Ilmu Syar'i

Posted by newydsui Monday, June 29, 2009
ILMU SYAR’I
ILMU PERTAMA YANG AKAN DIANGKAT DARI MUKA BUMI

Oleh : Tengku Azhar, Lc.

 
Definisi Ilmu Syar’i
Al-Ilmu Asy Syarif [ilmu yang mulia, ilmu yang sesungguhnya, ilmu yang kebenarannya absolut (mutlak)] adalah ilmu yang diturunkan dari langit ke bumi, diwahyukan oleh Allah Ta’ala kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa salam, berupa Al-Qur’an, As-Sunnah dan ilmu-ilmu syariah (agama) yang disimpulkan dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

وَأَنزَلَ اللهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُن تَعْلَمُ وَكَانَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكَ عَظِيمًا
“Dan Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.” (QS. An-Nisa’:113).

وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحًا مِّنْ أَمْرِنَا مَاكُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلاَ اْلإِيمَانُ وَلَكِن جَعَلْنَاهُ نُورًا نَّهْدِي بِهِ مَن نَّشَآءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (al-Qur'an) dengan perintah Kami.Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur'an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syura : 52).

Allah Ta’ala menerangkan bahwa Dia mewahyukan ilmu kepada Nabi-Nya. Allah Ta’ala mensifati ilmu tersebut sebagai ruh (nyawa) dan nur (cahaya petunjuk). Disifati demikian karena ilmu dari Allah Ta’ala menghidupkan hati yang mati dan mengeluarkan manusia dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk). Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَالَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَاكاَنُوا يَعْمَلُونَ
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan ditengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya.” (QS. Al-An’am : 122).

Imam Ibnu Hajar mengatakan :
“Yang dimaksud dengan ilmu adalah ilmu syar’i yang memberi faedah memberi ma’rifah atas urusan dien yang wajib diketahui oleh setiap mukalaf ; dalam ibadahnya, muamalahnya, ilmu tentang Allah dan sifat-sifat-Nya dan kewajiban menegakkan perintah-Nya serta mensucikan-Nya dari kekurangan (sifat ketidak sempurnaan). Inti dari itu semua adalah tafsir, hadits dan fiqih.” [Fathul Bari Syarhu Shahih Bukhari 6/188].

 Definisi Ulama
 Banyak ayat dan hadits yang menerangkan keutamaan ulama. Yang dimaksud dengan ulama dalam berbagai ayat dan hadits tersebut adalah para ulama yang mengamalkan dan mendakwahkan (mengajakan) ilmunya. Adapun ulama yang berilmu, namun tidak mengamalkan dan mendakwahkan ilmunya, adalah ulama yang tercela. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :

كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللهِ أَن تَقُولُوا مَالاَتَفْعَلُونَ
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” (QS. ِAsh-Shaf : 3).

Ulama yang mempunyai ilmu namun tidak mengamalkan ilmunya, tidak termasuk dalam kelompok ulama yang dimuliakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang berbicara tentang keutamaan ilmu. Bahkan Allah ta’ala menyamakan ulama yang tidak mengamalkan ilmunya, dengan orang yang tidak berilmu.

وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَالَهُ فيِ اْلأَخِرَةِ مِنْ خَلاَقٍ وَلَبِئْسَ مَاشَرَوْا بِهِ أَنفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
”Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (QS. Al-Baqarah :102).

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mensifati para ahlu kitab (Yahudi dan Nasrani) sebagai orang yang berilmu (Demi, sesungguhnya mereka telah mengetahui / meyakini). Namun karena mereka tidak mengamalkan ilmunya, mereka disebut sebagai orang yang tidak mengetahui (dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui).
 
 Keutamaan Ilmu Syar’i Dalam Al-Qur’an
 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
 ”Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika memang kamu orang yang benar!" Mereka menjawab:"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Allah berfirman:"Hai Adam, beritahukan kepada mereka nama-nama benda ini". Maka setelah diberitahukannya nama-nama benda itu, Allah berfirman:"Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan", (QS. Al Baqarah 2:31-33).

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala memerintahkan Adam memberitahukan nama-nama benda kepada para malaikat, setelah sebelumnya Allah Ta’ala menanyakan nama-nama benda kepada para malaikat. Hal ini untuk menujukkan kepada para malaikat, bahwa Adam lebih mengetahui dan lebih mulia dari para malaikat tersebut. Maka layak apabila Allah Ta’ala memerintahkan para malaikat untuk bersujud (menghormati) kepada Adam dan menjadikan para malaikat sebagai murid Adam. Karena itu, semakin tinggi ilmu seorang muslim, para malaikat akan semakin menaunginya dengan sayapnya, sebagai tanda tawadhu’ (merendahan diri, menghormati) dan ridha dengan ilmunya.

Keutamaan Ilmu Syar’i Dalam As-Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
“Barang siapa mengada-adakan hal baru yang tidak ada perintahnya dalam urusan agama ini, maka hukumnya tertolak.” (HR. Bukhari Muslim).
Hadits ini menunjukkan keutamaan ilmu, karena :
- Secara langsung teks hadits menetapkan bahwa setiap amalan yang tidak sesuai dengan dalil syar’i adalah tertolak, baik urusan ibadah maupun mu’amalah.
- Secara tidak langsung, menyatakan wajibnya mempelajari ilmu sebelum beramal. Jika setiap amalan tidak sah dan tidak akan diterima bila tidak sesuai dengan tuntunan syariah, maka wajib hukumnya mempelajari hukum syariat dalam setiap amalan yang akan dikerjakan.
 Juga Sabda beliau :
“Barang siapa yang dirinya dikehendaki kebaikan oleh Allah Ta’ala, Allah Ta’ala akan menjadikannya faqih (paham) terhadap agama. Saya hanya orang yang bertugas membagi, sedang Allah-lah yang memberi. Umat ini akan tetap tegak di atas perintah Allah Ta’ala, orang-orang yang menyelisihi mereka tidak akan mampu menimpakan bahaya atas diri mereka sampai datang urusan (keputusan) Allah Ta’ala.
Hadits ini menunjukkan keutamaan ilmu:
- Karena bertafaquh (belajar untuk memahami) fi dien merupakan salah satu tanda Allah Ta’ala menginginkan kebaikan pada diri seorang hamba. Dengan tafaquh fi dien, seorang hamba bisa memperbaiki amalnya sehingga sesuai dengan tuntunan syariat. Ia juga bisa mengarahkan orang lain dengan ilmunya, sehingga ia akan mendapatkan pahala mengarahkan orang kepada kebaikan.
- Secara tidak langsung, hadits ini menunjukkan bahwa orang yang tidak bertafaquh fi dien, pada dirinya tidak diinginkan kebaikan oleh Allah Ta’ala. Orang yang tidak memahami urusan diennya, berarti tidak faqih dan tidak ingin menjadi faqih. Shahabat Abu Darda’ mengatakan :
يَرْزُقُ اللهُ الْعِلْمَ السُّعَدَاءَ وَيُحَرِّمُهُ اْلأَشْقِيَاءَ
“Allah Ta’ala memberi rizqi berupa ilmu kepada orang-orang yang bahagia, dan tidak memberi rizqi berupa ilmu kepada orang-orang yang celaka.”
- Hadits ini menunjukkan bahwa seorang faqih (orang yang memahami agama, ulama) adalah orang yang mengamalkan ilmunya. Tafaquh fi dien artinya belajar ilmu agama dan sekaligus mengamalkannya. Adapun mempelajari ilmu agama tanpa mengamalkannya, maka tidak disebut faqih, justru ia tercela (QS. Al-Baqarah : 44, Ash-Shaf : 2-3).
- Hadits ini juga menunjukkan bahwa para ulama yang mengamalkan ilmunya akan tetap ada sampai datangnya keputusan Allah Ta’ala, yaitu bertiupnya angin lembut sebelum hari kiamat yang akan menjadi pertanda meninggalnya seluruh orang yang beriman.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga bersabda bahwa tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat adalah diangkatnya ilmu syar’i dari muka bumi ini, sebagaimana yang telah kita saksikan hari ini :
“Di antara tanda-tanda hari kiamat adalah ; sedikitnya ilmu, meraja lelanya kebodohan, merajalelanya perzinaan, banyaknya kaum wanita dan sedikitnya kaum laki-laki sehingga 50 orang wanita ditanggung oleh seorang laki-laki.” (HR. Bukhari).

Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala banyak mengaitkan kebodohan dengan terjadinya berbagai bencana dan kerusakan, seperti :
- Kebodohan dan kemaksiatan (QS. An-Nisa’ : 17, Yusuf : 33, 89).
- Kebodohan dan kedzaliman (QS. Al-Ahzab : 72).
- Kebodohan dan kesesatan (QS. Al-An’am : 119).
- Kebodohan dan kaum munafiq (QS. Al-Munafiqun : 8).
- Kebodohan dan kekafiran, kesyirikan, dan berpaling dari kebenaran (QS. Az-Zumar : 64, At-Taubah : 6, Al-Anbiya’ : 24).


Perkataan Ulama Tentang Keutamaan Ilmu Syar’i
1) Ali bin Abi Thalib berkata :
“Ilmu itu lebih baik dari harta. Harta yang menjaga adalah engkau, sedangkan ilmu justru menjagamu. Harta akan habis bila dibelanjakan, namun ilmu justru semakin bertambah dengan dibelanjakan (diajarkan, dikeluarkan dari otak). Ilmu itu penguasa, sedangkan harta dikuasai. Orang yang menumpuk-numpuk harta telah mati padahal mereka masih hidup, sedangkan para ulama masih hidup selama waktu masih berjalan. Badan para ulama bisa saja tidak ada (karena sudah mati), namun pengaruh mereka masih ada dalam hati manusia.”

2) Mu’adz bin Jabal berkata :
“Hendaklah kalian senantiasa berilmu, karena menuntut ilmu adalah ibadah, mengetahui ilmu adalah khasyah (rasa takut kepada Allah Ta’ala), membahas ilmu adalah jihad, mengajarkan ilmu kepada orang yang belum mengetahui adalah shadaqah, mengulang-ulang ilmu adalah bertasbih. Dengan ilmu, seseorang mengenal Allah, beribadah kepada-Nya, mengagungkan dan mentauhidkan-Nya. Allah Ta’ala mengangkat derajat beberapa kaum dengan ilmu, dengan menjadikan mereka sebagai para pemimpin yang memberi petunjuk masyarakat dan menjadi pengambil keputusan di antara mereka.”

3) Sufyan Ats-Tsauri berkata :
“Orang yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah adalah orang yang kedudukannya berada di antara Allah dan hamba-Nya, yaitu para nabi dan ulama.”

4) Imam Abu Hanifah berkata :
“Jika wali-wali Allah di dunia dan di akhirat bukan para faqih dan ulama, tentulah Allah tidak mempunyai wali.”

5) Imam Asy-Syafi’i berkata :
“Barang siapa menginginkan dunia, hendaklah ia mempunyai ilmu. Dan barang siapa menginginkan akhirat, hendaklah ia mempunyai ilmu.”

0 comments

Post a Comment

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers