MACAM-MACAM NAJIS (1)
oleh : Imtihan Asy Syafi'i
Najis adalah sesuatu yang dikategorikan kotor oleh
syariat, hal mana apabila pakaian atau badan kita terkena sesuatu darinya, kita
diperintahkan untuk membersihkan dan mensucikan pakaian dan badan darinya.
Najis ada yang konkrit dan ada yang abstrak. Yang konkrit seperti air kencing
dan darah; sedangkan yang abstrak seperti junub dan hadats kecil. Dalil
kewajiban membersihkan dan mensucikan darinya adalah:
“Dan
bersihkanlah pakaianmu!” (Al-Muddatstsir: 4)
“Apabila kalian dalam keadaan junub, maka
bersucilah!” (Al-Maidah: 6)
“Apabila mereka (para istri) sudah bersuci,
gaulilah mereka sebagaimana diperintahkan oleh Allah!” (Al-Baqarah: 222)
Sebagaimana pembahasan fiqih lainnya, dalam
pembahasan najis ini para ahli fiqih pun bersepakat mengenai kenajisan beberapa
benda dan berbeda pendapat mengenai kenajisan benda-benda lainnya. Hal ini
setelah mereka bersepakat bahwa hukum asal dari semua benda adalah suci,
kecuali yang kenajisannya disebutkan oleh dalil syar’i.
Najis Yang Disepakati
Lantaran kejelasan dan ketegasan dalil-dalilnya,
benda-benda berikut ini disepakati kenajisannya. Benda-benda itu adalah:
1. Kotoran
manusia (tinja). Kenajisan kotoran manusia (tinja) diisyaratkan oleh hadits
berikut:
نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ
الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِيْنِ أَوْ أَنْ
يَسْتَنْجِيَ أَحَدُنَا بِأَقَلَّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ يَسْتَنْجِيَ
بِرَجِيْعٍ أَوْ بِعَظْمٍ
“(Rasulullah saw) melarang kami menghadap kiblat saat
buang air besar atau buang air kecil, beristinja` dengan tangan kanan, dan
beristinja` dengan kurang dari tiga batu atau beristinja` dengan kotoran atau
tulang. (HR. Muslim)
Sekiranya kotoran manusia tidak najis, mestinya kita
tidak diperintahkan untk beristinja` darinya. Demikian penjelasannya.
2. Kencing
manusia, baik dewasa maupun anak-anak. Kenajisan air kencing manusia,
berdasarkan hadits berikut:
“(Suatu saat) seorang Arab Badui
kencing di pojok masjid. Lalu sebagian orang (yakni sahabat) berdiri. Kemudian
Rasulullah saw. bersabda, ‘Biarkan dan jangan hentikan!’ Setelah orang badui
itu menyelesaikan hajatnya, Nabi saw meminta seember air lalu menyiram kencing
tersebut.” (HR.
Muslim)
Sekiranya air kencing manusia
tidak najis, tentunya Nabi tidak menyiramkan seember air di tempat yang terkena
kencing untuk mensucikan tempat itu.
3. Madzi dan
wadi
Madzi adalah cairan bening dan
lengket yang keluar ketika seseorang bermesraan atau membayangkan persetubuhan
atau berkeinginan untuk melakukannya. Umumnya keluarnya madzi tidak terasa.
Cairan ini keluar dari laki-laki dan perempuan.
Sedangkan wadi adalah cairan yang
keluar sesudah kencing pada umumnya, berwarna putih, kental mirip mani, namun
berbeda kekeruhannya dengan mani. Wadi tidak memiliki bau mani yang khas.
Hukum madzi adalah najis lantaran
ada perintah untuk membersihkan kemaluan apabila seseorang keluar madzi. ‘Ali
bin Abi Thalib ra menuturkan, “Aku termasuk orang yang sering keluar madzi.
Namun aku malu menanyakan hal ini kepada Nabi saw dikarenakan kedudukan anaknya
(Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun memerintahkan pada Miqdad bin Aswad untuk menanyakannya
kepada beliau. Beliau memberikan jawaban pada Miqdad, ‘Hendaklah ia mencuci kemaluannya
dan kemudian suruhlah untuk berwudhu!’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hukum wadi juga najis berdasarkan
pernyataan Ibnu 'Abbas ra,
“Cucilah kemaluanmu, lantas
berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat!”(HR. Bayhaqi, shahih)
4. Darah
haid dan nifas.
Dalil yang menunjukkan najisnya
darah haid dan nifas adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam
Muslim dari Asma` binti Abu Bakr ra, tuturnya, “Seorang wanita pernah
mendatangi Nabi saw kemudian berkata, “Di antara kami ada yang bajunya terkena
darah haidh. Apa yang harus kami perbuat?” Rasulullah saw menjawab, “Gosok dan
keriklah pakaian tersebut dengan air, lalu percikilah. Kemudian shalatlah
dengannya.”
Syaikh Shidiq Hasan Khan berkata,
“Perintah untuk menggosok dan mengerik darah haidh tersebut menunjukkan akan
kenajisannya.”
5. Semua
bangkai, kecuali bangkai manusia, bangkai binatang air, bangkai belalang, dan
bangkai hewan yang tidak memiliki darah mengalir.
penyembelihan yang syar’i.
Kenajisan bangkai disimpulkan oleh para ulama berdasarkan sabda Nabi saw,
إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ طَهُرَ
“Apabila kulit bangkai disamak,
maka dia telah suci.” (HR. Muslim)
Karena bagian bangkai yang bisa
menjadi suci adalah kulit dan itu dengan cara disamak, maka bagian lainnya
tidak suci alias najis.
6. Kotoran
kuda, keledai, dan bagal.
Kenajisan kotoran kuda, keledai,
dan bagal adalah hadits berikut ini.
أَتَى
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الغَائِطَ فَأَمَرَنِي أَنْ آتِيَهُ
بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ وَلَمْ أَجِدْ ثَالِثاً فَأَتَيْتُه بِرَوْثَةٍ
فَأَخَذَهُمَا وَأَلْقَى الرَّوْثَةَوَقَالَ: إنَّهَا رِكْسٌ
“Sesungguhnya Nabi saw mendatangi
tempat buang hajat. Beliau memerintahkan saya mengambil tiga batu untuk beliau.
Saya hanya mendapatkan dua batu dan tidak menemukan yang ketiga. Lalu saya
mengambil rautsah. Beliau mengambil kedua batu tersebut dan melemparkan rautsah
seraya berkata, “Sesungguhnya ini (rautsah) adalah riksun (najis)” (HR.
Bukhari)
Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab 4/206
menyatakan, “Rautsah adalah kotoran kuda, keledai dan bagal (hasil perkawinan silang antara
kuda dan keledai).”
0 comments