JANGAN SALING MEMAKAN HARTA SECARA ZHALIM
Oleh: Tengku Azhar, Lc.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisaa’: 29)
Tafsir Ayat
Imam Ibnu Katsir –rahimahullah- ketika menafsirkan ayat ini berkata: “Janganlah kalian saling membantu dalam mencari penghidupan (sumber rizki) yang haram, tetapi hendaknya seorang pedagang berdagang dengan syarat-syarat dan rukun-rukun perdagangan yang disyariatkan, dan carilah sumber penghidupan dari hal-hal yang demikian (dari cara dan sumber yang halal).”
Imam Ath-Thabari –rahimahullah- dalam mentakwilkan ayat ini berkata: “Janganlah sebagian kalian memakan harta sebahagian yang lain dengan apa yang telah diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dari riba, judi, dan cara lainnya yang telah dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk kalian.”
Beliau –rahimahullah- juga berkata, “Ayat ini merupakan dalil akan keharaman memakan harta sesama kaum muslimin secara zhalim dan batil dan tidak ada perbedaan di antara kaum muslimin dalam masalah ini.”
Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ : ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ ) وَقَالَ : (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) . ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Wahai manusia sesungguhnya Allah Ta’ala itu Baik (suci dari segala kekurangan dan aib) dan tidak menerima kecuali yang baik-baik. Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memerintah kaum mukminin dengan apa yang diperintahkannya kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya aku Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Dan juga firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman makanlah di antara rezeki-rezeki yang baik yang Kami berikan kepadamu.” Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang seorang laki-laki yang menempuh perjalanan yang panjang, badannya kusut dan berdebu, ia mengangkat tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Rabbi, Rabbi,! Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dengan hal-hal yang diharamkan, maka mana mungkin doanya dikabulkan.” (HR. Muslim).
Istighfar dan Taubat adalah Kunci Rizki yang Utama
Diantara sebab terpenting diturunkannya rizki kepada kita adalah istighfar (memohon ampunan) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai’.” (QS. Nuh: 10-12)
Ayat-ayat di atas menerangkan cara mendapatkan hal-hal berikut dengan istighfar.
a. Ampunan Allah terhadap dosa-dosanya. Berdasarkan fir-manNya: "Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun."
b. Diturunkannya hujan yang lebat oleh Allah. Ibnu Abbas –radhiallaahu anhu- berkata: “Adalah (hujan) yang turun dengan deras.”
c. Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak. Dalam menafsirkan ayat:Atha' berkata: "Niscaya Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak kalian".
d. Allah akan menjadikan untuknya kebun-kebun.
e. Allah akan menjadikan untuknya sungai-sungai. Imam Al-Qurthubi berkata: “Dalam ayat ini, juga disebutkan dalam (surat Hud) adalah dalil yang menunjukkan bahwa istighfar merupakan salah satu sarana meminta diturunkannya rizki dan hujan.”
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata: “Makna-nya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya dan kalian senantiasa mentaati-Nya niscaya Dia akan membanyakkan rizki kalian dan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan air susu perahan untuk kalian, mem-banyakkan harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun itu (untuk kalian).”
Demikianlah, dan Amirul mukminin Umar bin Khaththab juga berpegang dengan apa yang terkandung dalam ayat-ayat ini ketika beliau memohon hujan dari Allah .
Muthrif meriwayatkan dari Asy-Sya'bi: “Bahwasanya Umar keluar untuk memohon hujan bersama orang ba-nyak. Dan beliau tidak lebih dari mengucapkan istighfar (memohon ampun kepada Allah) lalu beliau pulang. Maka seseorang bertanya kepadanya, 'Aku tidak mendengar Anda memohon hujan'. Maka ia menjawab, 'Aku memohon diturunkannya hujan dengan majadih langit yang dengannya diharapkan bakal turun air hujan. Lalu beliau membaca ayat:
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat." (QS. Nuh: 10-11).
Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar (memohon ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan, kefakiran, sedikitnya ketu-runan dan kekeringan kebun-kebun.
Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih, bahwasanya ia berkata: “Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya, ‘Beristighfarlah kepada Allah!’ Yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, ‘Beristighfarlah kepada Allah!’ Yang lain lagi berkata kepadanya, ‘Do’akanlah (aku) kepada Allah, agar ia memberiku anak!’ Maka beliau mengatakan kepadanya, ‘Beristighfarlah kepada Allah!’ Dan yang lain lagi mengadu kepadanya tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya, ‘Beristighfarlah kepa-da Allah!’
Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain disebutkan: “Maka Ar-Rabi’ bin Shabih berkata kepadanya, ‘Banyak orang yang mengadukan bermacam-macam (perkara) dan Anda memerintahkan mereka semua untuk beristighfar.’ Maka Al-Hasan Al-Bashri menjawab, ‘Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh:
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirim-kan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu ke-bun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (QS. Nuh: 10-12).
Allahu Akbar! Betapa agung, besar dan banyak buah dari istighfar! Ya Allah, jadikanlah kami termasuk hamba-ham-baMu yang pandai beristighfar. Dan karuniakanlah kepada kami buahnya, di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengabulkan. Amin, wahai Yang Maha Hidup dan terus menerus mengurus Makhluk-Nya.
0 comments