AGAR PRASANGKA TIDAK BERBUAH DOSA

Posted by newydsui Sunday, November 1, 2009
AGAR PRASANGKA TIDAK BERBUAH DOSA
Oleh: Ummu Hanan Dzakiyya

Seorang wanita sedang menunggu di bandara. Masih ada beberapa menit sebelum jadwal terbangnya tiba. Untuk mengisi waktu, ia membeli buku dan sebungkus kue. Lalu mencari tempat untuk duduk.
Sambil duduk wanita itu membaca buku yang barusan dibelinya. Dalam keasyikannya, ia melihat seorang lelaki yang duduk di sebelahnya dengan berani mengambil satu, dua kue yang ada diantara mereka berdua.
Wanita tersebut mencoba diam, ia biarkan lelaki tersebut melancarkan aksinya, agar tidak terjadi keributan. Dalam hati ia hanya bergumam, “Kalau aku bukan orang baik, sudah aku pukul dia.”
Setiap ia mengambil satu kue, lelaki itu juga mengambil satu kue. Ketika hanya satu kue tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki itu.
Ternyata, lelaki itu mengambil kue terakhir dan membaginya menjadi dua. Yang separo kue ia tawarkan kepada wanita tersebut sedangkan yang separonya lagi ia makan.
Si wanita pun merebut kue tersebut dengan kasarnya sambil bergumam dalam hati, “Ya Allah, berani sekali orang ini, dasar pencuri!.” Belum pernah rasanya ia kesal seperti hari itu.
Akhirnya ia bisa menghela nafas lega setelah mendengar bahwa pesawat akan segera berangkat. Dengan tergesa ia menuju pesawat dan mencari tempat duduknya. Setelah itu ia mencari buku yang tadi belum selesai dibacanya.
Saat merogoh tasnya, ia menahan nafas dengan kaget. Disitu ada sebungkus kue miliknya, masih utuh!. Koq milikku masih disini?.. Lha tadi yang saya makan?.. Ia baru tersadar bahwa tadi ia belum mengeluarkan kue dari tasnya. “Jadi kue tadi berarti milik si lelaki yang mencoba berbagi, namun aku sangka seorang pencuri?” Sesalnya dalam hati.


Terlambat untuk minta maaf. Ternyata, sesungguhnya dialah yang tidak tahu berterimakasih, dialah sejatinya yang mencuri.

Barangkali kisah seperti ‘pencuri roti’ diatas acap kita jumpai di sekitar kita. Suami menyalahkan istri dan anak-anaknya, atasan memarahi bawahannya atau tidak jarang bapak guru membentak-bentak murid-muridnya, karena suatu permasalahan yang kadang belum jelas penyebabnya. Hal itu terjadi karena mereka melihat orang lain dengan ‘kaca mata’ yang dikenakannya. Sehingga yang terjadi, muncullah perasaan bahwa dialah yang paling benar sedang orang lainlah yang salah. Orang lainlah yang berdosa. Orang lainlah yang membuat masalah dan orang lainlah yang perlu mendapatkan hukuman. Padahal sejatinya dialah yang bersalah, dialah yang berdosa dan dialah mestinya yang berhak mendapatkan hukuman.
Perasaan bahwa orang lain telah berbuat salah padahal belum jelas kebenarannya, itulah yang disebut dengan su’udhan atau buruk sangka. Su’udhan adalah penyakit hati kronis yang perlu untuk segera diobati. Karena dari sanalah pintu-pintu dosa dan kemaksiatan bermula. Berapa banyak pertikaian terjadi hanya karena buruk sangka. Berapa banyak tali ukhuwah yang terputus dan nyawa melayang hanya gara-gara penyakit yang satu ini.

Melihat cermin diri dan menghiasinya dengan husnudhan
Dalam rentang kehidupan kita, akan selalu kita temui beragam karakter manusia yang selalunya tak sama satu dengan yang lainnya. Adakalanya menyenangkan dan tak jarang pula menyedihkan, bahkan membuat kita kesal dan terluka. Apalagi jika kita tak pandai bercermin diri dan selalu melihat orang lain dengan kaca mata diri kita, niscaya yang terjadi tak kan ada seorang pun yang benar di mata kita. Kita akan selalu hidup dalam prasangka dan prasangka. Padahal sejatinya jika kita mau senantiasa introspeksi diri dan mengedepankan sifat husnudhan dalam menyikapi segala kejadian yang melintas di hadapan kita, niscaya kita tidak akan mudah terjerumus ke dalam penyakit yang satu ini.
Ketika ada tetangga lewat tanpa menegur kita, eloklah kita berjaga jangan-jangan saya yang tidak melihat atau mendengar tatkala ia menegur kita. Ketika suami pulang terlambat, jangan terburu menerornya dengan berbagai sangkaan. Akan lebih baik kita tenangkan hati dengan kalimat, ‘Oh, barangkali suamiku lembur malam ini dan nggak sempat kasih kabar ke rumah, atau pulsanya habis untuk sekedar berkirim sms’, atau kalimat apa saja yang membuat hati kita tenang di buatnya.

Tabayyun dengan bahasa yang santun
Jika semua usaha di atas sudah ditempuh, prasangka buruk tak juga hengkang dari hati, akan lebih baik jika kita ber’tabayyun’ terhadap orang yang bersangkutan sehingga permasalahan menjadi jelas dan kesalah pahaman bisa terlibas. Kita ‘sharingkan’ segala keraguan dan kegundahan hati kita terhadap orang yang bersangkutan dengan bahasa yang santun.

Sadar akan bahaya agar tidak terjerumus dalam dosa

Allah SWT telah memperingatkan kita akan bahaya prasangka dalam firman-Nya:

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa…” (Al Hujuraat: 12)
Rasulullah juga telah mewanti-wanti kita dengan sabda-Nya:
إياكم والظن؛ فإن الظن أكذب الحديث
“Jauhilah oleh kalian prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah sedusta-dusta perkataan.” (HR. Mutafaqun ‘Alaih)
Bakar bin Abdullah berkata: “Dan janganlah melakukan perbuatan yang jika kalian benar tidak mendapatkan pahala dan jika salah mendapat dosa.” Ada yang bertanya, “Amalan apa itu?” Dia menjawab, “Su’udhan kepada manusia. Jika kalian benar tidak mendapatkan pahala sedang jika salah berdosa.”
Jika pahala tak akan pernah di dapat sementara dosa berkemungkinan merapat, masihkah kita rela berhias dengan prasangka?. Wallahu Musta’an.

1 Responses to AGAR PRASANGKA TIDAK BERBUAH DOSA

  1. ikhwan Says:
  2. cerita diatas bagus, tapi apa ya terjadi...kasian akhtinya.. makanya jangan mudah berburuk sangka....

     

Post a Comment

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers