RAJA NAJASYI

Posted by newydsui Wednesday, May 5, 2010
RAJA NAJASYI

Oleh: Abu Hanim Az-Zahra

Dia adalah Ashhamah bin Abjar yang dikenal dengan sebutan An-Najasyi. Ayah Ashhamah adalah raja negeri Habasyah dan tidak memiliki anak melainkan dirinya. Menurut sebagian tokoh Negeri Habasyah, kondisi ini dipandang kurang baik untuk masa depan negeri itu. Mereka menganggap bahwa dengan satu putera Raja Abjar akan mendatangkan kebinasaan. Oleh karena itu, mereka membunuh Raja Ajbar dan menyerahkan mahkota kepada saudaranya yang memiliki duabelas putera yang membelanya semasa hidup dan menjadi pewarisnya bila meninggal.

Setelah sang ayah terbunuh, Ashhamah diasuh oleh pamannya. Tumbuh menjadi pemuda yang cerdas, penuh semangat, ahli berargumen dan berkepribadian luhur. Ia menjadi andalan pamannya dan diutamakan lebih daripada anak-anaknya sendiri.

Melihat kenyataan tersebut, setan kembali memprovokasi para pembesar Habasyah. Setelah berunding mereka mengusulkan kepada Sang Raja agar Ashamah dibunuh. Bukannya setuju, tapi sang raja justru marah besar, dia berkata, “Se­jahat-jahat kaum adalah kalian! Dahulu kalian membunuh ayahnya dan sekarang kalian memintaku untuk membunuhnya pula. Demi Allah aku tak akan melakukannya.”

Mereka berkata, “Kalau begitu kami akan mengasingkannya dari negeri ini.” Sang raja tak berdaya menghadapi tekanan dan paksaan para pejabat yang jahat itu.

Tak lama setelah diusirnya Ashhamah tiba-tiba terjadi peristiwa yang di luar dugaan. Badai mengamuk disertai guntur dan hujan lebat. Sebatang pilar istana roboh menimpa sang raja yang sedang berduka akibat kepergian keponakannya. Beberapa waktu kemudian dia wafat.

Rakyat Habasyah berunding untuk memilih raja baru. Mereka meng­harapkan salah satu dari dua belas putera raja, namun ternyata tak ada satupun dari mereka yang layak menduduki tahta. Mereka menjadi cemas dan gelisah, lebih-lebih setelah mendapati bahwa negeri-negeri tetangga menunggu kesempatan untuk menyerang. Kemudian ada salah seorang di antara mereka berkata, “Demi Allah, tak ada yang patut menjadi pemimpin kalian kecuali pemuda yang kalian usir itu, jika kalian memang peduli dengan negeri Habsyah, maka carilah dia dan pulangkanlah dia.”

Merekapun bergegas mencari Ashhamah dan membawanya pulang ke negerinya. Lalu mereka meletakkan mahkota di atas kepalanya dan membai’atnya sebagai raja. Mereka memanggilnya dengan Najasyi. Dia memimpin negeri secara baik dan adil. Kini Habasyah diliputi kebaikan dan keadilan setelah sebelumnya didominasi oleh kezhaliman dan kejahatan.
Saat yang bersamaan dengan naiknya Najasyi menduduki tahta di Habsyah, di tempat lain Allah mengutus Nabi-Nya, Muhammad untuk membawa agama yang penuh hidayah dan kebenaran, satu per satu assabiqunal-awwalun memeluk agama ini.

Tempat hijrah pertama kaum muslimin.

Di Makkah, Orang-orang Quraisy mulai mengganggu dan menganiaya mereka kaum muslimin. Oleh karena itu mereka pun berhijrah menuju Habasyah atas petunjuk Rasulullah. Maka, berangkatlah rombongan muhajirin pertama dalam Islam yang berjumlah sekitar 80 orang ke Habasyah. Di negeri baru itu, mereka mendapatkan ketenangan dan rasa aman, bebas menikmati manisnya takwa dan ibadah tanpa gangguan.

Akan tetapi, pihak Quraisy tidak tinggal diam setelah mengetahui bahwa kaum muslimin bisa hidup tenang di Habasyah. Mereka segera berunding menyusun makar untuk menghabisi kaum muhajirin atau menarik mereka kembali ke Makkah. Mereka mengutus Amru bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah. Mereka berangkat dengan membawa hadiah-hadiah dalam jumlah besar untuk Najasyi dan para pejabat tinggi Habasyah yang dikenal menyukai barang-barang dari Makkah.

Dengan segala cara, mereka berusaha mengembalikan kaum muslimin ke Makkah. Mereka menyuap para pejabat dan raja Najasyi dengan berbagai hadiah yang mereka bawa. Kemudian mereka menyampaikan kepada raja Najasyi bahwa kaum muslimin sejumlah pengacau dari kota kami. Mereka keluar dari agama nenek moyang dan memecah belah persatuan kami.

Dialog panjang dengan menghadirkan dua utusan Quraisy dan kaum muslimin pun diadakan. Dan hasilnya, raja Najasyi membenarkan agama Islam dan tetap memberi perlindungan kepada kaum muslimin. Raja Najasyi mengembalikan hadiah-hadiah dari kaum Quraisy seraya berkata, kepada pengawalnya, “Kembalikan hadiah-hadiah dari Amru bin Ash dan kawannya itu. Aku tidak membutuhkannya. Allah tidak menerima suap dariku ketika aku dikembalikan ke negeriku, untuk apa aku menerima suap dari mereka ini?”

Pergolakan di Negeri Habasyah

Negeri Habasyah bergolak. Para uskup yang tidak puas dengan keputusan itu menyebarkan isu bahwa Najasyi telah meninggalkan agamanya dan mengikuti agama baru. Mereka juga menghasut rakyat agar menggulingkan rajanya. Beberapa lama rakyat Habasyah digoncangkan oleh dilema besar tersebut. Bahkan beberapa orang ingin membatalkan bai’atnya kepada Najasyi.

Melihat hal itu, Najasyi mengabarkan situasi negeri kepada Ja’far bin Abi Thalib dan menyerahkan dua buah kapal. Setelah siap menghadapi para pembangkang, dikatakannya kepada kaum muslimin, “Naiklah kalian ke kapal itu, amati perkembangannya. Bila aku kalah, pergilah kemana kalian suka. Tapi kalau aku menang, kalian boleh kembali dalam perlindungan seperti semula.”
Selanjutnya Najasyi mengambil sehelai kulit kijang dan menuliskan di atasnya, “Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang terakhir. Dan aku bersaksi bahwa Isa adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, ruh-Nya dan Kalimat-Nya yang ditiupkan kepada Maryam.” Dipakainya tulisan itu di dada, kemudian dia mengenakan pakaian perangnya dan pergi bersama para prajuritnya.

Berdirilah Najasyi menghadapi para penentang-penentangnya. Dia berkata, “Wahai rakyat Habasyah, katakanlah, bagaimana perlakuanku terhadap kalian?” Mereka menjawab, “Sangat baik, Tuanku.” Najasyi berkata, “Lalu mengapa kalian menentangku?”

Mereka berkata, “Karena Anda telah keluar dari agama kita dan me­ngatakan bahwa Isa adalah seorang hamba.” Najasyi berkata, “Bagaimana menurut kalian sendiri?” Mereka menjawab: “Dia adalah putera Allah.”

Maka Najasyi mengeluarkan tulisan yang dipakainya di dada, diletakkan di atas meja dan berkata, “Aku bersaksi bahwa Isa bin Maryam tidaklah lebih dari yang tertulis disini.” Di luar dugaan, ternyata rakyat menerima dengan senang pernyataan Najasyi. Mereka membubarkan diri dengan lega.

Raja Najasyi menerima dakwah Islam

Memasuki tahun baru 7 Hijriyah, Rasulullah berkehendak untuk berdakwah kepada enam orang pemimpin negeri tetangga agar mau masuk agama Islam. Beliau menulis untuk mengingatkan mereka akan iman, dan menasihatkan tentang bahaya syirik dan kekufuran. Maka beliau menyiapkan enam orang sahabat. Terlebih dulu mereka mempelajari bahasa kaum yang hendak didatangi agar dapat menyelesaikan tugas dengan sempurna. Setelah siap, keenam sahabat tersebut berangkat pada hari yang sama. Di antara mereka ada Amru bin Umayah Adh-Dhamari yang diutus kepada Najasyi di negeri Habasyah.

Sampailah Amru bin Umayah Adh-Dhamari di hadapan Najasyi. Dia memberi salam secara Islam dan Najasyi menjawabnya dengan lebih indah serta menyambutnya dengan baik.

Setelah dipersilakan duduk di majelis Habasyah, Amru bin Umayah memberikan surat Rasulullah kepada Najasyi dan langsung dibacanya. Di dalamnya tertulis ajakan kepada Islam, disertai beberapa ayat Al-Qur’an. Najasyi menempelkan surat itu di kepala dan matanya dengan penuh hormat. Setelah itu dia turun dari singgasana dan menyatakan keislamannya di depan hadirin. Selesai mengucapkan syahadat, dia berkata, “Kalau saja aku mampu untuk mendatangi Muhammad, niscaya aku akan duduk di hadapan beliau dan membasuh kedua kakinya.” Kemudian beliau menulis surat jawaban pendek kepada Rasulullah berisi pernyataan menerima dakwahnya dan keimanan atas nubuwatnya.

Raja Najasyi sebagai wakil untuk pernikahan Rasulullah

Selanjutnya Amru bin Umayah menyodorkan surat Nabi yang kedua. Dalam surat itu Rasulullah minta agar Najasyi bertindak sebagai wakil untuk pernikahan beliau dengan Ramlah binti Abi Sufyan yang termasuk rombongan Muhajirin ke Habasyah.

Ramlah binti Abi Sufyan dan suaminya Ubaidullah bin Jahsy, ikut dalam rombongan Muhajirin yang berlindung kepada Najasyi di Habasyah demi mempertahankan Dienullah. Tidak disangka, Ubaidullah bin Jahsy menjadi murtad. Dia masuk agama Nasrani dan berbalik memusuhi Islam serta kaum muslimin. Tak berselang lama, Ubaidullah bin Jahsy mati dalam keadaan mabuk. Setelah masa iddahnya habis, datanglah pertolongan Allah untuknya; berupa pinangan dari Rasulullah.

Betapa tidak terukur kebahagiaan Ummu Habibah. Beliau berkata kepada utusan tersebut, “Semoga Anda mendapatkan kebahagiaan dari Allah, Semoga Anda mendapatkan kebahagiaan dari Allah,” Kemudian Ummu Habibah berkata, “Aku menunjuk Khalid bin Sa’id bin Ash sebagai waliku karena dialah kerabatku yang terdekat di negeri ini.

Begitulah, hari itu istana Najasyi tampak semarak. Seluruh sahabat yang ada di Habasyah hadir untuk menyaksikan pernikahan Ummu Habibah dengan Rasulullah.

Raja Adil itupun menghadap Allah.

Tidak berselang lama sebelum Fathu Makkah, Najasyi wafat, Rasulullah memanggil para sahabat untuk melakukan shalat ghaib. Padahal Rasul belum pernah shalat ghaib sebelum wafatnya dan tidak pula setelahnya. Semoga Allah meridhai Najasyi dan menjadikan Jannah-Nya yang kekal sebagai tempat kembalinya. Sungguh dia telah menguatkan kaum muslimin di saat mereka lemah, memberikan rasa aman di saat mereka ketakutan dan dia melakukan hal itu semata-mata karena mencari ridha Allah.

Sumber: Diringkas dari Jejak Para Tabi’in, pustaka At-Tibyan, hal. 351 – 365

0 comments

Post a Comment

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers