Puluhan organisasi masyarakat di Aceh menolak keberadaan anak punk dan mendesak pemerintah daerah melahirkan "qanun" (perda) berisi larangan bagi komunitas itu. "Jangan ada tempat bagi berkembangnya komunitas punk dan kami mendesak pemerintah segera membuat qanun tentang larangan komunitas ini di Aceh," kata Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) Tgk Faisal Ali di Banda Aceh, Selasa (20/12/2011). Hal itu disampaikannya dalam pertemuan pimpinan ormas dengan Kapolda Aceh Irjen (Pol) Iskandar Hasan.
Ormas yang hadir dalam dialog sekaligus memberikan dukungan kepada aparat kepolisian antara lain Front Pembela Islam (FPI) Aceh, Himpunan Imam Masjid, Dewan Dakwah Aceh, Pelajar Islam Indonesia, KAMMI Aceh, dan HMI. Selanjutnya Rabithah Thaliban Aceh (RTA/organisasi santri), organisasi penguatan akidah Islam, Komunitas Barisan Muda Siswa Aceh, dan Kobar GB.
Ketua Himpunan Imam Masjid Aceh Tarmizi Rasyid mengharapkan pembinaan terhadap 65 orang anak punk di SPN Seulawah itu ditambah dari semula 10 hari menjadi tiga bulan. "Tentunya untuk membiayai pembinaan itu harus diupayakan penambahan pendanaan dan hal tersebut diharapkan partisipasi aktif pemerintah. Kalau tidak, mereka dikhawatirkan akan kembali hidup di jalanan," kata dia.
Namun demikian, ujarnya menambahkan, bagi anak-anak yang terlanjur terperosok ke dalam komunitas punk sebaiknya dititipkan di pondok pesantren khusus bagi mereka yang muslim. Keberadaan komunitas anak punk, menurut dia, justru telah melanggar HAM warga Aceh yang memiliki nilai-nilai hidup Islami. [roy/muslimdaily.net]
0 comments