JIWA TENANG DENGAN DZIKRULLAH

Posted by newydsui Thursday, December 1, 2011 0 comments

JIWA TENANG DENGAN DZIKRULLAH
Oleh: Tengku Azhar, Lc.

“Bukankah dengan mengingat Allah hati menjadi tenang?” demikianlah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam QS. Ar-Ra’du: 28. Seyogyanya seorang muslim menghiasi hidupnya dengan memperbanyak dzikir kepada Allah, di mana dan kapan pun juga. Ketenangan jiwa dan kenyamanan hidup hanya didapat oleh seorang manusia dengan berdzikir kepada Allah. Tentunya ‘dzikir’ dengan makna yang lebih luas cakupannya, bukan sebatas dzikir dengan lisan saja sebagaimana yang banyak kita saksikan hari ini.

Munculnya penomena majelis dzikir, Indonesia berdzikir, dzikir nasional dan istilah lainnya sebenarnya sesuatu yang positif. Namun amat disayangkan, banyak kaum muslimin yang melakukan hal demikian, justru terjerumus pada banyak kesalahan yang menunjukkan mereka tidak mengerti bagaimana dzikir pada hakikatnya.
Sebagai contoh, ada seorang ibu muda yang aktif mengikuti ‘majelis dzikir’. Kecintaannya pada dzikir begitu mempesona. Bahkan dia tidak canggung mengajak teman-temannya dari kalangan para ibu untuk mengikuti kegiatan tersebut. Tapi, bila kita lihat kehidupannya sehari-hari sungguh memprihatinkan. Keluar rumah tanpa menutup auratnya, ngobrol dengan kaum pria yang bukan mahromnya begitu ‘nyantainya’.
Lantas di mana buah dzkir yang selama ini ia lakukan? Apa dzikir itu sendiri? Apakah dzikir itu hanya sebatas di lisan saja?

Tema kita kali ini akan membahas seputar dzikir dan hakikatnya yang sebenarnya, agar dzikir yang kita lakukan benar di mata Allah dan juga di mata manusia.

Urgensi dan Kedudukan Dzikir

Satu kepastian bahwa dzikir dan do’a adalah sebaik-baik amalan yang mendekatkan diri seorang muslim kepada Rabbnya, bahkan ia merupakan kunci semua kebaikan yang diinginkan seorang hamba di dunia dan akhirat. Kapan saja yang Alah Ta’ala berikan kunci ini pada seorang hamba maka Allah Ta’ala inginkan ia membukanya dan jika Allah menyesatkannya maja pintu kebaikan tersisa jauh darinya, sehingga hatinya gundah gulana, bingung, pikiran kalut, depresi dan lemah semangat dan keinginannya. Apabila ia menjaga dzikir dan do’a serta terus berlindung kepada Allah maka hatinya akan tenang, sebagaiman firman Allah :

الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ أَلاَبِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du :28)
Allah berfirman menjelaskan arti penting dan kedudukan dzikir dalam banyak ayatnya, diantaranya:

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّآئِمِينَ وَالصَّآئِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أّعَدَّ اللهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzaab :35)

Demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menjelaskan secara gamblang arti penting dan kedudukan dzikir pada diri seorang muslim dalam banyak haditsnya, diantaranya:

عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ

“Dari Abu Musa , beliau berkata: telah bersabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Permisalan orang yang berdzikir kepada Allah dan yang tidak berdzikir seperti orang yang hidup dan mati.” (HR. Al-Bukhari)

Dan hadits beliau yang berbunyi:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسِيرُ فِي طَرِيقِ مَكَّةَ فَمَرَّ عَلَى جَبَلٍ يُقَالُ لَهُ جُمْدَانُ فَقَالَ سِيرُوا هَذَا جُمْدَانُ سَبَقَ الْمُفَرِّدُونَ قَالُوا وَمَا الْمُفَرِّدُونَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الذَّاكِرُونَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتُ

“Dari Abu Hurairah, beliau berkata: “Al-Mufarridun telah mendahului” mereka bertanya: ‘Siapakah Al-Mufarridun wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “Laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir.” (HR. Muslim)

Keutamaan dan Fadah Dzikir

Keutamaan dan faedah dzikir sangat banyak sekali, sampai-sampai imam Ibnul Qayyim menyatakan dalam kitabnya Al-Waabil Ash-Shoyyib bahwa dzikir memiliki lebih dari seratus faedah dan menyebutkan tujuh puluh tiga faedah didalam kitab tersebut.
Diantara keutamaan dan faedah dzikir adalah:

1. Dzikir dapat mengusir syaitan dan melindungi orang yang berdzikir darinya, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Dan aku (Yahya bin Zakariya) memerintahkan kalian untuk banyak berdzikir kepada Allah. Permisalannya itu seperti seseorang yang dikejar-kejar musuh lalu ia mendatangi benteng yang kokoh dan berlindung di dalamnya. Demikianlah seorang hamba tidak dapat melindungi dirinya dari syaitan kecuali dengan dzikir kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)
Ibnul Qayim memberikan komentarnya terhadap hadits ini: ‘Seandainya dzikir hanya memiliki satu keutamaan ini saja, maka sudah cukup bagi seorang hamba untuk tidak lepas lisannya dari dzikir kepada Allah dan senantiasa gerak berdzikir, karena ia tidak dapat melindungi dirinya dari musuhnya kecuali dengan dzikir kepada Allah. Para musuh hanya akan masuk melalui pintu kelalaian dalam keadaan terus mengintainya. Jika ia lengah maka musuh langsung menerkam dan memangsanya dan jika berdzikir kepada Alah maka musuh Allah itu meringkuk dan merasa kecil serta melemah sehingga seperti Al Wash’ (sejenis burung kecil) dan seperti lalat’.
Manusia ketika lalai dari dzikir maka syaitan langsung menempel dan menggodanya serta menjadi teman yang selalu menyertainya, sebagaimana firman Allah:
وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
“Barangsiapa yang berpaling dari dzikir (Rabb) Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az Zukhruf:36).
Seorang hamba tidak mampu melindungi dirinya dari syaitan kecuali dengan dzikir kepada Allah.

2. Dzikir dapat menghilangkan kesedihan, kegundahan dan depresi dan dapat mendatangkan ketenangan, kebahagian dan kelapangan hidup. Hal ini dijelaskan Allah dalam firmanNya:
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du :28)

3. Dzikir dapat menghidupkan hati, bahkan dzikir itu sendiri pada hakekatnya adalah kehidupan bagi hati tersebut. Apabila hati kehilangan dzikir maka seakan-akan kehilangan kehidupannya sehingga tidak hidup sebuah hati tanpa dzikir kepada Allah. Oleh karena itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: ‘Dzikir bagi hati seperti air bagi ikan, lalu bagaimana keadaan ikan jika kehilangan air?’

4. Dzikir menghapus dosa dan menyelamatkannya dari adzab Allah, karena dzikir merupakan satu kebaikan yang besar dan kebaikan menghapus dosa dan menghilangkannya. Tentunya hal ini dapat menyelamatkan orang yang berdzikir dari adzab Allah sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ عَمَلًا قَطُّ أَنْجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ
“Tidaklah seorang manusia mengamalkan satu amalan yang lebih menyelamatkan dirinya dari adzab Allah dari dzikrullah.” (HR. Imam Ahmad dalam Al-Musnadnya)

5. Dzikir menghasilkan pahala, keutamaan dan karunia Allah yang tidak dihasilkan selainnya, padahal sangat mudah mengamalkannya, karena gerakan lisan lebih mudah dari gerakan anggota tubuh lainnya. Diantara pahala dzikir yang disebutkan Rasulullah adalah:
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ وَكُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَمُحِيَتْ عَنْهُ مِائَةُ سَيِّئَةٍ وَكَانَتْ لَهُ حِرْزًا مِنْ الشَّيْطَانِ يَوْمَهُ ذَلِكَ حَتَّى يُمْسِيَ وَلَمْ يَأْتِ أَحَدٌ بِأَفْضَلَ مِمَّا جَاءَ بِهِ إِلَّا أَحَدٌ عَمِلَ أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ
“Barang siapa mengucapkan (dzikir):
لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
dalam sehari seratus kali, maka itu sama dengan pahala sepulih budak, ditulis seratus kebaikan untuknya dan dihapus seratus dosanya. Juga menjadi pelindungnya dari syeitan pada hari itu sampai sore dan tidak ada satupun yang lebih utama dari amalannya kecuali seorang yang beamal dengan amalan yang lebih banyak dari hal itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayim berkata: ‘Dzikir adalah ibadah yang paling mudah namun paling agung dan utama, karena gerakan lisan adalah gerakan anggota tubuh yang paling ringan dan mudah. Seandainya satu anggota tubuh manusia sehari semalam bergerak seukuran gerakan lisannya, tentulah hal itu sangat menyusahkannya sekali, bahkan tidak mampu.’

6. Dzikir adalah tanaman jannah. Ini berlandaskan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits Abdillah bin Mas’ud yang berbunyi:
لَقِيتُ إِبْرَاهِيمَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ أَقْرِئْ أُمَّتَكَ مِنِّي السَّلَامَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ الْجَنَّةَ طَيِّبَةُ التُّرْبَةِ عَذْبَةُ الْمَاءِ وَأَنَّهَا قِيعَانٌ وَأَنَّ غِرَاسَهَا سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ
“Aku berjumpa dengan Ibrohim pada malam isra’ dan mi’roj, lalu ia berkata: “Wahai Muhammad, sampaikan salamku kepada umatmu dan beritahulah mereka bahwa jannah memiliki tanah yang terbaik dan air yang paling menyejukkan. Jannah itu dataran kosong (Qai’aan) dan tumbuhannya adalah (dzikir) Subhanallahi Walhamdulillah Walaa ilaha illa Allah Wallahu Akbar.” (HR. At-Tirmidzi)

7. Dzikir menjadi cahaya penerang bagi yang berdzikir di dunia, di alam kubur dan di akhirat. Meneranginya di shirota, sehingga tidaklah hati dan kuburan memiliki cahaya seperti cahaya dzikrullah. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya.” (QS. Al-An’am:122)

8. Dzikir menjadi sebab mendapatkan shalawat dari Allah dan para malaikatNya, sebagamana firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Ahzaab:41-43)

9. Banyak berdzikir dapat menjauhkan seseorang dari kemunafikan, karena orang munafik sangat sedikit berdzikir kepada Allah, sebagiamana firman Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut nama Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisaa’:142)
Shahabat Ali bin Abi Thalib ditanya tentang Khawarij: “Apakah mereka munafiq atau bukan?” Beliau menjawab: “Orang munafik tidak berdzikir kepada Allah kecuali sedikit.” Ini merupakan alamat kemunafikan, yaitu sedikit berdzikir kepada Allah. Berdasarkan hal ini maka banyak berdzikir merupakan pengaman dari kenifakan.

10. Dzikir adalah amalan yang paling baik, paling suci dan paling tinggi derajatnya, sebagaimana dinyatakan Rasulullah dalam sabdanya:
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ قَالُوا بَلَى قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى
“Inginkah kalian aku beritahu amalan kalian yang terbaik dan tersuci serta tertinggi pada derajat kalian, ia lebih baik dari berinfak emas dan perak dan lebih baik dari kalian menjumpai musuh lalu kalian memenggal kepalanya dan mereka memenggal kepala kalian?” Mereka menjawab: “ya”, lalu Rasulullah menjawab: “Dzikrullah.” (HR. At-Tirmidzi)

Dzikrullah Tidak Sebatas Dengan Lisan
Berdzikir kepada Allah tidak sebatas dengan lisan, tetapi juga dengan anggota badan. Inilah yang terpenting. Melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya merupakan dzikir yang tidak semestinya diabaikan oleh setiap muslim dan muslimah yang senantiasa berdzikir dengan lisannya.
Wallahu A’lamu bish Shawab.

Hak Ibu Atas Anaknya

Posted by newydsui 0 comments

Hak Ibu Atas Anaknya

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ـ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلىَ رَسُوْلِ اللهِ ـ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ فَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ : ” مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِيْ ؟ قَالَ : أُمُّكَ . قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : أُمُّكَ . قَالَ : ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : أُمُّكَ . قَالَ ثُمَّ مَنْ ؟ قَالَ : ثُمَّ أَبُوْكَ ” . رَوَاهُ اْلبُخَارِي وَمُسْلِمُ وَابْنُ مَاجَهْ
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Ada seseorang yang datang menghadap Rasulullah dan bertanya, “Ya Rasulallah, siapakah orang yang lebih berhak dengan kebaikanku?” Jawab Rasulullah, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa?” Jawabnya, “Ayahmu.” (Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah)

Pengulangan kata “ibu” sampai tiga kali menunjukkan bahwa ibu lebih berhak atas anaknya dengan bagian yang lebih lengkap, seperti al-bir (kebajikan), ihsan (pelayanan). Ibnu Al-Baththal mengatakan:
“Bahwa ibu memiliki tiga kali hak lebih banyak daripada ayahnya. Karena kata ‘ayah’ dalam hadits disebutkan sekali sedangkan kata ‘ibu’ diulang sampai tiga kali. Hal ini bisa dipahami dari kerepotan ketika hamil, melahirkan, menyusui. Tiga hal ini hanya bisa dikerjakan oleh ibu, dengan berbagai penderitaannya, kemudian ayah menyertainya dalam tarbiyah, pembinaan, dan pengasuhan.

Hal itu diisyaratkan pula dalam firman Allah swt., “Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun –selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun–, bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Luqman: 14)
Allah swt. menyamakan keduanya dalam berwasiat, namun mengkhususkan ibu dengan tiga hal yang telah disebutkan di atas.
Imam Ahmad dan Bukhari meriwayatkan dalam Al-Adabul Mufrad, demikian juga Ibnu Majah, Al Hakim, dan menshahihkannya dari Al-Miqdam bin Ma’di Kariba, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

“Sesunguhnya Allah swt. telah berwasiat kepada kalian tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ayah kalian, kemudian berwasiat tentang kerabat dari yang terdekat.”
Hal ini memberikan kesan untuk memprioritaskan kerabat yang didekatkan dari sisi kedua orang tua daripada yang didekatkan dengan satu sisi saja. Memprioritaskan kerabat yang ada hubungan mahram daripada yang tidak ada hubungan mahram, kemudian hubungan pernikahan. Ibnu Baththal menunjukkan bahwa urutan itu tidak memungkinkan memberikan kebaikan sekaligus kepada keseluruhan kerabat. Mari dekatkan diri kepada Allah dengan birrul walidaini. (red)

Hakekat Tasawuf
(Koreksi Terhadap Esensi Ajaran Tasawuf)

Prolog
Secara hakiki, ajaran tasawuf yang dianut umat islam mempunyai pandangan yang bercorak panteistis. Teori-teori yang diajarkan oleh berbagai macam aliran tasawuf, baik teori Wihdah Al-Wujud, Wihdah As-syuhud, Al-Ittihad, Al-Ittishal, Al-Hulul Atau Al-Liqa’, semuanya bersifat panteistis. Pandangan pantaistis merupakan hasil dari konsepsi filsafat yang disebut monisme, yaitu konsepsi yang berpendapat bahwa Tuhan dan alam adalah satu. Sedangkan monisme dengan panteismenya secara historis merupakan esensi dari ajaran agama hindu, sebagai agama tertua di dunia yang lahir di india dengan kitab sucinya Weda (1250 SM), Unpanishad (750 SM), dan Mahabarata.

Ajaran tasawuf dengan filsafat monisme dan panteismenya dimiliki oleh hindu dan dianut dan dikembangkan oleh yunani kuno, kemudian dianut dan dikembangkan oleh Kristen, kemudian dianut oleh filosof muslim dan sufi muslim seperti Al-Hallaj dan Ibnu Arabi.

Dari berbagai formulasi yang beraneka ragam -baik di dalam kitab weda, Upanishad, maupun baghawad gita- tentang filsafat monisme dengan emanasi dan panteismenya, yaitu hubungan antara brahma (Tuhan), yang tunggal dengan keanekaan dunia, baik yang menurun (emanasi) maupun yang menaik (panteisme) secara esensial adalah milik agama hindu. Filsafat monoisme dengan emanasi dan panteismenya yang dikembangkan oleh filosof yunani, yang kemudian diambil alih oleh filosof Kristen yang selanjutnya dijadikan prinsip dasar agama kristen seperti doktrin trinitas dan penebusan dosa, adalah berasal dari agama hindu. Karenanya secara esensial filsafat monisme dengan emanasi dan panteismenya yang dianut oleh hindu dan diyakini oleh filosof yunani dan Kristen adalah sama persis.

Kemudian, baik karena factor daerah sejarah, pergaulan yang begitu akrab antara golongan Kristen dengan umat islam, maka filsafat monisme dengan emanasinya dan panteismenya yang dimiliki oleh agama Kristen juga diambil alih oleh kaum muslim, khususnya golongan syi’ah dengan segala alirannya dan tasawuf dengan semua tarekatnya.
Persamaan persamaan prinsipil antara filsafat monisme dengan emanasi dan panteismenya yang dianut oleh hindu, filosof yunani, agama kristen, syi’ah, dan tasawuf sangatlah menonjol dan tidak ada perbedaannya sama sekali. Perbedaan gradual, seperti penggunaan istilah, formulasi yang disusun secara puitis ataupun prosa tidak menyebabkan persamaan prinsip itu menjadi kabur.

Dengan demikian, filsafat monisme dengan emanasi (al-fa’id) dan panteismenya (al- hulul, wihdah al-wujud, al-ittihad) yang dianut oleh golongan syi’ah dan tasawuf berasal dari agama hindu dan tidak bersumber dari ajaran islam. Lebih jauh dari itu, istilah-istilah yang digunakan dalam ajaran tasawuf seperti syari’at, thariqat, haqiqat dan ma’rifat sama sekali tidak didasarkan pada dalil al-qur’an dan as-sunnah.

Definisi Tasawuf

Pengertian tasawuf menurut istilah dirumuskan dengan berbagai macam definisi. Ada yang menyatakan bahwa intisari tasawuf ialah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan tuhan dengan mengasingkan diri dan berkontemplasi. Kesadaran berada dekat dengan Tuhan itu dapat mengambil bentuk ittihad. Adapula yang menyatakan bahwa tujuan tasawuf adalah untuk mendekatkan diri kepada tuhan dan berusaha agar bersatu dengan Tuhan.

Al-Junaid (wafat 910 M) berkata: “tasawuf berarti bahwa tuhan menjadikan kamu mati, untuk hidup kembali di dalam-Nya.” Sedangkan Abu Yazid Bustami berkata:” jika aku terhapus, maka Tuhan adalah kaca-Nya sendiri dalam diriku.”

Dari beberapa rumusan definisi tasawuf di atas, maka tasawuf secara istilah yaitu, suatu usaha yang sungguh-sungguh dengan jalan mengasingkan diri sambil bertafakur, melepaskan diri dari segala yang bersifat duniawi dan memusatkan diri hanya kepada Tuhan sehingga bersatu denganNya.

Esensi Ajaran Tasawuf

Esensi ajaran tasawuf adalah panteisme (al-wahdah al-wujud, al-hulul atau al-ittihad), emanasi dan monisme. Untuk mendapatkan gambaran yang objektif tentang esensi ajaran tasawuf maka akan penulis ketengahkan salinan pernyataan dari beberapa tokoh sufi yang penulis anggap dapat mewakili semua aliran yang ada dalam ajaran tasawuf.
Abu Yazid Al Bustami berkata: “tidak ada Tuhan, melainkan aku. Sembahlah aku, amat sucilah aku. Alangkah besar kuasaku.”

Al-Hallaj pernah mengungkapkan dalam sya’irnya tentang ajaran yang dianutnya, antara lain berbunyi: “sayalah orang yang saya rindui, dan orang yang saya rindui ialah saya. Kami dua jiwa yang bersatu di satu badan, kalau engkau lihat aku, engkau lihat Dia, bila engkau lihat Dia, terlihat oleh engkau kami. Telah bercampur ruh-Mu dalamruhku, laksana bercampurnya khamar dengan air yang jernih, bila menyentuh akan-Mu sesuatu, tersentuhlah aku. Sebab itu, Engkau adalah aku dalam segala hal.”

Ibnu arabi berkata, “wahai yang menjadikan segala sesuatu pada diriNya, Engkau bagi apa yang engkau jadikan, engkaulah yang sempit dan lapang. Hamba adalah Tuhan dan Tuhan adalah hamba, demi syu’urku siapakah yang mukallaf. Kalau Engkau katakan hamba, padahal dia tuhan atau Engkau kata Tuhan, yang mana yang diperintah.”
Filsafat monisme dengan emanasinya juga menjadi prinsip dasar tasawuf Ibnu Arabi dan Al-Hallaj. Ibnu Arabi menyatakan bahwa Allah adalah suatu dan satu. Dia adalah wujud yang mutlak. Maka nur (cahaya) Allah merupakan bagian dari diriNya, itulah hakekat muhammadiyah, itulah kenyataan pertama dalam ketuhanan. Dari hakekat muhammadiyah terjadi segala alam dalam setiap tingkatannya seperti alam jabarut, alam malakut, alam missal, alam ajsam (benda) dan alam arwah (ruh). Apabila Muhammad telah mati sebagai tubuh, namun nur Muhammad atau hakekat muhammadiyah itu tetap ada sebab dia merupakan sebagian dari Tuhan. Jadi Allah, adam dan Muhammad adalah satu dan insan kamil pun adalah Allah.
Al-Hallaj menggambarkan bahwa nur Muhammad atau hakekat muhammadiyah merupakan sumber kejadian alam semesta dan darinyalah terpancar segala makhluk di alam ini.

Menurutnya, cahaya segala kenabian terjelma dari nurnya. Ibnu Arabi dan Al-Hallaj mempunyai kedudukan yang sama yaitu sebagai penjelmaan Tuhan di alam ini, yang suci, dan maksum, yang mengetahui segala yang ghaib, yang berserikat dengan Tuhan dalam menentukan nasib, surga dan neraka. Ibnu Arabi dan Al Hallaj telah sampai pada tingkat wali Allah atau insan kamil yang dinyatakan bahwa matanya tuhan telah menjadikan mataNya untuk melihat, telingaNya untuk mendengar. Mereka berdua telah mendapat karamah, kemuliaan yang istimewa, sehingga mereka dapat berhubungan dengan alam ghaib, dengan ruh, dengan malaikat dan jin, serta mengetahui sesuatu hal sebelum kejadian.
Kedudukan tokoh- tokoh sufi yang telah mencapai tingkat wali Allah adalah sama dengan kedudukan imam imam pada kaum syi’ah, yaitu penjelmaan Tuhan di alam nyata. Karenannya tidak salah apabila ibnu kholdun berpendapat bahwa kepercayaan tentang wali Allah pada kaumsufi adalah karena mengikuti ajaran syi’ah: bathiniyyah, ismailiyah, imamiyah dan rafidhah.

Koreksi Terhadap Esensi Ajaran Tasawuf

Secara filosofis, monisme dengan emanasi dan panteismenya yang dianut oleh golongan tasawuf bertentengan secara diametral dengan teori “penciptaan” dan “monoteisme” yang dianut ummat islam. Agama islam mengajarkan bahwa segala sarwa yang ada terdiri dari dua esensi, yaituTuhan dan alam, Kholiq dan makhluk, yang pertama sebagai Maha Pencipta dan yang kedua sebagai yang diciptakan. Perbedaan fundamental antara Tuhan dan alam, baik secara esensinya maupun eksistensinya sangat prinsipil. Perbedaan fundamental itu dinyatakan oleh islam dalam al-qur’an, seperti tertuang dalam ayat berikut:

فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ اْلأَنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىْءُُ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“(Dia) Pencipta langit dan bumi.Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu.Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-syura:11)
Muhamad Ali Ash Shobuni menjelaskan pengertian ayat ini: “pengertiannya yaitu bahwa Allah SWT tidak dapat diumpamakan dan dipikirkan, baik mengenai zat-Nya, sifatNya, maupun perbuatanNya. Dia adalah Maha Tunggal, tempat semua makhluk menggantungkan tujuan dan permohonan. Allah swt terbebas dari segala bentuk ‘penyerupaan’ dengan makhlukNya.
Sedangkan Maulana Muhamad Ali memperkuat komentar di atas dengan umgkapan sebagai berikut; “zat Tuhan tidaklah terperikan, dan Ia di atas segala konsepsi kebendaan, hingga persamaan-Nya tidak dapat diangan-angankan, sekalipun secara ibarat.”

Oleh karena itu, berkenaan dengan perbedaan fundamental antara Tuhan di satu pihak dengan alam di pihak lain, maka sejak awal mula islam telah memberikan peringatan kepada ummat manusia agar tidak mendiskusikan tentang substansi atau zat Tuhan, karena tidak akan mungkin akal budi manusia mampu memecahkannya. Sebaliknya, berpikirlah tentang segala ciptaanNya dan dengan cara itu manusia akan sampai kepada pengakuan tentang substansi atau zat Tuhan. Peringatan itu dikemukakan oleh nabi Muhamad saw seperti tertuang dalam sabdanya, “berpikirlah tentang ciptaan Allah dan jangan kamu berpikir tentang zat Allah, sebab kamu tidak akan mampu.” (al hadist)

Dalam hubungan ini Hasan Al Banna menyatakan antara lain,”ketahuilah bahwa zat Allah itu Maha Besar untuk dijangkau oleh akal budi manusia, betapapun tingginya akal budi itu. Kekuatan dan kemampuan akal budi itu terbatas. Akal budi manusia dapat mengetahui tentang segala sesuatu yang bersifat alami, akan tetapi akal budi belum mampu mengetahui hakekat sesuatu itu, seperti antara lain hakekat materi atau energy. Apabila hakekat materi dan energy saja manusia terbatas untuk mengetahuinya, apalagi zat Tuhan yang Maha Besar dan Maha Luas tak terhingga. Untuk itu Rasulullah saw melarang memikirkan zat Allah, sebaliknya beliau menyuruh manusia memikirkan segala ciptaanNya.
Berpikir tentang zat Kholiq berarti mencari hakekat Zat Kholiq itu dari segi yang kecil sekali yaitu diri manusia. Hal itu tak mungkin dibenarkan oleh akal budi itu sendiri, karena alat (akal budi) yang dipakai terlalu lemah dan tidak seimbang; sebab antara dua wujud itu, akal budi dan zat tuhan memiliki perbedaan yang sangat jauh dan sama sekali tidak seimbang.
Dari sisi lain, usaha menyelami sesuatu yang tidak mungkin akal budi menusia sampai kepadanya berarti sama halnya dengan menghabiskan umur secara sia-sia, bahkan akan menimbulkan celaka. Percuma karena mengusahakan sesuatu yang tidak mungkin akan tercapai, dan celaka karena hal itu akan membawa kepada keraguan dan merusak keyakinan.

Penutup

Uraian yang telah penulis paparkan bertujuan menjelaskan secara ringkas tentang esensi ajaran tasawuf menurut para penganutnya, dan penulis telah melakukan koreksi secara singkat tentang kesalahan dan pertentangannya dengan ajaran islam. kesimpulannya, hampir setiap dimensi ajaran tasawuf bertentangan dengan islam. Oleh kare itu, sudah seharusnya umat islam tidak mengikuti pola ajaran tasawuf dan kembali kepada ajaran islam secara utuh kemudian mengamalkannya sesuai menurut ajaran Rasulullah saw.
Referensi:
Abdulah Yusuf Ali, The Meaning Of The Glorius Qur’an (Bairut: Dar Kitab Al Lubnani, Tanpa Tahun)
Muhamad Ali Ash Shobuni, Shafwah At Tafasir (Bairut: Dar Al Qur’an Al Karim, 1981)
Hamka, Tasawuf: Perkembangan Dan Pemurniannya (Jakarta: Nurul Islam, 1980)
Martin Lings, Membedah Tasawuf Terj (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991)
Harun Nasution, Filsafatdan Mistisisme Dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1992)
Abu Al Wafa Al Ghanimi At Taftazani, Sufi Dari Zaman Ke Zaman Terj. (Bandung: Pustaka, 1985)
Zoetmulder P.J, Manunggaling Kawula Gusti Terj. (Jakarta: Gramedia, 1990)
Abdul Qadir Djailani, Koreksi Terhadap Ajaran Tasawuf (Jakarta: Gema Insani Press, 1996)

DZIKIR DAN SYUKUR

Posted by newydsui 0 comments

DZIKIR DAN SYUKUR
Oleh: Tengku Azhar, Lc

Tafsir QS. Al-Baqarah: 152

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُون
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”

TAFSIR AYAT
Para mufassirin mengatakan bahwa ayat ini berkaitan erat dengan ayat sebelumnya, yaitu masalah nikmat Allah berupa diutusnya para Rasul kepada manusia (terkhusus kaum muslimin), yang bertugas membacakan ayat-ayat-Nya, mengajarkan Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan apa yang sebelumnya tidak kita ketahui.
Karena itulah maka Allah menyerukan kepada orang-orang mukmin agar mengakui nikmat ini dan membalasnya dengan banyak berzikir menyebut asma-Nya dan bersyukur kepada-Nya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُون
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.”
Yakni sebagaimana Aku telah melimpahkan nikmat kepada kalian, maka ingatlah kalian kepada-Ku.
Abdullah ibnu Wahb meriwayatkan dari Hisyam ibnu Sa’id, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa Nabi Musa pernah berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana aku bersyukur kepada-Mu?” Tuhan berfirman kepadanya, “Ingatlah Aku dan jangan kamu lupakan Aku. Maka apabila kamu ingat kepada-Ku, berarti kamu telah bersyukur kepada-Ku. Apabila kamu lupa kepada-Ku, berarti kamu ingkar kepada-Ku.”

Al-Hasan Al-Basri, Abui Aliyah, As-Saddi, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu mengingat orang yang ingat kepada-Nya, memberikan tambahan nikmat kepada orang yang bersyukur kepada-Nya, dan mengadzab orang yang ingkar terhadap- Nya. Salah seorang ulama Salaf mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya:
Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya. (QS. Ali Imran: 102)
Bahwa makna yang dimaksud ialah hendaknya kita taat kepada-Nya dan tidak durhaka terhadap-Nya, selalu ingat kepada-Nya dan tidak melupakan-Nya, selalu bersyukur kepada-Nya dan tidak ingkar terhadap-Nya.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Imarah As- Saidalani, telah menceritakan kepada kami Mak-hul Al-Azdi yang mengatakan atsar berikut, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar, “Bagaimanakah menurutmu tentang orang yang membunuh jiwa, peminum khamr, pencuri, dan pezina yang selalu ingat kepada Allah, sedangkan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
“Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian.”
Ibnu Umar menjawab, “Apabila Allah mengingat orang ini, maka Dia mengingatnya melalui laknat-Nya hingga dia diam (dari maksiatnya).”
Hasan Al-Bashri –rahimahullah- dalam menafsirkan ayat ini berkata,
Makna yang dimaksud ialah: “Ingatlah kalian kepada-Ku dalam semua apa yang telah Ku-fardhukan atas kalian, maka niscaya Aku akan mengingat kalian dalam semua apa yang Aku wajibkan bagi kalian atas diri-Ku.”

Sa’id bin Jubair –rahimahullah- berkata,

Ingatlah kalian kepada-Ku dengan taat kepada-Ku, niscaya Aku selalu ingat kepada kalian dengan maghfirah (ampunan)-Ku.” Menurut riwayat yang lain disebutkan “dengan rahmat-Ku.”
Disebutkan bahwa makna yang dimaksud dalam ayat ini ialah ‘ingat Allah kepada kalian jauh lebih banyak daripada ingat kalian kepada-Nya’. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
مَنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى وَمَنْ ذَكَرَنِى فِى مَلإٍ مِنَ النَّاسِ ذَكَرْتُهُ فِى مَلإٍ أَكْثَرَ مِنْهُمْ وَأَطْيَبَ
“Barang siapa yang ingat kepada-Ku di dalam dirinya, niscaya Aku ingat (pula) kepadanya di dalam diri-Ku; dan barang siapa yang ingat kepada-Ku di dalam suatu golongan, niscaya Aku ingat (pula) kepadanya di dalam golongan yang lebih baik daripada golongannya.” (HR. Imam Ahmad dalam Al-Musnadnya)

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا ابْنَ آدَمَ ، إِنْ ذَكَرْتَنِي فِي نَفْسِكَ ذَكَرْتُكَ فِي نَفْسِي ، وَإِنْ ذَكَرْتَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُكَ فِي مَلَإٍ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ ، أَوْ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ دَنَوْتَ مِنِّي شِبْرًا ، دَنَوْتُ مِنْكَ ذِرَاعًا ، وَإِنْ دَنَوْتَ مِنِّي ذِرَاعًا ، دَنَوْتُ مِنْكَ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَيْتَنِي تَمْشِي ، أَتَيْتُكَ أُهَرْوِلُ
“Hai anak Adam, jika kamu ingat kepada-Ku di dalam dirimu, niscaya Aku ingat pula kepadamu di dalam diri-Ku. Dan jika kamu mengingat-Ku di dalam suatu golongan, niscaya Aku ingat pula kepadamu di dalam golongan dari kalangan para malaikat -atau beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Di dalam golongan yang lebih baik dari golonganmu’-. Dan jika kamu mendekat kepada-Ku satu jengkal, niscaya Aku mendekat kepadamu satu hasta. Dan jika kamu mendekat kepada-Ku satu hasta, niscaya Aku mendekat kepadamu satu depa. Dan jika kamu datang kepada-Ku jalan kaki, niscaya Aku datang kepadamu dengan berlari kecil.” (HR. Imam Ahmad dalam Al-Musnadnya, no. 12432)
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk bersyukur dan menjanjikan pahala bersyukur berupa tambahan kebaikan dari-Nya. Seperti disebutkan dalam ayat yang lain:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat)-Ku, maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih’.”

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Al-Fudail ibnu Fudalah (seorang lelaki dari kalangan Bani Qais), telah menceritakan kepada kami Abu Raja Al-Ataridi yang mengatakan bahwa Imran Ibnu Husain keluar menemui kami memakai jubah kain sutra campuran yang belum pernah kami lihat dia memakainya, baik sebelum itu ataupun sesudahnya. Lalu ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:
[ مَنْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ نِعْمَةً فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَى خَلْقِهِ ] .
“Barang siapa dianugerahi suatu nikmat oleh Allah, maka sesungguhnya Allah menyukai bila melihat penampilan dari nikmat yang telah Dia berikan kepada makhluk-Nya.” (HR. Imam Ahmad dalam Al-Musnadnya, no. 20469)

ULASAN ULAMA TENTANG URGENSI DZIKIR DAN SYUKUR
Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah –rahimahullah- berkata:
Syukur termasuk tempat persinggahan yang paling tinggi dan lebih tinggi daripada ridha. Ridha merupakan satu tahapan dalam syukur. Sebab mustahil ada syukur tanpa ada ridha. Syukur adalah separuh iman, dan separuhnya lagi adalah sabar.

Allah menamakan Diri-Nya Asy-Syakir dan Asy-Syakur, dan juga menamakan orang-orang yang bersyukur dengan dua nama ini. Dengan begitu Allah mensifati mereka dengan sifat-Nya dan memberikan nama kepada mereka dengan nama-Nya. Yang demikian ini sudah cukup untuk menggambarkan kecintaan dan karunia Allah yang diberikan kepada orang-orang yang bersyukur. Pengabaran tentang sedikitnya orangorang yang bersyukur di dunia ini, berarti menunjukkan kekhususan mereka, seperti firman-Nya,
“Dan sedikit sekali di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur.” (QS. Saba’: 13).
Di dalam Ash-Shahihain disebutkan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa ketika kedua telapak kaki beliau bengkak karena terlalu lama berdiri mendirikan shalat malam, lalu ada orang yang bertanya kepada beliau, “Mengapa engkau melakukan yang demikian itu, padahal Allah telah mengampuni dosa engkau yang telah lampau dan yang akan datang?” Maka beliau menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?”
Syukur dilandaskan kepada lima sendi:
1. Orang yang bersyukur tunduk kepada yang disyukuri,
2. mencintai-Nya,
3. mengakui nikmat-Nya,
4. memuji-Nya karena nikmat itu,
5. dan tidak menggunakan nikmat itu untuk sesuatu yang dibenci-Nya.
Inilah lima sendi dan dasar syukur. Jika ada salah satu di antaranya yang hilang, maka sendi syukur itu pun menjadi lowong, yang membuat syukur tidak sempurna. Siapa pun yang berbicara tentang syukur dan batasan-batasannya, tentu akan kembali ke lima sendi ini dan pembicaraannya berkisar padanya.
Banyak orang yang membicarakan perbedaan antara pujian dan syukur, mana yang lebih tinggi dan lebih utama di antara keduanya? Di dalam hadits disebutkan, “Pujian adalah pangkal syukur. Siapa yang tidak memuji Allah, maka dia tidak bersyukur kepada Allah.”
Perbedaan di antara keduanya, bahwa syukur lebih umum jika ditilik dari jenis-jenis dan sebab-sebabnya, namun lebih khusus jika ditilik dari kaitan-kaitannya. Sedangkan pujian lebih umum jika ditilik dari kaitan-kaitannya, namun lebih khusus jika ditilik dari sebab-sebabnya. Artinya, syukur itu bisa dengan hati yang menunjukkan ketundukan, dengan lisan yang menunjukkan pengakuan, dengan anggota tubuh yang menunjukkan ketaatan. Sedangkan kaitannya adalah nikmat, tanpa sifat-sifat Dzat Allah. Maka tidak bisa dikatakan, “Kami bersyukur kepada Allah atas hidup, pendengaran, penglihatan dan ilmuNya.” Allah adalah yang dipuji dengan sifat-sifat ini, sebagaimana Dia dipuji karena kebaikan dan keadilan-Nya. Syukur dilakukan karena kebaikan dan nikmat.

Pengarang Manazilus Sa’irin berkata, “Syukur merupakan istilah untuk mengetahui nikmat, karena mengetahui nikmat ini merupakan jalan untuk mengetahui Dzat Pemberi nikmat. Karena itu Allah menamakan Islam dan iman di dalam Al-Qur`an dengan syukur.”
Mengetahui nikmat merupakan salah satu dari beberapa rukun syukur, bukan karena ia bagian dari syukur seperti yang disebutkan di atas, bahwa syukur itu merupakan pengakuan terhadap nikmat, pujian kepada Allah karena nikmat itu dan mengamalkan nikmat seperti yang diridhai-Nya, tapi karena mengetahui nikmat ini merupakan rukun syukur yang paling besar, sehingga syukur mustahil ada tanpa mengetahui nikmat. Nikmat merupakan jalan untuk mengetahui Pemberi nikmat, artinya dengan mengetahui nikmat itu akan membuat seorang hamba bisa Dzat Pemberi nikmat. Jika dia mengetahui Pemberi nikmat, tentu akan mencintai-Nya dan bersungguh-sungguh dalam mengharapkan-Nya. Sebab siapa yang mengetahui Allah, tentu akan mencintai-Nya, dan siapa yang mengetahui dunia, maka Allah akan membuatnya membenci dunia.

Reference:
1. Tafsir Ath-Thabari, Imam Ath-Thabari.
2. Tafsir Qur`anil Azhim, Imam Ibnu Katsir.
3. Madarijussalikin, Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.

Beribu Manfaat dari Dzikir Sesaat
Oleh : Imtihan

Maraknya hiburan dan mudahnya kehidupan jamak membikin orang terlena dengan kenikmatan hidup sehingga melupakan sesuatu yang jauh lebih bermanfaat bagi kehidupan mereka, yakni kesenangan hidup di akherat. Serta melalaikan tujuan hidup mereka, beribadah kepada Allah swt. Penatnya fisik setelah seharian mencari nafkah tak jarang dijadikan alasan untuk malas, menunda ibadah atau bahkan tidak beribadah sama sekali. Alih-alih menambahnya dengan ibadah sunnah, yang wajib saja sering dilalaikan. Padahal sejatinya banyak sekali ragam ibadah yang ringan untuk dilakukan namun syarat manfaat. Di antaranya adalah berdzikir. Jenis ibadah yang tak perlu banyak menguras tenaga dan biaya.

Dzikir, meski merupakan ibadah yang paling mudah namun ia memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia. Karena gerakan lisan adalah gerakan anggota badan yang paling tersembunyi dan paling mudah. Seandainya anggota badan manusia mampu beraktifitas sehari semalam sesuai dengan gerak lisannya maka sungguh merupakan pekerjaan yang amat berat. Bahkan tidak mungkin untuk melakukannya. Banyak manfaat yang bisa kita petik dari dzikir yang kita lazimi ini, di antaranya adalah:
Agar lisan terhindar dosa
Seseorang itu pasti bicara. Jika tidak berdzikir kepada Allah dan mengingat perintah-perintah-Nya maka ia akan bicara tentang hal-hal yang diharamkan. Dan tidak ada jalan untuk selamat darinya kecuali dengan dzikrullah. Barangsiapa yang lisannya disibukkan dengan dzikrullah, terjagalah lisannya dari kebatilan dan perkataan yang sia-sia. Dan barangsiapa yang lisannya kering dari dzikrullah niscaya lisannya akan dibasahi dengan kebatilan, perkataan sia-sia dan kekejian.

Majelis malaikat
Dzikir akan menyelamatkan hamba dari kerugian di akherat. Karena setiap majlis yang didalamnya tidak disebut nama Allah adalah majlis yang mendatangkan kerugian dan kesengsaraan pada hari kiamat. Rasulullah saw bersabda : “Tidaklah dari suatu kaum mereka bangkit dari suatu majlis yang tidak disebutkan nama Allah padanya kecuali mereka bangkit semisal bangkai keledai, dan bagi mereka hanyalah penyesalan”.(HR. Abu Dawud)
Sedang majelis dzikir adalah majelisnya para malaikat. Para malaikat akan mengelilingi dan menaungi orang-orang yang bermajelis untuk berdzikir kepada Alloh dengan sayapnya. Rasulullah saw bersabda:
”Sesungguhnya Allah Ta'ala memiliki malaikat-malaikat yang berkelana di jalan-jalan mencari orang-orang yang berdzikir. Jika mereka telah mendapatkan sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah, mereka duduk bersama dengan orang-orang yang berdzikir. Mereka saling mengajak: ‘Kemarilah kepada hajat kamu’. Maka para malaikat mengelilingi orang-orang yang berdzikir dengan sayap mereka hingga langit dunia. Kemudian Allah Azza wa Jalla bertanya kepada mereka (sedangkan Dia lebih mengetahui daripada mereka), ’Apa yang diucapkan oleh hamba-hambaKu?’ Para malaikat menjawab,’Mereka mensucikanMu (mengucapkan tasbih: Subhanallah), mereka membesarkanMu (mengucapkan takbir: Allah Akbar), mereka memujiMu (mengucapkan Alhamdulillah), mereka mengagungkanMu’. Allah bertanya, ’Apakah mereka melihatKu?’ Mereka menjawab,’Tidak, demi Allah, mereka tidak melihatMu’. Allah berkata, ’Bagaimana seandainya mereka melihatKu?’ Mereka menjawab, ’Seandainya mereka melihatMu, tentulah ibadah mereka menjadi lebih kuat kepadaMu, lebih mengagungkan kepadaMu, lebih mensucikan kepadaMu’.....” [Muslim, no. 2689]
Alam menjadi saksi
Dengan berdzikir terus-menerus baik di jalan, di rumah, ketika mukim atau safar akan memperbanyak saksi bagi hamba tersebut pada hari kiamat. Karena sesungguhnya rawa-rawa, gunung-gunung, rumah-rumah, dan bumi akan menjadi saksi pada hari kiamat nanti bagi orang-orang yang berdzikir.

Sesungguhnya gunung-gunung dan gurun-gurun merasa bangga dan senang terhadap orang yang berdzikir, mengingat Allah ta’ala.
Ibnu Mas’ud berkata, “Sesungguhnya gunung akan memanggil gunung lain dengan namanya dan bertanya: “Apakah hari ini telah lewat orang yang berdzikir kepada Allah azza wa jalla?” Ketika dijawab, “ya, ada.” Maka gunung tadi bergembira.
Aun bin Abdullah juga berkata, “Sungguh rawa-rawa akan saling menyeru satu sama lain, ‘wahai tetanggaku, apakah hari ini telah lewat orang yang berdzikir kepada Allah?’ Sebagian menjawab, ‘ya. Ada’ sebagian yang lain menjawab, ‘tidak ada.’
Allah berfirman:

“Pada hari itu bumi menceritakan beritanya.” (Al zalzalah: 5)
Ketika rasulullah membaca ayat tersebut, beliau bertanya kepada para sahabatnya, “Tahukah kalian apa yang diberitakan bumi?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau lantas bersabda, “Sesungguhnya yang diberitakan adalah bahwa ia menjadi saksi atas setiap hamba baik laki-laki maupun perempuan terhadap amalan-amalan yang dilakukan. Bumi akan berkata, ‘ia telah beramal pada suatu hari dengan amalan ini dan amalan ini.’” (HR. Tirmidzi)

Tanaman di jannah
Allah swt menjadikan kalimat subhanallah, alhamdulillah, laa ilaaha illallah, dan allahu akbar sebagai tanaman yang menghiasi jannah. Ketika kita mau berdzikir dengan kalimat tersebut berarti kita telah menabung tanaman di jannah yang akan kita petik buahnya kelak di akherat. Rasulullah saw pernah bersabda:

“Ketika malam isra’ mi’raj aku bertemu dengan Ibrahim as. Kemudian beliau berkata, “Wahai Muhammad, sampaikan kepada umatmu dan kabarkan kepada mereka bahwa jannah itu adalah tempat yang paling baik, airnya paling segar dan ia merupakan tanah lapang sedangkan tanamannya adalah subhanallah, Alhamdulillah, laa ilaha illallah dan allahu akbar.” (HR. Tirmidzi)

Subhanallah, alangkah indahnya jika rentang waktu 24 jam yang kita lalui kita hiasi sela-sela aktivitas kita dengan dzikrullah sehingga kita bisa menuai beribu manfaat dari dzikir yang kita lakukan, meski hanya sesaat. Wallahul muwafiq.

SEKALI LAGI TENTANG HEPATITIS B

Hepatitis adalah penyakit infeksi pada hati yang disebabkan oleh virus . Untuk hepatitis B , virus penyebabnya adalah virus hepatitis B ( HBV ) .Virus Hepatitis B merupakan virus DNA yang termasuk golongan Hepadnaviridae. Genome virus ini mempunyai empat buah open reading frame: inti, kapsul, polimerase, dan X. Gen inti mengkode protein nukleokapsid yang penting dalam membungkus virus dan HBeAg. Gen permukaan mengkode protein pre-S1, pre-S2, dan protein S. Gen X mengkode protein X yang berperan penting dalam proses karsinogenesis.
Untuk cara penularan , selain transmisi vertikal, virus Hepatitis B dapat ditransmisikan dengan efektif melalui cairan tubuh, perkutan, dan melalui membran mukosa. Penularan yang lebih rendah dapat terjadi melalui kontak dengan karier Hepatitis B, hemodialisis, paparan terhadap pekerja kesehatan yang terinfeksi, alat tato, alat tindik, hubungan seksual, dan inseminasi buatan. Selain itu penularan juga dapat terjadi melalui transfusi darah dan donor organ. Hepatitis B dapat menular melalui pasien dengan HBsAg yang negatif tetapi anti-HBc positif, karena adanya kemungkinan DNA virus Hepatitis B yang bersirkulasi, yang dapat dideteksi dengan PCR (10-20% kasus).Virus Hepatitis B 100 kali lebih infeksius pada pasien dengan infeksi HIV dan 10 kali lebih infeksius pada pasien Hepatitis C. Adanya HBeAg yang positif mengindikasikan risiko transmisi virus yang tinggi.
Patogenesis infeksi virus Hepatitis B merupakan suatu proses yang kompleks, yang melibatkan respon imun humoral dan seluler. Virus bereplikasi di dalam hepatosit. Virus Hepatitis B tidak bersifat sitopatik, dimana yang membuat kerusakan sel hati dan manifestasi klinis bukan disebabkan oleh virus yang menyerang hepatosit, tetapi oleh karena respon imun yang dihasilkan oleh tubuh. Respon antibodi terhadap antigen permukaan berperan dalam eliminasi virus. Respon sel T terhadap selubung, nukleokapsid, dan antigen polimerase berperan dalam eliminasi sel yang terinfeksi. Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi kronik berhubungan dengan respon sel T yang lemah. Penemuan DNA virus di ekstrahepatik menjelaskan tingginya tingkat transmisi virus dari organ donor yang mengandung anti-HBc yang positif.

Gambaran Klinis
Infeksi virus Hepatitis B terdiri dari empat fase: imunotoleran, immune clearance, fase non replikasi (karier inaktif), dan reaktivasi. Pasien yang sudah terinfeksi sejak lahir biasanya mempunyai kadar DNA serum yang tinggi tanpa manifestasi hepatitis aktif. Fase ini disebut fase imunotoleran. Fase immune clearance ditandai dengan menurunnya kadar DNA, meningkatnya kadar ALT, aktivitas histologi, dan lisis hepatosit. Fase non replikasi merupakan fase dimana terjadi serokonversi HBeAg menjadi anti-HBe. Pada fase ini DNA virus hanya dapat dideteksi dengan PCR, diikuti dengan normalisasi ALT, dan berkurangnya nekroinflamasi. Pada fase reaktivasi, terjadi peningkatan DNA virus yang tinggi dengan atau tan[a serokonversi HBeAg, disertai peningkatan ALT. Mutasi pada precore dan inti menghambat produksi HBeAg.
Berikut gejala klinis pada hepatitis B akut dan kronis ;

1. Hepatitis B akut
Masa inkubasi dari beberapa minggu sampai 6 bulan, tergantung dari jumlah replikasi virus. Hanya 30% pasien yang disertai ikterus. Infeksi akut biasanya ditandai dengan serum sickness pada 10-20% kasus, dengan demam, artralgia, artritis, dan kemerahan pada kulit. Ikterus akan hilang dalam waktu 1-3 bulan, tetapi beberapa pasien mengalami kelelahan kronik meskipun kadar ALT telah kembali normal. Pada umumnya kadar ALT dan HBsAg akan menurun dan hilang bersamaan; 80% kasus HBsAg hilang dalam 12 minggu setelah sakit. Kadar aminotransferase yang tinggi mencapai 1000-2000 IU/l sering terjadi, dimana ALT lebih tinggi daripada AST. Hepatitis fulminan terjadi pada kurang dari 1% kasus, biasanya terjadi dalam waktu 4-8 minggu setelah gejala, dan berhubungan dengan ensefalopati dan kegagalan multiorgan. Mortalitas hepatitis B fulminan > 80%.

2. Hepatitis B kronik
Gejala yang paling sering adalah kelelahan, anoreksia, dan malaise. Kadang-kadang juga disertai nyeri ringan pada abdomen kanan atas. Hepatitis B kronik dapat tidak bergejala. Bila terdapat sirosis hati, reaktivasi infeksi dapat disertai dengan ikterus dan gagal hati. Selain itu dapat pula disertai manifestasi klinis ekstrahepatik.
Komplikasi
Infeksi virus Hepatitis B pada orang dewasa dengan sistem imun yang intak menyebabkan infeksi akut, dengan 1-5% kasus menjadi kronik. Namun sebaliknya, 95% neonatus yang terinfeksi akan menjadi Hepatitis B kronik. Pada orang dewasa, gagal hati fulminan akibat Hepatitis B akut terjadi pada kurang dari 1% kasus. Survival spontan pada gagal hati akut akibat Hepatitis B adalah sekitar 20%. Infeksi Hepatitis B dikatakan kronik bila HBsAg dalam serum positif lebih dari 6 bulan. Sekitar 1/4-1/3 pasien dengan infeksi Hepatitis B kronik akan mengalami penyakit hati yang progresif.
Infeksi pada bayi 90% akan cenderung menjadi hepatitis B kronik, sedangkan infeksi pada anak usia 1-5 tahun 30-50% akan menjadi kronik. Hepatitis B kronik dapat menjadi sirosis hati dan hepatoma. Dua puluh lima persen pasien dengan hepatitis B kronik akan meninggal akibat sirosis hati maupun hepatoma.

Pencegahan
Pencegahan infeksi virus Hepatitis B dapat dilakukan melalui non imunisasi dan imunisasi. Pencegahan non imunisasi dapat dilakukan dengan cara, menghindari kontak dengan darah maupun cairan tubuh pasien yang terinfeksi virus Hepatitis B, tidak menggunakan jarum suntik dan alat kedokteran yang tidak steril, menghindari hubungan seksual yang tidak aman, dan cara-cara pencegahan umum lainnya.

Fatwa-Fatwa seputar Dzikir Berjama’ah

Dzikir Berjama’ah Dengan Satu Suara Mengucapkan, “Alloh Alloh atau Huwa Huwa”

Pertanyaan:
Kami anggota jama’ah tarekat Tijaniyah, mereka berkumpul tiap malam Juma’at dan Senin untuk berszikir dengan mengucapkan laa ilaha illa Alloh dan di terakhirnya mengucapkan Alloh Alloh dengan suara tinggi, apa hukum amalan mereka?

Jawab:
Keyakinan tarekat Tijaniyah termasuk keyakinan yang bid’ah dan tarekat (metode) yang munkar. Banyak kemungkaran, kebid’ahan dan keharaman serta kesyirikan pada mereka yang harus ditinggalkan dan tidak boleh ajaran mereka diambil kecuali apa yang mencocoki syariat yang datang dari sisi Rasulullah.

Dzikir Berjama’ah dengan satu suara tidak ada dalilnya dalam syariat bahkan bid’ah. Demikian juga ucapan Alloh Alloh atau huwa huwa. Dzikir yang disyariatkan adalah laa ilaha illa Alloh, subhanallah wal hamdulillah wallahu akbar walaa haula walaa quwwata illa billah, astaghfirullah atau allahummagh fir li.

Wajib bagi tidap muslim meninggalkan kebid’ahan karena Rasulullah berkata, “Barangsiapa mengadakan suatu perkara dalam agama kami yang bukan darinya maka ia tertolak.” (HR. Bukhari, 2697, Muslim, 1718) Dan sabdanya, “Barangsiapa beramal suatu amalan yang bukan dari agama kami maka tertolak.” (HR. Muslim, 1718)

Rasulullah berkata, “Jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru dalam agama. Sesungguhnya tiap perkara yang baru dalam agama adalah bid’ah dan tiap bid’ah sesat.” (HR. Ahmad, 126) Dalam suatu khatbah beliau bersabda, “Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kalamullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ah sesat.” (HR. Muslim, 867)

Tiap muslim harus /wajib menjauhi bid’ah apakah bid’ah Tijaniyah atau selainnya dan harus berpegang teguh dengan apa yang telah disyariatkan Alloh melalui Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah, “Dan apa yang datang dari rasul itu (Muhammad ) maka ambillah dan apa yang ia larang maka berhentilah. Takutlah kepada Alloh sesungguhnya ia Maha Keras Siksanya.” (Al-Hasyr :7)

Dan Firman-Nya, “Hai orang-orang beriman taatilah Alloh dan taatilah rasulNya dan pemimpin kalian. Jika kamu berselisih dalam satu uursan maka kembalikanlah kepada Alloh dan rasul-Nya”. (Al-Qur’an dan as-sunnah)(AnNisa :59)

Dan firman-Nya, “Dan perselisihan apa saja maka kembalikanlah kepada Alloh.” (Asy-Syura: 10)

Dan firman-Nya, “Dan tegakkanlah shalat, bayarlah zakat dan taatilah rasul agar kamu beruntung.” (An-Nur :56)

Maka wajib bagi tiap muslim laki-laki dan perempuan mentaati Alloh dan rasul-Nya dan menjauhi bid’ah. Karena Alloh telah menyempurnakan kenikmatan-Nya dan agama bagi kita sebagaimana Alloh terangkan, ”Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu dan nikmatKu atas kamu dan Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu.” (Al-Maidah: 3) Maka agama Islam yang telah Allah ridhai dan sempurnakan wajib kita pegang erat-erat, istiqomah di atas jalannya, menjaganya dan tidak mengadakan perkara baru dalam di dalamnya sedikitpun yang tidak Alloh syariatkan. Kita memohon hidayah kepada Alloh untuk kita semua. (Fatawa Nur ‘Alad Darb 1/354, oleh Syaikh bin Bazz)

Talbiah Dengan Berjama’ah

Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih al’Utsaimin ditanya, “Apa hukum talbiah dengan berjama’ah?”

Beliau menjawab: Amalan mereka tidak memiliki dasar sama sekali dalam sunnah dan bid’ah. Maka sudah sepantasnya bagi pencari ilmu menerangkan kepada mereka bahwa hal itu bukan dari petunjuk nabi shallallahu alai wa sallam. Adapun berhenti antara hajar aswad dan ka’abah pernah dilakukan sahabat dan tidak mengapa dikerjakan. Akan tetapi bila dilakukan dengan berdesakan seperti sekarang maka tidak boleh. Tidak sepantasnya seorang muslim melakukan sesuatu yang mengganggu atau menyakiti muslim yang lain yang mana perbuatan itu bukan masalah yang wajib. (Dlilul Akhtha’ Al-lati yaqa’u fiha Al-Hjj wal Mu’tamir, hal. 43, oleh Syaikh Utsaimin)

Doa Berjama’ah Ketika Thawaf

Pertanyaan:
Syaikh Shalih bin Fauzan ditanya: Banyak terjadi kesalahan pada rangkaian ibadah haji ketika thawaf, apa hukumnya?

Jawab:

Banyak jama’ah haji yang menetapkan doa-doa khusus pada waktu thawaf dan terkadang mereka dipimpin oleh satu orang dan mengulang-ulang dengan satu suara. Amalan ini merupakan kesalahan dilihat dari dua sisi:

Pertama : Menetapkan doa-doa yang tidak sepantasnya ditetapkan pada tempat itu karena tidak pernah ada dari Rasulullah doa khusus pada waktu thawaf.

Kedua : Doa berjama’ah adalah bid’ah yang membuat gaduh. Yang disyariatkan tiap-tiap orang berdoa sendiri-sendiri dengan suara pelan.

Di antara kesalahan haji, sebagian jama’ah haji mencium ruknul Yamany. Karena ruknul Yamany hanya diusap dengan tangan tidak dicium. Yang dicium adalah hajar aswad jika memungkinkan dan bila tidak memungkinkan misalnya karena berdesakan maka isyarat dengan tangan. Rukun-rukun yang lainnya tidak diusap dan tidak juaga dicium. (Fatawa Fadhilah Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, 2/30)

Sebab-sebab Azab Kubur
Imtihan asy-Syafi’i

Dalam menjelaskan kenapa seseorang diazab kubur, para ulama memberi penjelasan global dan penjelasan rinci. Penjelasan globalnya, seseorang akan diazab kubur lantaran kejahilannya kepada Allah, kelalaiannya terhadap perintah-Nya dan kemaksiatan yang dia lakukan. Allah tidak akan mengazab ruh yang bermakrifah kepada-Nya, mencintai-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Allah pun tidak akan mengazab tubuh yang memiliki ruh seperti itu selamanya. Azab kubur dan azab akhirat adalah dampak dari kemarahan dan kemurkaan Allah kepada hamba-Nya. Barangsiapa yang membuat Allah marah dan murka di dunia ini, lalu tidak bertaubat dan meninggal dunia dalam keadaan seperti itu, ia akan mendapatkan azab barzakh sekedar dengan murka dan marah Allah kepadanya. Ada yang sedikit, ada pula yang banyak; ada yang membenarkan, ada pula yang mendustakan.
Dalil yang melandasinya adalah firman Allah, “Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), ‘Keluarkanlah nyawamu!’ Pada hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (Al-An’am: 93)

Juga, “Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (At-Taubah: 101)
Firman Allah ‘nanti mereka akan Kami siksa dua kali,’ maksudnya: yang pertama di dunia dan yang kedua adalah di alam kubur.

Sedangkan penjelasan rincinya, Ibnul Qayyim menyatakan, “pengadu domba, pendusta, penggunjing, pemberi sumpah palsu, penuduh orang baik-baik sebagai pezina, penyeru kepada bid’ah, pendusta atas nama Allah dan Rasulullah tanpa ilmu, pembicara serampangan, pemakan riba, pemakan harta anak yatim secara zalim, pemakan uang suap, pemakan harta saudara muslim tanpa alasan yang dibenarkan, pemakan harta orang kafir yang terikat perjanjian aman, peminum minuman yang memabukkan, pemakai opium (narkoba), pezina, pelaku homoseksual, pencuri, pengkhianat, penipu, pembuat makar, pengambil riba, pemberi riba, penulis riba, dua saksi untuk transaksi riba, orang yang menikah dengan niatan agar istrinya dapat dinikahi bekas suaminya, orang yang menyuruh orang lain menikahi bekas istrinya agar ia dapat menikah lagi dengannya, orang yang berkilah agar dapat meninggalkan kewajiban dan melanggar yang diharamkan Allah, orang yang menyakiti sesama muslim, orang yang mencari-cari aib sesama muslim, hakim yang memutuskan dengan selain yang diturunkan Allah, orang yang memberi fatwa dengan apa yang disyariatkan Allah, orang yang menolong orang lain berbuat dosa dan permusuhan, orang yang membunuh jiwa yang diharamkan Allah, orang yang menihilkan suatu kehormatan Allah, orang yang menegasikan hakikat nama dan sifat Allah, orang yang mendahulukan pikiran, perasaan, siasatnya daripada sunnah Rasulullah saw, orang yang meratap dan rela mendengar ratapan, orang-orang yang menyanyikan lagu-lagu yang diharamkan Allah dan Rasulullah saw serta orang yang mendengarnya, orang-orang yang membangun masjid di atas kuburan, orang-orang yang menyalakan lampu dan pelita di atas kuburan, orang-orang yang mengurangi timbangan saat melayani dan meminta dilebihi saat dilayani, orang-orang yang bengis, orang-orang yang sombong, orang-orang yang riya`, orang-orang yang suka mencaci-maki, orang-orang yang suka mencela, para pencela kaum Salaf, orang-orang yang mendatangi dukun, ahli nujum, dan peramal untuk ditanyai dan dipercaya, para penolong orang-orang zalim yang menukar akhiratnya dengan dunia, orang yang bangga dengan kemaksiatannya dan terang-terangan melakukannya di depan kawan-kawan dan sejawatnya, orang yang tidak dapat dipercaya dalam urusan harta dan kehormatan, orang yang lisannya kasar dan kotor sehingga semua orang meninggalkannya karena khawatir tak luput dari “bisa”nya, orang yang menunda-nunda shalat sampai akhir waktunya yang kemudian mengerjakannya secepat kilat dan tidak mengingat Allah kecuali sedikit saja, orang yang tdk membayar zakat atau membayarnya tetapi tanpa sukarela, orang yang tidak menunaikan ibadah haji padahal mampu, orang yang tidak menunaikan hak orang lain padahal ia mampu, orang yang tidak wara` dalam waktu, ucapan, makan, ataupun langkahnya dan tidak peduli apakah harta yang didapatnya dari jalan halal atau haram, orang yang tidak menyambung tali silaturahim, orang yang tidak mengasihi orang miskin, janda, anak yatim, dan binatang ternak—bahkan suka menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin, orang yang menuntut ilmu hanya untuk mendebat para ulama, orang yang tidak sudi meminjamkan barang-barang miliknya kepada tetangganya, serta orang yang sibuk dengan aib dan dosa orang lain daripada aib dan dosa dirinya sendiri, mereka semua dan yang semisal dengan mereka akan mendapatkan azab kubur sekedar dengan dosa yang mereka lakukan, apakah banyak ataukah sedikit, apakah besar ataukah kecil. Karena kebanyakan manusia seperti itu, maka kebanyakan penghuni kubur diazab. Yang selamat dari mereka hanya sedikit. Bagian atas kubur adalah tanah, sedangkan bagian bawahnya kerugian dan azab... bagian atasnya tanah dan bangunan dari batu berpahat indah, bagian bawahnya kegelapan dan kerusakan yang bersenyawa dengan gelegak kerugian, seperti bersenyawanya kubur dengan apa yang ada di dalamnya dan menjadi haknya, sementara telah ada penghalang antara dirinya dengan syahwat dan mimpi-mimpinya. (Ar-Ruh, Ibnul Qayyim, 103-106)

GABAGEN

Posted by newydsui 8 comments

GABAGEN
Oleh: dr. Mety (tiem Medis Hilal Ahmar Solo)

Gabagen adalah sebutan untuk satu penyakit dalam bahasa jawa . Dalam bahasa medis disebut dengan morbili atau campak atau measles atau rubeola . Morbili adalah infeksi virus akut yang sangat infeksius , dapat menular sejak awal timbul panas sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya bercak merah .
Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar 3000 – 4000 kasus pertahun , demikian juga frekuensi terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa) tampak meningkat dari 23 kali pertahun menjadi 174 . Umur terbanyak menderita campak adalah <12 bulan , diikuti kelompok umur 1 -4 tahun dan 5 – 14 tahun.
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam darah dan secret nasofaring selama stadium awal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak . Cara penularannya dengan droplet , yaitu dengan menghirup ludah penderita morbili . Jadi , kita dapat terinfeksi virus ini dimana saja , baik pada saat berbicara langsung dengan penderita , atau di kendaraan umum , dan lainnya .
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak . Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapatkan kekebalan secara pasif melalui plasenta sampai bayi berumur 4-6 bulan . Setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga bayi dapat menderita morbili . Bila sang ibu belum pernah menderita morbili maka bayi yang akan dilahirkannya tidak mempunyai kekebalan terhadap morbili dan dapat menderita penyakit ini setelah ia dilahirkan .
Bila seorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan , maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus atau keguguran ; bila ia menderita morbili pada umur kehamilan trimester pertama , kedua atau ketiga maka ia mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun .
Penyakit ini terbagi menjadi 3 stadium , yaitu stadium awal ; stadium erupsi atau timbulnya bercak-bercak ; dan stadium penyembuhan . Pada stadium awal , muncul gejala panas , malaise , batuk , pilek , mata merah dan silau . Secara klinis , gambaran penyakit di stadium ini menyerupai influenza. Tanda yang khas yaitu adanya bercak Koplik .
Pada stadium berikutnya , selain batuk dan pilek yang terus bertambah , mulai timbul bercak-bercak merah atau disebut erupsi yang disertai menaiknya suhu badan . Mula-mula bercak merah timbul di belakang telinga , leher , wajah dan seluruh tubuh . Terasa gatal , muka bengkak . Tidak jarang disertai diare dan muntah .
Stadium terakhir yaitu stadium penyembuhan , erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang kelama-lamaan akan hilang sendiri . Selain hiperpigmentasi , ditemukan pula kulit yang bersisik . Suhu tubuh akan kembali normal .
Morbili dapat mengakibatkan beberapa komplikasi dikarenakan kekebalan tubuh yang menurun . komplikasi yang timbul di antaranya adalah otitis media (radang telinga) , ensefalitis (radang otak) bronkopneumonia (radang paru-paru) , dehidrasi yang diakibatkan adanya diare , kejang demam , dan SSPE (Subacute Sclerosing Pan Encephalitis) .
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus morbili atau adanya infeksi sekunder oleh bakteri Pneumococcus , Streptococcus , Staphylococcus . Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda , anak dengan malnutrisi energy protein , penderita penyakit menahun (missal tuberkulosis) , leukemia dan lain-lain . Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu dilakukan pencegahan .
SSPE adalah suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan syaraf pusat . Penyakit ini progressif dan fatal serta ditemukan pada anak dan orang dewasa . Ditandai oleh gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental , disfungsi motorik , kejang dan koma . Perjalanan klinis lambat dan sebagian besar penderita meninggal dunia dalam 6 bulan sampai 3 tahun setelah terjadi gejala pertama . Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbili memegang peranan dalam perjalanan penyakitnya .
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk morbili adalah pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaaan untuk komplikasi , meliputi ; pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah untuk bronkopneumonia ; pemeriksaan cairan serebrospinalis , kadar elektrolit darah dan analisis gas darah untuk ensefalopati ; pemeriksaan feses lengkap untuk diare .
Penderita morbili yang tanpa disertai komplikasi dapat dirawat jalan , dengan memperhatikan asupan kalori yang masuk ,pemberian cairan yang cukup , tirah baring di tempat tidur , serta meminum obat yang telah diadviskan oleh dokter .Sedangkan penderita yang memerlukan rawat inap yaitu penderita morbili yang disertai komplikasi , kejang , dehidrasi , hyperpireksia , dan asupan oral sulit .
Untuk pencegahan terhadap morbili ini , dilakukan beberapa strategi reduksi , meliputi : pemberian vitamin A , imunisasi yang dilakukan pada saat anak berumur 9 bulan dan catch-up immunization yang diberikan pada anak sekolah dasar kelas 1-6 .
(wallohu a’lam bishshowab)

PEMANFAATAN HASIL RIBA/BUNGA BANK
Pertanyaan:
Ada seorang yang mendapat bunga bank yang jumlahnya cukup besar –mudah-mudahan Allah mensucikan kita dan melindungi kita serta kaum muslimin darinya- apakah dia boleh mengalokasikannya di jalan kebaikan, misalnya membangun sekolah-sekolah syar’iyah dan madrasah Tahfidzul Qur’an khususnya, dan sisanya diserahkan untuk kepentingan lainnya? Dan apakah pembangunan masjid dengan menggunakan uang hasil bunga ini diharamkan atau hanya sekedar makruh saja atau kebalikan dari yang pertama? Tolong beritahu kami. Mudah-mudahan Allah membekali anda sekalian dengan ilmu dan pemahaman.

Al-Lajnah menjawab :
Uang bunga yang berbau riba termasuk harta haram. Allah Ta’ala berfirman:
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” [Al-Baqarah : 275]

Barangsiapa di tangannya masih terdapat sedikit dari uang seperti itu, maka hendaklah dia segera melepaskan diri darinya, yaitu dengan menginfakannya untuk hal-hal yang bermanfaat bagi kaum muslimin. Di antaranya adalah dengan membangun jalan, madrasah atau memberikannya kepada kaum fakir miskin. Sedangkan masjid tidak boleh dibangun dengan menggunakan uang yang berbau riba tersebut. Dan tidak diperbolehkan bagi siapapun untuk mengambil bunga bank dan tidak terus menerus mengambilnya.

Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.

Pertanyaan:
Ada seseorang yang memiliki sejumlah uang dan dia bermaksud untuk menabungnya di salah satu bank, padahal dia tahu bank akan memberinya sejumlah bunga. Tetapi orang ini mengetahui bawa bunga tabungan itu riba dan haram. Dimana jika dia menolaknya, maka bunga bank itu akan diambil dan dimanfaatkan oleh pihak bank. Apakah dia boleh mengambil riba tersebut dan memberikannya kepada keluarga miskin tanpa meminta balasan sama sekali. Yang jelas, keluarga miskin itu hanya sekedar memanfaatkan uang tersebut, karena mereka benar-benar membutuhkannya. Hal itu dilakukan sebagai bentuk kepedulian daripada uang tersebut dimanfaatkan oleh pihak bank?

Al-Lajnah menjawab :
Tidak diperbolehkan menabung uang di bank yang menjalankan praktek riba dengan tujuan untuk mengambil bunga yang syarat dengan riba, untuk tujuan apapun. Sebab, Allah telah mengharamkan riba dan memberi ancaman yang sangat keras terhadap hal tersebut. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri melaknat orang yang memakan riba, yang memberi makan dengan riba, serta dua orang saksi dan juru tulisnya. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan mengambil bunga bank untuk kemudian menyedekahkannya, karena ia merupakan menabung dengan niat untuk penghasilan yang haram lagi kotor. Sedang Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik.

Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.

Pertanyaan:
Saya memiliki sejumlah dana di salah satu bank negara ( di mana saya bermukim). Bank ini memberi bunga bulanan kepada saya. Dan setelah mengikuti jawaban yang anda berikan terhadap beberapa pertanyaan serupa, saya mendapatkan bahwa hal tersebut adalah riba. Lalu apa yang harus saya lakukan terhadap bunga yang saya peroleh dari uang yang saya tabungkan tersebut? Saya berharap anda mau menjelaskan kepada kami subtansi riba tersebut. Mudah-mudahan Allah memberikan balasan kebaikan.

Al-Lajnah menjawab :
Bunga yang anda telah ambil sebelum mengetahui pengharamannya, maka kami berharap Allah memberikan ampunan kepada anda. Dan setelah mengetahui hukum haramnya, maka anda wajib menyelamatkan diri darinya serta menginfakkannya di jalan kebaikan, seperti misalnya menyedekahkannya kepada fakir miskin dan para mujahid di jalan Allah, serta betaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari mu’amalah dengan riba setelah mengetahuinya. Hal itu didasarkan pada firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus behenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) ; dan urusannya (terserah) kepada Allah. Adapun orang-orang yang mengulangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni Neraka ; mereka kekal didalamnya” [Al-Baqarah : 275]
Wabillaahit Taufiq. Dan mudah-mudahan Allah senantiasa melimpahkan kesejahteraan dan keselamatan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya.

[http://azwariskandar.blogspot.com; dari Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyah Wal Ifta, Fatwa Nomor 16576. Fatwa Nomor 19585, Pertanyaan ke-2 dari Fatwa Nomor 15259. Disalin dari Fataawaa Al-Lajnah Ad-Daa-imah Lil Buhuuts Al-Ilmiyyah Wal Ifta, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Jual Beli, Pengumpul dan Penyusun Ahmad bin Abdurrazzaq Ad-Duwaisy, Terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i]

SUNGGUH, ALLAH MAHA KAYA

Beberapa waktu yang lalu saya mendengar berita yang mengejutkan. Seorang ikhwan mengalami kecelakaan, motor yang dikendarainya menabrak motor lain yang sedang menyeberang. Dan teman yang diboncengkannya jatuh terpental hingga akhirnya meninggal dunia. Banyak orang menyayangkan kewafatannya, karena umurnya masih muda dan belum berkeluarga. Namun apa dikata, Allah memang telah menakdirkan umurnya sampai di situ. Yang menarik, ada seorang teman berkomentar, “Yah..memang jatah rizkinya sudah habis.”

Meninggal, rizki telah sempurna

Memang, seorang yang meninggal dunia berarti Allah telah memberikan rizkinya dengan sempurna. Rasulullah saw bersabda:
إنَّ رُوح القُدسِ نَفَثَ في رُوعي أنه لن تَمُوتَ نفس حتى تستكمل رِزْقها وأجَلَها.
“Sesungguhnya ruhul Qudus (malaikat Jibril) membisikkan dalam hatiku, bahwa seseorang tidak akan meninggal dunia hingga sempurna rizkinya dan ajalnya.” (HR. Ibnu Hibban)
Rizki dan ajal adalah dua perkara yang sudah dijamin oleh Allah ta’ala. Selagi ajal masih ada maka rizki akan menghampirinya. Jika Allah dengan hikmah-Nya menutup satu pintu rizki maka dengan rahmat-Nya pula Dia akan membuka jalan pintu lain yang lebih bermanfaat dari jalan pertama.

Satu,dua,empat kemudian delapan

Ibnu Qayyim Al Jauziyah menyebutkan dalam kitab Al Fawaid tentang macam rizki yang diberikan Allah kepada para hamba-Nya, baik semenjak di dalam perut ibunya ketika masih berupa janin hingga ia meninggal dunia dan mendapatkan jannah-Nya. Jika Allah telah memutus satu rizki maka Dia akan menggantinya dengan rizki lain yang lebih banyak dan lebih baik.
Beliau berkata. “Perhatikanlah keadaan janin sewaktu dalam kandungan. Rizki yang berupa darah datang kepadanya dari satu jalan, yaitu tali pusar. Ketika janin tersebut keluar dari perut ibunya, terputuslah jalan rizki tersebut. Namun Allah membukakan baginya dua jalan lain, yang mengalir dari keduanya rizki yang lebih baik dan lebih lezat dari yang pertama, yaitu susu murni yang bersih (maksudnya air susu ibu/ASI). Jika penyusuannya sudah usai dan terputus dua jalan tadi dengan adanya penyapihan, Allah membukan empat jalan lain yang lebih sempurna dari yang pertama dan kedua tadi, yaitu dua makanan dan dua minuman. Dua makanan tersebut berasal dari hewan dan tumbuhan sedangkan dua minuman tersebut berasal dari air dan susu, yang masing-masing memberikan manfaat dan kenikmatan. Jika manusia mati terputuslah empat jalan tadi, namun Allah membukakan delapan jalan baginya –kalau ia bahagia- yaitu pintu-pintu surga yang berjumlah delapan. Ia dapat masuk dari pintu mana saja yang ia kehendaki.”

Allah Maha Pemberi Rizki

Allah-lah satu-satunya pemberi rizki. Ia adalah “Ar-Razzaq”, yang Maha memberi rizki. Allah menciptakan semua jenis rizki itu dan Allah pula yang memberikannya kepada makhluk-makhluk-Nya.
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (Adz-Dzariyat: 58)
Ath Thahawi rhm. berkata, ”Seandainya semua makhluk meminta pada Allah, Dia akan memberikan pada mereka dan itu sama sekali tidak akan mengurangi kerajaan-Nya sedikit pun juga. Dalam hadits qudsi disebutkan, Allah Ta’ala berfirman,
يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ قَامُوا فِى صَعِيدٍ وَاحِدٍ فَسَأَلُونِى فَأَعْطَيْتُ كُلَّ إِنْسَانٍ مَسْأَلَتَهُ مَا نَقَصَ ذَلِكَ مِمَّا عِنْدِى إِلاَّ كَمَا يَنْقُصُ الْمِخْيَطُ إِذَا أُدْخِلَ الْبَحْرَ
“Wahai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang belakangan serta semua jin dan manusia berdiri di atas bukit untuk memohon kepada-Ku, kemudian masing-masing Aku penuh permintaannya, maka hal itu tidak akan mengurangi kekuasaan yang ada di sisi-Ku, melainkan hanya seperti benang yang menyerap air ketika dimasukkan ke dalam lautan.” (HR. Muslim).
Mengenai hadits ini, Ibnu Rajab rhm, “Hadits ini memotivasi setiap makhluk untuk meminta pada Allah dan meminta segala kebutuhan pada-Nya.”
Dalam hadits lain, Rasulullah saw bersabda,

“Allah Ta’ala berfirman padaku, ‘Berinfaklah kamu, niscaya Aku akan berinfak (memberikan ganti) kepadamu.’ Dan Rasulullah saw bersabda, “Pemberian Allah selalu cukup, dan tidak pernah berkurang walaupun mengalir siang dan malam. Adakah terpikir olehmu, sudah berapa banyakkah yang diberikan Allah sejak terciptanya langit dan bumi? Sesungguhnya apa yang ada di Tangan Allah, tidak pernah berkurang karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Hajar Al Asqalani rhm berkata, “Allah sungguh Maha Kaya. Allah yang memegang setiap rizki yang tak terhingga, yakni melebihi apa yang diketahui setiap makhluk-Nya.”

Jadi mestinya kita tidak khawatir, karena Allah Maha Kaya. Selagi kita masih hidup berarti rizki kita masih ada. Tinggal bagaimana kita bersikap, apakah mau berusaha atau hanya duduk-duduk berpangku tangan. Karena keimanan yang benar, rizki bukan hanya dinanti-nanti. Kita bukan menunggu ketiban rizki dari langit. Selain doa harus ada usaha. Wallahul musta’an.

Kiat Menuai Rizki Yang Berkah
Oleh : Ryan Arif Rahman

Sesungguhnya Allah sebagai pemilik dan pemberi rizki bagi seluruh makhluknya. Allah tidak membiarkan manusia tanpa petunjuk dalam mencari rizkinya, Dia telah menata dan meletakkan kiat-kiatnya. Jika manusia berkenan mengetuk pintu Allah dengan melazimi kiat kiat tersebut, niscaya pintu-pintu rizki akan terbuka lebar atas kehendakNya.

Diantara kiat yang dapat membuka pintu pintu rizki adalah sebagai berikut:

1. Takwa Kepada Allah
Takwa merupakan salah satu kiat yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لاَيَحْتَسِبُ
artinya,
"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. " (At Thalaq 2-3)
Setiap orang bertakwa yang menetapi segala keridhoan Allah dalam segala kondisi, maka Allah akan memberikannya keteguhan di dunia dan di akhirat. salah satu dari sekian banyak karunia Allah yang dia peroleh adalah kemudahan dan mendapatkan jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga.
Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, "Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas
sama sekali sebelumnya."
Allah swt juga berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
artinya, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. " (QS. 7:96)

2. Istighfar dan Taubat
Termasuk sebab yang mendatangkan rizki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا
"Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun" niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. " (QS. 71:10-12)
Al-Qurthubi mengatakan, "Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud ayat 52 terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan."
Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al- Bashri, maka beliau berkata, "Beristighfarlah kepada Allah", lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, "Beristighfarlah kepada Allah".
Ada lagi yang mengatakan, "Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!" Maka beliau menjawab, "Beristighfarlah kepada Allah".
Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, "Beristighfarlah kepada Allah." Maka orang-orang pun bertanya, "Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar. " Beliau lalu menjawab, "Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh tentang solusi untuk mengatasi masalah mereka.
Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan.

3.Tawakkal Kepada Allah
Allah swt berfirman,
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
artinya, "Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. " (QS. 65:3)
Nabi saw telah bersabda,
لو أنكم توكلون على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير تغدو خماصا وتروح بطانا
artinya, "Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang." (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)
Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata.
Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan
manfaat selain Dia.

4. Silaturrahim
Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai berikut:
Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya, " Dari Abu Hurairah ra berkata, "Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim. " (HR Al Bukhari).
Sabda Nabi saw, artinya, "Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur." (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani)
Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram.

5. Infaq fi Sabilillah
Allah swt berfirman,
وَمَآأَنفَقْتُم مِّن شَىْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
artinya, "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya. " (QS. 34:39)
Ibnu Katsir berkata, "Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di
dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak."
Juga firman Allah yang lain,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَاكَسَبْتُمْ وَمِمَّآأَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ اْلأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِئَاخِذِيهِ إِلآَّ أَن تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَآءِ وَاللهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلاً وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيمُُ
artinya, "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. 2:267-268)
Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman, "Wahai Anak Adam,
berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu." (HR Muslim)

6. Menyambung Haji dengan Umrah
Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas'ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya, "Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada
balasannya kecuali surga." (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani)
Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji.

7. Berbuat Baik kepada Orang Lemah
Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya, "Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian." (HR. al-Bukhari)
8. Serius di dalam Beribadah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya, "Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.”
Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu' hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi. Dan masih banyak lagi kiat menuai rizki yang lain, seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah, meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini.

Penutup
Demikianlah uraisan singkat kiat menuai rizki yang dijanjikan oleh Allah Ta’ala, hendaknya setiap muslim, khususnya penanggung jawab keluarga, meyakini demikian karena Allah swt tidak menyelisihi janji, kalaupun kita belum merasakan janji tersebut, itu tidak berarti Allah tidak menepati janji akan tetapi besar kemungkinan kitalah yang belum mampu mewujudkan syarat dari janji tersebut sehingga ia belum terlaksana, kalau selama ini kita merasakan seretnya sebab-sebab rizki maka tidak menutup kemungkinan karena kita berpaling dari Pemilik rizki dengan tidak bertaubat, bertakwa dan bertawakal kepadaNya sehingga Dia belum berkenan memudahkan, tidak menutup kemungkinan selama ini kita hanya mengacu kepada sebab-sebab materiil hasil otak-atik akal manusia semata. Jika Allah tetap memberikan rizkiNya kepada para pelaku dosa yang tidak bertaubat dan tidak bertakwa kepadaNya, maka Dia lebih pemurah untuk memberikan rizkiNya kepada ahli takwa yang dekat kepadaNya.

Referensi:
Abdulah Bin Jarullah, Tadzkir Al Kholqi Bi Asbab Arrizqi. Al-Qism Al-Ilmi Darul Wathan.
Dr. Fadh Ilahi. Kunci-Kunci Rizki Menurut Al-Qur`An Dan Sunnah. Penerbit Al-Sofwah Jakarta.

MAKANAN HALAL DAN PENGARUHNYA
DALAM KEHIDUPAN KAUM MUSLIMIN
Oleh: Tengku Azhar

PERINTAH MAKAN DAN MINUM YANG HALAL DAN MENJAUHI YANG HARAM
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar manusia memakan makanan yang halal dan baik.
Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُون
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS. An-Nahl: 114)

Ada tiga kata penting yang perlu dibahas pengertiannya, yaitu makan, halal, dan baik. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, makan berarti memasukkan makanan pokok ke dalam mulut serta mengunyah dan menelannya. Namun, pengertian tersebut terasa kurang tepat jika diterapkan dalam perkara makanan halal dan haram karena orang dapat menyalahgunakannya. Misalnya, makanan haram dianggap menjadi halal jika dibuat minuman atau kuah. Oleh karena itu, dalam makalah ini, makan adalah peristiwa memasukkan sesuatu ke dalam tubuh melalui mulut atau bagian tubuh lainnya (misalnya dalam infus). Dengan demikian, memasukkan cairan ke dalam mulut dalam bentuk kuah atau minuman termasuk kategori makan.

Halal berarti lawful yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi sah menurut hukum. Kebalikan dari halal adalah haram. Dalam kaitannya dengan makanan, halal dan haram adalah istilah yang menerangkan status hukum suatu makanan, yaitu sah atau tidak sah menurut hukum Allah. Artinya, suatu makanan halal (sah menurut hukum Tuhan) belum tentu boleh dimakan. Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa makanan yang boleh dimakan adalah yang halal (sah menurut hukum Allah) dan baik. Jadi, perlu ditegaskan di sini bahwa pengertian halal tidak sama dengan boleh dimakan. Yang boleh dimakan adalah yang halal dan baik.
Makanan yang haram adalah tidak halal. Dan sebaliknya, makanan yang tidak haram adalah halal. Mulai dari sini dapat dimengerti bahwa pembicaraan haram dan halal selalu bersama-sama. Artinya, pada saat kita membahas makanan haram, secara otomatis kita membahas makanan halal.

Makanan yang baik adalah yang bermanfaat bagi kehidupan orang yang mengkonsumsinya. Manfaat tersebut dapat ditinjau dari segi jasmaniah dan rohaniah. Makanan yang baik dari segi jasmaniah adalah yang tidak mengganggu kesehatan sedangkan makanan yang baik dari segi rohaniah adalah yang tidak membuat rasa permusuhan, rasa kebencian, lupa pada pengingatan Allah, atau lupa shalat.
Adapun makanan haram dan larangan untuk memakannya, telah dijelaskan Allah pada banyak ayat dalam Al-Qur`an:

“Katakanlah, ‘Aku tidak menjumpai dalam yang telah diwahyukan kepadaku yang diharamkan untuk semua orang yang akan memakannya kecuali yang mati atau darah yang mengalir keluar atau daging babi- karena sungguh, masing-masing adalah kotoran- atau ketidakpatuhan dalam bentuk penyembelihan untuk selain Allah. Kecuali jika dalam keadaan terpaksa bukan karena menginginkannya dan bukan pula karena melanggar (batasnya), maka sungguh, Tuhanmu adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang).” (QS. An-Nahl: 145)
Juga firman-Nya:
“Dibuat haram bagimu binatang-binatang mati, darah, daging babi, dan yang dipersembahkan kepada selain Allah, dan yang dibunuh dengan cara dicekik, atau dengan suatu pukulan keras atau dengan menjatuhkan kepalanya lebih dahulu atau dengan melukainya dengan tanduk, dan yang dimakan oleh binatang liar kecuali yang kamu sembelih (sebelum kematiannya), dan bahwa yang dikurbankan di atas meja batu, dan yang kamu mencari pembagian dengan anak panah-anak panah ramalan- itu adalah ketidaktaatan yang serius. Hari ini mereka yang tidak beriman telah berputus asa untuk mengalahkan agamamu; maka janganlah takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Hari ini Aku telah menyempurnakan agamamu untukmu dan Aku telah melangkapi Kebaikan-Ku kepadamu, dan Aku telah menyetujui untukmu Islam sebagai suatu agama. Akan tetapi siapapun terpaksa karena kelaparan dengan tanpa keinginan berbuat dosa, kemudian sungguh, Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 3)

PENTINGNYA MAKANAN HALAL DAN PENGARUHNYA
Memakan makanan halal serta menjauhkan diri dari yang haram sangat penting sekali. Hal ini ditunjukkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut ini:
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ »
“Wahai manusia! Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik, dan bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin dengan apa yang diperintahkannya kepada para rasul dalam firman-Nya: ‘Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’” (QS. Al-Mu’minun: 51)

Dan Ia berfirman, (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 172). Kemudian beliau menyebutkan seorang laki-laki yang kusut warnanya seperti debu mengulurkan kedua tangannya ke langit sambil berdo’a: ‘Ya Rabb, Ya Rabb,’ sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia kenyang dengan makanan yang haram, maka bagaimana mungkin orang tersebut dikabulkan permohonannya?!”
Dalam hadits di atas Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa makanan yang dimakan seseorang mempengaruhi diterima dan tidaknya amal shalih seseorang. Hal ini tentunya cukup membuat kita memberikan perhatiaan yang serius dan berhati-hati dalam permasalahan ini.

Ibnu Rajab Al-Hanbali –rahimahullah- berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa amal tidak diterima dan tidak suci kecuali dengan memakan makanan yang halal. Sedangkan memakan makanan yang haram dapat merusak amal perbuatan dan membuatnya tidak diterima.”
Hal ini sangat berbahaya sekali, perhatikan lagi sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang lain:
إِنَّهُ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِه
“Siapa saja hamba yang dagingnya tumbuh dari (makanan) haram maka Neraka lebih pantas baginya.” (HR. At-Tirmidzi)

Selain itu, berikut beberapa manfaat makanan halal:
1. Bagi umat Islam, mengkonsumsi yang halal dan baik (thayib) merupakan manivestasi dari ketaatan dan ketaqwaan kepada Allah. Hal ini terkait dengan perintah Allah kepada manusia, sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur`an:
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al-Maidah: 88)
2. Memakan yang halal dan thayib merupakan perintah dari Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap manusia yang beriman. Bahkan perintah ini disejajarkan dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas. Perintah ini juga ditegaskan dalam ayat yang lain, seperti:
“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 168)
3. Memakan yang halal dan thayib akan berbenturan dengan keinginan syetan yang menghendaki agar manusia terjerumus kepada yang haram. Oleh karena itu menghindari yang haram merupakan sebuah upaya yang harus mengalahkan godaan syetan tersebut. Mengkonsumsi makanan halal dengan dilandasi iman dan taqwa karena semata-mata mengikuti perintah Allah merupakan ibadah yang mendatangkan pahala dan memberikan kebaikan dunia dan akhirat. Sebaliknya memakan yang haram, apalagi diikuti dengan sikap membangkang terhadap ketentuan Allah adalah perbuatan maksiyat yang mendatangkan dosa dan keburukan. Sebenarnya yang diharamkan atau dilarang memakan (tidak halal) jumlahnya sedikit. Selebihnya, pada dasarnya apa yang ada di muka bumi ini adalah halal, kecuali yang dilarang secara tegas dalam Al Qur’an dan Hadits.

DANPAK MAKANAN HALAL TERHADAP KESEHATAN JASMANI DAN PERILAKU MANUSIA
Memakan makanan yang bergizi disamping halal adalah karena untuk kebaikan manusia itu sendiri. Makanan yang bergizi merupakan makanan yang dibutuhkan untuk memperoleh kualitas kesehatan yang mempunyai pengaruh terhadap kualitas akal dan rohani.
Bahan makanan menurut ilmu pengetahuan baik, belum tentu baik menurut ilmu pengetahuan, seperti otak hewan dikonsumsi oleh orang berpenyakit jantung akan membahayakan jiwanya.
Persyaratan makanan bergizi menurut ilmu gizi adalah memenuhi fungsi:
1. Memenuhi Kepuasan Jiwa
2. Memberi rasa kenyang
3. Memenuhi kebutuhan naluri dan kepuasan jiwa
4. Memenuhi kebutuhan sel-sel baru untuk kebutuhan badan
5. Menggantikn sel-sel yang rusak
6. Mengatur metabolisme
7. Mempertahankan tubuh
Kesehatan jasmani banyak tergantung pada apa yang kita makan. Anak balita membutuhkan protein, sedangkan balita membutuhkan karohidrat lebih banyak dari orang dewasa.
Jumlah dan variasi mkanan yang mempengaruhi kekuatan tubuh, daya kerja, dan daya tahan tubuh terhadap makanan yang halal dan bergizi juga dapat menjaga keseimbangan hormone. Untuk menjaga unsure dasar dalam keharmonisan kesadaran dan perasaan hati manusia serta keseimbangan mental sesuai ungkapan “Akal mental yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat.”
Disamping alasan yang bersifat lahir (menjaga keseimbangan tubuh dan kesehatan ). Makanan halal juga memberikan dampak terhadap perilaku seseorang.
1. Menjaga keseimbangan jiwa manusia yang suci dan fitrah untuk tetap mentauhidkan Allah.
2. Menumbuhkan sikap juang yang tinggi karena menjaga kehalalan makananya.
3. Membersihkan hati dan menjaga lisan, karena daging yang tumbuh akan meningkatkan kualitas kesalehan.
4. Menumbuhkan kepercayaan diri dihadapan Allah. Karena Allah akan selalu mendengarkan do’a kita.
Terakhir, marilah kita renungkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut ini:
فَمَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لاَ يَأْكُلَ إِلاَّ طَيِّبًا فَلْيَفْعَلْ
“Maka barangsiapa yang bisa untuk tidak makan sesuatu kecuali yang baik-baik, maka kerjakanlah.” (HR. Al-Bukhari)
Semoga Allah senantiasa memudahkan kita dalam segala usaha dan ibadah kita. Amin. Wallahu A’lamu bish Shawab.

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers