PERINTAHKAN KELUARGAMU SHALAT
Oleh: Tengku Azhar, Lc.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfiman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لاَ نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132)
Tafsir Ayat
Imam Ibnu Katsir –rahimahullah- ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “Maksudnya, selamatkanlah mereka dari adzab Allah dengan mendirikan shalat, dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam ayat berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ), maksudnya: jika kamu mendirikan shalat, maka akan datang kepadamu rizki dari arah yang tidak kamu sangka. Sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam surat yang lain:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)
Oleh karena itu, Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “ Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu…”
Imam Sufyan Ats-Tsauri –rahimahullah- ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “Maksudnya, Kami tidak membebanimu untuk mencari rezki.”
Imam At-Tirmidzi dan Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia bercerita, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam besabda,
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِى أَمْلأْ صَدْرَكَ غِنًى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ وَإِلاَّ تَفْعَلْ مَلأْتُ يَدَيْكَ شُغْلاً وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَك
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Hai anak cucu Adam, luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi dadamu dengan kekayaan dan akan Aku tutup kemiskinanmu. Dan jika kamu tidak melakukannya, maka akan Aku penuhi dadamu dengan kesibukan dan tidak pula Aku menutupi kemiskinanmu.”
Ibnu Majah juga meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu-, aku pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ جَعَلَ الْهُمُومَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ آخِرَتِهِ كَفَاهُ اللهُ هَمَّ دُنْيَاهُ وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُومُ فِى أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ اللهُ فِى أَىِّ أَوْدِيَتِهَا هَلَك
“Barangsiapa yang menjadikan semua kesusahan menjadi satu kesusahan saja, yaitu kesusahan pada hari kembali kepada-Nya (kiamat), maka Allah akan mencukupkan baginya dari kesusahan dunianya. Dan barangsiapa yang menjadikan kesusahannya bercabang-cabang dalam berbagai kehidupan dunia, maka Allah tidak akan peduli kepadanya, di lembah mana dari bumi-Nya ini ia akan binasa.”
Diriwayatkan pula dari hadits Syu’bah, dari Zaid bin Tsabit, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ
“Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai pusat perhatiannya (tujuannya), maka Allah akan menceraikan urusannya dan menjadikan kemiskinannya ada di hadapan matanya. Tidak ada sesuatu pun dari dunia ini datang kepadanya kecuali apa yang telah ditetapkan baginya. Dan barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai pusat perhatiannya (tujuannya), maka Allah akan menyatukan urusannya dan melimpahkan kekayaan-Nya di dalam hatinya, lalu dunia datang kepadanya dalam keadaan hina.”
Firman-Nya lebih lanjut, “Dan akibat baik itu adalah bagi orang yang bertaqwa”, maksudnya: kesudahan yang baik di dunia dan akhirat, yaitu jannah adalah untuk orang yang bertaqwa kepada Allah. Di dalam hadits shahih disebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
رَأَيْتُ ذَاتَ لَيْلَةٍ فِيمَا يَرَى النَّائِمُ كَأَنَّا فِى دَارِ عُقْبَةَ بْنِ رَافِعٍ فَأُتِينَا بِرُطَبٍ مِنْ رُطَبِ ابْنِ طَابٍ فَأَوَّلْتُ الرِّفْعَةَ لَنَا فِى الدُّنْيَا وَالْعَاقِبَةَ فِى الآخِرَةِ وَأَنَّ دِينَنَا قَدْ طَابَ
“Suatu malam aku bermimpi seolah-olah kita berada di rumah ‘Uqbah bin Rafi’ dan seakan-akan diberikan kepada kita kurma Ibnu Thab. Lalu aku menakwilkan hal itu bahwa kesudahan yang baik dan kemuliaan di dunia bagi kita, dan bahwasanya agama kita sudah baik.”
Hukum orang yang meninggalkan shalat
Syaikh Al-Ustaimin –rahimahullah- berkata, “Kalau kita kembalikan perbedaan pendapat ini kepada Al Qur’an dan As Sunnah, maka akan kita dapatkan bahwa Al-Qur’an maupun As-Sunnah keduanya menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, dan kufur akbar yang menyebabkan ia keluar dari islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara saudaramu seagama.” (QS. At-Taubah: 11).
“Lalu datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak akan dirugikan sedikitpun.” (QS. Maryam: 59-60).
Relevansi ayat kedua, yaitu yang terdapat dalam surat Maryam, bahwa Allah berfirman tentang orang-orang yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya: "kecuali orang yang bertaubat, beriman …”. Ini menunjukkan bahwa mereka ketika menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu adalah tidak beriman.
Dan relevansi ayat yang pertama, yaitu yang terdapat dalam surat At-Taubah, bahwa kita dan orang-orang musyrik telah menentukan tiga syarat:
• Hendaklah mereka bertaubat dari syirik.
• Hendaklah mereka mendirikan shalat, dan
• Hendaklah mereka menunaikan zakat.
Jika mereka bertaubat dari syirik, tetapi tidak mendirikan shalat dan tidak pula menunaikan zakat, maka mereka bukanlah saudara seagama dengan kita.
Begitu pula, jika mereka mendirikan shalat, tetapi tidak menunaikan zakat maka mereka pun bukan saudara seagama kita.
Persaudaraan seagama tidak dinyatakan hilang atau tidak ada, melainkan jika seseorang keluar secara keseluruhan dari agama; tidak dinyatakan hilang atau tidak ada karena kefasikan dan kekafiran yang sederhana tingkatannya.
Hal ini juga telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam banyak haditsnya:
1. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya (batas pemisah) antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, dalam kitab: Al-Iman) .
2. Diriwayatkan dari Buraidah bin Al Hushaib radhiallahu ‘anhu, ia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat, barangsiapa yang meninggalkannya maka benar benar ia telah kafir.” (HR.Abu Daud, Turmudzi, An Nasa'i, Ibnu Majah dan Imam Ahmad).
Yang dimaksud dengan kekafiran di sini adalah kekafiran yang menyebabkan keluar dari Islam, karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan shalat sebagai batas pemisah antara orang orang mu’min dan orang orang kafir, dan hal ini bisa diketahui secara jelas bahwa aturan orang kafir tidak sama dengan aturan orang Islam. Karena itu, barang siapa yang tidak melaksanakan perjanjian ini maka dia termasuk golongan orang kafir. Wallahu A’lamu bish Shawab.
0 comments