WALI SETAN Hakikat dan Ciri-cirinya

Posted by newydsui Thursday, May 6, 2010
WALI SETAN
Hakikat dan Ciri-cirinya
Tengku Azhar, Lc

Muqaddimah
Pada tulisan sebelumnya kita telah mengupas tentang wali-wali Allah, hakikat dan sifat-sifatnya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memasukkan kita (kaum mukminin) sebagai wali-wali-Nya. Amin. Dan pada pembahasan kali ini, kita akan mengupas musuh dari wali-wali Allah ini yaitu wali-wali setan. Semoga Allah menjauhkan kita darinya, dan mampun mengalahkan tipumuslihat dan hasutannya. Dan Allah jualah sebaik-baik penolong dan dan pelindung kita.

Wali Setan Adakah??
Wali setan, mungkin belum begitu akrab di pendengaran sebagian kita. Berbeda dengan istilah wali Allah. Jelasnya, kata-kata wali setan telah disebutkan di beberapa ayat dalam Al-Qur’an, di antaranya firman Allah Subhaanahu wa Ta’ala,
الَّذِينَ آَمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut, karena itu perangilah wali-wali setan karena sesungguhnya tipu daya setan lemah.” (QS. An-Nisaa`: 76).
Firman-Nya,
وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا
“Barangsiapa menjadikan setan sebagai wali (pelindung) selain Allah, maka ia menderita kerugian yang nyata.” (QS. An-Nisaa`: 119).
Juga firman-Nya,
إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS. Al-A’raf: 27).

Masih banyak lagi nash yang menjelaskan keberadaan wali setan di tengah-tengah orang beriman. Lalu siapakah mereka yang layak diberi gelar wali setan? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah—rahimahullah—berkata,
“Barangsiapa yang mengaku cinta kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan berwala’ kepada-Nya namun dia tidak mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka dia bukan wali Allah Subhaanahu wa Ta’ala. Bahkan barangsiapa yang menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka dia adalah musuh Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan wali setan.”
Kemudian beliau –rahimahullah- berkata,
“Walaupun kebanyakan orang menyangka mereka atau selain mereka adalah wali Allah Subhaanahu wa Ta’ala, namun mereka bukanlah wali Allah Azza Wajalla.”

Ciri-ciri Wali Setan
Adapun ciri-ciri wali setan adalah orang yang mengikuti kemauan setan, mulai dari melakukan syirik dan bid’ah sampai berbagai bentuk kemaksiatan. Sebagaimana Allah terangkan dalam firman-Nya bahwa setan juga memberikan wahyu kepada para wali-wali mereka:

وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ
“Sesungguhnya setan-setan itu mewahyukan kepada wali-wali mereka untuk membantahmu, jika kamu menaati mereka, sesungguhnya kamu menjadi orang-orang musyrikin.” (QS. Al-An’aam: 121).

Terkadang setan membisikan walinya untuk berdo’a di kuburan orang-orang shalih dengan dalih untuk menghormati wali. Sesungguhnya menghormati wali bukanlah dengan berdo’a di kuburannya, justru ini adalah perbuatan yang dibenci wali itu sendiri, karena telah menyekutukannya dengan Allah. Manakah yang lebih tinggi kehormatan seorang wali di sisi Allah dengan kehormatan seorang Nabi? Jelas Nabi lebih tinggi. Jangankan meminta kepada wali, kepada Nabi sekalipun tidak boleh berdo’a. Jangankan saat setelah mati, di waktu hidup saja, Nabi tidak mampu mendatangkan manfaat untuk dirinya sendiri, apalagi untuk orang lain setelah mati! Kalau hal itu benar tentulah para shahabat akan berbondong-bondong ke kuburan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saat mereka kekeringan atau kelaparan atau saat diserang oleh musuh. Tapi kenyataan justru sebaliknya, saat paceklik terjadi di Madinah, Umar bin Khaththab mengajak kaum muslimin melakukan shalat istikharah kemudian menyuruh Abbas bin Abdul Muthalib berdo’a, karena kedekatannya dengan Nabi, bukannya Umar meminta kepada Nabi.

Kemudian bentuk lain dari cara setan dalam menyesatkan wali-walinya adalah dengan memotivasi seseorang melakukan amalan-amalan bid’ah, sebagai contoh kisah yang amat masyhur yaitu kisah Sunan Kalijaga, kita tidak mengetahui apakah itu benar dilakukan beliau atau kisah yang didustakan atas nama beliau, namun kita tidak mengingkari kalau memang ternyata benar beliau seorang wali, yang kita cermati adalah kisah kewalian beliau yang jauh dari tuntunan sunnah, yaitu beliau bersemedi selama empat puluh hari di tepi sebuah sungai kemudian di akhir persemedian beliau mendapatkan karomah. Kejanggalan pertama dari kisah ini adalah bagaimana beliau melakukan shalat, kalau beliau shalat berarti telah meninggalkan shalat berjama’ah dan shalat Jum’at? Adakah petunjuk dari Rasulullah untuk mencari karomah dengan persemedian seperti ini? Dengan meninggalkan shalat atau meninggalkan shalat berjama’ah dan shalat Jum’at.

Dukun Adalah Wali Setan, Waspadalah!!
Dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata: Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dukun-dukun itu biasa menuturkan kepada kami lantas kami jumpai bahwa apa yang mereka katakan itu benar/terbukti, -bagaimana ini-.” Maka Nabi menjawab, “Itu adalah ucapan benar yang dicuri dengar oleh jin (syaitan) kemudian dia bisikkan ke telinga walinya (dukun) dan dia pun menambahkan seratus kedustaan di dalamnya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Syarh Muslim [7/334])

Dari hadits ini, dapat kita ketahui:
1. Diharamkannya praktek perdukunan dan perbuatan mendatangi (berkonsultasi dengan) dukun.
2. Hadits ini juga menunjukkan wajibnya mendustakan ucapan para dukun. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi dukun dan membenarkan apa yang dikatakannya maka dia telah kufur kepada wahyu yang diturunkan kepada Muhammad -Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam-.” (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah).
3. Perdukunan adalah termasuk kemungkaran. Syaikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata, “Kemungkaran itu adalah segala hal yang diingkari oleh syari’at. Yaitu segala perkara yang diharamkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (Ta’liq Arba’in beliau, sebagaimana dalam Ad-Durrah As-Salafiyah, hal. 236). Bahkan, ia termasuk kemungkaran yang paling berat, karena ia tergolong dalam kemusyrikan.
4. Perdukunan adalah termasuk kemusyrikan. Karena di dalamnya terkandung keyakinan adanya sosok selain Allah yang bersekutu dengan-Nya dalam mengetahui perkara ghaib (lihat Al-Mulakhash fi Syarh Kitab At-Tauhid, hal. 176). Ia juga digolongkan dalam perbuatan syirik karena tindakan meminta bantuan jin dalam perkara semacam ini pasti disertai dengan mempersembahkan bentuk ibadah tertentu kepada jin tersebut, misalnya berupa sembelihan -untuk selain Allah-, beristighatsah kepada selain-Nya, menghinakan mushaf, mencela Allah atau praktek kemusyrikan dan kekafiran dalam bentuk lain (lihat At-Tamhid, hal. 317, Al-Irsyad ila Shahih Al-I’tiqad, hal. 116).
5. Wajibnya memberantas praktek perdukunan. Karena membiarkan hal itu berarti membiarkan kemungkaran merajalela. Dari Abu Sa’id Al-Khudri –radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka ubahlah hal itu dengan tangannya. Jika tidak mampu maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu untuk itu maka cukup dengan hatinya, dan itu merupakan keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [2/103]).
6. Memerangi dukun -dengan hujjah dan keterangan- merupakan tugas mulia para da’i Islam. Sebab, mereka memiliki kewajiban untuk melanjutkan perjuangan dakwah para Rasul, yaitu menegakkan tauhid dan memberantas syirik. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh, Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang Rasul -yang mengajak-; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut/sesembahan selain Allah.” (QS. an-Nahl: 36). Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdullah -radhiyallahu ‘anhuma- berkata, “Thaghut adalah para dukun yang syaitan-syaitan biasa turun kepada mereka.” (dinukil dari Fath Al-Majid, hal. 19).
7. Memerangi dukun dan paranormal -dengan kekuatan dan sanksi hukum- merupakan tugas mulia (kewajiban) yang diemban para pemerintah kaum muslimin demi tegaknya keadilan dan ketentraman di atas muka bumi ini (lihat Syarh ‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 504). Perdukunan adalah syirik, sedangkan syirik adalah kezhaliman. Bahkan ia termasuk kezhaliman yang paling besar! Maka memberantas perdukunan merupakan wujud kepedulian kepada nasib umat dan penegakan keadilan yang tertinggi. Allah Ta’ala menceritakan wasiat seorang bapak -yaitu Luqman- yang amat sayang kepada anaknya (yang artinya), “Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu adalah kezhaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13). Syaikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata, “Setiap orang yang menebarkan kerusakan di tengah-tengah manusia dalam urusan agama atau dunia mereka, maka dia harus diminta bertaubat. Kalau dia bertaubat maka dibebaskan. Akan tetapi jika tidak mau, maka ia wajib dibunuh. Terlebih lagi jika perkara-perkara ini menyebabkan keluarnya seseorang dari Islam.” (Al-Qaul Al-Mufid ‘ala Kitab At-Tauhid, 1/340, lihat juga nasihat Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam Al-Irsyad ila Shahih Al-I’tiqad, hal. 117).
8. Tidak boleh merestui praktek perdukunan, apalagi membantu dan mempromosikannya. Karena itu termasuk tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Janganlah kamu tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Ma’idah: 2). Oleh sebab itu hendaklah takut kepada Allah para pemilik media massa cetak maupun elektronik yang telah ikut serta menyebarluaskan iklan perdukunan, karena dengan tindakan mereka itu sesungguhnya mereka sedang berhadapan dengan ancaman Allah yang sangat keras. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hendaknya merasa takut orang-orang yang menyelisihi urusan/ajarannya -ajaran Nabi- karena mereka pasti akan tertimpa fitnah/bencana atau siksaan yang amat pedih.” (QS. An-Nuur: 63).
9. Wajib bagi para dukun untuk bertaubat kepada Allah. Karena Allah akan mengampuni dosa apa saja selama pelakunya benar-benar bertaubat kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah mengampuni semua jenis dosa.” (QS. Az-Zumar: 53). Syaikh Abdurrahman bin Hasan –rahimahullah- berkata, “Sesungguhnya orang yang bertaubat dari syirik pasti akan diampuni.” Kemudian beliau menyebutkan ayat tadi (lihat Fath al-Majid, hal. 71). Kalau tidak, maka tidak ada lagi ampunan bagi mereka.
10. Datang ke dukun untuk menyelesaikan masalah tidak akan bisa menyelesaikan masalah, tetapi justru akan membuat masalah yang dihadapi semakin runyam. Karena perdukunan dipenuhi dengan bumbu kedustaan dan yang paling parah akan menjerumuskan ke dalam musibah yang jauh lebih besar yaitu kemusyrikan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka Allah pasti haramkan surga atasnya, dan tempat kembalinya adalah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zhalim itu.” (QS. Al-Ma’idah: 72).
11. Dukun adalah wali syaitan. Meskipun ia dijuluki dengan kyai, ustadz, tabib, pakar pengobatan alternatif, atau bahkan disebut sebagai Wali Allah [?!]. Karena nama tidak merubah hakekat. Oleh sebab itu wajib bagi kaum muslimin untuk waspada dan menjauhi mereka (lihat al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal. 117). Meskipun dukun bisa menampakkan keanehan dan keajaiban, maka hal itu tidak bisa dijadikan sebagai dalil untuk membenarkan mereka. Karena karamah itu hanya diberikan Allah kepada wali-wali-Nya. Padahal hakekat wali Allah adalah hamba yang beriman dan bertakwa (lihat Fath al-Majid, hal. 287). Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak perlu merasa takut dan tidak pula sedih. Yaitu orang-orang yang beriman dan senantiasa menjaga ketakwaan.” (QS. Yunus: 62-63)
12. Perkara gaib hanya diketahui oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Tidak ada yang mengetahui perkara gaib di langit atupun di bumi selain Allah.” (QS. An-Naml: 65). Barangsiapa yang membenarkan dukun yang memberitakan perkara ghaib sementara dia mengetahui bahwa tidak ada yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah maka dia telah melakukan kekafiran akbar yang mengeluarkannya dari Islam. Apabila dia tidak mengerti dan tidak meyakini bahwa Al-Qur’an mengandung kedustaan, maka kekafirannya digolongkan kekafiran yang tidak sampai mengeluarkan dari agama (lihat Al-Qaul Al-Mufid ‘Ala Kitab At-Tauhid, 1/333). Wallahu A’lamu bish Shawab.

0 comments

Post a Comment

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers