JAUHI SIKAP GHULUW DALAM BERAGAMA

Posted by newydsui Wednesday, May 5, 2010
JAUHI SIKAP GHULUW DALAM BERAGAMA
(Tafsir QS. An-Nisaa`: 171)

Oleh: Tengku Azhar, Lc.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لاَ تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلاَ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلاَّ الْحَقَّ إِنَّمَا الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ فَآَمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلاَ تَقُولُوا ثَلاَثَةٌ انْتَهُوا خَيْرًا لَكُمْ إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَََرْضِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلاً
“Wahai ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al-Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Ny yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah adalah Ilah yang Maha Esa, Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. cukuplah Allah menjadi Pemelihara.” (QS. An-Nisaa`; 171)

Asbabun Nuzul Ayat
Imam Ath-Thabari –rahimahullah- berkata, “Ayat yang telah disebutkan di awal risalah ini, yaitu Surat An-Nisaa’ ayat 171, turun berkaitan dengan sekelompok orang-orang Nashara yang telah berlebihan terhadap Nabi Allah ‘Isa ‘Alaihissalam. Mereka telah mengatakan bahwa Nabi ‘Isa adalah anak Allah. Na’udzubillah. (Asbabun Nuzul, Abul Hasan An-Naisaburi). Ar-Rabi’ mengatakan: “Mereka terdiri dari dua golongan: (1) Golongan pertama: golongan yang bersikap ghuluw dalam agama sehingga timbul keraguan dan kebencian terhadap agama (menganggap agama mereka belum sempurna – ed), (2) Golongan kedua: golongan yang kurang dalam beragama, sehingga mereka akhirnya mendurhakai perintah Rabb mereka.” (Jami’ul Bayan, 4/ 373).

Tafsir Ayat
Ketika menafsirkan ayat di atas, Imam Ibnu katsir –rahimahullah- mengatakan bahwa, “Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang Ahli Kitab untuk bersikap ghuluw dan ini banyak dijumpai pada kaum Nashara karena mereka melampaui batas dalam menyikapi ‘Isa ‘Alaihissalam sehingga mereka meninggikan derajatnya melebihi derajat yang telah ditentukan oleh Allah untuknya. Mereka menggeser kedudukan ‘Isa dari Nabi menjadi Ilah (sesembahan-ed) yang mereka sembah selain Allah, bahkan mereka pun melampaui batas dalam menyikapi pengikut-pengikut ‘Isa dengan menganggap mereka sebagai orang-orang ma’shum yang tidak pernah berbuat salah dan mereka bersikap taqlid kepada pengikut ‘Isa dalam setiap ucapan mereka, baik haq maupun bathil, sesat atau tidak, benar atau dusta. Oleh karena itu Allah berfirman:
“Mereka menjadikan orang-orang alim mereka dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb merka selain Allah…(QS. At-Taubah: 31) [Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/ 785]
Imam Asy-Syaukani –rahimahullah- menjelaskan: “Ghuluw adalah melampaui batas, dan yang dimaksud di sini adalah ghuluw-nya orang-orang Nashrani dalam menyikapi ‘Isa ‘Alahissalam, sehingga mereka menjadikannya sebagai Rabb, dan juga ghuluw-nya orang-orang Yahudi tentang ‘Isa sehingga mereka menjadikannya sebagai anak jadah.” (Lihat Zubdatut Tafsir, hal.132)
Masih banyak lagi tafsiran para ulama terhadap ayat di atas. Pada intinya sikap ghuluw (ifrath) sangat tercela dalam Islam bahkan dapat membuat seseorang melakukan perbuatan menyekutukan Allah karena berlebihan dalam menyikapi/ memahami sesuatu, misalnya menganggap bahwa ‘Isa memiliki kedudukan sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla. Selain itu juga, ghuluw dapat berupa tafrith (pengurangan). Sebagaimana tuduhan keji yang dilontarkan kepada Maryam, ibunda Nabi Allah ‘Isa. Dan perkataan sebagian mereka bahwa ‘Isa ‘Alahissalam merupakan anak hasil hubungan yang tidak halal (anak zina). Na’udzubillah. Semoga kita bisa terbebas dari dua sikap sekaligus, ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (peremehan) dalam beragama, dan janganlah kita berbicara tanpa disertai ilmu dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Maka, orang yang berbahagia dan selamat adalah orang yang menjauhi kedua sikap di atas.

Sebab-Sebab Terjadinya Ghuluw dalam Beragama
Ada beberapa sebab yang menjadikan seseorang berbuat ghuluw dalam melaksanakan ajaran dienul Islam yang telah sempurna ini. Di antara penyebanya adalah:

1. Kebodohan seseorang tentang agama Islam
Bodoh dalam masalah agama dapat berupa kurang memahami maksud syari’at dalam masalah kemudahan (taisir) dan rukhsah. Hal ini dapat terlihat ketika ada orang yang memberat-beratkan diri dalam beribadah. Padahal, agama ini pada hakikatnya adalah mudah dan tidak dipersulit. Kemudian, seseorang yang tidak mengerti batasan-batasan dalam syari’at yang telah ditetapkan bagi mukallaf, bahkan mereka melampaui batasannya. Misalnya, mengharamkan sesuatu yang dihalalkan dan menghalalkan sesuatu yang diharamkan. Juga, ghuluw ketika mengangkat derajat seseorang atau makhluk seperti derajat Rabb (ilah). Ada juga seseorang yang kurang atau tidak mampu memahami nash-nash syari’at, atau memahaminya sesuai dengan akal pikirannya semata tanpa bimbingan syari’at/ ulama.

2. Seseorang yang mengikuti hawa nafsunya
Mengikuti hawa nafsu merupakan salah satu sebab terjadinya sikap ghuluw dalam beragama. Hawa nafsu merupakan penyakit yang samar tetapi sangat berbahaya bagi diri seseorang, sehingga banyak umat sebelum kita yang sesat dan menjadikan mereka ghuluw karena mengikuti hawa nafsu yang tercela. Untuk mengetahui cirri-ciri hawa nafsu yang tercela antara lain:
a. Mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat (samar maknanya) dan meninggalkan yang muhkamat (jelas maknanya).
b. Berpaling dari kebenaran yang jelas dan gamblang dan mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatannya.
c. Mencari-cari rukhshah dan kemudahan dalam perkara yang samar/syubhat tanpa meneliti dan berpikir, dengan alasan bahwa setiap yang mudah adalah terpuji dan yang sulit adalah tercela.
d. Berjalan dengan bimbingan syahwat dengan mengatasnamakan agama.
e. Tidak adil dan tidak konsekuen, baik dalam masalah ucapan, perbuatan, keyakinan, hubungan sosial, hukum, maupun cinta dan benci.
Di antara ayat yang menjelaskan tentang tercelanya sikap ghuluw karena mengikuti hawa nafsu adalah dalam firman Allah Ta’ala:
“…dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (QS. Shad: 26)

3. Beragama dengan bersumber dari hadits-hadits lemah dan palsu.
Salah satu yang menyebabkan seseorang menjadi ghuluw dalam menjalankan agama yang haq ini adalah dengan menjadikan hadits dhaif (lemah) dan maudlu’ sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an Al-Karim. Para ulama berbeda pendapat tentang bolehnya mengambil hadits dhaif dalam masalah fadhilah-fadhilah amal maupun dalam hukum. Tetapi yang paling rajih (kuat) adalah pendapat yang mengharamkannya secara mutlak. Karena mengambil hadits dhaif berarti membuka pintu munculnya bid’ah dalam beragama. Di antara ulama yang mengharamkan mengambil hadits dhaif sebagai sumber hukum dalam agama antara lain Yahya bin Ma’in, Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Hazm, dan Syaikh Al-Albani –rahimahumullah-.

4. Menyerupai dan Mengekor orang-orang kafir
Diantara penyebab terjadinya ghuluw dalam beragama yang dilakukan oleh kaum muslimin adalah penyerupaan (tasyabbuh) mereka terhadap orang-orang kuffar. Padahal Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan perbuatan tersebut. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Cobalah kita saksikan apa yang telah dilakukan oleh sebagian kaum muslimin seperti Maulid Nabi, Memasang sajian, mengagung-agungkan Rasulullah sehingga meletakkan beliau pada tempat ilah yang bisa memberikan manfaat, menghilangkan madharat, memudahkan rezeki dan lainnya, bukankah ini semua adalah bentuk penyerupaan terhadap orang-orang kuffar dari kalangan Nashrani dan Yahudi?
Sebagai penutup marilah kita renungkan perkataan sebagian ulama salaf berikut ini:
“Sederhana tetapi di dalam Sunnah lebih baik daripada bersungguh-sungguh tetapi di dalam Bid’ah.”
Wallahu A’lamu bish Shawab.

Reference:
1. Tafsir Ath-Thabari, Imam Ath-Thabari.
2. Tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Katsir.
3. www.almanhaj.or.id
4. Dan lain-lain.

0 comments

Post a Comment

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers