Mampukah Kita Membalas Jasa Mereka?

Posted by newydsui Wednesday, March 31, 2010 0 comments

Mampukah Kita Membalas
Jasa Mereka?
Abu Hanan

Pada suatu malam seorang anak bertengkar dengan Ibunya. Karena marah, si anak pergi meninggalkan rumah. Beberapa saat berjalan ia baru sadar bahwa ia tak membawa sepeser uangpun.
Di tengah perjalanan rasa lapar dan haus mulai ia rasakan. Sampai akhirnya ia bertemu warung yang menjual bakmi. Ia ingin memesan satu mangkok bakmi hangat untuk mengganjal perutnya, tapi ia sadar tidak punya uang. Akhirnya ia hanya berdiri termangu di depan warung.
Sang pemilik warung melihat anak itu dan bertanya, “Apa engkau mau memesan bakmi, Nak ?”
“Iya, tapi saya tidak mempunya uang,” Jawab anak itu.
“Tidak apa-apa, saya akan membuatkan untukmu gratis.” Jawab pemilik warung itu.
Tak berapa lama kemudian pemilik warung itu membawakan semangkuk bakmi hangat, dan segera anak itu memakannya sampai kenyang. Terharu dengan kebaikan pemilik warung itu, tak terasa air mata si anak itu berlinang.
“Kenapa engkau menangis, Nak ?” Tanya pemilik warung.
“Aku hanya terharu, Pak.” Jawab anak itu. “Bapak yang baru kukenal tetapi bapak sangat baik padaku. Tidak seperti ibuku, yang begitu tega mengusirku. Bapak yang baru kukenal saja lebih perhatian kepadaku di banding dengan ibuku sendiri.”
Mendengar perkataan anak itu, pemilik warung itu menarik napas panjang dan berkata, “Mengapa kau punya pikiran seperti itu Nak?” Aku hanya memberi kamu semangkuk bakmi kau sudah terharu dan berterima kasih sedemikian rupa. Padahal Ibumu telah memberimu makan setiap hari sejak kau masih kecil hingga kini, mengapa kau tidak berterima kasih padanya, malah kau bertengkar dengannya?”. ”Aku yakin Ibumu tidaklah sejahat yang engkau kira Nak.”
Anak tersebut langsung terhenyak mendengar hal itu. “Benar juga ya, untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku sudah berterima kasih, tapi mengapa kepada Ibuku yang telah memberiku makan dari aku kecil, aku malah tidak berterima kasih padanya. Dan hanya karena perkara sepele aku justru bertengkar dengannya. Betapa tidak tahu diri aku ini.” Gumamnya dalam hati.
Dengan segera anak itu bergegas pulang, sambil memikirkan kata-kata apa yang harus ia ucapkan kepada Ibunya.
Begitu sampai di depan rumah, ternyata ia melihat ibunya dengat wajah letih dan cemas tanda ia sedang khawatir. Dan ketika melihat anak itu pulang sang ibu langsung memeluknya dan berkata, “Oh anakku, kau sudah pulang, maafkan ibu ya nak. Cepatlah masuk, ibu telah menyiapkan makan malam kesukaanmu, cepatlah makan sebelum makanan itu menjadi dingin.”
Pada saat itu si anak tak bisa menahan tangisnya lagi, akhirnya menangislah ia sambil memeluk ibunya, dengan perasaan sangat menyesal atas perbuatannya tadi.
Pembaca yang budiman, barangkali ini bukan kisah orang lain. Bisa jadi “si anak” adalah kita sendiri. Sekali waktu, kita kadang sangat berterima kasih pada orang lain untuk pertolongan “kecil” yang mereka berikan kepada kita. Namun kepada ORANG TUA kita sendiri, terkadang kita jarang mengucapkan terima kasih.

Allah SWT berfirman:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang dari mereka atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah sekali-kali kamu berkata 'ah' kepada mereka dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra': 23-24).
Syaikh Abdurrahman Nashir As Sa’di dalam kitab Taisirul Karimir Rahman mengatakan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua ini mencakup segala hal baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Berkata ‘ah’ (yang ringan menurut kacamata sebagian kita) saja tidak diperbolehkan, apalagi yang lebih kasar dari itu. Atau bahkan, Na’udzubillah kalau sampai anggota badan kita ikut mengejawantahkannya dalam tindakan.
Sungguh amat tidaklah adil kalau hanya untuk masalah yang sepele saja kita begitu mudah melupakan setumpuk kebaikan yang telah ditorehkan kedua orang tua kita. Hanya karena satu kesalahan yang dibuat, kita begitu mudah men’cap’ orang tua kita tidak sayang pada kita. Padahal beribu kesalahan menggunung mungkin telah kita buat terhadap orang tua kita sejak kita lahir hingga kini, namun mereka selalu saja memaafkan kita meski diselingi dengan amarah dan omelan yang sejatinya hanya hadir di permukaan, tidak dari dasar hati.

Lantas, bisakah kita membalas kebaikan kedua orangtua kita?
Seorang laki-laki pernah datang menemui Rasulullah saw lalu bertanya, ”Wahai Rasulullah saya telah menggendong ibu saya di atas pundak saya, lalu saya menunaikan haji bersamanya. Apakah dengan demikian berarti saya telah membalas jasa beliau?” Nabi saw pun menjawab, “Tidak, kamu belum bisa membalas budi beliau sekalipun dengan Thalqah.”
Thalqah adalah bagian dari rasa sakit yang di derita ibu ketika hendak melahirkan.
Dalam kesempatan lain Rasulullah bersabda:
”Tidaklah seorang anak mampu membalas jasa orang tuanya kecuali jika ia mendapati orang tuanya menjadi budak kemudian ia membeli dan membebaskannya.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Perintah Allah untuk berbuat baik kepada orang tua ini bukanlah dalam rangka membalas jasa mereka, karena walau bagaimanapun kita tak mampu membalas jasa mereka. Akan tetapi hendaknya kita niatkan karena Allah semata. Dialah yang akan melipatgandakan amalan kita hingga kita layak masuk jannah-Nya. Oleh karena itu, marilah kita berlomba untuk berbuat baik pada orang tua kita meski sekedar berucap terima kasih atas semua budi yang mereka berikan. Wallahul musta’an

Pentagon Ganti 'Merek' Perang Iraq

Agence France-Presse (19/2) melaporkan, pemerintahan Obama berencana mengganti nama operasi militer mereka di Iraq dengan sebutan 'Operation New Dawn'. Nama tersebut berlaku mulai 1 September 2010, demikian memo berita dari Pentagon.
Memo yang ditandatangani oleh Menteri Pertahanan AS Robert Gates itu menunjukkan, Pentagon telah menyetujui permintaan atas perubahan nama misi AS di Iraq, yang sekarang bernama 'Operation Iraqi Freedom'.
"Permintaan tersebut disetujui berlaku sejak 1 Septembr 2010, bersamaan dengan pergantian misi pasukan militer di Iraq," demikian bunyi memo tersebut.

"Diselaraskannya pergantian nama dengan pergantian misi, menunjukkan sinyal kuat bahwa Operation Iraqi Freedom telah berakhir dan pasukan kami beroperasi di bawah sebuah misi baru," tulis Gates dalam memonya sebagaimana dikutip ABCNews.

Dokumen memo itu ditujukan kepada Jenderal David Patraeus sebagai Kepala Pusat Komando AS. Di dalamnya tertulis maksud dan tujuan dilakukannya perubahan 'merek' perang AS di Iraq, yaitu "memberikan kesempatan bagi upaya sinkronisasi komunikasi strategis... dan pengakuan atas perkembangan hubungan kita dengan pemerintah Iraq."

Pergantian merek dagang perang AS di Iraq tersebut kontan mendapat kritikan dari kelompok-kelompok penekan, seperti Military Families United. "Anda tidak bisa mengakhiri perang hanya dengan mengganti namanya," kata Brian Wise, Direktur Eksekutif kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan.

"Meskipun pemerintah berupaya memutar-mutar kenyataan di lapangan, usaha mereka itu tidak akan mengubah situasi di Iraq." "Keputusan terkait operasi militer seharusnya tidak ditujukan untuk maksud-maksud kehumasan, melainkan harus dibuat sepenuhnya demi kepentingan negara kita, pasukan di lapangan, dan keluarga mereka di rumah."

Semasa kampanye pemilu presiden, Obama berjanji akan menarik pasukan AS dari Iraq dan berkonsentrasi pada perang di Afganistan. Data Pentagon menyebutkan, sekarang jumlah pasukan AS di Iraq sekitar 97.000, angka pertama di bawah 100.000 sejak AS memulai invasinya ke Iraq di tahun 2003.

Rencananya jumlah tersebut akan dikurangi hingga 50.000 sebelum akhir Agustus tahun ini, dengan tugas hanya sebagai penasihat dan pelatih militer saja. Jumlah yang sangat besar untuk sekedar sebagai pelatih saja.Dan menurut keterangan Pentagon pula, seluruh pasukan AS di Iraq akan ditarik sebelum tahun 2011 berakhir.
Kita tunggu saja perubahan 'merek' dan 'iklan' Paman Sam selanjutnya di masa datang. [www.hidayatullah.com/Roy]

Mahasiswa AS Ditahan karena Belajar Bahasa Arab


WASHINGTON--Seorang mahasiswa AS ditahan di bandara karena kedapatan membawa kartu-kartu bertuliskan bahasa arab. Nicholas George mahasiswa asal California yang berusia 22 tahun itu, sempat diinterogasi selama lima jam dikaitkan dengan terorisme.
Ia sempat diborgol dan diperlakukan layaknya pesakitan. George melalui Organisasi pembela hak-hak sipil, American Civil Liberties Union (ACLU), kemudian mengajukan tuntutan terhadap agen FBI dan polisi. Akibat penahanan di bandara itu, George ketinggalan pesawat ke California dan terpaksa bolos kuliah.

Ia juga memprotes penahanannya yang dikaitkan dengan buku yang dibawanya, yang berjudul "Rogue Nation: American Unilateralism and the Failure of Good Intentions," karangan Clyde Prestowitz. Pemeriksaan yang dilakukan oleh staf Administrasi Keamanan Transportasi AS (TSA) menahan George dan ia merasa hal itu merupakan pelecehan berat. Selama berjam-jam ia dicecar pertanyaan seputar pandangannya mengenai peristiwa 9/11.

George ditanya apakah dia tahu "siapa yang melakukan 9 / 11," bahasa apa yang digunakan pemimpin Al Qaidah Osama bin Laden dan mengapa kartu-kartu bahasa inggris-arab itu "mencurigakan."
Ia kemudian diborgol dan ditinggalkan di sel terkunci selama dua jam sebelum dua agen FBI menginterogasinya. ACLU menambahkan bahwa klien mereka tidak pernah diberitahu tentang hak-haknya atau menjelaskan mengapa ia ditahan. George mengambil jurusan fisika sekaligus studi Timur Tengah belajar di Pomona College, California. Saat diinetrogasi, ia juga ditanyai tentang perjalanannya ke negara-negara muslim dan berbahasa Arab, termasuk Yordania di mana dia menghabiskan satu semester belajar di luar negeri, dan yang juga dicecar mengenai siapa saja yang ia temui di sana.

Dengan menggunakan kartu-kartu kecil, bertuliskan huruf arab di satu sisi dan artinya dalam bahasa inggris di sisi lain, ujar George, sangat membantunya belajar bahasa. George mengaku belajar bahasa Arab karena bahasa ini digunakan oleh puluhan juta orang di seluruh dunia dan ia menganggap tidak ada salahnya dengan itu. "Apa salahnya belajar baasa Arab," tukasnya.
Pengacara ACLU menganggap langkah ini merupakan pelecehan dan hambatan bagi para pengguna transportasi udara, buang-buang waktu dan pelanggaran Undang-Undang Dasar."

Gereja Katholik Prancis Tolak Pelarangan Cadar

PARIS – Gereja Katholik Prancis menyerukan penolakan terhadap pelarangan cadar. Mereka juga menyerukan agar negara-negara Eropa menghargai hak-hak kaum Muslim.
"Justru semakin dilarang, akan semakin banyak perempuan yang mengenakan pakaian itu," ujar Pastur Michel Santier, Ketua Dialog Lintasagama dalam Gereja Katholik Prancis. Menurutnya, sangat sedikit jumlah perempuan yang mengenakan cadar jika dibandingkan jumlah Muslimah Prancis secara keseluruhan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Parlemen Prancis dalam sebuah panel pekan lalu merekomendasikan pelarangan parsial terhadap penggunaan cadar. Bila rekomendasi itu diterima, maka cadar akan dilarang di rumah sakit, sekolah-sekolah, transportasi umum, dan kantor pemerintahan.
Menurut Santier, sudah semestinya negara melindungi minoritas, bukan malah sebaliknya. "Jika kita menginginkan negara mayoritas Muslim menghormati hak-hak minoritas Kristen atau Katholik, sudah semestinya negara kita membebaskan semua pemeluk agama untuk menjalankan keyakinannya, meski dia minoritas," ujarnya.

Santier menyesalkan panel yang dilakukan tanpa mengundang perwakilan agama, baik Islam, Kristen, maupun Yahudi. Padahal, panel itu dilakukan secara maraton selama enam bulan dan berakhir Desember. "Semestinya mereka juga meminta pertimbangan kami," ujarnya. Petinggi Yahudi juga dikabarkan tak setuju dengan pelarangan cadar ini.
Pelarangan cadar menjadi isu utama sejak Juni tahun lalu saat Presiden Nicolas Sarkozy kurang berkenan dengan hal ini. Kemungkinan besar, pemerintah akan segera memberlakukan aturan itu, seperti diisyaratkan oleh Claudia Gueant, tangan kanannya, yang menyebut "tengah mencari waktu yang pas untuk melegalkannya." Merujuk data Kementerian Dalam Negeri, sekitar 1.900 Muslimah Prancis kini mengenakan cadar. (Republika/Roy)

Posted by newydsui 0 comments

Kasih Sayang Rasulullah SAW

Dari Anas bin Malik ia berkata, yang artinya: “Rasululloh pernah membawa putra beliau bernama Ibrahim, kemudian mengecup dan menciumnya.” (HR: Al-Bukhari)
Asma’ binti ‘Umeis –istri Ja’far bin Abi Thalib- menuturkan, yang artinya: “Rasululloh datang menjengukku, beliau memanggil putra-putri Ja’far. Aku melihat beliau mencium mereka hingga menetes air mata beliau. Aku bertanya: “Wahai Rasululloh, apakah telah sampai kepadamu berita tentang Ja’far?” beliau menjawab: “Sudah, dia telah gugur pada hari ini!” Mendengar berita itu kamipun menangis. Kemudian beliau pergi sambil berkata: “Buatkanlah makanan bagi keluarga Ja’far, karena telah datang berita musibah yang memberatkan mereka.” (HR: Ibnu Sa’ad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Ketika air mata Rasululloh menetes menangisi gugurnya para syuhada’ tersebut, Sa’ad bin ‘Ubadah bertanya: “Wahai Rasululloh, Anda menangis?” Rasululloh menjawab: “Ini adalah rasa kasih sayang yang Alloh Ta’ala letakkan di hati hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya hamba-hamba yang dikasihi Allah Ta’ala hanyalah hamba yang memiliki rasa kasih sayang.” (HR: Al-Bukhari)
Ketika air mata Rasululloh menetes disebabkan kematian putra beliau bernama Ibrahim, Abdurrahman bin ‘Auf bertanya kepada beliau: “Apakah Anda juga menangis wahai Rasulullah?” Rasululloh: “Wahai Ibnu ‘Auf, ini adalah ungkapan kasih sayang yang diiringi dengan tetesan air mata. Sesungguhnya air mata ini menetes, hati ini bersedih, namun kami tidak mengucapkan kecuali yang diridhai Allah Ta’ala. Sungguh, kami sangat berduka cita berpisah denganmu wahai Ibrahim.” (HR: Al-Bukhari)
Dari ‘Aisyah ia berkata, yang artinya: “Suatu kali pernah dibawa sekumpulan anak kecil ke hadapan Rasululloh, lalu beliau mendoakan mereka, pernah juga di bawa kepada beliau seorang anak, lantas anak itu kencing pada pakaian beliau. Beliau segera meminta air lalu memercikkannya pada pakaian itu tanpa mencucinya.” (HR: Al-Bukhari)
Anas bin Malik menuturkan, yang artinya: “Rasululloh sering bercanda dengan Zainab, putri Ummu Salamah, beliau memanggilnya dengan: “Ya Zuwainab, Ya Zuwainab, berulang kali.” (Zuwainab artinya: Zainab kecil) (Lihat Silsilah Hadits Shahih no.2141 dan Shahih Al-Jami’ 5-25)
Kasih sayang beliau kepada anak tiada batas, meskipun beliau tengah mengerjakan ibadah yang sangat agung, yaitu shalat. Beliau pernah mengerjakan shalat sambil menggendong Umamah putri Zaenab binti Rasululloh dari suaminya yang bernama Abul ‘Ash bin Ar-Rabi’. Pada saat berdiri, beliau menggendongnya dan ketika sujud, beliau meletakkannya. (Muttafaq ‘alaih)
Lalu, tidakkah terlintas di dalam lubuk hati ? Bermain dan bercanda ria dengan si kecil, putra-putri kita? Mendengarkan tawa ria dan celoteh mereka yang lucu dan indah? Kasih sayang tiada tara, itulah kasih sayang Rosulullah kepada anak-anak. Mari berkasih sayang karena Allah.

MENCAPAI DERAJAT WALI ALLAH
Oleh: Tengku Azhar, Lc.

Prolog
Berbicara tentang ‘Wali’ sepertinya sarat dan identik dengan kesaktian-kesaktian dan pertapaan. Seorang ‘Wali’ diyakini bisa menghilang, berjalan di atas air, terbang di angkasa, mengubah sebuah benda menjadi benda yang lain, dan yang lainnya. Seperti buah aren bisa diubah menjadi batu-batu permata, pasir diubah menjadi beras. Sementara itu, pertapaan dan bertapa diyakini sebagai sarana yang paling ‘ampuh’ untuk mendapatkan kesaktian tersebut.
Dipilihnya tempat-tempat yang sunyi, jauh dari keramaian dan banyak orang, seperti kuburan, di bawah pohon yang tinggi dan rindang, di atas batu yang besar, di dalam goa, atau di pinggir-pinggir kali. Di tempat-tempat seperti itulah ia menyendiri dengan konnsentrasi yang tinggi untuk tidak dapat digoda oleh pelbagai godaan baik lahir maupun batin.
Bahkan terkadang seorang ‘Wali’ diyakini bisa shalat Jum’at di Masjidil Haram, dan anehnya ketika kaum muslimin pulang dari masjid selesai shalat Jum’at sang ‘Wali’ pun sudah pulang ke rumahnya, padahal perbedaan waktu di Makkah dan Indonesia berkisar 4 jam. Artinya, jika kaum muslimin di Indonesia mengerjakan shalat Jum’at maka di Makkah baru sekitar pukul delapan pagi. Kisah-kisah ‘kesaktian’ para ‘Wali’ di Indonesia sudah menyebar ke pelbagai kehidupan masyarakat. Dari yang awamnya hingga yang profesornya, dari yang miskinnya, hingga yang kaya rayanya. Sehingga masyarakat mengira bahwa untuk menjadi wali Allah adalah sesuatu yang berat, susah, dan tidak gampang. Dan mereka juga mengira bahwa apabila seseorang telah mencapai derajat wali, maka mereka memiliki segudang kesaktian dan hal-hal luar biasa yang tidak terjangkau oleh akal manusia.
Lantas, benarkah memang demikian keadaan para wali Allah? Betulkah wali Allah memiliki kesaktian dan keampuhan? Ataukah itu hanya sekedar dongeng-dongeng yang sengaja memang disebar luaskan? Atau jangan-jangan mereka bukan wali Allah, tetapi tidak lain adalah wali syaithan?
Ulasan kita kali ini adalah untuk mengungkap semua ini. Semoga tulisan ini bermanfaat untuk mengetahui siapa sebenarnya wali Allah? Dan bagaimana kiat kita untuk mencapai derajat wali Allah?

Semua Hamba Allah Bisa Menjadi Wali-Nya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آَمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ * لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآَخِرَةِ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ *
“Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (yaitu) Orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan} di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (QS. Yunus: 62-64)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan siapa mereka para wali-Nya, serta keutamaan-keutamaan yang akan diperoleh oleh para wali-Nya.

Para wali Allah itu adalah:
1. Mereka yang senantiasa beriman kepada Allah dan tidak ragu sedikitpun atas keimanan mereka tersebut. Serta menjalankan seluruh konsekwensi keimanan tersebut.
2. Selain mereka beriman kepada Allah, mereka juga senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena seorang mukmin senantiasa mendapatkan Allah selalu mengawasinya pada setiap saat dan tempat.
Dan sebagai balasan atas keimanan dan ketakwaan mereka, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepada mereka beberapa keutaamaan sebagai berikut:
a) Tidak ada kekhawatiran atas diri mereka. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjamin keamanan mereka baik di dunia dan akhirat. Dia Subhanahu wa Ta’ala juga akan menjamin rezeki bagi mereka. Sehingga tidak ada kekhawatiran atas diri mereka.
b) Tidak pula mereka bersedih hati. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengganti kesedikan mereka dengan berbagai nikmat akhirat yang tiada taranya.
c) Diberikan kabar gembira kepada mereka, berupa kenikmatan hidup dunia dan akhirat.
Dalam sebuah hadits qudsi Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَنْ عَادَى لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ .
“Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, Aku akan mengumumkan perang dengan orang itu. Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengerjakan amal-amal yang Aku senangi, di antara amal-amal yang Aku fardhukan dan tidaklah hamba-Ku itu terus-menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengamalkan amalan-amalan tambahan, yaitu nafilah (sunnah) sehingga Aku mencintainya, dan apabila Aku telah mencintainya, Akulah yang memelihara pendengarannya ketika ia mendengar, Akulah yang memelihara penglihatannya ketika ia melihat, Akulah yang memelihara tangannya ketika ia berbuat, dan Akulah yang memelihara kakinya ketika ia berjalan. Apabila ia meminta kepada-Ku, Aku akan memberinya, dan apabila ia memohon perlindungan kepada-Ku, Aku akan melindunginya.” (HR. Al-Bukhari, no. 6502).

Tingkat Kewalian
Tingkat kewalian yang terdapat dalam diri seseorang mukmin sesuai dengan tingkat keimanannya. Para wali Allah yang paling tinggi tingkat kewaliannya adalah para Nabi, dan diantara para Nabi yang paling tinggi tingkat kewaliannya adalah para Rasul, dan diantara para Rasul yang paling tinggi tingkat kewaliaanya adalah Rasul Ulul Azmi, dan diantara Rasul Ulul Azmi yang paling tinggi tingkat kewaliannya adalah Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka barangsiapa yang mengaku mencintai Allah dan dekat dengan-Nya (mengaku sebagai wali Allah), tetapi ia tidak mengikuti sunah Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka sebenarnya ia bukanlah wali Allah tetapi musuh Allah dan wali setan.

Mengenal Wali Allah
a. Seorang wali tidak ma’sum, bisa berbuat salah, kecuali para Nabi dan Rasul.
b. Seorang wali bisa memiliki karomah sebagaimana Umar bin Khaththab –radhiyallahu ‘anhu- yang mendapat ilham dari Allah Subhanahu wa Ta’ala..
c. Tidak berarti seseorang yang mendapat karomah lebih mulia daripada wali Allah yang tidak ada karomahnya. Sebagaimana Abu Bakar –radhiyallahu ‘anhu- jelas lebih mulia daripada Umar bin Khathathab, namun dia tidak mendapatkan ilham dari Allah.
d. Seorang wali tetap harus melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya dan menjauhi larangan-larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Sebagaimana Umar bin Khaththab yang tetap melaksanakan perintah Allah.
e. Walaupun seorang wali Allah, tetapi perkataan dan perbuatannya harus ditimbang dengan Al-Kitab dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang ma’sum. Sebagaimana ucapan Umar bin Khaththab dikembalikan (ditimbang) oleh Abu Bakar dengan Sunnah Nabi. Berkata Yunus bin Abdil A’la Ash-Shadafi: “Saya berkata kepada Imam Syafi’i: ‘Sesungguhnya sahabat kami –yaitu Al-Laits- mengatakan: ‘Apabila engkau melihat seseorang bisa berjalan di atas (permukaan) air, maka janganlah engkau anggap dia wali sebelum engkau teliti keadaan (amalan-amalan) orang tersebut, apakah sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah’, lalu Imam Syafi’i berkata: ‘Al-Laits masih kurang, bahkan kalau engkau melihat sesseorang bisa berjalan di atas air atau bisa terbang di udara, maka janganlah engkau anggap dia wali sebelum engkau memeriksa keadaan (amalan-amalan) orang trsebut apakah sesuai dengan Al-Kitab dan As-Sunnah’.”
Sehingga tidaklah benar anggapan bahwa Arestoteles adalah wali Allah karena Aresto adalah mentrinya Iskandar yang kafir (karena tidak ada wali Allah dari orang kafir), yang sebagian orang (diantaranya Ibnu Sina) menyangka bahwa Iskandar adalah Dzulqornain. Padahal Dzulqarnain bukanlah Iskandar of The Great.
f. Seorang wali yang telah jelas bahwasanya perkataan atau perbuatannya menyelisihi Sunnah Nabi, maka dia harus kembali kepada kebenaran. Dan dia tidak menentangnya. Sebagaimana Umar bin Khaththab, beliau tidak membantah Abu Bakar Ash-Shiddiq dengan berkata: “Tapi saya kan wali, saya kan mendapat ilham dari Allah, saya kan dijamin masuk surga, dan kalian harus menerima perkataan saya.”
g. Seorang wali harus mematuhi syari’at Muhammad. Para Nabi saja kalau hidup sekarang harus mengikuti syari’at Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apalagi para wali. Karena jelas para Nabi lebih bertaqwa daripada para wali dari selain Nabi. Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Tidaklah Allah mengutus seorang Nabipun kecuali Allah mengambil perjanjiannya, jika Muhammad telah diutus dan Nabi tersebut masih hidup maka Nabi tersebut harus benar-benar beriman kepadanya dan menolongnya. Dan Allah memerintah Nabi tersebut untuk mengambil perjanjian kepada umatnya kalau Muhammad telah diutus dan mereka (umat Nabi tersebut masih) hidup maka mereka akan benar-benar beriman kepadanya dan menolongnya.”
h. Seorang wali tidak boleh menyombongkan dirinya dengan mengaku-ngaku bahwa dia adalah wali, sebagaimana yang dilakukan oleh Ahlul kitab yang mereka mengaku-ngaku bahwa mereka adalah wali-wali Allah bahkan anak-anak Allah. Sebagaimana firman Allah:
“Dan janganlah kalian menyatakan diri-diri kalian suci. Dia (Allah) yang lebih mengetahui tentang orang yang bertaqwa.” (QS. An-Najm: 32 ).

Khurafat, bukan Karamah
Dalam salah satu edisinya, di bawah judul “Khurafat Seputar Ad-Dasuki”, majalah At-Tauhid menulis, “Dalam hasyiah (catatan pinggir) kitab Ash-Shawi disebutkan, “Sesungguhnya Ad-Dasuki bisa berbicara dengan segala bahasa; bahasa asing dan bahasa Suryani. Bahasa binatang dan bahasa burung. Ia telah berpuasa sejak dalam buaian, melihat Lauh Mahfuzh, telapak kakinya tidak pernah menginjak bumi, ia bisa memindahkan nasib muridnya dari sengsara menjadi bahagia, dunia di tangannya dibuat laksana cincin, dan dia telah sampai ke Sidratul Muntaha.”
Ungkapan ini adalah ungkapan yang sangat batil. Tak seorang pun yang akan mempercayainya, kecuali orang yang amat bodoh sekali. Bahkan hal itu adalah suatu kekufuran yang nyata. Bagaimana mungkin ia bisa melihat Lauf Mahfuzh, yang Nabi Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam penghulu semua makhluk tak pernah melihatnya?
Bagaimana mungkin ia bisa memindahkan nasib murid-muridnya dari sengsara menjadi bahagia? Semua ini adalah khurafat yang dibuat-buat oleh orang-orang shufi yang angkuh dan sombong. Mereka tidak sadar, sesungguhnya mereka berada di dalam kesesatan yang nyata.
Karena itu hendaknya para pembaca menghindari kitab-kitab yang memuat berbagai khurafat semacam ini. Di antaranya kitab At-Tabaqaatul Kubraa, oleh Sya’rani. Khaziinatul Asraar, Nuzhatul Majaalis, Ar-Raudhul Faa’iq, Mukasyafatul Quluub, oleh Al-Ghazali. Al-‘Araa’is, oleh Ats-Tsa’aalibi. Dan yang lainnya.
Wallahu A’lamu.

Reference:
1. Al-Furqan baina Auliya`illah wa Auliya`isy Syaithan, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.
2. Al-Firqah An-Najiyah, Syaikh Jamil Jainu.
3. Dan lain-lain.

Dua Syarat Ubudiyah

Posted by newydsui 0 comments

Dua Syarat Ubudiyah
Oleh : Imtihan Asy Syafi'i, MIF

Ubudiyah atau menghamba kepada Allah makna asalnya adalah tunduk kepada-Nya. Namun, ubudiyah yang diperintahkan adalah ketundukan yang mencakup makna puncak cinta dan puncak ketundukan kepada Allah.
Seseorang yang tunduk kepada orang lain namun disertai rasa benci kepadanya tidaklah dikatakan beribadah kepadanya. Demikian pula sebaliknya, barang siapa mencintai sesuatu namun tidak tunduk kepadanya, ia pun tidak beribadah kepadanya sebagaimana seseorang yang mencintai anaknya atau temannya.

Yang paling Dicintai
Oleh karena itulah, ibadah kepada Allah harus memenuhi kedua unsur ini—ketundukan dan cinta. Bahkan, Allah haruslah menjadi yang paling dicintai oleh seorang hamba, melebihi cintanya kepada segala sesuatu; dan menjadi yang paling diagungkannya, melebihi pengagungannya kepada segala sesuatu. Hanya Allah yang berhak atas cinta dan ketundukannya yang sempurna. Segala sesuatu yang dicintai karena selain Allah, cintanya rusak. Segala sesuatu yang diagungkan tanpa ada perintah Allah, pengagungannya pun rusak. Allah berfirman,
“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya!’.” (Q.S. at-Tawbah: 24)
Seluruh cinta—pada asalnya—hanya untuk Allah dan Rasulullah, sama seperti ketaatan. Ketaatan hanya boleh diserahkan kepada Allah dan Rasulullah. Berharap keridhaan—pada asalnya—hanya boleh kepada Allah dan Rasulullah.
“Padahal Allah dan Rasul-Nya yang lebih patut mereka cari keridhaannya.” (Q.S. at-Tawbah: 62)
Ibadah dan berbagai makna yang sesuai dengannya seperti tawakal, khawf (takut), dan yang semisal dengannya hanya boleh ditujukan kepada Allah saja. Allah berfirman,
“Katakanlah, ‘Wahai ahli Kitab! Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, bahwa kita hanya menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai rabb selain Allah!’ Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka, ‘Saksikanlah, kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’.” (Q.S. Ali ‘Imran: 64)
“Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata, ‘Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya. Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah.’ (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).” (Q.S. at-Tawbah: 59)
Seorang hamba adalah seorang yang diperhamba oleh Allah, ditundukkan, diatur, dan diarahkan. Dengan pengertian ini, semua makhluk adalah hamba Allah, baik yang berbakti maupun yang durjana, baik yang beriman maupun yang kafir, baik penghuni surga maupun penghuni neraka. Allah adalah Rabb dan Penguasa mereka semua. Tidak ada satu pun yang keluar dari kehendak, kuasa, dan kalimat-Nya yang sempurna. Kalimat-kalimat yang tak terlanggar oleh orang yang baik maupun orang yang bejat. Apa saja yang dikehendaki Allah pasti terjadi meskipun mereka tidak menghendakinya. Sebaliknya, apa saja yang mereka kehendaki, jika tidak dikehendaki oleh Allah, tidak akan pernah terjadi. Allah berfirman,
“Maka apakah mereka mencari din selain din Allah, padahal kepada-Nya-lah segala yang di langit dan di bumi menyerahkan diri, baik dengan suka maupun terpaksa. Dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” (Q.S. Ali ‘Imran: 83)

Logika Ketundukan
Allah swt. adalah Rabb seluruh alam, Pencipta, Pemberi rizki, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, Yang Membolak-balikkan hati, dan Yang Menggonta-ganti urusan mereka. Tidak ada Rabb selain-Nya. Tidak ada Pemilik selain-Nya. Tidak ada Pencipta selain-Nya. Hal itu baik mereka mengakuinya maupun mengingkarinya, baik mereka mengerti maupun tidak mengerti. Hanya, orang-orang yang beriman mengerti dan mengakuinya. Berbeda dengan orang yang bodoh akan hal itu atau menolaknya lantaran sombong dan enggan kepada Rabb-nya, ia tidak mengakuinya dan tidak mau tunduk kepada-Nya, padahal ia tahu bahwa Allah adalah Rabb dan Penciptanya.
Mengetahui tentang Allah, jika disertai dengan keengganan untuk menerimanya dan pengingkaran terhadapnya, sejatinya adalah siksa bagi orang yang mengetahui itu. Allah berfirman,
“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. an-Naml: 14)
“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah: 146)
“(Janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Q.S. al-An’am: 33)
Jika seorang hamba mengakui bahwa Allah adalah Rabb dan Penciptanya, bahwa ia faqir dan membutuhkan-Nya, berarti ia telah mengerti ubudiyah yang berkaitan dengan rububiyah Allah. Hamba yang begini akan memohon kepada Rabb-nya, merendahkan diri di hadapan-Nya, dan bertawakal kepada-Nya. Namun, terkadang ia menaati perintahnya dan terkadang pula melanggarnya. Terkadang ia beribadah kepada Allah dan terkadang beribadah kepada setan dan berhala-berhala. Ubudiyah seperti ini tidak membedakan antara penghuni surga dan penghuni neraka. Ubudiyah seperti ini tidak membuat seseorang menjadi mukmin. Allah berfirman,
“Dan kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan juga masih mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (Q.S. Yusuf: 106)
Wallahu a’lam

PARA WALI ORANG-ORANG MUKMIN

Posted by newydsui Thursday, March 11, 2010 0 comments

PARA WALI ORANG-ORANG MUKMIN
Oleh: Abu Hilya Auliya`, Lc.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ
“esungguhnya penolong (wali) kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (QS. Al-Maidah: 55)

Tafsir Ayat
Imam Abu Jakfar Ath-Thabari –rahimahullah- ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Wahai orang-orang mukmin, sekali-kali tidak ada penolong bagi kalian kecuali Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman yang memiliki sifat sebagaimana yang disebutkan dalam ayat ini. Adapun orang-orang Yahudi dan Nashrani yang kalian telah diperintahkan oleh Allah untuk berlepas diri dari mereka dan jangan sekali-kali mengambil dan menjadikan mereka wali dan penolong, maka sekali-kali mereka bukanlah wali dan penolong-penolong kalian, bahkan sebagian mereka adalah penolong atas sebagian yang lain (dalam memusuhi dan memerangi) kalian, maka janganlah sekali-kali kalian menjadikan mereka wali dan penolong kalian.”

Imam Ibnu Katsir –rahimahullah- ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Orang-orang Yahudi bukanlah wali dan penolong kalian, tetapi wali dan penolong kalian wahai orang-orang mukmin adalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman yang memiliki sifat-sifat sebagaimana tertera dalam ayat ini.”

Para Wali Orang-orang Mukmin
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjelaskan kepada kita orang-orang mukmin bahwa para wali dan penolong kita adalah:

1. Allah Subhanahu wa Ta’ala
Dia Subhanahu wa Ta’ala beriman:
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آَمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 257)

2. Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah penolong orang-orang mukmin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128)

3. Orang-orang beriman
إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَوَوْا وَنَصَرُوا أُولَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Anfaal: 72)

Wajib Bara` kepada Orang Kafir
Merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk berpegang dengan prinsip-prinsip Aqidah Islamiyah dengan cara berloyalitas terhadap pemeluknya dan memusuhi musuh-musuhnya, mencintai ahli tauhid dan berloyalitas kepadanya, benci terhadap ahli syirik dan memusuhinya. Hal ini termasuk millah Ibrahim dan orang-orang yang beriman bersamanya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kita untuk mencontoh mereka sebagaimana dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagi kalian pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah. Kami ingkari (kekafiran) kalian dan telah nyata permusuhan dan kebencian antara kami dan kalian untuk selama-lamanya, sampai kalian beriman kepada Allah saja’.” (QS. Al-Mumtahanah: 4)
Dan prinsip ini merupakan agama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” (Al-Ma`idah: 51) [Lihat Al-Wala` wal Bara` karya Asy-Syaikh Shalih Fauzan hal. 4)

Di antara sikap-sikap yang diajarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang-orang kafir adalah sebagai berikut:

1. Tidak menyerupai mereka dalam semua perkara, terlebih dalam masalah aqidah dan ibadah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan masalah ini dalam sebuah sabda beliau:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, niscaya dia termasuk dari mereka.” (HR. Al-Imam Ahmad dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma)

2. Larangan menyerupai mereka dalam seluruh perkara, seperti menyerupai mereka dalam pakaian khas mereka, adat/kebiasaan, ibadah, dan akhlak. Seperti mencukur jenggot, memanjangkan kumis, berbicara dengan bahasa mereka tanpa ada keperluan/hajat, cara berpakaian, makan, minum dan sebagainya.

3. Tidak bertempat tinggal di negeri mereka atau pergi ke negeri mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengancam orang-orang yang tidak mau meninggalkan negeri orang-orang kafir padahal mereka sanggup untuk melakukan hal itu dalam firman-Nya:
إِنَّ الَّذِيْنَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلاَئِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ قَالُوا فِيْمَ كُنْتُمْ قَالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِيْنَ فِي اْلأَرْضِ قَالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوا فِيْهَا فَأُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا. إِلاَّ الْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ لاَ يَسْتَطِيْعُوْنَ حِيْلَةً وَلاَ يَهْتَدُوْنَ سَبِيْلاً
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab: ‘Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah)’ Para malaikat berkata: ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah).” (QS. An-Nisa`: 97-98)
Yang dimaksud dengan orang yang menganiaya diri sendiri di sini ialah muslimin Makkah yang tidak mau hijrah bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam padahal mereka sanggup melakukannya. Mereka ditindas dan dipaksa oleh orang-orang kafir ikut bersama mereka pergi ke perang Badr. Akhirnya di antara mereka ada yang terbunuh dalam peperangan itu.

4. Tidak membela mereka dengan mendukung segala permusuhannya terhadap Islam dan kaum muslimin. Membela mereka dengan cara demikian atau sampai ke martabat ini termasuk yang akan mengeluarkannya dari Islam. Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullahu menyebutkan di antara sepuluh pembatal keislaman adalah membela orang-orang kafir dalam memerangi kaum muslimin.

5. Tidak meminta bantuan kepada mereka, memercayai mereka, dan menyerahkan posisi strategis yang menyangkut rahasia kaum muslimin.
Wallahu A’lamu bish Shawab

Reference:
1. Tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Katsir.
2. Tafsir Ath-Thabari, Imam Ath-Thabari.
3. Al-Wala` wal Bara`, Syaikh Shalih Fauzan.
4. Dan lain-lain.

Pengkultusan Yang Terlarang
Oleh : Rian Arif Abdurrohman, Lc

Awal mula munculnya kesyirikan di muka bumi adalah sikap ghuluw (ekstrim) kepada orang-orang shalih, Berlebih-lebihan dalam mengagungkan orang shaleh baik dengan perkataan maupun keyakinan sering disebut dengan istilah al-ghuluww fis shalihin. Hukumnya adalah haram karena menyebabkan kekufuran, kesyirikan dan meninggalkan agama Islam. Ghuluw termasuk dosa besar yang bisa merusak Tauhid Uluhiyah, bahkan menghilangkan syahadat "laa ilaaha illallah". Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampai-kan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan:"(Ilah itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu." (QS. 4:171)

Ayat ini melarang berlebih-lebihan mengangkat makhluk melebihi porsinya, sehingga keluar dari kedudukan-nya sebagai makhluk dan menempatkan pada posisi khaliq, Illah dan Dzat yang disembah, padahal hal ini adalah suatu yang tidak patut dilakukan kecuali hanya hanya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala.

Kedurhakaan atau kemaksiatan ini merupakan dosa yang terbesar karena melecehkan kedudukan Allah dan dia mendhalimi diri nya sendiri, juga menempatkan mahkluk sejajar dengan Allah Subhannahu wa Ta'ala, itulah yang disebut dengan syirik. Kedurhakaan ini baik disadari atau toidak telah menjamur dan mengakar di dalam tindak tanduk sebagian kaum muslimin, ada diantara mereka ada yang melakukannya karena kejahilannya, atau karena hanya mengikuti panutan panutannya yang salah, atau bahkan ada juga yang melakukannya demi mendapatkan keuntungan keuntungan duniawi saja. Adapun bentuk bantuk pengtkultusan terhadap orang yang salih yang sudah terjadi adalah sebagai berikut;

1. Mengangkat Nabi atau mahkluq sebagai anak Allah Subhannahu wa Ta'ala
Allah Subhannahu wa Ta'ala adalah Tuhan Yang Maha Esa tidak beranak dan tidak diperanakan. Jenis ghuluw ini sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Nashara terhadap Nabi Isa dan Yahudi terhadap Nabi Uzair. Sehingga hati mereka menjadi keras dan kebanyakan berbuat fasiq. Untuk itu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda, artinya: "Jangan kalian berlebih-lebihan memujiku sebagaimana kaum Nasroni memuji (Isa) putera Maryam, sesungguhnya aku hanya seorang hamba maka katakanlah; hamba Allah dan utusanNya" (HR. Al-Bukhari)

Karena sikap ghuluw ini kaum Nashara dan Yahudi selalu memohon doa kepada nabi mereka, yang berarti telah menjadikannya sebagai Tuhan. Untuk meluruskan keyakinan dan ibadah mereka yang salah itu, Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Al-Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelum-nya beberapa rasul, dan ibunya seorang yang sangat benar, kedua-duanya biasa memakan makanan." (Al-Maidah: 75)

2. Beritikaf dikuburan orang shalih
Mereka berdiam khusyu' berdo'a (i'tikaf) di kuburan-kuburan adalah karena betul-betul menkultuskan dan mencintai orang saleh yang telah meninggal tersebut, ini berarti beribadah kepada mereka, yaitu syirik, sebab i'tikaf itu hanya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan tempatnya di masjid. (Demikian riwayat Imam Al Bukhari dan Ibnu Jarir)

3. Membuat patung dan gambar orang shalih
Setelah sekian lama orang-orang shalih tersebut diangungkan dalam kubur saja, akhirnya mereka merasa perlu menggambarkan rupa patungnya (monumen), untuk teladan mereka, peringatan dan kenangan atas amal-amal shalihnya, agar dapat berjuang seperti dia, mereka juga menyembah Allah Subhannahu wa Ta'ala disisi kuburan orang saleh tersebut. Setelah mereka meninggal dan generasi berikut tidak tahu menahu asal muasalnya maka syaithan membisikkan kepada generasi baru ini bahwa nenek moyang mereka senan-tiasa mengagungkan dan menyembah patung-patung tersebut. Berhala-berhala itu disembah setelah hilang ilmu dengan meninggalnya generasi tua mereka. Kasus ini sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Nuh yang memuja berhala-berhala orang-orang shaleh.

4. Membangun kuburan dengan indah
Jika tujuannya ingin menghormati orang shaleh tersebut, maka cara yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam, adalah dengan mendo'akan, mewarisi ilmu, amal jariah dan mengamalkan-nya, bukan membangun kuburannya. Sahabat Jabir Radhiallaahu anhu berkata: "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam melarang mengapur (menyemen) kuburan, duduk di atasnya dan membangun bangunan di atasnya." (HR. Muslim)

5. Berdoa disamping kuburan mereka
Sungguh Rasullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam memohon kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala jangan sampai kuburan beliau Shallallaahu 'alaihi wa Salam dijadikan tempat berdo'a. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda, artinya: "Ya Allah, janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah." (HR. Malik dan Ahmad).
Jangankan setelah wafat, disaat masih hidup pun beliau Shallallaahu 'alaihi wa Salam tetap melarang keras. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam menegaskan bahwa isti'anah maupun istighasah yang ditujukan kepada beliau Shallallaahu 'alaihi wa Salam adalah batil, karena hal itu hanya prerogative Allah swt.

6. Memohon syafa'at, wasilah, istighotsah, isti'anah dan pertolongan- pertolongan lain kepada mereka.
Padahal semestinya hanya menjadi hak Allah Subhannahu wa Ta'ala ; seperti rizki, kesehatan, nasib, jodoh, keselamatan hidup dan mati. Permohonan kepada mereka tentang hal itu termasuk perbuatan syirik, sebab Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam sendiri melarang sahabat-sahabat memohon istighotsah (pertolongan) pada diri beliau Shallallaahu 'alaihi wa Salam, padahal beliau ketika itu masih hidup. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda, artinya: "Sesungguhnya istighatsah itu tidak (boleh dimintakan) kepadaku, tetapi istigha-tsah itu kepada Allah." (HR. Ath-Thabrani)

7. Mencari barokah pada bekas tempat duduk atau kuburan mereka
Para sahabat Radhiallaahu anhum tidak pernah melakukan yang demikian kecuali pada anggota tubuh atau bekas Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam disaat beliau masih hidup. Setelah beliau wafat para sahabat tidak melakukannya lagi. Mereka tidak berwasilah kepada beliau Shallallaahu 'alaihi wa Salam, dan tidak mencari barokah dikuburan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam. Mereka juga tidak mencari barokah kepada khalifah Abu Bakar Radhiallaahu anhu atau Amirul Mukminin Umar bin Khattab Radhiallaahu anhu dan lain-lainya.

8. Menganggap bahwa orang-orang shalih itu mengetahui urusan ghaib
Hal ini adalah suatu kebohongan yang dibuat-buat oleh syaithan, sebab ilmu ghaib hanya hak Allah Ta'ala, dan sedikit sekali yang diberikan kepada manusia, yaitu hanya kepada Rasul Nya saja, sebagai bukti Risalah (Mukjizat).
Allah Subhannahu wa Ta'ala Berfirman, artinya: "(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu, Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya." (QS. 72: 27)

Menganggap pendapat, adat istiadat, atau hasil pemikiran orang shalih itu lebih baik dan benar daripada syari'at Rasul Shallallahu alaihi wasalam. Allah mencela kebiasaan mereka yang taklid jumud dan takabur bila diperingatkan dengan syari'at Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Salam. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak) tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk". (QS. 2:170)

Ghuluw, pengkultusan dan Menganggap bahwa orang shalih itu dapat terlepas dari hukum syari'at Rasulullah, atau dapat membuat syari'at dan hukum sendiri adalah perbuatan yang mengeluarkan pelakunya dari Islam. Sebab Allah Subhannahu wa Ta'ala mengancam mereka dengan berfirman yang artinya: "Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. 4:65) dan firmanNya, "Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir."(QS.5:44) dan firmanNya, "Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim."(QS.5:46) dan firmanNya, "Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik." (QS. 5:47)

Atau menganggap mereka bisa membuat hukum atas nama Allah, atau merubah hukum Allah. Ghuluw dan pengkultusan demikian sebenarnya menjadikan pelakunya sebagai penyembah mereka dan menjadikannya sebagai Tuhan, hal ini sebagamana yang dilakukan ahli kitab terhadap para pemimpin agama mereka. Sebagaimana Allah swt berfirman, "Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan Rabb ) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (QS. 9:31)

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda kepada Ady bin Hatim seorang ahli kitab yang masuk Islam, karena ia menyangkal ayat di atas: "Tidakkah mereka itu mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah, lalu kamu pun mengharamkannya, dan tidakkah mereka itu menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah, lalu kamu pun menghalalkannya?' Ia berkata, 'Ya'. Maka Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda : 'Itulah ibadah (penyembahan) kepada mereka'." (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Jarir dan lainya)

Sebagai penutup marilah kita merenungkan wasiat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam, ketika sebagian sahabat berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah! Wahai orang terbaik diantara kami! Dan putera orang yang terbaik di antara kami! Wahai sayyid (penghulu) kami dan putera penghulu kami!' Maka seketika Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda, artinya: "Wahai manusia, ucapkanlah dengan ucapan (yang biasa) kalian ucapkan! Jangan kalian terbujuk oleh syaithan! Aku (tak lebih) adalah Muhammad, hamba Allah dan rasulNya. Aku tidak suka kalian menyanjungku diatas derajat yang Allah berikan kepadaku!" (HR. Ahmad dan An-Nasa'i). wallahu a'lam.

Reference
1. Al-Ju'fi, Abu 'Abdillah Muhammad bin Isma'il Al-Bukhari. (1996). Shohih Al-Bukhori, Darus Salam Riyadh. Cet.1 tahun 1997 M/ 1417 H.
2. An Naisaburi, Abul Hasan. (1998). Shahih Muslim. Darus Salam Riyadh. Cet.1 tahun 1998 M/ 1419 H.
3. Al-Asqalani, Ibnu Hajar. (2000). Fathul Bari Syarhu Shahih Al Bukhari. Darul Fikr Beirut. Cet.1 tahun 2000 M/1420 H.
4. Abu Zakariya Yahya bin Syarafuddin An-Nawawi Ad Damsyiqi. (2000). Shahih Muslim bi Syarhin Nawawi, Darul Kutub Al Alamiyah. Cet.1 tahun 2000 M/ 1420 H.
5. Syaikh Abdurrahman Abdurrahim Al Mubarakfuri. (1995). Tuhfatul Ahwadzi Syarhu Sunan At Turmudzi. Darul Fikr Beirut. Cet. Tahun 1995 M/ 1415 H.
6. Abadi, Syamsul Hak 'Azim. (1979). Aunul Ma'bud Bisyarhi Sunanu Abi Daud. Darul Fikr Beirut. Cet.3 tahun 1979 M/1399 H.
7. Abdurrahman bin Hasan. (1420). Fathul Majid Syarh Kitabit Tauhid, Tahqiq oleh Dr. Al Walid bin Abdurrahman bin Muhammad Ali Faryan. Daru Alamil Fawa’id Makkah, cet. 6 tahun 1420 H.
8. Al-Utsaimin. (1999). Al Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Daru Ibnul Jauzi Dammam. Cet. 3 tahun 1419 H/1999 M.
9. Al Qar’awi. (1995). Al Jadid fii Syarhi Kitabit Tauhid, Tahqiq Muhammad bin Ahmad Sayyid Ahmad. Maktabah As Suwadi Jeddah, cet. 1 tahun 1415 H/1995 M.

Ziarah Kubur Bagi Wanita

Pertanyaan:
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya: Apakah ziarah kubur disyari’atkan bagi wanita?

Jawaban:


Telah diriwayatkan dari Rasulullah, bahwa beliau melaknat para wanita yang berziarah kubur, ini dari hadits Ibnu Abbas, hadits Abu Hurairah dan hadits Hassan bin Tsabit Al-Anshari. Berdasarkan ini para ulama menyatakan bahwa ziarah kubur bagi wanita adalah haram. Sebab tidak ada laknat kecuali untuk sesuatu yang diharamkan, bahkan ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut termasuk berdosa besar, sebab para ulama menyebutkan bahwa kemaksiatan yang mengandung laknat atau ancaman dianggap termasuk perbuatan dosa besar.

Jadi yang benar, bahwa ziarah kubur bagi wanita adalah haram, tidak hanya sekadar makruh. Sebabnya -wallahu a’lam- bahwa kaum wanita bi-asanya kurang sabar, sehingga seringkali terjadi jeritan dan serupanya yang menunjukkan tidak terdapatnya kesabaran yang wajar. Lain dari itu, mereka juga bisa menjadi fitnah, sebab ziarah kuburnya mereka dan iikut sertanya mereka mengantar jenazah, bisa menimbulkan fitnah bagi kaum pria. Semen-tara syari’at Islam yang sempurna telah menyertakan penangkal unsur-unsur penyebab timbulnya kerusakan dan fitnah, dan ini merupakan rahmat dari Allah bagi para hamba-Nya. Hadits shahih dari Rasulullah menyebutkan:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِجَّالِ مِنَ النِّسَاءِ.
“Aku tidak meninggalkan fitnah setelah aku (tiada) yang lebih berba-haya terhadap kaum pria daripada (fitnah) kaum wanita.” (Muttafaq ‘ala shihhatih).

Dengan demikian haruslah ditangkal faktor-faktor yang dapat menimbulkan fitnah tersebut. Di antaranya adalah yang ditetapkan oleh syari’at, yaitu berupa pengharaman tabarruj (bersolek) bagi wanita, berlemah lembut kepada pria, berkhulwah (bersepi-sepian) dengan laki-laki yang bukan mahramnya dan mengadakan safar tanpa disertai mahramnya. Semua ini termasuk penangkal faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya fitnah oleh mereka. Adapun pendapat sebagian fuqaha’, bahwa dalam hal ini dikecualikan berziarah ke kuburan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dan kuburan kedua sahabat beliau Radhiallaahu anhum (Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khaththab Al-Faruq), adalah pendapat yang tidak ada dalilnya. Yang benar, bahwa larangan itu mencakup semuanya, mencakup semua kuburan, bahkan kuburan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dan kedua sahabatnya. Pendapat ini yang dapat dipegang berdasarkan dalil tersebut.

Adapun bagi kaum pria, disukai untuk berziarah kubur, juga ziarah kubur Nabi dan kedua sahabatnya, akan tetapi tanpa dipaksakan, hal ini berdasar-kan sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam :
زُوْرُوْا اْلقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ اْلآخِرَةَ
“Berziarah kuburlah kalian, karena hal itu mengingatkan kalian pada akhirat.” (HR. Muslim dalam kitab shahihnya)
Namun memaksakan berziarah kubur tidak boleh, yang disyari’atkan untuk diusahakan diziarahi adalah khusus tiga masjid saja, sebagaimana sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam :
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاثَةِ مَسَاجِدَ: اْلمسْجِدِ اْلحرَامِ، وَمَسْجِدِي هذَا وَاْلمسْجِدِ اْلأَقْصَى.
“Tidaklah dikencangkan kendaraan kecuali kepada tiga masjid; Masjidil Haram, Masjidku dan Masjidil Aqsha.” (Muttafaq ‘ala shihhatih)

Jika seorang muslim berziarah ke masjid Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, maka dalam ziarahnya itu termasuk pula berziarah ke kuburan beliau dan kuburan kedua sahabatnya serta kuburan para syuhada dan penduduk Baqi’. Sedangkan ziarah ke Masjid Kuba tidak harus ditekankan, jadi tidak pergi sekadar untuk ziarah, akan tetapi bila sedang di Madinah maka disyari’atkan untuk berziarah ke kubur Nabi dan kedua sahabatnya, juga penduduk Al-Baqi’, para syuhada dan Masjid Kuba. Adapun mengusahakan datang dari jauh sekadar untuk berziarah saja adalah tidak boleh, demikian menurut pendapat yang benar di antara dua pendapat ulama, berdasarkan sabda Nabi:
لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاثَةِ مَسَاجِدَ: اْلمسْجِدِ اْلحرَامِ، وَمَسْجِدِي هذَا وَاْلمسْجِدِ اْلأَقْصَى.
“Tidaklah dikencangkan kendaraan kecuali kepada tiga masjid; Masjidil Haram, masjidku dan Masjidil Aqsha.”

Adapun dalam menguasahakan berziarah ke Masjid Nabawi, maka akan tercakup pula berziarah ke kubur Nabi dan kuburan-kuburan lainnya. Jika seseorang telah sampai ke masjid tersebut dan shalat di dalamnya, maka ia pun bisa langsung berziarah ke kuburan Nabi dan kuburan kedua sahabatnya, di situ ia mengucapkan shawalat dan salam kepada beliau dan berdoa untuknya, kemudian mengucapkan salam kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq dan berdoa untuknya, kemudian mengucapkan salam kepada Umar Al-Faruq dan berdoa untuknya. Demikianlah sunnahnya, dan demikian pula pada kuburan-kuburan lainnya bila -misalnya- berkunjung ke Damsyiq, Cairo, Riyadh atau negeri lainnya, maka disukai untuk sekalian berziarah kubur, karena dalam berziarah kubur itu terkandung nasihat dan kebaikan bagi yang telah meninggal, yaitu dengan memberikan do’a bagi mereka dan mengasihi mereka bila mereka itu kaum muslimin. Nabi telah bersabda:
ُوْرُوْا اْلقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ اْلآخِرَةَ
“Berziarah kuburlah kalian, karena hal itu mengingatkan kalian pada akhirat.”
Beliau mengajarkan kepada para shahabat agar ketika mereka berziarah kubur hendaknya mereka mengucapkan do’a:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَإِناَّ إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ، نَسْأَلُ اللهَ لَناَ وَلَكُمُ الْعاَفِيَةَ
“Semoga kesejahteraan bersama kalian wahai para penghuni kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Dan sesungguhnya kami, insya Allah, akan menyusul kalian. Kami memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan kalian.” (HR. Muslim)
Ini adalah sunnah yang tidak harus ditekankan. Akan tetapi, hendaknya tidak berziarah ke kuburan mereka untuk berdo’a kepada mereka selain kepada Allah, karena yang demikian ini berarti mempersekutukan Allah dan berarti pula beribadah kepada selain-Nya, padahal Allah telah mengharamkan itu,

Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.” (Al-Jin: 18)
Dalam ayat lain disebutkan:
“Yang (berbuat) demikian itulah Allah Rabb-mu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari Kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui. (Fathir: 13-14)

Allah menjelaskan bahwa seruan para hamba kepada orang-orang yang telah mati danyang semisalnya merupakan perbuatan syirik dan bentuk ibadah kepada selain-Nya.
Allah berfirman, “Dan barang siapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalil pun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung.” (QS. Al-Mukminun : 117)
Allah menyebut do’a kepada selain Allah sebagai bentuk kekafiran. Maka hendaknya seorang Muslim waspada terhadap hal ini. Dan hendaknya pula para ulama menjelaskan hal-hal ini kepada orang-orang agar mereka waspada terhadap perbuatan yang mempersekutukan Allah. Sebab, banyak orang awam yang ketika melintas di kuburan orang yang dihormati, serta merta meminta pertolongan kepada yang telah meninggal itu, kadang dengan mengucapkan: “Wahai Fulan, bantulah aku, tolonglah aku, sembuhkan penyakitku”. Padahal ini perbuatan syirik besar. Kita berlindung kepada Allah dari hal ini. Hal-hal semacam itu seharusnya diminta kepada Allah, bukan kepada orang yang telah meninggal atau makhluk lainnya.

Adapun kepada orang yang masih hidup, dibolehkan meminta sesuatu yang ia mampu, demikian ini bila ia sedang ada dan dapat mendengar per-kataan Anda, baik itu melalui tulisan, telepon ataupun lainnya. Bisa dengan mengirimnya warkat, surat atau berbicara langsung via telapon, misalnya Anda mengatakan; “Tolonglah saya”, atau misalnya: “Tolonglah saya dalam membangun rumah saya”, atau merenovasi ladang. Karena dalam hal ini, antara dia dan Anda saling mengenal dan berarti bisa saling menolong, yang demikian ini boleh dilakukan. Allah Ta’ala berfirman :
“Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya." (Al-Qashash: 15)

Adapun meminta dari yang telah meninggal, orang yang sedang tidak ada (tidak hadir) atau benda, seperti patung, meminta kesembuhan atau pertolongan untuk mengalahkan musuh dan sebagainya, maka ini termasuk perbuatan syirik besar. Demikian juga meminta sesuatu kepada orang yang ma-sih hidup yang hadir yang tidak ada yang mampu melakukannya kecuali Allah, dianggap mempersekutukan Allah Subhannahu wa Ta'ala Karena menyeru orang yang sedang tidak ada (tidak hadir) tanpa alat-alat tertentu, berarti meyakini bahwa yang diseru itu mengetahui yang ghaib, atau bisa mendengar seruan Anda dari jauh, keyakinan seperti ini adalah batil, dan orang yang meyakininya berarti kafir. Allah berfirman:
“Katakanlah, ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang menge-tahui perkara yang ghaib, kecuali Allah’.” (An-Naml: 65)

Atau meyakini bahwa orang yang diserunya itu mempunyai suatu rahasia yang dapat berlaku pada alam sehingga bisa memberi kepada yang dikehen-dakinya atau mencegah dari yang dikehendakinya, sebagaimana yang di-yakini oleh sebagian orang-orang bodoh terhadap orang-orang yang disebut wali. Perbuatan yang seperti ini pun merupakan perbuatan syirik, dan syirik ini lebih besar dari pada syirik menyembah berhala.

Jadi, berziarah kepada yang telah meninggal yang disyari’atkan adalah yang mengandung kebaikan dan belas kasihan terhadap mereka serta mengingatkan akan akhirat dan mempersiapkan diri untuk itu. Dengan ziarah itu Anda teringat bahwa Anda pun akan mati seperti mereka sehingga ber-siap-siap untuk kehidupan akhirat dan mendo’akan saudara-saudara Anda kaum muslimin yang telah meninggal, mengasihi mereka dan memohonkan ampunan untuk mereka. Itulah hikmah disyari’atkannya ziarah kubur. Hanya Allah lah Sang Pemberi taufiq.
(Majma’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah lisy-Syaikh Ibnu Baaz, 5/105 )

CEGAH KOLESTEROL SEJAK DINI
Meti Dewi Astuti, dr

Kolesterol darah yang tinggi adalah problema yang serius karena merupakan salah satu factor pemicu terjadinya penyakit jantung koroner selain factor hypertensi dan merokok. Penyakit jantung koroner (PJK) sendiri diketahui merupakan penyebab kematian yang paling sering didapatkan dan di Indonesia menduduki peringkat ketiga.
Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan atherosclerosis yaitu penebalan dinding pembuluh darah arteri sehingga lubang pembuluh darah tersebut menyempit. Penyempitan ini akan mengakibatkan aliran darah menjadi lambat bahkan tersumbat sehingga aliran darah pembuluh darah koroner yang fungsinya memberi oksigen ke jantung menjadi berkurang. Akibatnya, otot jantung menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung, bahkan kematian.
Karena alasan inilah maka perlu kiranya dilakukan penanggulangan untuk menurunkan kadar kolesterol darah. Salah satu usaha yang paling baik adalah dengan cara menjaga agar makanan yang dimakan sehari-hari rendah kolesterol.

Berikut beberapa petunjuk untuk menurunkan kadar kolesterol yang tinggi :
1. Makanan harus mengandung rendah lemak, terutama yang kadar lemak jenuhnya tinggi
Ada dua macam lemak dalam makanan yaitu lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Lemak tidak jenuh terdiri dari lemak tidak jenuh tunggal dan lemak tidak jenuh ganda , semua makanan mengandung lemak berisi campuran jenis lemak tersebut. Untuk menurunkan kadar kolesterol maka diet harus mengandung rendah lemak.
Contoh lemak jenuh adalah lemak yang berasal dari hewan, seperti daging, susu murni, keju, mentega, dan es krim. Hewan unggas seperti bebek dan ayam juga ikan dan kerang-kerangan mengandung lemak jenuh tetapi lebih sedikit bila dibandingkan daging. Beberapa lemak dari tumbuh-tumbuhan juga mengandung lemak jenuh tinggi seperti minyak kacang, minyak kelapa sawit dan minyak coklat. Lemak tumbuh-tumbuhan ini banyak terdapat pada kue kering, cake, crackers, krim kopi, kentang goreng, coklat, pop corn. Kadang-kadang lemak tumbuhan ini tidak tampak jelas seperti lemak pada daging, sehingga sangat penting untuk membaca label makanan yang kita beli, sehingga dapat diketahui jenis lemak yang dikandung dan dapat memilih makanan yang mengandung lemak jenuh rendah.

2. Mengganti susunan makanan yang mengandung lemak jenuh dengan lemak tidak jenuh
Contoh lemak tidak jenuh ganda terdapat pada jagung, kacang kedelai, minyak biji kapas, minyak wijen, minyak bunga matahari, kerang-kerangan, minyak ikan air tawar, lemak ikan laut dan berbagai macam seafood. Sedang lemak tidak jenuh tunggal terdapat pada minyak zaitun dan minyak lobak.

3. Makanan harus mengandung rendah kolesterol
Kolesterol merupakan zat seperti lemak yang terdapat dalam makanan yang bersumber dari hewan. Kolesterol tidak sama dengan lemak jenuh, dan makanan yang mengandung kolesterol jelas dapat meningkatkan kadar kolesterol. Kolesterol diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal, tetapi hati sudah membuat kolesterol yang cukup untuk kebutuhan tubuh. Sehingga pada dasarnya kita tidak memerlukan asupan kolesterol dari luar. Kolesterol ditemukan pada telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang-kerangan. Kuning telur dan bagian dalam binatang seperti hati, ginjal, otak terutama merupakan sumber yang kaya akan kolesterol. Ikan pada umumnya mengandung sedikit kolesterol.
Makanan yang sama sekali tidak mengandung kolesterol adalah buah-buahan, sayuran, beras, gandum dan kacang-kacangan.
Walaupun kolesterol bukan lemak, tetapi dapat ditemukan pada makanan yang mengandung lemak tinggi ataupun rendah yang berasal dari hewan. Jadi walaupun makanan rendah lemak, tetapi mungkin tinggi kolesterol, contohnya adalah hati yang mempunyai rendah lemak tetapi tinggi kolesterol.
Contoh makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi dan kolesterol tinggi adalah susu dan hasil olahannya, juga daging, sehingga makanan ini harus dikurangi.

4. Memilih makanan yang tinggi karbohidrat atau banyak tepung dan serat
Yang termasuk kelompok ini adalah beras, roti, gandum, buah-buahan, sayuran, havermout, apel, jeruk, kentang.

5. Kurangi berat badan jika berat badan berlebih
Orang yang mempunyai berat badan berlebih seringkali mempunyai kadar kolesterol darah yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Berat badan dapat dikurangi dengan exercise/olahraga, dan diet yang mengandung sedikit kalori.
Wallohu a’lam bish showab

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers