Sebagian orang membawa anak-anaknya yang belum mumayyiz ke masjid, mereka belum bisa mengerjakan shalat dengan baik. Mereka berdiri berbaris bersama jama’ah. Namun sebagian anak bermain-main dan mengganggu orang sekitarnya. Bagaimana hukumnya hal tersebut?
Jawaban:
Mengenalkan anak pada masjid dan ibadah shalat jama’ah dengan cara membawa serta mereka ke masjid banyak menimbulkan pro dan kontra. Pasalnya kehadiran anak di masjid terkadang menimbulkan kegaduhan yang mengganggu kekhusukan para mushali. Memang, di satu sisi mengenalkan anak pada masjid dan shalat jama’ah memiliki manfaat yang sangat besar bagi diri sang anak. Tapi di sisi lain, kehadiran mereka mendatangkan madharat berupa mengganggu kekhusu’an para mushalli.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, perlu ada klasifikasi umur agar lebih mudah mensikapinya:
Pertama, anak-anak usia balita hingga usia tujuh tahun.
Berdasarkan konteks hadits di atas, belum ada perintah (masyru’iyah) untuk memerintahkan anak-anak yang masih balita mengerjakan shalat, begitu pula mengajaknya ke masjid hngga mereka mencapai usia 7 tahun. Sebab, bila tetap dibawa ke masjid sementara mereka hanya mengganggu, akan merusak kekhusyuan shalat. Apalagi jika mengajaknya setiap hari dan setiap kali shalat jama’ah. Menurut syaikh ‘Utsaimin hukum membawa anak-anak ke masjid adalah tidak boleh jika mereka mengganggu jama’ah shalat. Kecuali jika orang tua bisa menjamin anaknya tidak akan mengganggu, boleh saja sesekali diajak ke masjid, sebagai pengenalan awal. Namun sekali lagi, belum ada masyru`iyah untuk memerintahkan shalat dan terkait dengan itu, belum ada anjuran untuk mengajaknya ke masjid.
Mungkin sebagian orang akan beralasan bahwa Hasan dan Husain kecil pun ikut serta bersama Rasulullah ke masjid. Dengan dalih ini mereka bersikukuh untuk mengajak serta anak-anak balita mereka ke masjid.
Sebagai bahan pertimbangan, harus dipahami bahwa keberadaan Hasan dan Husain di masjid hanya sesekali. Dan anak kecil yang 'menggangu' shalat beliau itu hanya dua orang saja, yaitu Hasan dan Husain. Tapi jika jumlah anak-anak balita yang ada di masjid sampai 10 orang, tentu kasusnya menjadi berbeda. Sebab berkumpulnya anak-anak dalam jumlah yang banyak bisa dipastikan akan menimbulkan kegaduhan.
Sebagai bukti bahwa di zaman Rasulullah anak-anak yang belum baligh jarang ikut ke masjid adalah hadits Ibnu Abbas, dia berkata, “Saya mengetahui orang-orang telah selesai melaksanakan shalat jika saya mendengar suara dzikir tersebut.” Berkenaan dengan hadits ini Imam An-Nawawi berkata, “Karena usianya yang masih kecil, maka Ibnu Abbas tidak ikut serta pada sebagian shalat jama’ah.”
Dan perlu diperhatikan pula, bahwa anak-anak usia balita secara umum belum memahami dengan baik masalah kebersihan. Maka, bagi para orang tua hendaknya mempertimbangkan hal ini. Mengingat masjid adalah tempat suci yang harus di jaga kesuciannya hingga kesempurnaan ibadah shalat di dalamnya bisa terjaga.
Kedua, anak-anak usia di atas tujuh hingga sepuluh tahun.
Berdasar pada hadits riwayat Abu Dawud di atas, perintah untuk mengajarkan shalat kepada anak adalah ketika mereka telah berusia 7 tahun. Karena Rasulullah selalu menganjurkan untuk shalat berjamaah di masjid, maka secara tidak langsung bisa kita ambil kesimpulan bahwa anak-anak usia 7 tahun itu sudah boleh diajak ke masjid.
Memang kita tidak manafikan bahwa ada beberapa tipe anak balita yang bisa dengan mudah diatur atau diarahkan. Namun secara umum usia di bawah tujuh tahun dan usia balita adalah usia di mana sang anak belum bisa mencerna dengan baik masalah kedisiplinan. Berbeda dengan anak-anak usia 7 sampai 10 tahun, pada umumnya mereka sudah bisa untuk diarahkan dengan baik. Mereka bisa diberi pelajaran tentang adab dan sopan santun di dalam masjid. Seperti tidak boleh lewat di depan orang shalat, tidak boleh berisik, atau mengganggu orang lain yang sedang shalat, dan yang paling penting, tidak BAB di masjid. Mungkin disinilah rahasia kenapa baru ada perintah untuk mengajarkan shalat pada anak-anak setelah mereka berusia 7 tahun.
0 comments