Kejinya Kawin Sesama Jenis

Posted by newydsui Tuesday, February 22, 2011
Kejinya Kawin Sesama Jenis
Oleh : Ryan Arif, Lc

“Para ulama sepakat bahwa senggama lewat jalan yang benar adalah fitrah dan homoseks termasuk perbuatan keji. Jika demikian, homoseks dan lesbianisme adalah melanggar fitrah yang menimbulkan kepincangan dan kesenjangan.”
Fenomena Gerakan Homoseksual
Saat ini, liberalisasi nilai-nilai dan ajaran Islam di Indonesia benar-benar sudah sampai pada taraf yang sangat keji dan menjijikkan dan akhir-akhir ini kampanye tentang homoseksual, lesbian, biseksual, dan transeksual mulai secara aktif dipromosikan ke negara-negara Muslim. Kampanye tersebut seolah-olah ingin menghadirkan keyakinan bahwa orientasi seksual tersebut adalah normal dan oleh karenanya harus diterima oleh umat Islam. HAM, kebebasan berekspresi, dan perlindungan hak adalah premis-premis klasik yang menjadi alasan kampanye tersebut.
Pada tanggal 17 Mei 2008, sekelompok homo dan lesbi berdemo di Bundaran HI menuntut hak-hak mereka dan menghilangkan pandangan jelek masyarakat terhadap kecenderungan seksual tersebut (homophobia). Sebuah film berjudul A Jihad for Love yang berisi tentang kisah-kisah orang homo di negara-negara Islam meraih penghargaan di Festival Internasional Toronto Kanada pada akhir 2007. Dan pada 28 Maret 2008 harian berbahasa asing di Jakarta membuat pernyataan guru besar UIN Jakarta, Prof Dr Musdah Mulia, yang secara terang-terangan mengeluarkan fatwa bahwa homoseksual adalah halal menurut Islam. Hal ini belum ditambah dengan pemberitaan media massa yang pada dasawarsa terakhir sangat jor-joran memberitakan tentang hubungan sesama jenis tersebut.
Bahkan, Orang-orang yang bergelut dalam bidang studi Islam tidak segan-segan lagi menghancurkan ajaran agama yang sudah jelas dan qath’iy. Sementara, institusi pendidikan tinggi Islam seperti tidak berdaya, membiarkan semua kemungkaran itu terjadi di lingkungannya. Tulisan yang berjudul Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual adalah kumpulan artikel di Jurnal Justisia Fakultas Syariah IAIN Semarang edisi 25, Th XI, 2004. Buku ini secara terang-terangan mendukung, dan mengajak masyarakat untuk mengakui dan mendukung legalisisasi perkawinan homoseksual. Bahkan, dalam buku ini ditulis strategi gerakan yang harus dilakukan untuk melegalkan perkawinan homoseksual di Indonesia, yaitu (1) mengorganisir kaum homoseksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telah dirampas oleh negara, (2) memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah sesuatu yang normal dan fithrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homoseksual dalam menuntut hak-haknya, (3) melakukan kritik dan reaktualisasi tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan) yang tidak memihak kaum homoseksual, (4) menyuarakan perubahan UU Perkawinan No 1/1974 yang mendefinisikan perkawinan harus antara laki-laki dan wanita.
Seorang penulis dalam jurnal tersebut, menyatakan, bahwa pengharaman nikah sejenis adalah bentuk kebodohan umat Islam generasi sekarang karena ia hanya memahami doktrin agamanya secara given, taken for granted, tanpa ada pembacaan ulang secara kritis atas doktrin tersebut. Si penulis kemudian mengaku bersikap kritis dan curiga terhadap motif Nabi Luth dalam mengharamkan homoseksual, sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran surat al-A’raf :80-84 dan Hud :77-82. Semua itu, katanya, tidak lepas dari faktor kepentingan Luth itu sendiri, yang gagal menikahkan anaknya dengan dua laki-laki, yang kebetulan homoseks.
Juga dalam jurnal tersebut ditulis sebagai berikut: ‘’Karena keinginan untuk menikahkan putrinya tidak kesampaian, tentu Luth amat kecewa. Luth kemudian menganggap kedua laki-laki tadi tidak normal. Istri Luth bisa memahami keadaan laki-laki tersebut dan berusaha menyadarkan Luth. Tapi, oleh Luth, malah dianggap istri yang melawan suami dan dianggap mendukung kedua laki-laki yang dinilai Luth tidak normal. Kenapa Luth menilai buruk terhadap kedua laki-laki yang kebetulan homo tersebut? Sejauh yang saya tahu, al-Quran tidak memberi jawaban yang jelas. Tetapi kebencian Luth terhadap kaum homo disamping karena faktor kecewa karena tidak berhasil menikahkan kedua putrinya juga karena anggapan Luth yang salah terhadap kaum homo.” (hal. 39)
Di halaman berikutnya, dikatakan: “Luth yang mengecam orientasi seksual sesama jenis mengajak orang-orang di kampungnya untuk tidak mencintai sesama jenis. Tetapi ajakan Luth ini tak digubris mereka. Berangkat dari kekecewaan inilah kemudian kisah bencana alam itu direkayasa. Istri Luth, seperti cerita Al-Quran, ikut jadi korban. Dalam Al-Quran maupun Injil, homoseksual dianggap sebagai faktor utama penyebab dihancurkannya kaum Luth, tapi ini perlu dikritisi… saya menilai bencana alam tersebut ya bencana alam biasa sebagaimana gempa yang terjadi di beberapa wilayah sekarang. Namun karena pola pikir masyarakat dulu sangat tradisional dan mistis lantas bencana alam tadi dihubung-hubungkan dengan kaum Luth…. ini tidak rasional dan terkesan mengada-ada. Masa’, hanya faktor ada orang yang homo, kemudian terjadi bencana alam. Sementara kita lihat sekarang, di Belanda dan Belgia misalnya, banyak orang homo nikah formal… tapi kok tidak ada bencana apa-apa.” (hal. 41-42).
Homoseksual Dalam Pandangan Syar’i
Penafsiran dan pandangan penulis liberal di atas sangat liar, karena ia tidak menggunakan metodologi tafsir yang benar. Disamping ayat-ayat Al-Quran, seharusnya, dia juga menyimak berbagai hadits Nabi Muhammad saw tentang homoseksual ini. Begitu juga para sahabat dan para ulama Islam terkemuka. Dengan sedikit bekal ilmu syariah yang dimilikinya, si penulis berani ‘berijtihad’ membuat hukum baru dalam Islam, dengan terang-terangan menghalalkan perkawinan homoseksual.
Tentang Kisah Nabi Luth sendiri, Al-Quran sudah memberikan gambaran jelas bagaimana terkutuknya kaum Nabi Luth yang merupakan pelaku homoseksual ini. Disebutkan di dalam alqur’an, “Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kalian. Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.” (QS Al-A’raf:80-84).
Para mufassir Al-Quran selama ratusan tahun tidak ada yang berpendapat seperti penulis liar di atas yang berlagak menjadi mujtahid besar di abad ini. Orang yang memahami bahasa Arab pun tidak akan keliru dalam menafsirkan ayat tersebut. Bahwa memang kaum Nabi Luth adalah kaum yang berdosa karena mempraktikkan perilaku homoseksual. Hukuman yang diberikan kepada mereka, pun dijelaskan, sebagai bentuk siksaan Allah, bukan sebagai bencana alam biasa. Tidak ada sama sekali penjelasan bahwa Nabi Luth dendam pada kaumnya karena tidak mau mengawini kedua putrinya. Tafsir homo ala penulis liar yang menghina Nabi Luth itu benar-benar sebuah fantasi intelektual untuk memaksakan pehamamannya yang pro-homoseksual.
Permasalahan homoseksual sebenarnya permasalahan yang telah selesai (qath'i). Teks-teks Alquran, Sunah, dan konsensus universal (ijma) umat Islam dari berbagai mazhab dan firqah sepakat bahwa hubungan sesama jenis adalah haram. Selama empat belas abad tidak ada seorang ulama pun yang berani mengotak-atik hukum tersebut. Sesuai dengan keterangan Rasulullah, jika umat Islam telah membuat konsensus universal seperti itu, berarti umat Islam sedang tersesat dan membuat kesesatan universal.
Umat Islam meyakini bahwa Allah adalah pembuat hukum (Al-Musyarri'). Pandangan ini secara otomatis menerangkan bahwa menghalalkan dan mengharamkan sesuatu adalah mutlak menjadi hak prerogatif Allah. Bahkan, dengan sangat keras Allah mengancam orang-orang yang menghalalkan dan mengharamkan sebuah hal dengan hawa nafsunya.
وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لا يُفْلِحُونَ
''Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta ini halal dan ini haram untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidaklah beruntung.'' (QS An-Nahl [16]: 116).
Dengan demikian, siapa pun orangnya yang mengaku Islam, ia berhak tunduk kepada hukum Islam tentang haramnya hubungan seksual sesama jenis. Namun, hal tersebut tidak secara otomatis akan mengekang akal umat Islam. Umat Islam boleh ber-ijtihad dengan menggunakan akal pemikiran, tetapi hanya terbatas dalam dua hal, yaitu pertama permasalahan yang tidak ada teksnya dan kedua teks zhanni. Ini artinya umat Islam tidak diperkenankan untuk ber-ijtihad dalam permasalahan-permasalahan qath'i, seperti hukum homoseksual. Ini karena teks qath'i adalah mutlak menjadi hak prerogatif Allah.
Tidak boleh ada seorang mujtahid, ulama, ahli fikih, pemikir, cendekiawan, guru besar, ustadz, seminar, demonstrasi, buku, undang-undang, dan lembaga fatwa yang mengubah teks jenis ini. Bahkan, menurut saya, permasalahan modern yang harus dijawab oleh akal umat Islam dalam dua ranah ijtihad tersebut lebih banyak daripada mengotak-atik permasalahan qath'i yang sangat sedikit, yang tidak akan membawa kemajuan sedikit pun umat Islam.
Hukuman Pelaku Homosek Dalam Islam
Para ulama berijmak bahwa homoseks (al-liwathah) adalah maksiat paling besar, sehingga Allah swt menyebutnya dengan perbuatan keji. Banyak hadist yang melaknat pelakunya, seperti dalam riwayat Nasa’i dan Ibn Hibban serta dishahihkan olah Tabrani dan Al baihaqi, sebagian lagi dishahihkan oleh Al Hakim. Seluruh riwayat tersebut saling menguatkan dan dikenal secara otamatis dalam agama (Al Ma’lum Min Al Din Bi Ad Dharurah).
Imam Turmudzi meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “suatu hal yang paling aku takutkan terhadap ummatku adalah perbuatan kaum luth.” Hadist ini di shahihkan oleh Al Hakim sementara menurut Turmudzi sendiri dinilai sebagai hadist hasan gharib.
Dalam riwayat lain, Nabi Muhammad saw bersabda, “Siapa saja yang menemukan pria pelaku homoseks, maka bunuhlah pelakunya tersebut.” (HR Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasai, Ibnu Majah, al-Hakim, dan al-Baihaki). Dan masih banyal riwayat lain seperti dalam Jami’ At Turmudzi Kitab Alhudud An Rasulilah, Bab Ma Ja’a Fi Had Al Luthi no 1376, dalam Sunan Abu Daudn Kitab Al Hudud Bab Fiman Amila Amala Qaum Luth no 3869, Sunan Ibnu Majah Kitab Al Hudud Bab Amila Amala Qaum Luth no 2551 dan yang lainnya.
Memang benar ulama berbeda pendapat tentang hukuman apa yang harus diberlakukan kepada pelaku homosek. Namun, perbedaan tersebut tidak keluar dari bingkai bahwa hubungan seksual sesama jenis adalah haram.
Menurut imam malik, imam syafi’i, imam ahmad dan imam ishaq, hukumannya rajam. Dan Imam Syafii berpendapat, bahwa pelaku homoseksual harus dirajam (dilempari batu sampai mati) tanpa membedakan apakah pelakunya masih bujangan atau sudah menikah.
Sementara dari kalangan tabi’in, seperti Hasan Basri, An Nakha’i, Atha’ Ibn Rabah dan yang lainnya, hukumannya sama dengan pezina. Sementara dari kalangan sahabat seperti Abu Bakar, Ali Bin Abi Thalib dan Ibnu Abas berpendapat bahwa hukuman pelaku homoseks adalah alqatlu (bunuh), baik subjek maupun objeknya. Pendapat inilah yang dianut oleh Imam Syafi’i, Al Nashir, Al Qasim Ibn Ibrahim dari Hadist Ikrimah dari Ibnu Abas tentang hukum rajam pelaku homoseks. Kemudian, mereka berbeda pendapat perihal cara membunuhnya.
Diriwayatkan bahwa menurut Imam Ali, dibunuh pakai pedang kemudian dibakar karena besarnya perbuatan maksiat yang dilakukan. Pendapat inilah yang diambil oleh Abu Bakar ketika diadakan musyawarah. Berbeda dengan mereka adalah sahabat Umar dan Utsman yang berpendapat bahwa hukuman bagi mereka adalah ditimpa dinding. Menurut Ibn Abbas dijatuhkan dari gedung yang sangat tinggi.
Ringkasnya, homoseksual adalah haram dan termasuk perbuatan keji dalam islam, dan para ulama sepakat bahwa hukuman bagi pelaku homoseks adalah ‘bunuh’, perbedaan yang terjadi dikalangan ulama hanyalah dalam kayfiyatnya saja. Wallahu a’lam.
Referensi:
• Syihabudin Ahmad Al Tifasyi, Nuzhat Al Albab Fi Maa La Yuzad Fi Kitab, Tahqiq: Jamal Jum’ah,(London-Cyprus:Riad Al Rayes Books, Cet I, 1992) Hal.236
• Turki Ali Al Rabi’u, Al ‘Unf Al Muqaddas Wa Al Jins Fi Mithulujiya Al Islamiyah, (Bairut: Al Markaz Al Tsaqafi Al Arabi, Cet II, 1995), Hlm.112
• Artikel : Lesbian Dalam Seksualitas Islam, Jurnal Perempuan No 58, Maret 2008
• Jurnal Justisia, Edisi 25 Thn XI 2004.
• Rasyid Ridha, Tafsir Al Manar, (Cairo:Dar Al Manar, Cet II, 1948)
• Ahmad Musthafa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi, (Cairo:Syarikah Maktabah Wa Mathba’ah Musthafa Al Babi Al Halabi Wa Awladihi, Cet I, 1946). By: Ryan Arief Rahman

0 comments

Post a Comment

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers