Menikahlah, Dan Engkau Akan Kaya

Posted by newydsui Sunday, November 1, 2009
Menikahlah, Dan Engkau Akan Kaya
Oleh: Tengku Azhar, Lc


Prolog
Bukan sedekah aja yang membuat kita kaya. Tetapi menikah juga akan menjadikan kita kaya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) dan lagi Maha mengetahui.” (QS. An-Nuur: 32).
Demikianlah janji Allah bagi orang-orang yang menikah, dan sekali-kali Allah tidak akan mengingkari janji-Nya.

Menikah Adalah Tuntunan Fitrah
Setiap lelaki dan wanita normal tentu memiliki fitrah untuk berkeinginan menikah. Mereka tidak akan pernah bisa merasakan ketenangan dan kebahagiaan kecuali setelah keinginan yang dibawa sejak lahir, yang bisa merekatkan di antara mereka berdua, ini terpenuhi. Mereka tentu memiliki keinginan untuk itu. Dan jiwa mereka tidak akan pernah tenteram dan damai kecuali setelah impiannya ini terwujud.
Allah berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepada mereka, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21)
Allah juga berfirman,
“Dialah yang menciptakan kalian dari diri yang satu, dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya.” (QS. Al-A’raf: 189)
Islam tidak pernah berkeinginan memusnahkan fitrah dan mengingkari watak dasar yang telah diciptakan oleh Allah pada diri manusia ini. Bahkan dia justru menganjurkan mereka untuk memenuhinya, namun harus tetap dalam bingkai syariat Islam. Syariat yang bisa mengatur dan menertibkan gejolaknya, sehingga pada akhirnya nanti, tujuannya bisa tercapai. Yang demikian itu karena Allah menciptakan naluri ini pada manusia dengan memiliki tujuan yang lebih penting dari hanya sekedar memenuhi dan menuntaskan keinginan mereka tersebut.
Anjuran untuk memenuhi dan menuntaskan keinginan untuk mendapatkan kenikmatan itu, pada hakikatnya adalah sekadar sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan Allah swt menciptakan manusia.
Manusia adalah pengemban tugas kerisalahan, dan mereka pula yang dipercaya untuk mengelola dunia ini dengan cara memakmurkannya sesuai dengan kehendak-Nya. Sebuah bentuk tugas pemakmuran yang diwarisi dari generasi ke generasi, hingga akhirnya Allah kembali mewarisi dunia ini di hari Kiamat nanti.

Manusia tidaklah sama dengan makhluk ciptaan Allah yang lainnya, yang tidak dibebani tugas apapun oleh-Nya. Manusia diciptakan untuk melakukan kemanfaatan-kemanfaatan yang terus berkesinambungan dan untuk merealisasikan misi-misi tertentu sampai misi tersebut berakhir. Bahkan manusia adalah makhluk yang paling utama, kalau tidak boleh dikatakan bahwa alam semesta ini diciptakan hanya untuk mereka. Allah telah menundukkan seluruh makhluk-Nya agar bisa diperbantukan oleh mereka dalam rangka melaksanakan risalah-Nya.

Menikahlah Dan Engkau Akan Kaya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian dan orang-orang yang layak untuk menikah dari hamba-hamba sahaya kalian yang laki-laki dan hamba-hamba sahaya kalian yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) serta Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh menikahkan orang-orang yang sendirian. Kata “Al-Ayama” adalah bentuk jamak dari kata “ayyimun”, yang artinya adalah lelaki yang tidak memiliki istri atau wanita yang tidak memiliki suami. Penulis Mu’jam Matnul Lughah mengatakan, “Ayyimun dari kalangan wanita adalah gadis atau janda yang tidak memiliki suami lagi, baik karena telah dicerai atau karena telah ditinggal mati. Bentuk jamaknya adalah “Ayayim dan Ayama”. Kedua kata ini bisa juga diberlakukan untuk para lelaki. Dia juga memiliki pengertian wanita yang telah memiliki suami kemudian suaminya itu meninggal dunia. Pengertian ini bisa diberlakukan kepada para lelaki yang telah memiliki istri, lalu istri mereka tersebut meninggal dunia, sementara mereka sendiri masih muda.”

Ayat tersebut juga menganjurkan untuk menikahkan budak-budak yang shalih dari kalangan lelaki serta budak-budak yang shalih dari kalangan wanita, meskipun mereka hidup dalam suasana kefakiran. Sebabnya karena kefakiran bukanlah suatu keadaan yang sengaja dibikin oleh mereka sendiri sehingga menyebabkan mereka dilekati oleh keaiban, seperti yang selama ini difahami oleh kebanyakan orang. Akan tetapi ia adalah suatu keadaan yang memang telah ditakdirkan oleh Allah, di mana keadaan itu tidak bisa didahulukan oleh Allah, di mana keadaan itu tidak bisa didahulukan ataupun diakhirkan, serta tidak bisa pula direbut ataupun dihindari. Kefakiran itu adalah semata-mata kehendak Allah.
Allah berfirman,
“Allah melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hambaNya, dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ankabut: 62)
Allah berfirman lagi,
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dari Dia pula yang menyempitkan (rizki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman.” (QS. Ar-Rum: 37)
Allah berfirman lagi dalam kitab-Nya yang sempurna,
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Rabbku melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya, dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya), akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Saba`: 36)
Allah berfirman lagi,
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rizki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)’. Dan barang apa saja yang kalian nafkahkan, maka Allah akan menggantinya. Dan Dialah pemberi rizki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba`: 39)
Allah juga berfirman,
“Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rizki dan menyempitkannya bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman.” (QS. Az-Zumar: 52)
Untuk bisa mendapatkan dan melapangkan rizki, sesungguhnya bukanlah termasuk dalam kekuasaan manusia. Rizki tidak bisa diperbanyak jumlahnya dengan ambisi, pemerasan pikiran, kekuatan badan, dan banyaknya bekerja. Akan tetapi, dia bisa menjadi banyak adalah karena takdir Allah Yang Maha Agung dan Maha Kukuh Kekuatannya. Manusia tidak memiliki kemampuan apapun untuk bisa memperbanyak rizki itu, kecuali hanya sekadar kemampuan melakukan aktivitas-aktivitas yang bisa menjadi media untuk itu, semisal berdagang, memproduksi aneka barang, bertani, dan sebagainya.

Pada firman Allah yang artinya ‘…jika mereka miskin, maka Allah akan menumpukan mereka…’ sesungguhnya ada janji dari-Nya untuk mengayakan orang-orang yang menikah dalam rangka menjaga kehormatan diri dan memelihara kemaluan. Dan Allah memang Maha Luas anugerah-Nya serta Maha Mengetahui. Hal yang senada juga disiratkan oleh hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-,
Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda, “Ada tiga orang yang sudah tentu akan ditolong oleh Allah: orang yang tengah berjihad di jalan-Nya, orang berhutang yang ingin melunasi hutangnya, dan orang yang menikah untuk menjaga kehormatan dirinya.” (HR. At-Tirmidzi)
Karena itu, kita mendapati syariat mendorong dan menganjurkan untuk menikah. Diriwayatkan dari al-Jama’ah, dari Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu-,
Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda, “Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka menikahlah! Itu karena menikah bisa lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu untuk itu, maka berpuasalah! Itu karena puasa bisa menjadi benteng baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam pun melarang kaum muslimin dari tidak menikah karena ingin membujang dan hanya ingin memfokuskan diri untuk beribadah saja. Diriwayatkan dari Anas ra, bahwa ada beberapa sahabat Nabi saw yang salah seorang di antara mereka berkata, “Aku tidak akan menikah!”, yang lain berkata, “Aku akan selalu shalat malam dan tidak tidur sekejap pun!”, dan yang lainnya lagi berkata, “Aku akan selalu berpuasa dan tidak akan berbuka!” Hal itu kemudian terdengar oleh Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam, lantas beliau bersabda,
“Ada apa gerangan dengan orang-orang yang berkata begini dan begitu? Akan tetapi aku shalat dan tidur, berpuasa dan berbuka, serta menikah. Maka barangsiapa tidak menyukai sunnahku, dia bukan termasuk dari golonganku.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Carilah Yang Paling Bagus Agamanya
Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda,
“Wanita itu dinikahi karena 4 (empat) perkara, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlan wanita yang memiliki agama, niscaya kedua tanganmu akan beruntung.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Beliau Shallallahu ’Alaihi wa Sallam juga bersabda,
”Siapa saja yang menikahi seorang wanita karena kemuliaannya, maka Allah tidak akan menambahkan kepadanya selain daripada kehinaan. Siapa yang menikahinya karena hartanya, maka Allah tidak akan menambahkan kepadanya selain daripada kemiskinan. Siapa yang menikahinya karena kedudukannya, maka Allah tidak akan menambahkan kepadanya selain daripada kerendahan. Tetapi, siapa yang menikahi wanita hanya karena ia menginginkan agar menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, atau menyambung ikatan kekeluargaannya, maka Allah akan memberkahi orang tersebut pada wanita itu dan akan memberkahi wanita itu padanya.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Ausath).
Beliau Shallallahu ’Alaihi wa Sallam juga bersabda,
”Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, barangkali kecantikannya itu akan membinasakannya. Dan janganlah kamu menikahi wanita itu karena hartanya, barangkali hartanya akan menyebabkannya durhaka. Akan tetapi, nikahilah wanita karena agamanya, sesungguhnya perempuan harqo' –yakni telinganya masuk kedalam- dan berkulit hitam legam, tapi beragama adalah lebih baik baginya.” (HR. Ibnu Majah).
Wallahu A’lamu bish Shawab

Reference:
1. Al-Qaulus Sadid Fiz Zawajis Sa’id, Syaikh Sulaiman bin Qasim Al-Faify.
2. Dua’ul ’Urs waz Zawaj, Syaikh Muhyiddin Abdul Hamid.
3. Aku Inging Nikah Tapi...., Syaikh Salman bin Zhafir Abdullah Asy-Syahri, Pustaka At-Tibyan, Solo.
4. Dan lain-lain.

0 comments

Post a Comment

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers