Berharap Maslahat Tidak Merusak Keikhlasan

Posted by newydsui Monday, June 29, 2009
BERHARAP MASLAHAT TIDAK MERUSAK KEIKHLASAN

oleh : Imtihan Asy Syafi'i,MIF

"Shalat itu melapangkan rizki, menjaga kesehatan, mengusir marahabaya, menepis penyakit, menguatkan hati, membuat wajah cemerlang, menjadikan jiwa selalu berseri-seri, menghilangkan rasa malas, mengundang semangat anggota badan, menambah kekuatan, melapangkan dada, menutrisi ruhani, membuat hati bercahaya, menjaga nikmat, mencegah musibah, mendatangkan barokah, menjauhkan diri dari setan dan mendekatkan diri kepada ar-Rahman." Demikianlah sebagian maslahat yang ada pada shalat, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qayyim al-Jawziyah.
Bagi sebagian muslim yang dangkal ilmunya, pernyataan murid Ibnu Taimiyah di atas mengandung tanda tanya. Bagaimana jika seorang muslim mengerjakan shalat dengan tujuan memperoleh berbagai maslahat sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim di atas? Apakah hal itu merusak keikhlasannya? Jika hal itu merusak keikhlasan, kenapa ulama sekaliber Ibnul Qayyim bercapek-capek memaparkan berbagai maslahat shalat? Mungkinkah secara sadar Ibnul Qayyim menyebutkan sesuatu yang tidak bermanfaat atau bahkan berpotensi mencelakakan umat?
Menurut sebagian muslim yang dangkal ilmunya, orang yang mengerjakan amal ibadah dengan tujuan memetik buahnya dan memperoleh imbalan dari Allah atau keuntungan lainnya, berarti ia telah menodai tujuan sejati ibadah, yaitu mengharapkan keridhaan Allah. Menurut mereka, selagi masih ada keinginan lain di samping ridha-Nya, seseorang masih menyekutukan Allah. Musyrik.

Boleh berharap maslahat
Pendapat seperti tersebut di atas tidaklah benar. Para ulama salaf yang mendalam ilmunya sepakat bahwa syariat datang dengan membawa maslahat bagi kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Para ulama telah membuktikan kebenaran hal ini berdasarkan penelitian mereka terhadap al-Qur`an dan al-Hadits. Menurut mereka—bahwa syariat datang dengan membawa masalahat—selalu dapat dijumpai dalam seluruh detail syariat. Pencarian bukti-bukti seperti itu akan sangat berguna bagi pengetahuan kita, karena memang begitu banyak dalil yang membuktikan kebenaran pernyataan itu. (Al-Muwafaqat, asy-Syathibiy, 2/3-4)
Memang setiap mukallaf dilarang menjadikan amal ibadahnya sebagai alat untuk memperoleh keuntungan duniawi seperti yang dilakukan oleh orang-orang munafik. Setiap mukallaf dituntut untuk memusatkan tujuannya hanya pada kemaslahatan yang ditetapkan oleh syariat. Tetapi, ini bukan berarti kita dilarang mengharapkan kebaikan apa pun dari ibadah yang kita lakukan. Pengharapan ini sama sekali tidak bertentangan dengan konsep ikhlas, selama kita tetap berpijak di atas tuntunan dan tuntutan syariat.

Isyarat al-Qur`an dan as-Sunnah
Bagaimana mungkin kita mengatakan bahwa orang yang hendak bersuci—berwudhu atau mandi wajib—tidak boleh berkeinginan untuk membersihkan atau menghilangkan bau badan di samping niat ibadah kepada Allah? Ketika cuaca panas, bagaimana mungkin kita mencegah keinginan untuk menyejukkan atau menyegarkan tubuh? Apakah karena menginginkan hal itu kemudian kita menyebut amalnya rusak atau batal?
Apakah keliru jika kita meniatkan zakat atau sedekah yang kita keluarkan dengan tujuan menutup jurang kemiskinan, bersilaturrahim, dan berbuat baik kepada sesama? Apakah tujuan-tujuan ini bertentangan dengan keikhlasan?
Apakah orang yang telah merasakan lezat dan bahagianya beribadah mampu menepis tujuan memperoleh kenikmatan itu? Sedangkan Rasulullah saw. telah menyatakan,
وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِيْ فِي الصَّلاَةِ
"Dijadikan penyejuk hatiku ada pada shalat." (Silsilah Ahadits Shahihah, no. 1809)
Tidak bolehkan seorang yang mengerjakan shalat berharap dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar. Jika tidak boleh, apa yang harus kita lakukan dengan firman Allah berikut ini?
"Dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar." (Q.S. al-'Ankabut: 45)
Kelirukah kita mengharapkan selalu mendapatkan solusi dari berbagai masalah yang kita hadapi, rizki yang tak terduga, dan dimudahkan segala urusan kita dengan bertakwa kepada Allah? Dengan senantiasa menjalankan semua perintah-Nya semampu kita dan meninggalkan semua larangan-Nya? Jika kita keliru, lantas bagaimana kita membaca ayat-ayat berikut ini?
"Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka." (Q.S. ath-Thalaq: 2-3)
"Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." (Q.S. ath-Thalaq: 4)
Akhirnya ada satu ayat yang secara tegas menyanjung orang yang mencari dua kebaikan sekaligus, kebaikan dunia dan akhirat.
"Dan di antara mereka ada yang berdoa, 'Wahai Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.' Mereka itulah orang yang mendapatkan bagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat hisab-Nya." (Q.S. al-Baqarah: 201-202)
Maka tidaklah keliru jika kita mengharapkan banyak kebaikan dari amal ibadah kita. Kebaikan yang dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Wallahul Muwaffiq.

0 comments

Post a Comment

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers