Memahami Essensi Zuhud

Posted by newydsui Wednesday, June 30, 2010
Memahami Essensi Zuhud

By: Ryan Arief Rahman

Fenomena Zuhud

Banyak orang salah dalam memahami konsep zuhud, mereka mengira bahwa zuhud adalah meninggalkan harta, menolak segala kenikmatan dunia, dan mengharamkan yang halal. Zuhud sering diartikan sebagai ungkapan atau refleksi sikap anti dunia bahkan menjauh dari dunia itu sendiri, sehingga menimbulkan kesan seakan-akan bahwa seseorang yang zuhud itu harus mengosongkan diri dari segala hal yang berbau keduniawian, harus menjadi seorang yang miskin, berpakaian lusuh, compang-camping, penuh tambalan dan sebagainya.
Zuhud diibaratkan sebagai kebencian terhadap dunia dan maraih kenikmatan akherat, benci kepada selain Allah dan hanya cinta kepadaNya semata. Bagi mereka perbandingan antara dunia dengan akherat bagaikan salju yang terkena sinar matahari yang kemudian hancur binasa dengan mutiara yang tidak akan hancur selamanya. Karenanya mutiara lebih baik dan lebih kekal dibandingkan salju. Maka bagi mereka, meninggalkan salju dan memilih mutiara merupakan tindakan zuhud.

Lalu, benarkah konsep zuhud itu identik dengan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan yang berujung pada suatu keyakinan bahwa dunia itu adalah musuh bagi manusia, dan menghalangi manusia dari Tuhannya sehingga harus ditinggalkan demi mencapai kepuasan batin serta bisa mendekatkan diri padaNya...?? makalah ini insya Allah untuk mendudukkan persoalan tersebut.

Makna Dan Hakekat Zuhud

Zuhud terhadap sesuatu memiliki arti; berpaling dari sesuatu karena dianggap terlalu sedikit dan remeh serta tingginya gengsi terhadapnya. Dikatakan ; syaiun jahid, artinya ’sesuatu yang sedikit dan remeh.’
Ulama salaf menafsirkan zuhud dengan ungkapan yang beraneka ragam, namun secara substansi mengacu kepada makna yang sama. Seperti, Yunus Bin Maisarah belliau berkata, ’zuhud terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal atau menghambur hamburkan harta secara sia sia, akan tetapi zuhud itu adalah meyakini secara mendalam terhadap apa yang dimiliki Allah melebihi keyakinan terhadap sesuatu yang dimiliki, ketetapan sikap baik dalam keadaan senang maupun susah, dan menerima pujian dan celaan orang tanpa penilaian yang berbeda.’

Yunus menafsirkan zuhud terhadap dunia dengan tiga poin penting yang seluruhnya merupakan amalan hati bukan amalan fisik.
Pertama; hendaklah seseorang lebih yakin terhadap apa yang di tangan Allah dari pada apa yang ada di tangannya. Sikap ini adalah implementasi dari keyakinan yang kuat bahwa Allah menjamin rizki seluruh hambaNya, sebagaimana firmanNya, ” Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud:6) Hasan ra berkata, ‘salah satu tanda lemahnya kayakinan seseorang adalah ia lebih merasa yakin terhadap apa apa yang ada di tangannya dari pada apa yang berada di sisi Allah.’ Abu hazim az zahid pernah ditanya, apakah jenis harta yang engkau miliki? Ia mejawab, aku mempunyai dua jenis harta yang dengannya aku tidak hawatir akan miskin, yaitu kayakinan penuh kepada Allah dan pupusnya harapan terhadap apa yang dicari manusia.’ Fudhoil bin iyadh ra berkata, akar sikap zuhud adalah ridha kepada Allah, dan kepuasaan terhadap pemberianNya adalah zuhud dan itulah yang disebut dengan kekayaan sejati.’
Kedua; hendaklah seseorang apabila ditimpa musibah yang menyangkut dunianya seperti hilangnya harta, anak, istri dan selainnya, ia lebih memilih mendapatkan pahala daripada berdoa untuk mendapatkan kembali dunianya itu. Sikap ini juga merupakan implementasi dari keyakinan yang sempurna. Telah diriwayatkan dari ibnu umar bahwa nabi saw di dalam do’anya mengucapkan: “ya Allah, karuniakan kepada kami rasa takut kepadaMu yang bisa mencegah kami dari berbagai perbuatan maksiat kepadaMu, karuniakan kepada kami ketaatan kepadaMu, dan karuniakan kepada kami keyakinan yang bisa meringankan musibah musibah dunia yang menimpa kami.” (H.R.Turmudzi) Perasaan ringan dalam menghadapi musibah dunia merupakan salah satu tanda zuhud dan rendahnya ambisi mengejar dunia. Sebagaimana Ali Bin Abi Thalib berkata, ‘barang siapa zuhud terhadap dunia, maka akan terasa ringanlah musibah dunia yang menimpanya.’
Ketiga: hendaklah seorang hamba memandang sama antara orang yang memuji dan mencelanya dalam kebenaran.
Ada pernyataan lain yang diriwayatkan ulama salaf dalam mendefinisikan makna zuhud, diantaranya yaitu;
Hasan ra berkata, ‘orang yang zuhud adalah orang yang apabila melihat seseorang, ia akan berkata, orang itu lebih baik daripadaku.’ Sebab, orang yang benar benar zuhud adalah orang yang tidak ingin memuji dan mengagungkan dirinya sendiri.
Rabi’ah berkata, ‘puncak kezuhudan adalah menghimpun segala sesuatu dengan haknya dan meletakannya pada haknya.’
Sufyan Ats Tsauri berkata, ‘zuhud terhadap dunia adalah pendek angan angan, namun tidak juga memakan makanan yang keras atau mengenakan pakaian yang kumuh.’

Esensi Zuhud
Sikap zuhud dalam fenomena diatas merupakan suatu sikap yang sangat berlebih lebihan. Dalam hal ini Muhamad Rasyid Ridha menyatakan bahwa islam melarang manusia berlebih lebihan dalam agama dan membrantas ajaran ajaran yang menjerumuskan terhadap penyiksaan diri atas nama agama. Hal ini ditegaskan dengan diperkenankannya memakan makanan yang lezat dan memakai perhiasan, asal tidak berlebih lebihan dan tidak sombong, seperti di sebutkan dalam firman Allah swt,

يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَتُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللهِ الَّتِى أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah:"Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di keluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik". Katakanlah:"Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS. Al’araf:32)

Juga dalam ayat yang lain Allah berfirman, “Katakanlah:"Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus". (QS. Al maidah:77)

Meskipun larangan yang terdapat pada ayat di atas ditujukan kepada ahli kitab, namun juga menjadi I’tibar dan peringatan bagi kaum muslimin. Kaum muslimin dituntut untuk tidak berlebih lebihan dan tidak juga untuk meninggalkan keduniawian, karena islam adalah agama rahmat dan mudah. Hadist hadist shahih yang berkenaan dengan larangan bersikap berlebih lebihan, larangan meningggalkan pakaian dan makanan yang baik, larangan melakukan kerahiban dan pengebirian merupakan essensi dari ayat tersebut, juga merupakan justifikasi atas sabda Nabi saw yang menjelaskan islam sebagai ‘agama yang mudah dan shalih li kulli zaman wa makan.’

Berkenaan dengan seruan untuk memakai pakaian yang indah setiap masuk masjid seperti tertuang dalam surat al a’raf ayat 31, juga terucap oleh Rasulullah yang memperkuat seruan tersebut diantaranya sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Salam, bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda di atas mimbar jum’at, “alangkah baiknya, jika salah seorang di antara kalian membeli dua pakaian, yaitu untuk hari jum’at selain pakaian untuk kerja.” (H.R.Abu Daud dan Ibn Majah)

Dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Nabi saw bersabda, “wajib bagi setiap muslim mandi di hari jum’at, memakai sebaik baik pakaian, dan jika ia mempunyai wangi wangian, maka hendaklah ia memakainya.’
Pada hadist pertama menunjukan disunnahkannya memakai pakaian yang bagus ketika hari jum’at dan mengkhusukan pakaian yang tidak dipakai pada hari yang lainnya. Sedangkan hadist kedua menunjukan adanya perintah mandi pada hari jum’at dan memakai pakaian yang terbaik serta wewangian.
Kemudian di dalam penciptaan alam semesta terdapat kebaikan, keindahan, keharmonisan, dan keteraturan yang hakiki. Segala sesuatu di dalam alam semesta seperti matahari, bulan, bintang dan sumber sumber alam di atas bumi telah diciptakan untuk dimanfaatkan dan dinikmati manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt, ” Dia lah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (al baqarah: 29)

Islam adalah agama komprehensif yang mengatur segala keperluan dan tuntutan hidup, sejalan dengan itu, islam juga menghubungkan antara tuntutan rohani dan jasmani dengan nilai keadilan dan keserasian. Jika islam menggariskan jalan keberuntungan bagi rahani, maka islam juga menggariskan jalan keberuntungan bagi kehidupan jasmani, namun islam menekankan untuk memperolehnya mengggunakan cara yang baik dan benar serta mendatangkan manfaat.
Berdasarkan fitrah manusia dan ketentuan syar’i, mencintai hal hal yang bersifat duniawi dibenarkan oleh Allah dan RasulNya, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan. Karena dengan cara itu, manusia akan memperoleh kebagahiaan di dunia dan di akherat, sebagaimana do’a yang senantiasa diucapkan oleh setiap muslim pada setiap saat dan kesempatan, ’ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akherat dan peliharalah kami dari siksa neraka.’
Apabila kita membenci dunia dan zuhud terhadap hal hal yang bersifat duniawi sehingga kita mengabaikan dan meninggalkan duniawi sebagaimana tercermin dalam fenomena di atas, maka mustahil kita akan memperoleh kebahagiaan di dunia ini, bahkan justru kita mendapatkan kemelaratan, kesengsaraan dan kepunahan. Bahkan di akherat juga mustahil memperoleh kebahagiaan karena dunia ini adalah sarana dan alat untuk mencapai akherat, tanpa sarana dunia, akherat tidak mungkin bisa dicapai. Sebagaimana diungkapkan Syaikh Yusuf Qardhawi:” ada sebagian orang salah dalam memahami konsep zuhud, mereka berasumsi bahwa untuk mendapatkan akherat harus dengan meninggalkan urusan dunia, argumentasi mereka berangkat dari sebuah keyakinan bahwa dunia dan akherat bagaikan dua anak timbangan yang jika salah satu anak timbangan berat/turun maka yang satunya akan terangkat keatas dan naik. Lantas, mereka berkeyakinan bahwa untuk mendapatkan akherat berarti harus membelakangi dunia secara totalitas.

Menurut ajaran islam, orang beriman dituntut supaya bekerja untuk urusan dunia dengan kesungguhan, berjuang, membangun, mengusahakan kemajuan dan kemakmuran. Tetapi di dalam hatinya bukan sekedar mementingkan dunia, melainkan juga dengan tujuan untuk keselamatan akherat. Orang beriman menjadikan dunia ini sebagai tempat menanam untuk kelak mengharapkan hasil panennya di akherat. Maka, untuk mencapai tujuan itu diperlukan usaha dan kerja keras untuk meraihnya. Selanjutnya, orang beriman merasa dirinya sebagai salah satu dari anggota masyarakat yang utuh, yang harus bekerja dan beramal untuk kepentingan umum. Di mana saja dia bekerja, dilakukannya dengan sebaik baiknya demi meraih kebaikan umat manusia. Seperti halnya para sahabat, mereka ada yang menjadi petani, saudagar, dan yang lainnya. Mempercayai akherat tidak berarti menyebabkan mereka berhenti mengerjakan urusan dunia. Bahkan mereka diperintahkan untuk bekerja dan berusaha dalam keadaan bagaimanapun mekipun kiamat datang menghadang, sebagaimana Rasulullah saw bersabda, ”ketika kiamat terjadi, sedang di tangan seseorang diantara kamu masih ada sebuah bibit pohon kurma, maka jika ia mampu menanamnya maka hendaklah ia menanamnya.” (H.R.Bukori dan Ahmad)

Maka dari itu, konsep zuhud yang membenci segala yang bersifat duniawi secara prinsiple bertentangan secara diametral dengan ajaran islam, dan mencintai kepada hal hal yang bersifat duniawi seperti yang telah disebutkan diatas juga tidak boleh melebihi cinta kita kepada Allah, RasulNya, dan perjuangan dalam membela islam. Sebagaimana firman Allah swt, ” Katakanlah:"Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. 9:24)
Jadi, berdasarkan fitrah manusia dan ketentuan ketentuan syar’i serta contoh Rasulullah dan para sahabat diatas, kita simpulkan bahwa essensi zuhud itu bukan refleksi sikap anti dunia dan berpaling dari dunia, namun sebenarnya zuhud itu adalah upaya untuk meraih keridhaan Allah dan sarana untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat. Wallahu a’lam

Referensi

1. Az Zuhdu Fi Ad Dunya Syi’ar Al Anbiya Wa As Sholihin, Imam Ibnu Rajab Al Hanbali.
2. Ma Li Wa Lid Dunya, Abul Hasan Ash Shogur.
3. Ihya Ulumudin, Imam Al Ghazali.
4. Mukhtashar Nailul Autar, Syaikh Faishal Ali Mubarak.
5. Tasawuf, Perkembangan Dan Pemurnianyya, Hamka.
6. Hurrimah Al Ibtida’ Fi Ad Din, Abu Bakar Jabir Al Jazairi.
7. Wahyu Ilahi Kepada Muhamad (Terjemahan), Muhamad Rasyid Ridha.
8. Iman Dan Kehidupan (Terjemahan) Syaikh Yusuf Al Qardhawi.

0 comments

Post a Comment

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers