Keutamaan Ilmu

Posted by newydsui Monday, June 29, 2009

KEUTAMAAN ILMU 

Oleh : Arif Abdurrohman, Lc

Pembahasan ulama, keutamaan mereka di dalam agama dan di hadapan umat, merupakan pembahasan yang menjadi bagian dari agama. Mereka adalah penyambung umat dengan Rabbnya, agama dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka adalah sederetan orang yang akan menuntun umat kepada cinta dan ridha Allah, menuju jalan yang rahmat. Oleh karena itu menjauhkan diri dari mereka berarti telah melepaskan dan memutuskan tali yang kokoh dengan Allah, agama dan Rasul-Nya. Maka siapapun atau kelompok manapun yang mengesampingkan ulama pasti akan tersesat dan binasa. 
Allah Subhanahu wa Ta'ala mengangkat derajat ulama dengan ilmu, dan menghiasi mereka dengan sikap kelemah lembutan. Dari mereka tersingkap hal yang halal dan haram, mudharat dan manfaat, yang baik dan yang buruk. Keutamaan dan kedudukan mereka sangat mulia disisi Allah. Mereka adalah pewaris para nabi dan pemimpin para wali. Seluruh ikan yang ada di lautan memintakan ampun untuk mereka, dan malaikat dengan sayap-sayapnya menaungi dan tunduk. 

Mereka lebih utama dari ahli ibadah dan lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang zuhud. Hidup mereka merupakan harta ghanimah bagi umat dan kematian mereka merupakan musibah. Mereka mengingatkan orang lalai, dan mengajarkan orang yang jahil. Mereka tidak pernah melakukan kerusakan dan tidak akan membawa kebinasaan. Dengan keluhuran adab mereka, pelaku maksiat terpacu untuk taat, dengan nasihat mereka pula, para pelaku dosa terpacu untuk bertaubat.  

Para ulama adalah lentera Allah Subhanahu wa Ta'ala, lambang sebuah negara, lambang kekokohan umat, sumber ilmu dan hikmah, serta mereka adalah musuh syaithan. Keberadaan mereka di muka bumi bagaikan bintang-bintang di langit yang akan menerangi dan menunjuki kegelapan.  
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam banyak menyebutkan keutamaan ilmu dan ahlul ilmi dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. 
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu berkata: “Yang dimaksud dengan ilmu adalah ilmu yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berupa bayyinah (penjelas) dan huda (petunjuk). Maka, ilmu yang mengandung pujian dan keutamaan adalah ilmu wahyu, ilmu yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki kebaikan baginya, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menfaqihkan (menjadikan dia paham) akan agama.” (Muttafaqun ‘alaih(
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,  
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi. Dan sungguh para nabi tidaklah mewariskan dinar maupun dirham, hanya saja mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya (ilmu tersebut) berarti dia telah mengambil bagian ilmu yang banyak.” (HR. Abu Dawud, dan At-Tirmidzi(

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu berkata: “Tidaklah mewarisi dari para nabi kecuali para ulama. Maka merekalah pewaris para nabi. Merekalah yang mewarisi, ilmu, amal dan tugas membimbing umat kepada syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Oleh karena itu, termasuk perkara yang sangat penting untuk kita ketahui dan pahami adalah manzilah dan keutamaan ahlul ilmi di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga kita bisa beradab terhadap mereka, menghargai mereka dan menempatkan mereka pada kedudukannya. 
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda: 
لاَ يَشْكُرُ اللهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ
“Tidaklah bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, orang yang tidak bersyukur kepada manusia.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi.)

Keutamaan Ahlul Ilmi
Di antara keutamaan ahlul ilmi adalah sebagaimana berikut:  

1. Ahlul ilmi adalah orang yang berkedudukan tinggi di dunia dan akhirat

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah: 11(
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 
يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابَ قَوْمًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ
“Dia (Allah) akan meninggikan derajat suatu kaum dengan kitab ini, dan akan menghinakan dengannya pula kaum yang lain.” (HR. Muslim(
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata dalam tafsirnya: “Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengangkat ahlul ilmi dan ahlul iman beberapa derajat, sesuai dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala khususkan kepada mereka (berupa ilmu dan iman(.

2. Ahlul ilmi adalah ahlul khasyyah (orang-orang yang takut) dan ahlut taqwa (orang yang bertakwa).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (Fathir: 28)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَاللهِ، إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
“Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan yang paling bertakwa kepada-Nya. Namun aku berpuasa dan berbuka, aku shalat malam dan aku tidur, dan akupun menikahi para wanita. Barangsiapa membenci sunnahku, dia bukan termasuk golonganku.”(Muttafaqun ‘alaih)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata: “Setiap orang yang lebih berilmu tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala, dialah orang yang lebih banyak takut kepada-Nya. Rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut mengharuskan dia menahan diri dari kemaksiatan dan mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Dzat yang dia takuti. Dan ayat ini adalah dalil yang menunjukkan keutamaan ilmu, karena ilmu itulah yang mendorong untuk takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “Hanya saja yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan rasa takut yang sebenarnya, adalah para ulama yang mengenal Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena, tatkala semakin sempurna ma’rifah (pengenalan) terhadap Dzat Yang Maha Agung, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Mengetahui, Yang Memiliki sifat-sifat yang sempurna dan nama-nama yang berada pada puncak kebaikan, maka rasa takut kepada-Nya pun semakin besar dan sempurna. 
Ahmad bin Shalih Al-Mishri meriwayatkan dari Ibnu Wahb, dari Malik rahimahullahu, dia berkata: ‘Sesungguhnya ilmu itu bukan dengan banyaknya riwayat, hanya saja ilmu itu adalah nur (cahaya) yang Allah Subhanahu wa Ta’ala masukkan ke dalam hati.’ 

Ahmad bin Shalih berkata: ‘Maknanya, khasyah (rasa takut) itu tidak didapatkan dengan banyaknya riwayat. Hanya saja (yang menyebabkan khasyah) adalah ilmu yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan untuk diikuti, yaitu Al-Kitab dan As-Sunnah, serta apa yang datang dari para sahabat, serta para imam kaum muslimin dari generasi setelah mereka. Maka hal ini tidak didapatkan kecuali dengan riwayat. Sehingga makna pernyataan Al-Imam Malik bahwa ilmu itu adalah nur (cahaya), maksudnya adalah pemahaman terhadap ilmu tersebut dan pengetahuan tentang makna-maknanya.”

3. ahlul ilmi adalah orang yang paling peduli terhadap umat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah.” (Ali ‘Imran: 110)
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  
مَثَلِي وَمَثَلُكُمْ كَمَثَلِ رَجُلٍ أَوْقَدَ نَارًا فَجَعَلَ الْجَنَاذِبُ وَالْفِرَاشُ يَقَعْنَ فِيْهَا وَهُوَ يَذُبُّهُنَّ عَنْهَا، وَأَنَا آخُذُ بِحُجَزِكُمْ عَنِ النَّارِ وَأَنْتُمْ تُفَلَّتُونَ مِنْ يَدِي
“Permisalanku dan permisalan kalian adalah seperti seseorang yang menyalakan api, kemudian mulailah serangga kecil dan kupu-kupu menjatuhkan diri kepada api tersebut. Padahal orang itu senantiasa menghalau hewan-hewan itu darinya. Akupun menahan pinggang kalian dari api neraka dalam keadaan kalian berusaha melepaskan diri dari kedua tanganku.” (HR. Muslim(
Yahya bin Mu’adz Ar-Razi rahimahullahu berkata: “Para ulama itu lebih belas kasihan terhadap umat daripada bapak-bapak dan ibu-ibu mereka.” Ditanyakan kepadanya: “Bagaimana demikian?” Dia menjawab: “Bapak-bapak dan ibu-ibu mereka menjaga mereka dari api di dunia, sedangkan para ulama menjaga mereka dari api di akhirat.”
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata: “Kalau tidak ada ulama, sungguh umat manusia seperti binatang.”

4. Asingnya ahlul ilmi di kalangan umat merupakan tanda kebinasaan umat.

Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:  
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا مِنَ النَّاسِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءَ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari umat manusia dengan sekali cabut. Akan tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga bila Dia tidak menyisakan seorang alim pun (sampai) umat manusia menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin mereka. Maka mereka (para pemimpin itu) ditanya, lalu berfatwa tanpa ilmu. Maka mereka sesat dan menyesatkan.” (Muttafaqun ‘alaih(

5.Ahlul ilmi adalah ahlul bashirah, sehingga mampu mengetahui fitnah di awal mula munculnya.

Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam berkata: “Ketahuilah, orang yang paling mampu mengetahui kejelekan dari awal munculnya adalah para pewaris nabi, yakni para ulama yang beramal dengan dua wahyu (Al-Kitab dan As-Sunnah), dan benar-benar paham terhadap keduanya.” 
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan tentang perbuatan Qarun yang melampaui batas dan pada masa itu umat terfitnah dengannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan sikap ahlul ilmi terhadap hal itu . 
فَخَرَجَ عَلَى قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَالَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
“Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: ‘Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar’.” (Al-Qashash: 79(
Ini adalah sikap kebanyakan orang, yaitu berangan-angan memiliki harta yang banyak seperti Qarun. Adapun sikap ahlul ilmi, Allah Subhanahu wa Ta’ala kisahkan: 
وَقَالَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ وَيْلَكُمْ ثَوَابُ اللهِ خَيْرٌ لِمَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا وَلَا يُلَقَّاهَا إِلاَّ الصَّابِرُونَ
“Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: ‘Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar’.” (Al-Qashash: 8)
Tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala benamkan Qarun berikut hartanya ke dalam bumi, barulah berubah sikap mayoritas umat itu.  
Oleh karena itu, Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata: “para ulama mengetahui fitnah diawal kemunculannya, sedangkan umat baru menyadarinya ketika fitnah itu berlalu .” 

6.Ahlul ilmi adalah rujukan umat dan pembimbing ke jalan yang benar. 

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (Al-Anbiya’: 7(
Dan firmanNya, :
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalaulah mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antaramu).” (An-Nisa`: 83(
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata dalam tafsirnya :Ini adalah pelajaran adab dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bagi hamba-hamba-Nya tentang sikap dan perbuatan mereka yang tidak pantas. Seharusnya, apabila datang kepada mereka berita penting yang terkait dengan kepentingan umat, seperti berita keamanan dan hal-hal yang menggembirakan orang-orang yang beriman, atau berita yang mengkhawatirkan/ menakutkan, yang di dalamnya ada musibah yang menimpa sebagian mereka, hendaknya mereka memperjelas terlebih dahulu akan kebenarannya dan tidak tergesa-gesa menyebarkannya. Namun hendaknya mereka mengembalikan hal itu kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam (semasa beliau masih hidup) dan kepada ulil amri, yaitu orang yang ahli berpendapat, ahli nasihat, yang berakal (para ulama). Mereka adalah orang-orang yang paham terhadap berbagai permasalahan dan memahami sisi-sisi kebaikannya bagi umat, sekaligus mengetahui hal-hal yang tidak bermanfaat bagi mereka. 
Apabila mereka melihat sisi kebaikan, motivasi yang baik bagi orang-orang yang beriman dan menggembirakan mereka bila berita tersebut disebarkan, atau akan menumbuhkan kewaspadaan mereka terhadap musuh-musuhnya, tentu mereka akan menyebarkannya (atau memerintahkan untuk menyebarkan) 
Apabila mereka melihat (disebarkannya berita tersebut) tidak mengandung kebaikan, atau dampak negatifnya lebih besar, maka mereka tidak akan menyebarkannya.”
Karena demikian agung dan mulianya kedudukan ahlul ilmi menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, sudah semestinya umat menghormati dan memuliakan mereka. Juga kembali kepada mereka dalam menghadapi berbagai problematika, mempelajari agama ini dengan bimbingan mereka, khususnya di masa yang penuh dengan fitnah ini. Tidak ada jalan yang selamat kecuali kita merujuk kepada ahlul ilmi. Wallahu A'lam Bis Showab.

Referensi:

1. Syarh Riyadhish Shalihin, Syaikh Sholih Bin Utsaimin.
2. Tafsir Ibnu Katsir.
3. Tafsir Karimur Rahman, As Sa'di.
4. Al Hikmah Fi Da'wah Ilallah, Said Bin Wahaf Al Qahthani.
5. Mukhtashor Minhajul Qosidin, Ibnu Qudamah. 

0 comments

Post a Comment

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers