Dipakainya tulisan itu di dada, kemudian dia mengenakan pakaian perangnya dan pergi bersama para prajuritnya.

Berdirilah Najasyi menghadapi para penentang-penentangnya. Dia berkata, “Wahai rakyat Habasyah, katakanlah, bagaimana perlakuanku terhadap kalian?” Mereka menjawab, “Sangat baik, Tuanku.” Najasyi berkata, “Lalu mengapa kalian menentangku?”

Mereka berkata, “Karena Anda telah keluar dari agama kita dan me­ngatakan bahwa Isa adalah seorang hamba.” Najasyi berkata, “Bagaimana menurut kalian sendiri?” Mereka menjawab: “Dia adalah putera Allah.”

Maka Najasyi mengeluarkan tulisan yang dipakainya di dada, diletakkan di atas meja dan berkata, “Aku bersaksi bahwa Isa bin Maryam tidaklah lebih dari yang tertulis disini.” Di luar dugaan, ternyata rakyat menerima dengan senang pernyataan Najasyi. Mereka membubarkan diri dengan lega.

Raja Najasyi menerima dakwah Islam

Memasuki tahun baru 7 Hijriyah, Rasulullah berkehendak untuk berdakwah kepada enam orang pemimpin negeri tetangga agar mau masuk agama Islam. Beliau menulis untuk mengingatkan mereka akan iman, dan menasihatkan tentang bahaya syirik dan kekufuran. Maka beliau menyiapkan enam orang sahabat. Terlebih dulu mereka mempelajari bahasa kaum yang hendak didatangi agar dapat menyelesaikan tugas dengan sempurna. Setelah siap, keenam sahabat tersebut berangkat pada hari yang sama. Di antara mereka ada Amru bin Umayah Adh-Dhamari yang diutus kepada Najasyi di negeri Habasyah.

Sampailah Amru bin Umayah Adh-Dhamari di hadapan Najasyi. Dia memberi salam secara Islam dan Najasyi menjawabnya dengan lebih indah serta menyambutnya dengan baik.

Setelah dipersilakan duduk di majelis Habasyah, Amru bin Umayah memberikan surat Rasulullah kepada Najasyi dan langsung dibacanya. Di dalamnya tertulis ajakan kepada Islam, disertai beberapa ayat Al-Qur’an. Najasyi menempelkan surat itu di kepala dan matanya dengan penuh hormat. Setelah itu dia turun dari singgasana dan menyatakan keislamannya di depan hadirin. Selesai mengucapkan syahadat, dia berkata, “Kalau saja aku mampu untuk mendatangi Muhammad, niscaya aku akan duduk di hadapan beliau dan membasuh kedua kakinya.” Kemudian beliau menulis surat jawaban pendek kepada Rasulullah berisi pernyataan menerima dakwahnya dan keimanan atas nubuwatnya.

Raja Najasyi sebagai wakil untuk pernikahan Rasulullah

Selanjutnya Amru bin Umayah menyodorkan surat Nabi yang kedua. Dalam surat itu Rasulullah minta agar Najasyi bertindak sebagai wakil untuk pernikahan beliau dengan Ramlah binti Abi Sufyan yang termasuk rombongan Muhajirin ke Habasyah.

Ramlah binti Abi Sufyan dan suaminya Ubaidullah bin Jahsy, ikut dalam rombongan Muhajirin yang berlindung kepada Najasyi di Habasyah demi mempertahankan Dienullah. Tidak disangka, Ubaidullah bin Jahsy menjadi murtad. Dia masuk agama Nasrani dan berbalik memusuhi Islam serta kaum muslimin. Tak berselang lama, Ubaidullah bin Jahsy mati dalam keadaan mabuk. Setelah masa iddahnya habis, datanglah pertolongan Allah untuknya; berupa pinangan dari Rasulullah.

Betapa tidak terukur kebahagiaan Ummu Habibah. Beliau berkata kepada utusan tersebut, “Semoga Anda mendapatkan kebahagiaan dari Allah, Semoga Anda mendapatkan kebahagiaan dari Allah,” Kemudian Ummu Habibah berkata, “Aku menunjuk Khalid bin Sa’id bin Ash sebagai waliku karena dialah kerabatku yang terdekat di negeri ini.

Begitulah, hari itu istana Najasyi tampak semarak. Seluruh sahabat yang ada di Habasyah hadir untuk menyaksikan pernikahan Ummu Habibah dengan Rasulullah.

Raja Adil itupun menghadap Allah.

Tidak berselang lama sebelum Fathu Makkah, Najasyi wafat, Rasulullah memanggil para sahabat untuk melakukan shalat ghaib. Padahal Rasul belum pernah shalat ghaib sebelum wafatnya dan tidak pula setelahnya. Semoga Allah meridhai Najasyi dan menjadikan Jannah-Nya yang kekal sebagai tempat kembalinya. Sungguh dia telah menguatkan kaum muslimin di saat mereka lemah, memberikan rasa aman di saat mereka ketakutan dan dia melakukan hal itu semata-mata karena mencari ridha Allah.

Sumber: Diringkas dari Jejak Para Tabi’in, pustaka At-Tibyan, hal. 351 – 365

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers