BUKAN SEBARANG SILATURAHIM

Posted by newydsui Sunday, September 5, 2010
BUKAN SEBARANG SILATURAHIM
Oleh: Imtihan asy Syafi'i, M.IF

Banyak hadits diriwayatkan dari Rasulullah saw terkait dengan keutamaan silaturrahim. Panjang umur dan rezki yang lapang adalah dua di antara sekian keutamaan silaturrahim yang diterangkan dalam hadits shahih. Seorang mukmin yang percaya dan mengharapkan banyak kebaikan, pastilah ingin beroleh keutamaan itu. Dengan umur yang panjang dan rezki yang lapang, ada banyak amal shalih yang dapat dikerjakan. Jalan ke surga pun semakin lempang.
Selepas Ramadhan, pada hari raya Idul Fithri, umumnya kaum muslimin Indonesia mengisi hari itu dan beberapa hari sesudahnya dengan salling bertamu, bermaafan, bertukar hadiah/parcel, dan sebagainya dengan sanak-saudara, kerabat, dan tetangga. Jika salah seorang dari mereka ditanya mengenai apa yang mereka lakukan itu; “Silaturrahim,” jawabnya. Benarkah jawaban ini? Tentunya yang paling berhak untuk menjawab adalah para pewaris Nabi saw.

Definisi Silaturrahim
Frase silaturrahim tersusun dari dua kata: shilah yang berarti menyambung, dan rahim yang dalam bahasa Indonesia juga berarti rahim.

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani menyatakan, “Secara umum kata ‘ar-rahim’ (dalam frase silaturrahim) dimaksudkan untuk para kerabat dekat, mereka yang terhubung oleh garis nasab, baik mereka saling mewarisi maupun tidak, baik mereka saling bermahram maupun tidak.” Berdasarkan penjelasan Ibnu Hajar ini, anak-anak paman, anak-anak bibi, saudara-saudara kakek, dan saudara-saudara nenek dan keluarga besar mereka termasuk mereka yang bersilaturrahim dengan mereka adalah disyariatkan.
Sedangkan Syaikh Mulla Ali al-Qari memperluas silaturrahim untuk mereka yang terhubung oleh garis pernikahan, selain yang terhubung oleh garis nasab. Dengan demikian, mertua, ipar, besan (mertua anak) juga termasuk yang bersilaturrahim dengan mereka juga disyariatkan.
Dari kedua definisi di atas jelaslah bahwa ungkapan yang mungkin sering kita sampaikan kepada kawan atau tetangga yang tidak ada kait-hubungnya dengan kita oleh nasab atau pernikahan, bersilaturrahim dengan mereka bukanlah silaturrahim. Meskipun demikian, berbuat baik kepada tetangga dan saudara seislam, juga merupakan salah satu kewajiban kita sebagai seorang muslim. Tentu saja keutamaannya berbeda dengan keutamaan silaturrahim.

Sarana Silaturrahim
Sebagian orang menyempitkan makna silaturrahim hanya dalam masalah harta. Pembatasan ini tidaklah benar. Sebab yang dimaksud silaturrahim lebih luas dari itu. Silaturrahim adalah usaha untuk memberikan kebaikan kepada kerabat dekat serta untuk menolak keburukan dari mereka, baik dengan harta atau dengan lainnya.
Ibnu Abi Jamrah berkata, “Silaturrahim itu bisa dengan harta, dengan memberikan kebutuhan mereka, dengan menolak keburukan dari mereka, dengan wajah yang berseri-seri serta dengan do’a.”
Makna silaturrahim yang lengkap adalah memberikan apa saja yang mungkin diberikan dari segala bentuk kebaikan, serta menolak apa saja yang mungkin bisa ditolak dari keburukan sesuai dengan kemampuannya .

Tata Cara Silaturrahim dengan Para Ahli Maksiat
Sebagian orang salah dalam memahami tata cara silaturrahim dengan para ahli maksiat. Mereka mengira bahwa bersilaturrahim dengan mereka berarti juga mencintai dan menyayangi mereka, bersama-sama duduk dalam satu majlis dengan mereka, makan bersama-sama mereka serta sikap lembut dengan mereka. Ini adalah tidak benar.

Semua memaklumi bahwa Islam tidak melarang berbuat baik kepada kerabat dekat yang suka berbuat maksiat, bahkan hingga kepada orang-orang kafir.
Asma’ binti Abi Bakar ra pernah bertanya kepada Rasulullah saw mengenai silaturrahim terhadap ibunya yang musyrik. Dalam hadits itu disebutkan,
“Aku bertanya, ‘Sesungguhnya ibuku datang dan ia sangat berharap, apakah aku boleh berhubungan dengan ibuku?’ Beliau menjawab, ‘Ya, berhubunganlah dengan ibumu.’.” (HR. Al-Bukhari)
Berhubungan dengan orang tua yang masih kafir/musyrik bukan berarti harus saling mencintai dan menyayangi, duduk-duduk satu majlis dengan mereka, bersama-sama makan dengan mereka serta bersikap lembut dengan mereka. Allah berfirman,
“Kamu tidak akan mendapati satu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun rang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka.” (Al-Mujadalah: 22)
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat di atas berkata, “Mereka tidak saling mencintai dengan orang yang suka menentang , bahkan meskipun mereka termasuk kerabat dekat.”
Sebaliknya, silaturrahim dengan mereka adalah dalam upaya untuk menghalangi mereka agar tidak mendekat kepada neraka dan menjauh dari surga. Tetapi, bila kondisi mengisyaratkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan cara memutuskan hubungan dengan mereka, maka pemutusan hubungan tersebut -dalam kondisi demikian- dapat dikategorikan sebagai silaturrahim.

Dalam hal ini, Ibnu Abi Jamrah berkata, “Jika mereka itu orang-orang kafir atau suka berbuat dosa maka memutuskan hubungan dengan mereka karena Allah adalah silaturrahim dengan mereka. Tapi dengan syarat telah ada usaha untuk menasehati dan memberitahu mereka, dan mereka masih membandel. Kemudian, hal itu dilakukan karena mereka tidak mau menerima kebenaran. Meskipun demikian, mereka masih tetap berkewajiban mendo’akan mereka tanpa sepengetahuan mereka agar mereka kembali ke jalan yang lurus.”

0 comments

Post a Comment

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers