MENGGAPAI SHALAT KHUSYUK
Imtihan Syafi’i
Imtihan Syafi’i
Khusyuk dalam shalat hukumnya wajib, namun karena kelemahan manusia, Allah tidak menjadikannya sebagai syarat sah shalat. Shalat seseorang tetap sah, meskipun tidak khusyuk. Namun, sebagai seorang mukmin yang baik, mestinya kita berusaha meraih kekhusyukan itu. Apalagi Rasulullah saw bersabda, “Orang yang shalat itu bermunajat dengan Rabb-nya.”
Kita mesti berusaha menghadirkan hati di dalam shalat. Sebab munajat hanya dapat sempurna dengan menghadirkan hati.
Ibnu Taymiyah berkata, “Di antara dalil yang menunjukkan wajibnya khusyuk dalam shalat adalah firman Allah, ‘Sungguh, orang-orang yang beriman itu pasti mendapatkan kemenangan. Yaitu mereka yang khusyuk dalam shalat mereka.’ (Al-Mukminun: 1-2) Allah mengabarkan bahwa merekalah orang-orang yang mewarisi surga Firdaus. Maknanya, selain mereka tidak berhak mewarisinya. Apalagi perbuatan-perbuatan lain yang disebut dalam ayat-ayat sesudahnya adalah perbuatan-perbuatan yang wajib. Perbuatan yang menjadi syarat teraihnya surga. Maka, khusyuk dalam shalat adalah suatu kewajiban.” (Majmu’ Fatawa: 22/554)
Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali berkata, “Ketahuilah, dalil yang menunjukkan wajibnya khusyuk dan menghadirkan hati dalam shalat tidak sedikit. Di antaranya adalah firman Allah, ‘Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku’ (Thaha: 14) Pada asalnya perintah menunjukkan wajib. Lalai antonim dari dzikir. Barangsiapa yang lalai dalam semua shalatnya tidak mungkin mendirikan shalat untuk mengingat Allah. Allah juga berfirman, ‘Janganlah kamu menjadi bagian dari orang-orang yang lali.’ (Al-A’raf: 205) ini adalah larangan yang pada asalnya adalah haram.
Haram lalai!
Rasulullah saw bersabda,
كَمْ مِنْ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صَلاَتِهِ التَّعَبُ وَالنَّصَبُ
“Betapa banyak orang yang mengerjakan shalat namun ia hanya mendapatkan lelah dan capek dari shalatnya itu.’ (Hadits shahih diriwayatkan oleh ad-Darimiy; juga Ahmad dan Ibnu Majah dengan lafal yang mirip)
Beliau juga bersabda,
لَيْسَ لِلْعَبْدِ مِنْ صَلاَتِهِ إِلاَّ مَا عُقِلَ مِنْهَا
Seorang hamba tidak mendapatkan bagian shalat kecuali bagian yang dia berakal pada saat mengerjakannya.
Beberapa tips shalat khusyuk
Pertama, mempersiapkan shalat dan menghadirkan keagungan Allah. Agar kita dapat mengerjakan shalat dengan khusyuk, janganlah kita memulai shalat kecuali jika kita benar-benar sudah siap. Bukan berarti tidak berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah atau menunda-nunda pelaksanaan shalat, tetapi kita mesti bersiap-siap beberapa saat sebelum shalat kita tunaikan. Segera menghentikan segala aktivitas begitu adzan dikumandangkan, cukup. Bahkan sebagian salaf sudah berada di masjid saat adzan dikumandangkan. Adzan adalah batas akhir. Shalat Jumat, yang paling banyak pahalanya adalah yang berangkat paling pagi, seperlima bagian waktu pagi sampai siang yang berarti berangkat sebelum pukul tujuh.
Begitu mengambil air wudhu, mestinya jasad dan batin kita siapkan untuk pelaksanaan shalat. Berbagai kesibukan dan aktivitas duniawi tidak lagi menggelayuti hati kita. Fokus kita sudah harus shalat. Benak kita mesti sudah dipenuhi dengan kesiapan untuk berdiri di hadapan Allah. Kalbu kita mesti bersiap-siap untuk melakukan munajat agung.
Keagungan Allah mesti hadir dan bertahta di hati kita. Dengan begitu, kita tidak akan main-main dalam melaksanakan shalat. Bukankah tidak ada orang yang bermain-main saat menghadap dan berbicara dengan seorang raja atau presiden. Dalam shalat seseorang menghadap Allah, Maharaja yang Mahasuci Mahasempurna Mahakuasa Mahaagung dan Mahamulia.
Kedua, mengingat rendah-sepelenya dunia dibandingkan akhirat. Menghadirkan rasa, bahwa kita pasti menghadap Allah untuk mendapatkan balasan atas amal-amal kita. Dalam sebuah hadits qudsi dinyatakan, “Wahai hamba-Ku, hanyasanya itulah amal-amal kalian. Aku menghitungnya untuk kalian kemudian Aku berikan balasannya. Barangsiapa mendapati kebaikan, hendaklah dia memuji Allah; sedangkan barangsiapa yang menghadapi selain itu, janganlah dia mencela siapa pun kecuali dirinya sendiri. (HR. Muslim, at-Tirmidziy, Ibnu Majah, Ahmad)
Sa’ad bin Abu Waqqash ra menyampaikan bahwa Rasulullah saw pernah berpesan, “Jika kamu henda mengerjakan shalat, kerjakanlah seperti shalatnya orang yang hendak pergi (meninggal dunia).” (HR. al-Hakim, dinyatakannya sebagai hadits shahih dan disepakati oleh adz-Dzahabi)
Mengerti hakikat nilai dunia akan sangat memnbantu seseorang untuk mengerjakan shalat khusyuk.
Ketiga, mengerjakan shalat dengan perlahan, santai, tetapi serius. Tergesa-gesa dapat merusak shalat kita. Dahulu ada seseorang yang mengerjakan shalat dengan tergesa-gesa. Kepada orang itu Rasulullah saw bersabda, “Ulangi dan shalatlah, sesungguhnya kamu belum mengerjakan shalat.”
Beliau juga bersabda, “Inilah shalat orang munafik. Dia mengintai matahari, sehingga saat matahari berada di antara dua tanduk setan, orang itu pun berdiri dan “mematuk” empat kali.
Abu Hurayrah bertutur, “Kekasihku (Rasulullah saw) berpesan kepadaku supaya dalam shalatku aku tidak mematuk seperti ayam jantan, tidak menolah-noleh seperti seekor anjing hutan, dan tidak duduk seperti seekor kera.” (HR. Ahmad, ath-Thayalisi, dan Ibnu Abu Syaybah; menurut Syekh al-Albani, hadits ini hasan.
Rasulullah saw bersabda, “Orang yang paling buruk dalam mencuri adalah orang yang mencuri shalatnya. Para sahabat bertanya, ‘Bagaimana seseorang mencuri shalatnya?’ Beliau menjawab, ‘Saat dia tidak menyempurnakan rukuk sujudnya.’.” (HR. al-Hakim, ath-Thabaraniy, dan Ibnu Abu Syaybah; dinyatakan shahih oleh al-Hakim dan adz-Dzahabi)
Wallahu a’lam.
0 comments