Hakikat Berislam

Posted by newydsui Thursday, December 3, 2009
HAKIKAT BERISLAM
Oleh : Imtihan Asy Syafi'i, MIF

Hari ini kita dapat menyaksikan –mudah-mudahan kita sendiri tidak termasuk di dalamnya– orang-orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat dengan fasih dan mengerjakan shalat tepat waktu, namun di hatinya tertanam kebencian kepada Islam. Sebab, banyak orang berpersepsi, Islam adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, mengerjakan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan berhaji jika punya biaya.
Urusan selain kelima perkara itu ada hak pribadi setiap orang, kata mereka. Jika ada yang mengingatkan bahwa seorang muslim mesti menaati semua aturan Allah sesuai dengan aturan main yang diajarkan oleh Rasulullah saw, ada saja jawaban mereka. Jangan mengintervensi urusan orang lain; itu hak asasi, berislam koq repot, dan seribu satu jawab semisal lainnya.

Islam = Taslim

Berislam artinya bertaslim. Bertaslim atau beristislam maknanya tunduk, taat dan menerima apa saja yang datang dari Allah dan Rasulullah saw. Apa saja yang datang, baik itu berupa perintah atau pun larangan, tidak ada yang ditentang. Perintah dilaksanakan sebatas maksimal kemampuan dan larangan dijauhi. Semua dimanifestasikan secara lahir-batin. Allah berfirman,
"Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak mendapati di dalam hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (An-Nisa`: 65)
Keputusan Allah dan Rasulullah saw adalah yang terbaik, meskipun terkadang terasa berat dan tidak enak. Pun Allah telah mengingatkan kita bahwa,
"Boleh Jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Al-Baqarah: 216)
Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi kita. Dalam setiap ketetapan-Nya, ada hikmah yang dalam. Hikmah yang boleh jadi tidak kita ketahui. Baik kiranya jika kita merenungkan pernyataan Muhammad bin Syihab az-Zuhriy berikut ini:
مِنَ اللّهِ الرِّسَالَةُ وَعَلَى الرَّسُولِ الْبَلاَغُ وَعَلَيْنَا التَّسْلِيْمُ
"Risalah datang dari Allah, Rasul bertugas menyampaikan, dan kita berkewajiban untuk menerima."

Ittiba' adalah bukti taslim

Ittiba' yakni mengikuti Nabi saw. Beliau adalah utusan Allah; manusia yang paling tahu tentang maksud Allah yang tersurat maupun tersirat dalam firman-firman-Nya. Karenanya para Salaf sepakat, jika ada ayat al-Qur`an yang makna dan maksudnya telah dijelaskan oleh Rasulullah saw, maka tidak ada seorang pun yang boleh membantahnya. Semua mesti mengikuti petunjuk beliau. Inilah hakikat ittiba'. Sesuatu yang akan mengantarkan kita kepada Mahabbatullah.
Allah berfirman,
'Katakanlah, 'Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, berittiba'lah kepadaku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu!' Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Ali 'Imran: 31)
Imam Syafi'i berkata, "Aku beriman kepada Allah dan apa saja yang ada di dalam Kitabullah sebagaimana dikehendaki oleh Allah. Dan aku beriman kepada Rasulullah saw dan apa saja yang datang dari Rasulullah saw sesuai dengan yang dimaksud oleh Rasulullah saw."
Imam Ahmad berkata, "Kuamati Mushhaf dan kudapati perintah untuk mentaati Rasulullah saw ada di 33 tempat." Kemudian beliau membaca,
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih." (An-Nur: 63)
Imam Ahmad mengulang-ulang ayat itu. Kemudian beliau ditanya, apakah yang dimaksud dengan fitnah? Beliau menjawab bahwa fitnah itu adalah syirk. Kemusyrikan. Maknanya, jika seseorang menolak sebagian perintah Nabi saw, bisa jadi di hatinya ada sedikit penyimpangan sehingga hatinya menyimpang dan celakalah dia.
Imam Ahmad juga pernah diberitahu adanya orang-orang yang menomorduakan sabda Nabi dan memilih pendapat Sufyan bin 'Uyainah. Beliau berkata, "Saya heran dengan adanya orang-orang yang mendengar hadits, mengetahui isnad, dan keshahihannya, namun dia meninggalkan sabda Nabi dan memilih pendapat Sufyan dan yang lain. Padahal Allah telah berfirman, "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedih." (An-Nur: 63)

Nomor Satu Wahyu

Demikianlah, Islam adalah agama taslim dan ittiba'. Bertaslim dan berittiba' maknanya menomorsatukan wahyu dan menomorduakan selainnya. Akal, pikiran, perasaan, insting, dan logika siapa pun mesti ditimbang dengan wahyu dan bukan sebaliknya: wahyu yang ditimbang dengan perkara-perkara itu. Sungguh, ada banyak perkara yang tidak masuk akal, pikiran, dan perasaan yang mesti kita terima dan kita ikuti, jika kita masih ingin dikategorikan sebagai seorang muslim.
Apatah lagi, sekiranya kita hanya menerima perkara-perkara yang masuk akal saja, pastilah kita tidak akan memeluk agama ini, Kita pasti akan melepaskannya. Sebab akal manusia ada yang tidak akan menerima adanya adzab kubur, ada yang mempermasalahkan bagaimana turunnya wahyu dari langit, ada yang mempermasalahkan adanya Rasul dari kalangan manusia, ada yang menginginkan supaya sunnah itu semua mutawatir. Ada juga yang menyatakan hanya mau mengambil al-Qur`an, tidak mau as-Sunnah. Wallahul Muwaffiq.

0 comments

Post a Comment

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers