Jilbāb Menurut Perspektif al-Qur’ān Dan as-Sunnah

Posted by newydsui Tuesday, March 8, 2011
Jilbāb
Menurut Perspektif al-Qur’ān Dan as-Sunnah
Oleh : Ryan Arif Rahman, Lc

Prolog
Pemakaian jilbab dalam arti pakaian yang menutup seluruh tubuh wanita –atau kecuali wajah dan tangannya- yang pernah mengendor dalam banyak masyarakat islam sejak akhir abad XIX, kembali marak sekitar dua puluhan tahun terakhir ini dan kelihatannya dari hari ke hari semakin banyak peminatnya. Persoalan tersebut menjadi semakin marak dan terangkat ke dunia international setelah pemerintah prancis merencanakan –bahkan kini telah menetapkan- larangan penggunaan symbol-symbol agama di sekolah-sekolah prancis, dan yang salah satu diantaranya yang mereka nilai sebagai symbol agama adalah jilbab.

Pro dan kontra tentang kebijakan itu lahir bukan saja di prancis, tetapi di banyak belahan dunia. Di mesir, pemimpin tertinggi Al-Azhār Sayyid Muhammad Thanthawi dikecam dengan sangat pedas oleh banyak kalangan kaum muslimin akibat pandangannya yang menyatakan bahwa pemerintah prancis bebas mengambil kebijakan sesuai dengan apa yang dianggapnya baik, kendati berjilbab adalah kewajiban bagi kaum muslimat. Di Indonesia, Muhamad Quraish Shihab penulis disertasi berjudul Nazhm Al-Durār lī Al-Biqā’iy, Tahqīq wa Dirāsah dan peraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu Al-Quran dengan yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat I (mumtāj ma’a martabat al-syarāf al-’ūlā) juga dikecam oleh banyak kaum muslimin indonesia akibat pandangannya yang menyatakan bahwa yang terpenting dari pakaian wanita muslimah adalah yang menampilkan mereka dalam bentuk terhormat, sehingga tidak mengundang gangguan dari orang yang usil.

Kecaman kaum muslimin juga tertuju kepada Ulil Abshar Abdalla-mantan koordinator JIL-Dengan pendekatan sosio-historisnya ia menyatakan bahwa jilbab bukan merupakan “beban syari’at” bagi perempuan, dan pada intinya jilbab adalah mengenakan pakaian yang memenuhi standar kepantasan umum (public decency). Dia dikecam karena pikirannya tentang jilbab tidak berdasar dan tidak dikuatkan dengan dalil yang akurat.

Terdapat juga Pemikir asal Syiria yang paling kontroversial yaitu Ir. Muh. Syahrūr ia mencoba re-interpretasi teks yang menjelaskan tentang jilbab. Ide-idenya selain dikuatkan dengan nash dan mencengangkan ternyata juga mampu mengusik ortodoksi wacana keagamaan dewasa ini. Ia menjelaskan bahwa postur tubuh perempuan dibagi menjadi dua bagian. Pertama bagian tubuh yang terbuka secara alami. Berdasar pada firman Allah: “janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak darinya”. Perhiasan yang biasa tampak adalah apa-apa yang diperlihatkan Allah dalam penciptaan tubuh perempuan seperti kepala, perut, punggung, dua kaki dan dua tangan. Karena pada hakekatnya manusia lahir dalam keadaan telanjang bulat tanpa busana. Kedua, bagian tubuh yang tidak tampak secara alami yaitu yang disembunyikan oleh Allah dalam bentuk dan susunan tubuh perempuan. Bagian tersembunyi ini disebut dalam ayat dengan al-juyub (bagian yang berlubang dan bercelah).

Terma al-juyub pada tubuh perempuan berupa bagian antara dua payudara, bagian bawah ketiak, kemaluan dan pantat. Semua bagian ini disebut sebagai al-juyub yang wajib ditutupi oleh perempuan. Meskipun mulut, hidung, kedua mata dan kedua telinga termasuk kategori al-juyub (bagian yang berlubang/bercelah) namun tidak perlu ditutupi karena merupakan ciri khas manusia. Dengan demikian-menurut Syahrūr-perempuan mukminah tidak perlu merasa berdosa jika membuka selain daerah sekitar payudara, pantat, dan kemaluannya. Karena ijtihad konyolnya ia pun mendapat kecaman dari kaum muslimin.

Koreksi Atas Kekeliruan Pandangan Liberal

Pertarungan wacana jilbab yang terjadi memang cukup sengit. Terjadi sedikit gesekan dalam intern ulama kalsik dan juga terjadi benturan antara ulama kalsik dengan sarjana masa kini. Ide Ir. Muh. Syahrūr yang menekankan pendekatan sosio-linguistik atas teks (nash) akan termentahkan dengan hadits yang ada. Dimana hadits adalah penjelas nash yang amat universal, Nabi dengan haditsnya merupakan penerjemah wahyu yang sudah dipastikan kebenarannya.
Sementara Gagasan yang dilemparkan Ulil di atas sangat tidak logis. Islam bukanlah agama kebudayaan yang norma-normanya bisa berubah sesuai tuntutan zaman. Islam adalah agama samawi yang aturan hukumnya sepenuhnya diserahkan pada otoritas nash. Hasil pemikiran yang menolak jilbab apapun alasannya patut kita sebut sebagai hal yang absurditas (tidak masuk akal).

Adanya kesalah pahaman dan kekeliruan intelektual muslim di atas, maka tema jilbab menjadi issu yang sangat krusial untuk dikaji. Berikut adalah penjelasan jilbab menurut perspektif al-qur’an dan as-sunnah.

Jilbab Menurut Perspektif Ulama Salaf

Para ulama salaf sepakat bahwa jilbab merupakan “pakaian resmi” muslimah. Namun jilbab yang seperti apakah yang sesuai syariat ? Haruskah wanita muslimah memakai cadar ?
Banyak ragam interpretasi terhadap surat al-Nur: 31. Namun penulis dalam hal ini akan menguraikan pendapat ulama Madzāhib Al-Arba’ah. Secara garis besar ragam interpretasi ini bisa dipetakan menjadi dua kubu. Barisan pertama dimotori oleh Madzhāb Mālikiyah dan Hanāfiyah. Kelompok ini menegaskan wajah dan kedua telapak tangan bukanlah aurat. Dengan pendekatan komparatif-analitik, mereka menggunakan bantuan hadits untuk memahami wahyu. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Aisyah, Nabi pernah menjelaskan bahwa telapak tangan dan wajah bukan merupakan aurat. Pemahaman ini didukung dengan penalaran bahwa ketika shalat telapak tangan dan wajah harus selalu terbuka. Sementara syarat sahnya salat adalah menutup aurat. Dengan demikian praktis bahwa wajah dan telapak tangan bukan termasuk aurat yang wajib ditutupi.

Dilain pihak, madzhab Syāfi’iyah dan Hanābilah cenderung lebih ketat dan berpendapat sebaliknya. Firman Allah yang berbunyi “janganlah kamu memperlihatkan perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak darinya” dipahami bahwa larangan menampakkan perhiasan (zinatu al-mar’ah) adalah termasuk wajah. Wajah dikategorikan perhiasan perempuan karena dengan melihat wajah, seseorang akan tampak kecantikannya. Disamping itu, kubu ini juga mengumpulkan banyak hadits untuk merperkuat opininya.
Jilbab Menurut Perspektif Al-Qur’an Dan As-Sunnah.
Dua kubu madzhāb ‘ulama di atas menjelaskan akan kesepakatan mereka tentang kewajiban menutup aurat dengan memakai jilbab, perbedaan ringan yang mencuat dikalangan mereka hanya soal muka dan telapak tangan apakah termasuk kategori aurat ataupun tidak. Terlepas dari perbedaan itu bahwa mereka bersepakat bahwa jilbab menurut tinjaun syar’i memiliki standarisasi yang baku dan tidak akan pernah berubah. Standarisasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Meliputi Seluruh Badan Selain Yang Dikecualikan

Syarat ini terdapat dalam firman Allah dalam surat An-Nuur ayat 31. Juga firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 59 yang berbunyi : "Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mumin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya : "Janganlah kaum wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria ajnabi, kecuali yang tidak mungkin disembunyikan." Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya. "Maksudnya adalah kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan."

Al-Qurthubi berkata : Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya : "Wahai Asma ! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini." Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Allah Pemberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya."

2. Bukan Berfungsi Sebagai Perhiasan

Ini berdasarkan firman Allah dalam surat An-Nuur ayat 31 yang berbunyi: "Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka." Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu, yang menyebabkan kaum laki-laki melirikkan pandangan kepadanya. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 33 : "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti oang-orang jahiliyah."

Juga berdasarkan sabda Nabi : "Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang meninggalkan jamaah dan mendurhakai imamnya serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya." (Dikeluarkan Al-Hakim 1/119, Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad)
Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19).

3. Kainnya Harus Tebal (Tidak Tipis)

Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali harus tebal. Jika tipis, maka hanya akan semakin memancing fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda : "Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti terdapat bongkol (punuk) unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk." (At-Thabrani dalam Al-Mujam As-Shaghir hal. 232) Di dalam hadits lain terdapat tambahan : "Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian." (Al-HAdits As-Shahihah no. 1326).
Ibnu Abdil Barr berkata: Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakekatnya telanjang. (dikutip oleh As-Suyuthi dalam Tanwirul Hawalik III/103).

Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawsannya Umar bin Al-Khattab pernah memakai baju Qubthiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata : Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri-istrimu !. Seseorang kemudian bertanya : Wahai Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada istriku dan telah aku lihat di rumah dari arah depan maupun belakang, namun aku tidak melihatnya sebagai pakaian yang tipis ! Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak tipis, namun ia mensifati (menggambarkan lekuk tubuh). (Riwayat Al-Baihaqi II/234-235)

Atsar di atas menunjukkan bahwa pakaian yang tipis atau yang mensifati dan menggambarkan lekuk-lekuk tubuh adalah dilarang. Yang tipis (transparan) itu lebih parah daripada yang menggambarkan lekuk tubuh (tapi tebal). Oleh karena itu Aisyah pernah berkata : "Yang namanya khimar adalah yang dapat menyembunyikan kulit dan rambut."

4. Harus Longgar (Tidak Ketat) Sehingga Tidak Dapat Menggambarkan Sesuatu Dari Tubuhnya

Usamah bin Zaid pernah berkata : Rasulullah pernah memberiku baju Quthbiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku : "Mengapa kamu tidak mengenakan baju Quthbiyah ?" Aku menjawab : Aku pakaikan baju itu pada istriku. Nabi lalu bersabda : "Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Quthbiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya." (Ad-Dhiya Al-Maqdisi dalam Al-Hadits Al-Mukhtarah I/441)

5. Tidak Diberi Wewangian Atau Parfum

Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata : Rasulullah bersabda : "Siapapun wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina." (An-Nasai II/283; Abu Daud II/192; At-Tirmidzi IV/17; Ahmad IV/100)

Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda : "Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian." (Muslim dan Abu Awanah dalam kedua kitab Shahih-nya)
Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah : Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian menerpanya. Maka Abu Hurairah berkata : Wahai hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ? Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu mandilah ! karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah bersabda : "Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangian menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi." (Al-Baihaqi III/133; Al-Mundziri III/94).

Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Syaikh Al-Albany berkata: Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ? Tidak diragukan lagi bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya. Al-Haitsami dalam kitab AZ-Zawajir II/37 menyebutkan bahwa keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai wewangian dan berhias adalah termasuk perbuatan kabāir (dosa besar) meskipun suaminya mengizinkan.

6. Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki

Dari Abu Hurairah berkata : Rasulullah melaknat pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria. (Abu Daud II/182; Ibnu Majah I/588; Ahmad II/325)
Dari Abdullah bin Amru yang berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda : "Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita." (Ahmad II/199-200)

Dalam lafadz lain :"Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria." (Al-Bukhari X/273-274)
Dalam haits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya. Ini bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya, kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam masalah pakaian saja.

7. Tidak Menyerupai Pakaian Wanita-Wanita Kafir

Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakain khas mereka. Dalilnya : Firman Allah surat Al-Hadid : 16, berbunyi : "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik."

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al-Iqtidha hal.43: Firman Allah "Janganlah mereka seperti..." merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan.

Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat ini (IV/310) berkata : Karena itu Allah melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok maupun cabang.
Allah telah memberi tahukan dalam surat Al-Mujadalah : 22 bahwa tidak ada seorang mumin yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mumin, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan.

8. Bukan Pakaian Untuk Mencari Popularitas (Pakaian Kebesaran)

Berdasarkan hadits Ibnu Umar yang berkata : Rasulullah bersabda : "Barangsiapa mengenakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka." (Abu Daud II/172; Ibnu Majah II/278-279).
Libas Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan untuk meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakain tersebut mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah, yang dipakai oleh seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya (Asy-Syaukani dalam Nailul Authar II/94).

Ibnul Atsir berkata : "Syuhrah artinya terlihatnya sesuatu. Maksud dari Libas Syuhrah adalah pakaiannya terkenal di kalangan orang-orang yang mengangkat pandangannya mereka kepadanya. Ia berbangga terhadap orang lain dengan sikap angkuh dan sombong."
Demikianlah ulasan singkat tentang jilbab menurut perspektif Al-Qur’an dan As-Sunnah, di akhir makalah ini dapat kita simpulkan bahwa jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan dengan delapan standart di atas dan jilbab bukan hanya sekedar pakaian yang memenuhi standar kepantasan umum atau pakaian terhormat belaka. Wallahu A’lam.

Referensi
1) Muh Nashiruddin Al Bany, Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah Fi Al-Kitab Wa As-Sunnah, Darussalam.
2) Al-Qurthubi, Muhammad Bin Ahmad Al-Anshori. 1961. Al-Jami' Li Ahkamil Qur'an, Mesir: Daar Al-Kutub Al-Misriyah.
3) As Suyuthy, Abdurrahman Bin Al Kamal Jalaluddin. M 1993, Ad Duur Al Mantsur Fi At Tafsir Al Ma’tsur, Beirut : Darul Fikr.
4) Az Zamakhsyary, Abul Qasim Jarullah Mahmud Bin Umar. M 1948, Al Kasyaf ‘An Haqaiqi At Tanzil Wa ‘Uyuni Al Aqawil Fi Wujuhi At Ta’wil. Juz I. Mesir : Maktabah Musthafa Al Bani Al Halabi.
5) Ibn Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, 1401, Darul Fikr, Bairut
6) Muh Ibn Jarir At Thabary, Jami’ul-Bayan An Ta’wil Ayyil Qur’an, 1405 Dar Al Fikr,Bairut.
7) M. Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, Lentera Hati.
8) Ir. Muh. Syahrur, Al-Qur’an Qira’ah Mua’shirah, Terj. Sahiron Syamsudin, El- Saqpress Jogjakarta.
9) Kutub At Tis’ah, Dll.

0 comments

Post a Comment

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers