KERUDUNG BIDADARI
Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Surga. Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga. Di antaranya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“(Apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (QS. Muhammad : 15)
Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah kelak akan mendapatkan pendamping (istri) dari bidadari-bidadari Surga nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam ayat-ayat Al Qur’an, di antaranya :
“Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS. Al Waqiah : 22-23)
“Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar Rahman : 56)
“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS. Ar Rahman : 58)
“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqiah : 35-37)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau :
“ … seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya.” (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu)
Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Di antara yang didendangkan oleh mereka : “Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan.” Dan mereka juga mendendangkan : “Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi.” (Shahih Al Jami’ nomor 1557) Siapa mau??? (redaksi)
BAGAIMANA CEGAH KEKAMBUHAN ASMA
Oleh : dr. Mety
Penanggulangan asma saat ini lebih
ditekankan pada mencegah terjadinya kekambuhan asma . Berikut hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah asma kambuh adalah :
1. Menghindari factor-faktor pencetus asma
2. Penggunaan obat untuk
mencegah atau meredakan atau mengurangi reaksi-reaksi yang akan dan atau sudah timbul oleh pencetus
tadi .
APA SAJA FAKTOR
PENCETUS ASMA ?
Factor pencetus yang sebaiknya
dihindari untuk mencegah terjadinya serangan asma :
1. Allergen
Pada bayi dan anak kecil sering
berhubungan dengan isi debu rumah , misalnya tungau , serpih atau bulu binatang
, spora jamur yang terdapat di dalam rumah. Dengan bertambahnya umur makin
banyak jenis allergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya
terjadi pada bayi dan anak kecil . Allergen terbanyak sebagai pencetus asma
adalah debu rumah, kapuk , bulu hewan , kepiting , telur , dan lainnya .
2. Infeksi
Biasanya infeksi virus , terutama pada bayi dan anak kecil .
Virus penyebabnya biasanya respiratort syncytial virus ( RSV ) dan virus
parainfluenza . Kadang-kadang dapat juga oleh bakteri misalnya pertusis dan
streptokokus beta hemolitikus , jamur misalnya aspergillus .
3. Iritan
Hairspray , minyak wangi , asap rokok , cerutu dan pipa , bau
tajam dari cat , dan polutan udara berbahaya lainnya , juga udara dingin dan
air dingin . Iritasi hidung dan batuk sendiri dapat menimbulkan reflex
bronkokonstriksi . Udara kering mungkin juga merupakan pencetus
hiperventilasi dan kegiatan jasmani .
4. Cuaca
Perubahan tekanan cuaca , perubahan suhu udara , angin dan
kelembaban dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma .
5. Kegiatan jasmani
Kegiatan jasmani yang berat misalnya berlari dan naik sepeda
dapat menimbulkan serangan pada anak dengan asma. Juga tertawa dan menangis
dapat merupakan pencetus . Pada anak dengan faal paru di bawah normal sangat
rentan terhadap kegiatan jasmani .
6. Infeksi saluran
nafas bagian atas
Di samping infeksi virus saluran nafas bagian atas sinusitis
akut dan kronis dapat memudahkan terjadinya asma pada anak . Rinitis alergi
dapat memberatkan asma melalui mekanisme iritasi.
7. Refluks
gastroesophagus
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma
pada anak dan orang dewasa.
8. Psikis
Factor psikis merupakan factor pencetus yang tidak boleh
diabaikan dan sangat kompleks . Tidak adanya perhatian dan atau tidak mau
mengakui persoalan yang ada yang berhubungan dengan asma oleh anak sendiri atau
keluarganya akan memperlambat atau bahkan menggagalkan usaha-usaha pencegahan .
Tetapi sebaliknya terlalu takut terhadap serangan asma atau hari depan anak
juga tidak baik karena dapat memperberat serangan asma . Pembatasan aktivitas
anak , seringnya anak tidak masuk sekolah , seringnya bangun malam ,
terganggunya irama kehidupan keluarga karena anak sering mendapat serangan asma
, pengeluaran uang untuk biaya pengobatan dan rasa khawatir , dapat
mempengaruhi anak asma dan keluarganya . Karena itu semua interaksi kejadian
itu perlu diperhatikan dan dicari jalan keluarnya seoptimal mungkin.
CARA MENCEGAH
PAPARAN DEBU RUMAH
Berbagai faktor pencetus serangan asma dan cara menghindarinya
perlu diketahui dan diajarkan pada anak dan keluarga penderita asma , dimana
pencetus yang paling sering dijumpai pada anak adalah debu rumah dan unsur yang
terkandung di dalamnya .
Debu rumah biasanya mengandung tepung sari rumput-rumputan
,pohon dan belukar sekitar rumah yang dibawa oleh angin masuk ke dalam rumah .
Debu rumah juga mengandung serpih atau rontokan kulit , bulu kita atau binatang
piaraan , ludah binatang piaraan yang sudah kering , rontokan bahan pakaian ,
dekorasi rumah , dan rontokan kain mebel . Ada juga hancuran kertas koran ,
kertas rokok , tembakau , dan abunya . Debu rumah juga mengandung serangga yang
sudah mati , bakteri , jamur dan sisa-sisa makanan bulan-bulan yang lalu .
Tungau debu rumah merupakan bagian yang penting dari debu rumah . Tungau itu
pemakan rontikan kulit dan bulu , serta senang sekali di tempat yang lembab .
Jadi jelas debu rumah mengandung banyak sekali allergen yang potensial dapat
merupakan pencetus serangan asma pada anak .
Memang diakui bahwa tidak mudah menghindari debu rumah . Tetapi
mungkin kita dapat mengusahakan kamar tidur anak dibuat seperti di rumah sakit
, yaitu dengan :
a)
Kasur tempat
tidurnya dimasukkan dalam kantong vinil dengan resleting sehingga dapat
membungkus seluruh kasur dan debu tidak dapat keluar dari bawah kasur .
Demikian pula bantal , dimasukkan dalam kantong vinil .
b) Melakukan
tindakan-tindakan lain , yaitu mencuci tirai dan selimut sekurang-kurangnya
tiap 2 minggu , sprei dan sarung bantal lebih sering dicuci , lemari serta rak
dan laci dibersihkan dengan lap basah , dan hanya digunakan untuk menyimpan
pakaian yang sering dicuci . Keluarkan mebel yang dilapisi kain penutup dan
karpet dari kamar itu , bersihkan lantai dengan lap basah sekurang-kurangnya
sekali tiap hari . Hindarkan asap dan binatang piaraan tidak boleh masuk ke
dalam kamar tidur .
Dengan cara tersebut terdapat angka perbaikan yang bermakna
secara statistic , dan tentunya dapat anda coba di rumah .
CARA PENCEGAHAN YANG LAINNYA
1. Serangan asma setelah makan atau
minum zat yang tidak tahan , dapat terjadi tidak lama setelah makan , tetapi
dapat juga beberapa waktu setelahnya , misalnya sore atau malamnya bahkan bisa
esok harinya .
2. Anggota keluarga yang sedang
menderita flu tidak boleh mendekati anak yang menderita asma atau kalau dekat
dengan anak penderita asma lebih-lebih jika bicara , batuk atau bersin perlu
menutup mulut dan hidungnya .
3. Hindarkan anak dari perubahan cuaca
atau udara yang mendadak , lebih-lebih perubahan ke arah dingin .
4. Olahraga atau bermain-main tidak
dilarang bahkan dianjurkan , tetapi diatur . Kebutuhan main-main seperti
berkejar-kejaran dan lain-lain serta olahraga sama pentingnya dengan kebutuhan
makanan atau minuman yang bergizi untuk tumbuh dan berkembangnya anak secara
optimal . Jalan yang dapat ditempuh agar supaya anak tetap dapat bermain-main
atau berolahraga adalah :
a) Menambah toleransi secara
bertahap , menghindarkan percepatan gerak yang mendadak , mengalihkan macam
kegiatan , misalnya dari lari ke naik sepeda atau berenang .
b) Bila mulai batuk-batuk ,
istirahat dulu sebentar , minum air dan kemudian bila batuk-batuk sudah mereda
kegiatan bisa dimulai lagi .
c) Ada beberapa
anak yang memerlukan makan obat atau menghirup obat aerosol dulu beberapa waktu
sebelum kegiatan berolahraga , sebaiknya anda berkonsultasi lebih dulu dengan
dokter.
JANGAN DURHAKAI ANAK
Oleh : Abdurrohman
Oleh : Abdurrohman
Barangkali kita akan mengernyitkan dahi ketika membaca judul diatas. Bukankah yang biasa berbuat durhaka adalah anak? Untuk menjawab rasa penasaran , mari kita ikuti kisah Khalifah umar bin Khattab dengan seorang bapak yang mengadukan perihal anaknya. Seorang laki-laki datang menghadap Umar bin Khatthab. Ia bermaksud mengadukan anaknya yang telah berbuat durhaka kepadanya dan melupakan hak-hak orangtua. Kemudian Umar mendatangkan anak tersebut dan memberitahukan pengaduan bapaknya. Anak itu bertanya kepada Umar bin Khaththab, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak pun mempunyai hak-hak dari bapaknya?” . “Ya, tentu,” jawab Umar tegas. Anak itu bertanya lagi, “Apakah hak-hak anak itu, wahai Amirul Mukminin?”. “Memilihkan ibunya, memberikan nama yang baik, dan mengajarkan al-Qur’an kepadanya,” jawab Umar menunjukkan.
Anak itu berkata mantap, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku belum pernah melakukan satu pun di antara semua hak itu. Ibuku adalah seorang bangsa Ethiopia dari keturunan yang beragama Majusi. Mereka menamakan aku Ju’al (kumbang kelapa), dan ayahku belum pernah mengajarkan satu huruf pun dari al-Kitab (al-Qur’an). “Umar menoleh kepada laki-laki itu, dan berkata tegas, “Engkau telah datang kepadaku mengadukan kedurhakaan anakmu. Padahal, engkau telah mendurhakainya sebelum dia mendurhakaimu. Engkau pun tidak berbuat baik kepadanya sebelum dia berbuat buruk kepadamu.”
Kata-kata Umar bin Khatthab ini mengingatkan kepada kita -para bapak- untuk banyak bercermin. Sebelum kita mengeluhkan anak-anak kita, selayaknya kita bertanya apakah telah memenuhi hak-hak mereka. Jangan-jangan kita marah kepada mereka, padahal kitalah yang sesungguhnya berbuat durhaka kepada anak kita. Jangan-jangan kita mengeluhkan kenakalan mereka, padahal kitalah yang kurang memiliki kelapangan jiwa dalam mendidik dan membesarkan mereka.
Kita sering berbicara kenakalan anak, tapi lupa memeriksa apakah sebagai orangtua kita tidak melakukan kenakalan yang lebih besar. Peribahasa mengatakan buah jatuh tak jauh dari pohonnya; perilaku anak terkait erat dengan kelakuan orangtuanya. Sudahkah kita menyadarinya?
ANAK ADALAH AMANAH, TUNAIKAN HAKNYA !
Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah dalam kitabnya yang berjudul Ijtima’ Al-Juyusy Al-Islamiyah menerangkan bahwa nikmat terbagi dua; nikmat yang bersifat mutlak yaitu nikmat yang akan mengantarkan seseorang pada kebahagiaan abadi, seperti kebahagiaan seseorang dalam berislam dan mengikuti sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Yang kedua adalah nikmat yang bersifat muqayyad (mengikat ) yaitu nikmat yang digambarkan dalam bentuk kesehatan, anak, kekayaan, dan istri shalihah
Menurut Ibnu Qoyyim rahimahullah, anak merupakan bentuk nikmat karena merupakan pemberian dari Allah Ta’ala. Pemberian ini merupakan amanah. Karenanya, setiap orang tua yang dikaruniai anak harus berusaha mengarahkan anak agar tetap terjaga fithrah; terjaga tauhid dan keimanannya.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda;
كُلُّ مَوْ لُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَة فَأبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan diatas fithrah (bertauhid). Maka, kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi” (HR.Bukhori, no.1384 dan Muslim, no.2658, Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Ibarat lembaran kertas yang masih putih bersih, orang tualah yang akan menulis sesuatu dengan tinta diatasnya. Baik tulisan itu akan mendatangkan manfaat atau madhorot. Begitu juga halnya dengan anak, kedua orang tualah yang bertanggung jawab untuk mendidik dan mengarahkan, tentunya kepada jalan yang bisa memberikan manfaat; baik untuk agama, negara dan sesamanya. Walaupun terkadang usaha baik tidak berbanding lurus dengan hasil yang diharapankan orang tua, Nabi Nuh ‘Alaihissalam contohnya, memiliki anak yang durhaka kepada orang tua dan penciptanya. Dalam keadaan seperti ini, tawakal adalah kuncinya. Karena takdir manusia sudah ditentukan lima puluh ribu tahun sebelum alam semesta dicipta.
Tapi ada beberapa hal yang seyogyanya ditempuh oleh orang tua sebelum bertawakal kepada Alloh. Yaitu dengan berusaha memenuhi sebab-sebab untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, biasa kita sebut dengan ikhtiar. Hal ini penting karena Allah dan rasulNya mencela orang yang bertawakal saja tanpa melakukan ikhtiar.
Diantara usaha/ ikhtiar yang harus dilakukan orang tua untuk menunaikan hak bagi anaknya adalah:
1. Memilihkan ibu sholihah yang dapat membimbingnya.
2. Memberi nafkah dari jalan yang halal, karena setiap daging yang tumbuh dari barang haram maka nerakalah yang berhak untuk membakarnya.
3. Memberi nama yang baik, karena nama adalah do’a.
4. Mengajarkan Al qur’an kepadanya sebagai bekal hidup ketika anak telah dewasa.
Sabar dalam medidik anak
Kesabaran mutlak diperlukan dalam mendidik anak, hal ini disebabkan karena panjang dan lamanya waktu yang diperlukan para orang tua dalam mendidik. Ditambah lagi para orangtua harus dihadapkan dengan karakter anak yang beraneka ragam. Moh. Fauzil Adzim menulis dalam bukunya “Membuat anak gila Membaca”, di dalamnya dia menuliskan 7 kunci mendidik anak, yaitu :
Jangan MARAH
Jangan MARAH
Jangan MARAH
Ikhlas
Berkata yang benar
Ingat kelebihannya
Jangan sibuk dengan kekurangannya
Beliau bahkan menuliskan “jangan marah” sampai 3 kali, dengan kata lain kita disuruh untuk sabar. Karena memang berat sekali melakukan “sabar”. Siapa bilang mengasuh dan mendidik anak tidak capek ? Tentu saja capek, bahkan sangat capek sekali. Namun orang yang bisa sabar menjalaninya tidak akan rugi. Dalam sebuah hadist disebutkan : “Setiap keletihan, penyakit, kegelisahan, kesedihan, perlakuan jahat dan kegalauan yang menimpa seorang muslim, hingga duri yang menusuknya sekalipun, semua itu akan menyebabkan Allah menghapuskan kesalahan (dosa-dosanya).” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Ahmad).
Disatu sisi, marah kepada anak juga merupakan suatu hal yang wajar, tapi bukan marah yang keterlaluan yang biasanya menyebabkan kekerasan fisik kepada anak. Solusi untuk mencegah marah orang tua dapat diatasi dengan cara kita memahami dunia anak, bukan melihat perilaku anak dengan kacamata dunia kita sbagai orang tua. Karena berbeda hakikatnya antara dunia anak dan dunia orang tua.
Satu hal yang patut diingat bahwa mendidik anak adalah merupakan sebuah ibadah, apalagi kalau berhasil melahirkan anak yang sholih, amal akan terus mengalir kepada kedua orang tuanya. Maka, tunaikan hak anak dan jangan durhakai dia. ( dari berbagai sumber)
Berkumpul Dan Berdo’a Pada Malam Nisfu Sya’ban
Menurut Perspektif Syar’i
Menurut Perspektif Syar’i
Oleh : Ryan Arif Rahman
Kata Sya’ban, menurut Ensiklopedi Islam, berasal dari kata syi’ab (jalan di atas gunung). Dikatakan Sya’ban karena pada bulan itu ditemui berbagai jalan untuk mencapai kebaikan. Menurut Syekh ‘Alamuddin as-Sakhawi, kata Sya’ban berasal dari kalimat ‘Tasya’ubil Qabail’ artinya berpecahnya kabilah-kabilah atau berpisah-pisahnya (bercabang-cabang) mereka.
Masyarakat Muslim banyak yang tidak mengetahui bahwa Sya’ban ini termasuk bulan yang disukai Rasulullah saw. Rasulullah saw ketika ditanya oleh beberapa orang shahabat tentang latar belakang puasanya di bulan Sya’ban itu, menjawab, “Bulan diangkatnya amal-amal kepada Robbul ‘alamin. Maka aku ingin diangkat amalku dan aku sedang puasa” ( HR. Nasa’i ).
Ada beberapa riwayat hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw sangat mencintai bulan Sya’ban. Kecintaannya itu ditunjukkan melalui sikap dan perbuatannya yang mencerminkan bahwa bulan Sya’ban ini memiliki nilai keutamaan tersendiri.
Keutamaan Sya’ban ini disampaikan Rasulullah saw, yang menurut penilaian para ahli hadits termasuk hadits yang shahih. Abdullah bin Abi Qais telah mendengar Aisyah berkata, ”Termasuk bulan yang paling disukai Rasulullah untuk melaksanakan puasa adalah bulan Sya’ban, lalu beliau menyambungnya dengan bulan Ramadhan (HR. Ahmad, Abu Daud, dan al-Hakim).
Dalam riwayat lain, Usamah bin Zaid berkata,”Aku telah bertanya, ’Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihat engkau puasa di bulan-bulan lainnya seperti puasa engkau di bulan Sya’ban?’ Beliau menjawab, ‘Itu adalah bulan yang dilupakan banyak manusia, bulan antara Rajab dan Ramadhan. Itu adalah bulan di mana amal-amal diangkat kepada Penguasa alam semesta (Allah), dan aku sangat suka jika amalku diangkat dan aku sedang berpuasa.” (HR. Ahmad dan Nasa’i).
Tapi ada beberapa dalil yang dibuat-buat, bahkan dipalsukan. Sehingga tidak layak untuk dijadikan sebagai landasan akan keutamaan bulan Sya’ban itu sendiri.
Beberapa dalil yang dinyatakan oleh para ulama pakar ilmu hadits sebagai hadits palsu (maudhu’) berbicara tentang keutamaan bulan Sya’ban. Riwayat itu di antaranya,” Keutamaan bulan Sya’ban dibanding bulan-bulan lainnya seperti keutamaanku dibanding seluruh para nabi. Dan keutamaan bulan Ramadhan dibanding bulan-bulan lainnya seperti keutamaan Allah dibanding para hamba-Nya.”
Imam Ibnu Hajar mengatakan,”hadits tersebut palsu (maudhu’). Karena as-Saqthi salah seorang perawinya terkenal sebagai pemalsu hadits dan sanad. Dan perawi-perawi lainnya dalam hadits itu sama sekali tidak pernah meriwayatkan hadits ini.
Walaupun kita mengetahui keutamaan bulan Sya’ban ini, namun kita tidak boleh melakukan sesuatu dengan cara-cara yang tidak dicontohkan Rasulullah SAW. Hadits-hadits shahih di atas menjelaskan kepada kita, bahwa untuk memperoleh keutamaan dari bulan Sya’ban ini dengan melakukan puasa, bukan dengan melakukan ritual dan memanjatkan do’ayang diada-adakan.
Barangkali karena keutamaan itulah yang menjadikan sebagian masyarakat Muslim kita melakukan ibadah dan ritual-ritual tertentu pada pertengahan bulan ini ( nishfu Sya’ban ). Mereka melakukan shalat khusus dan membaca Surah Yasin beberapa kali dengan cara tersendiri, dan mereka berkumpul serta memanjatkan do’a. Amalan-amalan itu mereka yakini bisa menambah rizki, memanjangkan umur dan menolak bala. Lantas, bagaimana pandangan syar’I terhadap amalan yang mereka lakukan pada malam nisfu sya’ban tersebut?
Berkumpul Dan Berdo’a Pada Malam Nisfu Sya’ban Menurut Perspektif Syar’i
Keutamaan malam pertengahan bulan, atau lebih dikenal dengan istilah nisfu sya’ban, memang ada dalil yang mendasarinya. Namun para ulama berbeda pendapat tentang kekuatan derajat periwayatannya. Sebagian kalangan menggunakan dalil-dalil lemah itu dengan alasan bahwa bila suatu hadits tidak terlalu parah kelemahannya, masih boleh digunakan landasan ibadah yang bersifat keutamaan. Sebagian lain ketat dalam menyeleksi dalil-dalil yang dianggap dhaif, sehingga semuanya dibuang begitu saja. Di antara dalil-dalil yang dianggap lemah itu misalnya hadits berikut ini:
إن الله تعالى يتجلى فيها على عباده ويستجيب دعاءكم إلا بعض العصاة
"Sesungguhnya Allah SWT bertajalli (menampakkan diri) pada malam nisfu Sya’ban kepada hamba-hamba-Nya serta mengabulkan doa mreka, kecuali sebagian ahli maksiat."
Memang kalau kita mau jujur dengan hasil penelitian para muhaddtis, riwayat hadits ini tidak mencapai derajat shahih. Ada sebagian kalangan yang menghasankan, tetapi tidak sedikit juga yang secara tegas mendhaifkannya.
Al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi mengatakan bahwa tidak ada satu hadits shahih pun mengenai keutamaan malam nisfu sya’ban. Begitu juga Ibnu Katsir telah mendha’ifkan hadits yang menerangkan tentang bahwa pada malam nisfu sya’ban itu, ajal manusia ditentukan dari bulan pada tahun itu hingga bulan Sya’ban tahun depan.
Sedangkan amaliyah yang dilakukan secara khusus pada malam nisfu Sya’ban itu, sebagaimana yang sering dikerjakan oleh sebagian umat Islam dengan serangkaian ritual, tidak terdapat satu petunjuk pun yang memiliki dasar yang kuat dari Nabi saw dan para sahabat serta generasi pertama islam -yang merupakan sebaik baik generasi- bahwa mereka berkumpul di masjid masjid untuk menghidupkan malam ini dan membaca do’a do’a khusus serta melakukan shalat shalat khusus pula sebagaimana yang kita lihat di beberapa negri islam.
Di beberapa negri islam, pada malam nisfu sya’ban, orang orang berkumpul di masjid masjid. Mereka membaca surat yasin, kemudian melakukan sholat dua rakaat dengan niat untuk panjang umur, lalu sholat dua rakaat lagi dengan niat agar kaya. setelah itu, membaca do’a yang tidak diriwayatkan dari seorangpun golongan salaf, yaitu do’a yang panjang yang bertentangan dengan nash, dan maknanya bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam do’a itu mereka mengucapkan: ” Ya Allah, jika engkau mencatat aku di sisi-Mu dalam ummul kitab, sebagai orang yang celaka (sengsara), terhalang, terusir, atau sempit rizkiku, maka hapuskanlah Ya Allah dengan dengan karunia-Mu atas kesengsaraanku, keterhalanganku, keterusiranku dan kesempitan rizkiku. Dan tetapkanlah aku disisimu di dalam ummil kitab sebagai orang yang bahagia, diberi rizki, dan diberi pertolongan kepada kebaikan seluruhnya. Karean sesungguhnya Engkau telah berfirman dan firman-Mu adalah benar, di dalam kitab-Mu yang Engkau turunkan melalui lisan nabi-Mu yang Engkau utus: Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan, dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (lauhil Mahfuz).”
Makna ayat yang disebut dalam bagian terakhir do’a di atas ( Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan, dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (lauhil Mahfuz). (QS Ar-Ra’d: 39) ialah bahwa sesuatu yang telah ditetapkan dalam ummul kitab tidak mungkin dihapus atau ditambah dengan ketentuan baru. Kalau pun dihapus atau ditambah yang baru itu bukan pada catatan lauh mahfudz, melainkan pada selain itu, yaitu pada catatan malaikat dan yang lainnya. Jadi, bagaimana mungkin seorang hamba dapat meminta kepada tuhannya agar dia menghapuskan dan menetapkan sesuatu yang baru di dalam umul kitab?
Begitu pula do’a do’a yang mereka ucapkan seperti: “ jika engkau telah menentukan begini dan begitu…maka hapuskanlah ini dan itu, atau berbuatlah begini dan begitu..” hal itu menunjukan keraguan, padahal nabi saw menyuruh kita berdo’a kepada Allah dengan mantap dan sungguh sungguh, tidak boleh merasa bimbang dan ragu. dari sini kita dapat simpulkan bahwa doa nisfu sya’ban tersebut salah dan tidak mempunyai landasan sama sekali.
Dalam do’a tersebut juga terdapat ucapan: “ wahai tuhanku, dengan tajalli agung pada malam nisfu sya’ban yang mulia, yang pada malam itu segala urusan dijelaskan dan ditetapkan, hendaklah engkau hilangkan bala bencana dari kami, baik yang kami ketahui maupun yang tidak kami ketahui..” ucapan di atas juga merupakan kesalahan, karena yang dimaksud malam dijelaskannya segala urusan yang penuh hikmah (tentang hidup, mati, rizki, nasib baik dan buruk, dan sebagainya) itu ialah malam diturunkannya al-qur’an, malam al-qadar, malam tajalli yang teragung, yaitu pada bulan ramadhan menurut nashal qur’an. Allah swt berfirman:
“Haa Miim. Demi Kitab (al-Qur'an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, “(QS. Ad dukhan:1-4)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur'an) pada malam kemuliaan.” (QS. Al qadar:1)
“bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an.” (QS. albaqarah: 185)
Jadi, secara meyakinkan dapat kita katakan bahwa yang dimaksud ‘malam dijelaskannya segala urusan yang penuh himah itu’ yang disebutkan dalam do’a nisfu sya’ban tersebut ialah malam al qadar pada bulan ramadhan sebagaimana ijma’ulama. Adapun riwayat dari Qadatah yang menyebutkan bahwa malam nisfu sya’ban itu malam dijelaskannya segala urusan yang penuh hikmah merupakan riwayat yang dhoif dan mutharib (tidak meyakinkan). Sebenarnya dari qatadah sendiri terdapat riwayat yang menyebutkan bahwa malam itu ialah malam al qadar.
Ibnu katsir menilai dhaif hadist yang menerangkan bahwa pada malam nisfu sya’ban telah ditetapkan ajal manusia dari bulan sya’ban yang satu kebulan sya’ban yang lain. Hal ini bertentangan dengan nash nash al qur’an dan al hadist.
Dari sini kita tahu bahwa do’a nisfu sya’ban tersebut penuh dengan kekeliruan dan kesalahan, dan merupakan do’a yang tidak diriwayatkan dari nabi saw., dari generasi umat terbaik, dan tidak diriwayatkan oleh kalangan salaf.
Sedangkan masalah berkumpul-kumpul pada malam nisfu sya’ban dalam bentuk yang kita lihat sekarang ini di mana manusia berkumpul untuk berdzikir dan berdoa khusus di malam nisfu sya'ban di masjid-masjid, belum kita temui di zaman Rasulullah saw maupun di zaman shahabat dan hal itu termasuk perkara bid’ah.
Pendapat ini didukung oleh Al-Auza'i dan para ulama Syam umumnya. Bentuknya bagi mereka cukup dikerjakan saja sendiri-sendiri di rumah atau di mana pun. Namun tidak perlu dengan pengerahan masa di masjid baik dengan doa, dzikir maupun istighfar.
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah Beliau berkata bahwa salah satu bentuk ritual bid'ah di malam itu adalah shalat 100 rakaat, hukumnya adalah bid'ah. Sama dengan shalat raghaib 12 rakaat yang banyak dilakukan di bulan Rajab, juga shalat bid'ah. Keduanya tidak ada dalilnya dari Rasulullah saw.
Ustadz 'Athiyah Shaqr kepala Lajnah Fatwa di Al-Azhar Mesir di masa lalu. Dalam pendapatnya beliau mengatakan bahwa tidak mengapa bila kita melakukan shalat sunnah di malam nisfu sya'ban antara Maghrib dan Isya' demi untuk bertaqarrub kepada Allah. Karena hal itu termasuk kebaikan. Demikian juga dengan ibadah sunnah lainnya sepanjang malam itu, dengan berdoa, meminta ampun kepada Allah swt. Semua itu memang dianjurkan. Namun lafadz doa panjang umur dan sejenisnya, semua itu tidak ada sumbernya dari Rasulullah SAW.
Dr. Yusuf al-Qaradawi, Ulama yang sering dijadikan rujukan oleh para aktifis dakwah berpendapat tentang ritual di malam nasfu sya'ban bahwa tidak pernah diriwayatkan dari Nabi SAW dan para sahabat bahwa mereka berkumpul di masjid untuk menghidupkan malam nisfu Sya'ban, membaca doa tertentu dan shalat tertentu seperti yang kita lihat pada sebahagian negeri orang Islam. Juga tidak ada riwayat untuk membaca surah Yasin, shalat dua rakaat dengan niat panjang umur, dua rakaat yang lain pula dengan niat tidak bergantung kepada manusia, kemudian mereka membaca do`a yang tidak pernah dipetik dari golongan salaf (para sahabah, tabi`in dan tabi’ tabi`in).
Dari pemaparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa berkumpul dan berdo’a pada malam nisfu sya’ban adalah perkara bid’ah. Dalam urusan ibadah kita tidak boleh mengada-ngada, kita musti mengikuti jalan kebenaran yang telah ditempuh orang orang salaf, dan meninggalkan jalan bid’ah. Sebab, semua yang diada-adakan dalam ibadah adalah bid’ah, semua bid’ah adalah sesat dan semua kesesatan tempatnya di neraka. semoga Allah memberi taufiq kepada kita untuk mengikuti apa yang datang dari rasulullah saw dan sahabat sahabat beliau. Wallahu a’lam.
Referensi:
1. Ibn Qudamah, Al-Mughny (Qahirah: Hajru Li Ittiba’ah Wa An-Nasyr Wa At-Tauji’, 1406)
2. Al-Hafidh Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur'an Al-Adzim (Bairut: Al-Maktabah Al-Isriyah, 1420)
3. Al-Imam As Suyuthi, Ad Dur Al-Mantsur Fi At-Tafsir Bi Al-Ma'tsur (Bairut: Dar Al-Fikr, 1414)
4. Ibn Jarir Ath Thabary, Jami’ul Bayan ‘An Ta’wil Ayyi Al-Qur’an (Bairut: Dar Al-Fikr, 1420)
5. Ibn Taimiyah, Majmu Fatawa
6. Abdul Aziz Bin Baz, Maqalat Wa Rasail Syaikh Abdul Aziz Bin Baz.
7. Kholid Al Juraisy, Al Fatawa Al Syar’iyyah Fi Al Masail Al Asriyah Min Fatawa Ulama Al Bilad Al Haram, (Riyad: Mu’assasah Al Juraisy, 1420)
8. Yusuf Qardhawi, Hadyu Al Islam Fatawa Mu’ashirah ( Bairut: Dar Alma’rifah, 1408) Cetakan Keempat. (By: Ryan Arief Rahman)
Peristiwa Dan Amalan Dalam Bulan
Hijriyah
(Upaya
Mengenal Keutamaan Kalender Islam)
oleh Ryan Arif Rahman
Selintas Sejarah Penanggalan Islam
Sejak dahulu, ada tiga barometer yang dijadikan pijakan dan
pegangan oleh manusia untuk menentukan waktu di muka bumi ini; pertama, dengan
melihat gerakan bumi dengan bumi itu sendiri. Penghitungan ini melahirkan
hitungan hari. Kedua, dengan melihat gerakan bumi terhadap matahari, yang
kemudian melahirkan tahun matahari, tahun masehi (Assanah Asy Syamsiyah).
Ketiga, dengan melihat gerakan bulan terhadap bumi, yang kemudian melahirkan
hitungan tahun bulan (As Sanah Al Qamariyah).
Tahun syamsiyah adalah tahun di mana berdasarkan penglihatan
gerakan bumi yang mengelilingi matahari di mulai dari titik tertentu, sampai
kembali lagi. Sementara tahun qamariyah merupakan masa yang didasarkan kepada
bulan yang mengililingi sekitar bumi.
Dalam islam, tahun yang dipergunakan adalah tahun yang
berdasarkan bulan, yakni tahun qamariyah. Hal ini ditegaskan oleh Allah swt
dalam al qur’an:
يَسْئَلُونَكَ عَنِ
اْلأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ
“Mereka bertanya
kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah :"Bulan sabit itu adalah
tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji..” (QS. Al baqarah:189)
Jumlah bulan bulannya sama dengan jumlah bulan pada tahun
syamsiyah, yaitu dua belas bulan, sebagaimana firman Allah swt:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ
عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّماَوَاتِ
وَاْلأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ فَلاَتَظْلِمُوْا
فِيْهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ
كَآفَّةً وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi
Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan
langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang
lurus, maka jnaganlah menganiaya diri dalam bulan yang empat itu,dan perangilah
musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi semuanya; dan ketahuilah
bahwasannya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.” (QS. At-taubah:36)
Pada masa Rasulullah saw, nama nama bulan tersebut sudah
ada, sebagaimana dapat kita jumpai dalam banyak hadist rasulullah saw menyebut
nama nama bulan tersebut. akan tetapi nama tahun seperti tahun 1432 hijriyah
dan yang lainnya belum ada pada masa rasulullah saw. Pada masa itu, nama tahun
umumnya dikaitkan dengan kejadian besar yang terjadi pada tahun tersebut,
misalnya ada tahun gajah karena pada tahun itu tentatara abrahah yang
menunggangi gajah berangkat ke makkah untuk menghancurkan ka’bah. Bahkan pada
masa khalifah abu bakar pun belum ada penentuan tahun.
Baru pada masa Khalifah Umar Bin Khatab, dimulai adanya
penamaan tahun. Beliau adalah orang yang pertama kali meletakkan penanggalan
hijriyah. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari menyebutkan
diantara sebab mengapa umar melakukan penanggalan tersebut. dikisahkan bahwa
ketika Abu Musa Al As’ary diangkat menjadi gubernur irak, dan Umar berkirim surat
kepadanya, Abu Musa kembali berkirim surat bahwa surat dari khalifah Umar tidak tertulis tanggalnya.
Kemudian Umar segera bermusyawarah dengan para sahabat lainnya. Sebagian
mengatakan, berpegang pada waktu nabi diangkat menjadi rasul, sebagian yang
lain berpegang pada hijrah nabi, sebagian yang lain berdasar kelahiran dan
wafat Rasulullah. Hanya Umar lebih
setuju kepada pendapat yang berdasar pada hijrah nabi, mengingat sejak hijrah
itulah jelas adanya pembeda antara al haq dan al batil.
Peristiwa
Dan Amalan Dalam Bulan Hijriyah
Nama nama kedua belas bulan dimaksud berdasarkan urutannya,
peristiwa penting dan amalan yang dianjurkan/diwajibkan di dalamnya adalah
sebagai berikut:
1.
Al muharram ( yang diharamkan)
Disebut demikian karena bulan ini termasuk bulan yang diharamkan
untuk melakukan peperangan.
Adapun sebagian peristiwa penting yang terjadi pada bulan
ini adalah sebagai berikut: pertama, peristiwa karbala, yaitu terbunuhnya
Husain cucu rasulullah saw putra Ali Bin Abi Thalib dari Fatimah Binti
Rasulullah pada tanggal 10 muharam di karbala, kufah, irak. Kedua, pada
tanggal10 muharam, Allah menyalamatkan Nabi Musa dari fir’aun,dan ditenggelamkannya
Fir’aun.
Sedangkan sebagian amalan yang dianjurkan untuk dilakukan
pada bulan ini adalah sebagai berikut: pertama, memperbanyak puasa terutama hari
senin dan kamis, pertengahan bulan dan puasa tanggal 10 muharam yang disebut
dengan puasa asyura. Kedua, menyantuni fakir miskin.
2.
Shafar (kosong/nol)
Disebut demikian karena rumah rumah orang arab pada bulan
ini kosong dari penghuninya karena mereka keluar untuk melakukan peperangan
setelah pada bulan sebelumnya tidak diperbolehkan berperang.
Adapun sebagian peristiwa penting yang terjadi pada bulan
ini adalah sebagai berikut: pertama, terjadinya peristiwa sumur ma’unah, yaitu
terbunuhnya 70 sahabat rasulullah saw, para penghafal al qur’an. Kedua,
terjadinya perang shiffin, antara pasukan imam Ali Bin Abi Thalib dengan Muawiyyah
Bin Abi Sufyan.
Sedangkan sebagian amalan yang dianjurkan untuk dilakukan
pada bulan ini adalah sebagai berikut: pertama: berpuasa senin kami dan puasa
pertengahan bulan. Kedua, melakukan ibadah ibadah rutin dan harian lainnya.
3.
Rabiul awal (musim semi pertama)
Disebut demikian, karena pada bulan tersebut memasuki muism semi
pertama. Adapun sebagian peristiwa penting yang terjadi pada bulan ini adalah
sebagai berikut: pertama, rasulullah saw dilahirkan. Kedua, majid quba dibangun
pertama kali oleh rasulullah dan para sahabat. Ketiga, pembangunan masjid
nabawi di madinah oleh rasulullah dan para sahabat. Keempat, hijrah rasulullah
saw dari makah ke madinah. Kelima, rasulullah saw wafat pada hari senin bulan
ini tahun 11 hijriyah.
Sedangkan sebagian amalan yang dianjurkan untuk dilakukan
pada bulan ini adalah sebagai berikut: pertama, berpuasa senin dan kamis juga pertengahan
bulan. Kedua, melakukan ibadah rutin dan harian lainnya.
4.
Rabiul akhir (musim semi kedua)
Disebut demikian karena pada bulan tersebut dahulunya
memasuki musim semi kedua.
Sedangkan sebagian amalan yang dianjurkan untuk dilakukan
pada bulan ini adalah ibadah seperti pada bulan bulan lainnya, mulai dari sholat,
puasa, sedekah, dan yang lainnya.
5.
Jumadal ula (membeku yang pertama)
Disebut demikian, karena dinamakannya pada musim dingin, dimana
air mulai membeku.
Adapun sebagian peristiwa penting yang terjadi pada bulan
ini adalah sebagai berikut: pertama, terjadi perang Mu’tah pada tahun 8
hijriyah. Kedua, Sayyidah Zainab dilahirkan pada tahun 6 hijriyah putri Ali Bin
Abi Thalib dan Sayidah Fatimah.
Sedangkan sebagian amalan yang dianjurkan untuk dilakukan
pada bulan ini adalah sebagai berikut: pertama, berpuasa senin dan kamis juga
pertengahan bulan. Kedua, melakukan ibadah rutin dan harian lainnya.
6.
Jumadal akhirah (membeku yang kedua)
Disebut demikian, karena dinamakannya pada musim dingin, dimana
air mulai membeku tahap kedua.
Adapun sebagian peristiwa penting yang terjadi pada bulan
ini adalah sebagai berikut: pertama, Sayyidah Fatimah Putri Rasulullah
dilahirkan. Kedua, wafatnya Abu Bakar pada hari selasa 22 jumadil akhirah tahun
13 hijriyah. Ketiga, terjadi Perang Jamal antara pasukan Ali Bin Abi Thalib dengan
pasukan Sayyidah Aisyah.
Sedangkan sebagian
amalan yang dianjurkan untuk dilakukan pada bulan ini adalah sebagai berikut:
pertama, berpuasa senin dan kamis juga pertengahan bulan. Kedua, melakukan
ibadah rutin dan harian lainnya.
7.
Rajab (mulia, agung)
Disebut demikian karena pada bulan ini orang orang arab
dahulu memuliakan dan mengagungkan bulan ini dengan mengadakan perayaan
perayaan agama dan tidak diperbolehkan melakukan peperangan. Dan bulan ini
termasuk di antara bulan haram.
Adapun sebagian peristiwa penting yang terjadi pada bulan
ini adalah sebagai berikut: pertama, peristiwa Isra Dan Mi’raj yaitu pada malam
27 rajab tahun 10 kenabian. Kedua, terjadi Perang Tabuk, tahun 9 hijriyah
antara rasulullah melawan tentara ramawi. Ketiga, terjadi Perang Yarmuk antara
kaum muslimin dan ramawi tahun 13 hijriyah dibawah pimpinan Khalid Bin Walid.
Sedangkan sebagian
amalan yang dianjurkan untuk dilakukan pada bulan ini adalah sebagai berikut:
pertama, berpuasa senin dan kamis juga pertengahan bulan. Kedua, melakukan
ibadah rutin dan harian lainnya. Ketiga,
berdo’a agar sampai kebulan ramadhan
dengan do’a: allahumma baarik lana fi rajab wa sya’ban wa balighnaa ramadhan.
(ya allah berkahilah kami di bulan rajab dan sya’ban serta sampaikanlah usia kami
ke bulan ramadhan)
8.
Sya’ban (bergerombol)
Disebut demikian karena pada bulan ini orang-orang arab
dahulu mulai bergerombol untuk kembali melakukan peperangan dan penyerangan.
Adapun sebagian peristiwa penting yang terjadi pada bulan
ini adalah sebagai berikut: pertama, pengalihan qiblat dari menghadap masjidil
aqsha di palestina, ke ka’bah di mekah pada tahun 2 hijriyah. Kedua, diwajibkan
jihad pada tahun 2 hijriyah. Ketiga, terjadi peristiwa Haidts Al Ifki, yaitu Sayyidah
Aisyah dituduh selingkuh dengan sahabat bernama Shafwan Bin Al Muaththal pada
tahun 6 hijriyah. Keempat, terjadi perang badar kecil pada tahun 4 hijriyah.
Sedangkan sebagian amalan yang dianjurkan untuk dilakukan
pada bulan ini adalah sebagai berikut: pertama, berpuasa senin dan kamis juga
pertengahan bulan. Kedua, melakukan ibadah rutin dan harian lainnya. Ketiga, berdo’a agar sampai ke bulan ramadhan dengan do’a: allahumma
baarik lana fi rajab wa sya’ban wa balighnaa ramadhan. (ya allah berkahilah
kami di bulan rajab dan sya’ban serta sampaikanlah usia kami ke bulan ramadhan)
9.
Ramadhan (sangat panas)
Disebut demikian karena pada bulan ini, udara sangat panas
sehingga pasir di padang pasir menjadi sangat panas.
Adapun peristiwa penting yang terjadi pada bulan ini
sebagiannya adalah sebagai berikut: pertama, wahyu pertama surat al alaq turun
kepada rasulullah pada tahun 13 tahun sebelum rasul diangkat menjadi nabi.
Kedua, wafatnya sayyidah khadijah, istri rasulullah. Ketiga, terjadi perang
badar kubra, tanggal 17 ramadhan tahun 2 hijriyah. Keempat, penundukan kota
makkah pada 17 ramadhan tahun 8 hijriyah. Kelima, wafatnya sayyidah aisyah, istri
rasul tanggal 17 ramadhan tahun 57 hijriyah.
Sedangkan sebagian amalan yang dianjurkan untuk dilakukan
pada bulan ini adalah sebagai berikut: pertama, berpuasa ramadhan sebaik
mungkin. Kedua, mambaca, mentadaburi dan mengamalkan kandungan al qur’an.
Ketiga, gemar berinfak dan bersedekah. Keempat, perbanyak melakukan sholat dan
ibadah sunnah karena pahalanya dilipatgandakan. Kelima, rajin melakukan
qiyamullail/shalat terawih. Keenam, I’tikaf terutama pada sepuluh hari terakhir
di bulan ramadhan.
10.
Syawal (meninggikan)
Disebut demikian, karena pada bulan ini unta unta mengangkat
ekor-ekornya untuk dibuahi, hamil dan kemudian melahirkan.
Adapun peristiwa penting yang terjadi pada bulan ini
sebagiannya adalah sebagai berikut: pertama, terjadi perang uhud, tahun 3
hijriyah. Kedua, terjadi perang ahzab tahun 5 hijriyah. Disebut perang parit, karena
pada peperangan ini rasulullah saw membuat parit atas usul dari salman al
farisi. Ketiga, terjadi perang hunain pada tahun 8 hijriyah. Keempat,
rasulullah menikah dengan sayyidah aisyah.
Sedangkan sebagian amalan yang dianjurkan untuk dilakukan
pada bulan ini adalah sebagai berikut: pertama, puasa sunnah enam hari di bulan
syawal, boleh dilakukan berurutan boleh juga tidak, yang keutamaannya bagaikan berpuasa
selama satu tahun. Kedua, memperbanyak silaturrahim terutama berkunjung ke
tetangga dan para kerabat.
11.
Dzul qa’dah (duduk, berhenti)
Disebut demikian karena pada bulan ini mereka berhenti dari
peperangan, karena termasuk bulan haram.
Adapun peristiwa penting yang terjadi pada bulan ini
sebagiannya adalah sebagai berikut: pertama, terjadi perang bani quraidzah
antara rasulullah dengan orang yahudi, suku quraidzah yang berada di madinah.
Kedua, rasulullah menikah dengan ummu salamah pada tahun 7 hijriyah.
Sedangkan sebagian amalan yang dianjurkan untuk dilakukan
pada bulan ini adalah sebagai berikut: pertama: berpuasa senin dan kamis juga
pertengahan bulan. Kedua, melakukan ibadah rutin dan harian lainnya.
12.
Dzul hijjah (berhaji).
Disebut demikian karena pada bulan ini orang-orang melakukan
ibadah haji. Adapun peristiwa penting
yang terjadi pada bulan ini sebagiannya adalah sebagai berikut: pertama, haji
wada’ yaitu haji perpisahan, karena tidak lama setelah peristiwa haji ini
rasulullah saw meninggal dunia. Terjadi pada tahun 10 hijriyah. Kedua, terjadi
dua bai’at aqabah. Rasul saw membai’at orang orang madinah yang baru selesai melakukan ibadah haji, pada tahun
12 kenabian.
Sedangkan sebagian amalan yang dianjurkan untuk dilakukan
pada bulan ini adalah sebagai berikut: pertama: berpuasa sunnah pada tanggal 9
dzul hijjah atau puasa arafah yang pahalanya dapat menghapus dosa satu tahun
sebelum dan sesudahnya. Kedua, melakukan ibadah haji dan umrah bagi yang mampu.
Ketiga, berkurban pada hari raya idul adha bagi yang mampu. Keempat,
memperbanyak berdo’a, bersedekah dan ibadah ibadah lainnya.
Demikian penjelasan singkat beberapa peristiwa dan amalan yang
terjadi dan berlaku pada bulan hijriyah, semoga dengan pemaparan tersebut
memberikan dorongan bagi kita untuk menggunakan kalan derhijriyah sebagai kalender
dalam mengatur dan menjadwal agenda dan rutinitas harian kita, karena dengannya
dapat mengingatkan kita untuk selalu mengerjakan amalan amalan yang diwajibkan
dan dianjurkan di dalamnya sekaligus mengingatkan kita terhadap peristiwa yang
terjadi pada masa rasulullah dan para sahabat dalam memperjuangkan islam. wallahu
a’lam.
Referensi:
1.
Sami
bin Abdulah Al Maghluts, Atlas Agama Islam (Jakarta: Almahira, 2009) Cetakan
Pertama.
2.
Sami
bin Abdulah Al Maghluts, Atlas Perjalanan Hidup Nabi (Jakarta: Almahira, 2008) Cetakan Kedua.
3.
Ibnu
Hajar Al Asqalani, Fathul Bari Bisyarhi Shohih Al Bukhori
4.
Muhamad
Al Amīn Bin Muhamad Al Mukhtār Al Jakani As Syanqithi, Adwāùl Bayān Fī Idāh Al
Qurān Bi Al Qurān (Bairut: Ālim Al Kutub, t.thn)
5.
Abdurrahman
Bin Nashīr As Sádi, Taisīr Al Karīm Ar Rahmān Fī Tafsiri Kalām Al Manān
(Bairut: Muassasah Ar risālah, 1423) Cet I
6.
Abu
Abdilah Muhamad Bin Ahmad Al Ansharī Al Qurthubi, Al Jāmì Li Ahkām Al Qurān
(t.tp: t.tt)
7.
Ahmad
Bin Ali Bin Hajar Al Asqalani, Fath Al Bāry Bi Syarh Shahīh Al Bukhary (Bairut:
Dar Al Fikr, 1421)