Mentaati Syaitan dalam menghalalkan atau mengharamkan Makanan

Posted by newydsui Wednesday, September 2, 2009
MENTAATI SYAITAN DALAM MENGHALALKAN
MAKANAN YANG DIHARAMKAN OLEH ALLAH
Tafsir QS. Al-An’am: 121
oleh : Ust. Tengku Azhar, Lc
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُون
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.”
Tafsir Ayat
Imam Ibnu Katsir –rahimahullahu- dalam menafsirkan ayat ini berkata: “Ayat ini merupakan dalil bagi mereka yang mengatakan bahwa tidak halal memakan sembelihan yang tidak disebut nama Allah atasnya, sekalipun penyembelihnya adalah seorang muslim. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, minimal ada tiga pendapat ulama tentang sembelihan yang tidak disebut nama Allah atasnya.

Pendapat pertama:
Tidak halal memakan sembelihan yang tidak disebut nama Allah atasnya, baik karena sengaja untuk tidak menyebutnya atau karena lupa. Pendapat ini merupakan pendapat Abdullah bin Umar, Nafi’ maula Ibnu Umar, ‘Amir Asy-Sya’bi, dan Muhammad bin Sirin. Dan juga salah satu pendapat Imam Malik dan Ahmad, Abu Tsaur, dan Daud Azh-Zhahiri.
Mereka berdalil dengan QS. Al-Maidah ayat 4 yang artinya, “Mereka menanyakan kepadamu: ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka?’. Katakanlah: ‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.”

Pendapat kedua:
Tidak disyaratkan membaca basmalah ketika menyembelih, tetapi hukumnya mustahabbah (disukai). Sehingga apabila tidak menyebut nama Allah ketika menyembelih baik karena sengaja atau lupa maka tidak membahayakan sembelihan tersebut (tetap halal untuk dimakan). Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan mayoritas pengikutnya, dan salah satu pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Malik bin Anas, dan juga dikatakan pendapatnya Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan ‘Atha bin Abi Rabah.

Pendapat ketiga:
Tidak membaca basmalah pada sembelihan karena lupa, maka sembelihan tersebut tetap halal. Tetapi meninggalkannya karena sengaja maka sembelihan tersebut haram untuk dimakan. Ini adalah pandapat yang masyhur dari Imam Malik bin Anas, Ahmad bin Hanbal, Abu Hanifah dan sahabat-sahabatnya. Juga dikatakan pendapatnya Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalib, Sa’id bin Musayyib, Atha’, Thawus, Hasan Al-Bashri, Abu Malik, dan yang lainnya. Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari –rahimahullah- berkata, “Barangsiapa yang mengharamkan sembelihan orang yang lupa membaca basmalah atasnya maka dia telah keluar ijma’nya kaum muslimin dan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam".
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Seorang muslim cukup dengan namanya. Apabila dia lupa untuk membaca nama Allah saat menyembelih, maka bacalah nama Allah saat memakannya, kemudian makanlah sembelihan tersebut.” (Al-Baihaqi dalam Sunnan Al-Kubara, 9/240).
Imam Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa asbabul wurud ayat ini adalah orang-orang Yahudi berkata kepada orang-orang mukmin, “Yang kalian sembelih dengan tangan kalian, kalian makan? Sedangkan yang disembelih oleh Allah (yaitu binatang yang mati karena sendirinya atau bangkai) tidak kalian makan?” Maka turunlah ayat ini, yang menegaskan kepada kaum muslimin untuk tidak memakan sembelihan yang tidak disebut nama Allah atasnya yaitu binatang yang mati karena sendirinya (bangkai).
Karena sembelihan yang tidak disebut nama Allah atasnya, atau binatang yang mati karena tidak disembelih merupakan sebuah kefasikan.
Maka jika kita mentaati orang-orang kafir dalam masalah ini, yang notabene merupakan wali-walinya syaitan, sehingga kita memakan bangkai dan memakan sembelihan yang tidak disebut nama Allah atasnya, karena sembelihan itu diperuntukkan kepada selain Allah, maka kita telah musyrik lantaran mentaati mereka dalam menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam, Padahal mereka hanya disuruh menyembah Rabb yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”

At-Tasyri’ (Menghalalkan dan Mengharamkan) Hak Mutlak Milik Allah
Tasyri' adalah hak Allah Subhanahu wa Ta'ala . Yang dimaksud dengan tasyri' adalah apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk hamba-Nya berupa manhaj (jalan) yang harus mereka lalui dalam bidang aqidah, muamalat dan sebagainya. Termasuk di dalamnya masalah penghalalan dan pengharaman. Tidak seorang pun berwenang menghalalkan kecuali apa yang sudah dihalalkan Allah, juga tidak boleh mengharamkan kecuali apa yang sudah diharamkan Allah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.” (QS. An-Nahl: 11).
Juga firman-Nya:“Katakanlah: ‘Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal’. Katakanlah: ‘Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?’ (QS. Yunus : 59).
Allah telah melarang penghalalan dan pengharaman tanpa dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah, dan Dia menyatakan bahwa hal itu adalah dusta atas nama Allah. Sebagaimana Dia telah memberitahukan bahwa siapa yang mewajibkan atau mengharamkan sesuatu tanpa dalil maka ia telah menjadikan dirinya sebagai sekutu Allah dalam hal tasyri'.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy-Syura: 21).
Siapa yang menta'ati musyarri' (yang membuat syari'at) selain Allah maka ia telah menyekutukan Allah.“... dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-An'am: 121)
Maksudnya adalah orang-orang yang menghalalkan bangkai-bangkai yang sudah diharamkan Allah. Maka siapa yang menta'ati mereka dia adalah musyrik.
Sebagaimana Allah memberitahukan bahwa siapa yang menta'ati para ulama dan rahib-rahib dalam hal menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah, maka ia telah menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Mahaesa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.
Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Taubah: 31)Ketika Adiy bin Hatim -radhiyallah 'anhu mendengar ayat ini, ia berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami tidak menyembah mereka.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya: “Bukankah mereka menghalalkan apa yang Allah haramkan, kemudian kalian menghalalkannya. Dan mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan, kemudian kalian mengharamkannya?!” Ia menjawab, “Ya. benar.” Maka beliau bersabda, “Itulah bentuk ibadah kepada mereka.” (HR. At-Tirmidzi)Syaikh Abdurrahman bin Hasan –rahimahullah- berkata, “Di dalam hadits tersebut terdapat dalil bahwa menta'ati ulama dan pendeta dalam hal maksiat kepada Allah berarti beribadah kepada mereka dari selain Allah, dan termasuk syirik akbar yang tidak diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Karena akhir ayat tersebut berbunyi: “... padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At-Taubah : 31)
Senada dengan itu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-An'am: 12)Hal ini banyak menimpa orang-orang yang bertaklid kepada ulama mereka. Karena mereka tidak melihat dalil lagi, meskipun ulama yang diikutinya itu telah menyalahi dalil. Dan ia termasuk jenis syirik ini. Maka menta'ati dan konsisten terhadap syari'at Allah serta meninggalkan syari'at-syari'at lainnya adalah salah satu keharusan dan konsekuensi dari Laa ilaaha illallah. Dan hanya Allah-lah tempat kita memohon pertolongan. Wallahu A’lamu bish Shawab
Reference:
1. Tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Katsir.
2. Tafsir Ath-Thabari, Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari.
3. Kitab Tauhid, Syaikh Shalih Fauzan.
4. www.almanhaj.or.id

0 comments

Post a Comment

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers