MUKMIN BERDERAJAT TINGGI

Posted by newydsui Sunday, June 12, 2011 0 comments

MUKMIN BERDERAJAT TINGGI
Oleh: Tengku Azhar, Lc.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِي
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: ‘Berlapang-lapanglah dalam majlis’, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: ‘Berdirilah kamu’, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadillah: 11)

Tafsir Ayat di Atas
Imam Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman seraya mendidik hamba-hamba-Nya yang beriman seraya memerintahkan kepada mereka untuk saling berbuat baik kepada sesame mereka di dalam majelis, ‘Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: ‘Berlapang-lapanglah dalam majlis’, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu’. Yang demikian itu karena balasan itu sesuai dengan perbuatan. Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, ‘Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan’. Maksudnya, janganlah kalian berkeyakinan bahwa jika salah seorang di antara kalian memberi kelapangan kepada saudaranya, baik yang datang maupun yang akan pergi lalu dia keluar, maka akan mengurangi hak-haknya. Bahkan hal itu merupakan ketinggian dan perolehan martabat di sisi Allah. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyia-nyiakan hal tersebut, bahkan Dia akan memberikan balasan kepadanya di dunia dan akhirat. Sesungguhnya orang yang merendahkan diri karena Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya dan akan memasyhurkan namanya. Oleh karena itu, Dia berfirman,
“...Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Maksudnya, Dia Mahamengetahui orang-orang yang memang berhak mendapatkan hal tersebut dan orang-orang yang tidak berhak mendapatkannya.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Ath-Thufail Amir bin Watsilah, bahwa Nafi’ bin Abdil Harits pernah bertemu dengan Umar bin Khaththab di Asafan. Umar mengangkatnya menjadi pemimpin Makkah lalu Umar berkata kepadanya, “Siapakah yang engkau angkat khalifah atas penduduk lembah?” Ia menjawab, “Yang aku angkat sebagai khalifah atas mereka adalah Ibnu Abzi, salah seorang budak kami yang telah merdeka.” Maka Umar bertanya, “Benar engkau telah mengangkat seorang mantan budak sebagai pemimpin mereka?” Ia pun berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya dia adalah seorang yang ahli membaca Kitabullah (Al-Qur`an), memahami ilmu Faraidh, dan pandai berkisah.” Kemudian Amirul Mukminin Umar bin Khaththab berkata, “Sesungguhnya Nabi kalian telah bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِين
“Sesungguhnya Allah akan mengangkat suatu kaum karena Kitab ini (Al-Qur`an) dan merendahkan dengannya sebagian lainnya.” (HR. Muslim, no. 1934)

Mukmin Berilmu Lebih Utama Atas Mukmin Yang Jahil
1. Dari Shahabat Abu Darda` -radhiyallahu- ia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ سَلَكَ سَبِيْلاً يَبْتَغِي بِهِ عِلْماً، سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقاً إِلَى الْجَنَّةِ. وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتِهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصْنَعُ. وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلًّ شَيْءٍ حَتَّى الْحَيْتَانُ فِي الْمَاءِ. وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ. وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْنَاراً وَلاَ دِرْهَماً, إِنَّمَا وَرَّثُْوا الْعِلْمَ, فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Barangsiapa yang menempuh sebuah jalan guna mencari ilmu niscaya Allah akan memudahkan jalannya untuk masuk ke dalam Jannah. Sesungguhnya para malaikat betul-betul meletakkan sayap-sayap mereka pada penuntut ilmu karena mereka ridha dengan apa yang dia tuntut. Sesungguhnya seorang alim (orang yang berilmu) itu dimintaampunkan oleh segala sesuatu sampai ikan-ikan di lautan. Kelebihan seorang alim di atas abid (ahli ibadah) adalah bagaikan kelebihan yang dimiliki oleh bulan di atas bintang-bintang lainnya. Para ulama adalah pewaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula perak akan tetapi mereka hanya mewariskan ilmu, karenanya barangsiapa yang mengambilnya (ilmu) maka sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat besar.” (HR. Abu Daud no. 3642 dan At-Tirmizi no. 2682 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 6297)
Dari hadits di atas tampak jelas keutamaan orang mukmin yang berilmu atas selain mereka:
1. Dia akan dinaungi oleh para malaikat dengan sayap-sayap mereka.
2. Segala sesuatu akan memintaampunkan dosanya kepada Allah mulai makhluk yang berada di bawah lautan sampai makhluk yang ada di atas langit (para malaikat).
3. Dia diibaratkan sebagai bulan yang menerangi alam semesta, sementara orang yang hanya beriman tapi tidak berilmu hanya diibaratkan sebagai bintang yang hanya menerangi dirinya sendiri.
4. Mereka adalah pewaris para nabi, dan cukuplah ini menunjukkan keutamaan mereka.
5. Dia bisa mengajarkan ilmunya kepada orang lain, yang dengannya pahala akan terus mengalir kepadanya -sampai walaupun dia telah meninggal- selama ilmu yang diajarkan masih diamalkan oleh orang-orang setelahnya.
Dan kelima perkara ini tidak akan didapatkan oleh orang yang hanya beriman tapi tidak berilmu (ahli ibadah). Karenanya sangat wajar sekali kalau Allah tidak menyamakan kedudukan orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu karena mereka adalah mujahid yang memperbaiki dirinya, memperbaiki orang lain, dan melindungi agama Allah dari setiap perkara yang bisa merusaknya, berbeda halnya dengan ahli ibadah yang kebaikannya hanya terbatas pada dirinya.
Berkaca dari semua keutamaan di atas, kita tentu akan memahami kenapa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masih diperintahkan oleh Allah untuk meminta penambahan ilmu agama, padahal beliau adalah makhluk yang paling berilmu secara mutlak. Kalau beliau masih diperintahkan oleh Allah untuk menambah perbendaharaan ilmu beliau dan diperintahkan untuk berdoa meminta tambahan ilmu, maka bagaimana lagi dengan kita?!
Karenanya jika kita telah diberikan minat oleh Allah untuk mendekati ilmu agama -apalagi yang telah terjun di dalam menuntutnya- maka bergembiralah, karena sungguh itu merupakan tanda besar yang menunjukkan Allah ingin kamu mendapatkan kebaikan di dunia dan Dia akan mempermudah jalanmu untuk masuk ke dalam jannah, yang mana jalan menuju ke sana adalah perjalanan yang sangat panjang lagi berat.
2. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyamaratakan antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar: 9)
3. Orang yang berilmu disejajarkan persaksiannya dengan para malaikat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Allah bersaksi bahwasannya tidak ada ilah yang berhak diibadahi (dengan benar) melainkan Dia, para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga bersaksi yang demikian itu).” (QS. Ali Imran: 18)
4. Orang yang takut kepada Allah (khasyyatullah) hanyalah orang-orang yang berilmu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-Nya adalah para ulama (orang-orang yang berilmu).” (QS. Fathir: 28)
5. Orang yang mencari ilmu berarti dia telah berada di atas ketaatan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Tidak sepatutnya bagi orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang) mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka, beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah : 122)
6. Orang yang berilmu berarti dia telah dikehendaki oleh Allah kebaikan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْراً يُفَقِّهْهُ فِيْ الدِّيْنِ
“Barangsiapa yang dikehendaki Allah dengannya kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang urusan agama.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Wallahu A’lamu bish Shawab.

MENGENALI LEMAH DIRI

Posted by newydsui 0 comments

MENGENALI LEMAH DIRI
Imtihan asy-Syafi’i

Seberapa pun tinggi dan capaian seseorang dalam merengkuh harta dunia dan kekuasaan, sebenarnya ia tidak beranjak dari hakikat diri sebagai seorang hamba yang lemah dan tidak mampu mendatangkan manfaat atau mendatangkan mudarat untuk dirinya sendiri. Manfaat dan mudarat sejati, tentunya. Ini berlaku untuk semua manusia, termasuk para Nabi dan Rasul. Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Aku tidak berkuasa mendatangkan kemanfaatan untuk diriku dan tidak (pula) menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki Allah.” (Al-A’raf: 188)
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.” (Ali ‘Imran: 159)
“Jika Kami tidak memperkuat (hati)mu, sungguh kamu hampir condong sedikit kepada mereka.” (Al-isra`: 74)
Benar, kita mempunyai kekuatan jasmani, kecerdasan akal, berbagai potensi, kebijaksanaan, dan kefasihan dalam berbicara. Namun demikian, semua yang kita miliki itu tidak benar-benar ada tanpa bantuan Allah. Bukankah Allah pula yang telah memberi kita semuanya?

Ketergantungan Kita
Jika kita perhatikan seorang bayi yang baru saja dilahirkan, ia belum dapat memilih atau mengambil makan dan minum sendiri. Dia pun tidak dapat membersihkan diri dari berbagai kotoran dan sumber penyakit yang menghampirinya. Seberapakah kebutuhan dan ketergantungannya kepada ibunya?Apa yang terjadi jika sehari saja ia ditinggalkan tak dirawat?
Sungguh, kebutuhan dan ketergantungan kita kepada Allah melebihi kebutuhan dan ketergantungan bayi itu kepada ibunya. Jantung kita, misalnya. Jantung membutuhkan Allah dalam setiap saatnya agar ia terus berdenyut dan darah beroksigen terpompa terdistribusikan ke seluruh tubuh lalu kembali dengan kandungan karbondioksida. Dalam setiap menit, jantung berdenyut tak kurang dari 70 kali. Dus, jutaan sel dalam tubuh kita butuh perhatian dan pemeliharaan agar tetap aktif dan normal, bukannya berubah menjadi sel kanker yang bisa saja mengganas.

Mari kita membayangkan, diri kita ini telah diserahi mengatur urusan sendiri: panca indera, nutrisi, anggota badan, dan seluruh organ tubuh. Ada jutaan pekerjaan yang harus kita selesaikan dalam satu waktu. Apakah kita dapat melakukannya walaupun hanya semenit? Ini baru usuran jasmani. Urusan ruhani dan akhirat, kita lebih bergantung lagi kepada-Nya.
Maka ketika seorang hamba dipasrahi untuk mengerjakan sesuatu tanpa pertolongan dari Allah, walau sekejap mata, sesungguhnya ia sedang dipasrahkan kepada kelemahan dan ketiadaan. Oleh karena itulah, salah satu doa Nabi saw adalah:
وَإِنَّكَ إِنْ تَكِلْنِى إِلَى نَفْسِي تَكِلْنِى إِلَى ضَعْفٍ وَعَوْرَةٍ وَذَنْبٍ وَخَطِيْئَةٍ، وَإِنِّيْ لاَ أَثِقُ إِلَّا بِرَحْمَتِكَ
“Sesungguhnya jika Engkau serahkan diriku kepada diriku sendiri, Engkau telah menyerahkannya kepada kelemahan, ketelanjangan, dosa, dan kesalahan. Aku tak percaya, kecuali dengan rahmat-Mu.” (Hadits hasan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, ath-Thabarani, dan al-Hakim)

Kebodohan Kita
Mengenali hakikat diri, seseorang akan mendapati bahwa dirinya adalah sekumpulan syahwat dan insting dalam jasad yang senantiasa berusaha mendapatkan kepuasan dari semua yang dilakukannya. Pada dasarnya manusia bodoh, hampir tak pernah memperdulikan akibat perbuatannya. Seperti seorang bocah yang merengek dan menangis untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, padahal yang diinginkannya itu adalah sesuatu yang sangat berbahaya.
Jiwa manusia tak pernah henti mengajak kepada keburukan, mendorong untuk melakukan sesuatu yang menurutnya akan mendatangkan kebaikan, padahal sejatinya tidak demikian. Karena itulah, kita memerlukan ilmu yang akan membimbing kita dalam menjalani kehidupan ini. Dan jika kebodohan ini berkelanjutan dan tidak disadari, muaranya adalah kesesatan dan nyala api.

Keinginan Kita
Berbagai keinginan manusia dapat dikelompokkan menjadi dua: yang tampak dan yang tersembunyi. Yang tampak seperti makanan, minuman, harta, istri, emas, rumah—tanah, dan sebagainya. Allah berfirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini; yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)..” (Ali ‘Imran: 14)
Syahwat yang tersembunyi misalnya kesenangan untuk unggul di antara sesama, istimewa, dan ingin dijadikan rujukan. Jika Anda ingin tahu, seperti apakah syahwat yang tersembunyi ini, lihatlah diri Anda saat ada orang memuji Anda. Bukankah Anda merasa senang dan bangga? Kata-kata pujian itu masih saja terngiang-ngiang di telinga sepanjang hari.

Rasa yang merajai kita pada saat seperti itu adalah rasa yang dimunculkan oleh syahwat yang tersembunyi. Maknanya, nafsu kita tidak pernah memerintahkan sesuatu kecuali yang sesuai dengan syahwatnya. Jika seseorang tidak waspada dan hati-hati dalam hal ini, ia pasti akan menjadi tawanannya. Jika ia berbicara, maka ia akan didorong untuk berbicara tentang hal-hal yang melancarkan urusannya atau untuk kepentingannya. Jika dia mengerjakan shalat malam, yang mendorongnya adalah perasaan ‘ujubnya, bahwa dia lebih baik daripada saudaranya yang tidur.

Demikianlah, jiwa atau nafsu akan terus mengambil sesuatu dari setiap yang dilakukan oleh seseorang. Dari sini jelaslah tabiat nafsu. Siapa yang memahami hal ini, ia akan menjadi sosok yang benar-benar faqir ilallah, mengharap kebaikan dari Allah. Wallahu al-Muwaffiq.

Tips melatih
Anak Gemar Sholat

Memiliki anak yang shalih dan berbakti adalah harapan setiap orang tua. Sebab, ia akan menjadi penentram jiwa dan penyejuk hati ayah-bundanya. Alangkah bahagianya melihat anak tumbuh dengan karakter positif dan sifat sifat yang mulia. Karena merekalah kaum muda masa depan yang di pundak dan di tangan mereka terletak cita cita ummat; baik berwujud tanggung jawab social dan Negara, hingga tugas yang paling mulia yakni tanggung jawab menyebarkan dan mendakwahkan ajaran islam. Oleh sebab itu, orang tua wajib memperhatikan purta-putrinya agar bisa dididik dengan pendidikan yang islami, guna tercapai dan terwujudnya harapan tersebut.

Salah satu diantara pendidikan yang harus ditanamkan orang tua kepada anak-anak mereka adalah pendidikan tentang sholat, karena sholat adalah salah satu pilar aqidah dan syari’at islam yang mendasar, orang tua harus mampu mengarahkan anak-anaknya agar gemar mengerjakan sholat sejak usia dini. Maka dari itu setiap orang tua harus mengerti tentang tips/cara agar anak gemar mengerjakan sholat. Tahukah pembaca tentang tips tersebut? Simak ulasan dan penjelasan berikut ini….

Para ulama baik salaf maupun kholaf telah membahas persoalan ini dengan gamblang dan panjang lebar, adapun ringkasnya tips tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama: Ikhlaskan niat hanya karena Allah, mencari keridoan-Nya dan meraih kebahagiaan negri akherat kemudian ajarkan dasar dasar tauhid kepada mereka. Kiat tersebut akan memberikan kekuatan dalam diri orangtua dan menjadikan orangtua teguh laksana gunung kokoh yang tidak akan goyang diterpa angin dan cuaca buruk disaat menjumpai kelelahan dan hambatan.

Kedua: Menjalin komunikasi dengan pihak sekolah dan tolong menolong dengan tetangga dekat. Sesekali ajaklah anak tetangga anda untuk sholat, dan sebaliknya. Ajaklah anak anak mereka untuk melaksanakan sholat berjama’ah dimasjid saat tiba waktu sholat.

Ketiga: Ajarkanlah anak anda firman Allah Ta’ala,” Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? (QS. 96:14) sampai mereka faham dan menghayati, sehingga anak-anak tetap melaksanakan sholat meskipun tanpa kehadiran anda. Dengan cara seperti ini anda telah mengajarkan kepada mereka sebuah pengawasan hakiki yaitu mengajarkan anak untuk beribadah secara ikhlas hanya semata- mata mencari ridho Allah.
Pengajaran seperti ini dinyatakan berhasil jika mereka mengerjakan sholat bukan karena takut dari kecaman anda, melainkan karena cinta, suka, dan takut kepada Allah. Hindarilah anak anda mengerjakan sholat karena takut akan ancaman anda, sementara anda menyangka telah memberikan pendidikan yang benar.

Tarbiyah ( pendidikan ) seperti diatas hanya menjadikan anak menjadi orang yang mengerjakan sholat karena orang tua. Pendidikan semacam ini adalah pendidikan yang salah, maka dari itu didiklah anak anak anda untuk senantiasa takut kepada Allah bukan takut kepada anda.

Keempat: Jangan menampakan keputusasaan didepan anak-anak anda, karena hal itu akan menambah kedurhakaan mereka, sebagaimana orang yang berputus asa dari rahmat Allah, akan menambah baginya perasangka buruk kepada Allah, yang lambat laun akan mengurangi kesempurnaan tauhidnya. Ibnu Qoyyim berkata: “ barang siapa yang putus harapan dan putus asa dari rahmat Allah, ia akan berperasangka buruk kepada Allah.”

Kelima: Buatlah agenda keluarga yang berisi pembelajaran ilmu dien dan nasehat barang sepekan sekali berdurasi setengah jam, baik dipandu oleh anda sendiri atau anak tertua anda. Lazimi waktu singkat tersebut, karena waktu sidikit jika kontinyu lebih baik dari waktu yang panjang namun berhenti ditengah jalan. Dengan izin Allah pembelajaran dan nasehat tersebut sangat bermanfaat bagi anak anak anda.

Keenam: Bagi seorang ayah yang jauh dari anak anaknya lantaran bekerja, bepergian, sakit dirumah sakit, atau karena thalaq, hendaklah ia selalu menghubungi dan mengingatkan kewajiban sholat terhadap anak anaknya melalui alat telephon.

Ketujuh: Dahulukan kepentingan akherat dalam setiap situasi dan kondisi, hal ini bertujuan agar anak-anak anda terbiasa memperioritaskan urusan akherat. Sehingga menunaikan sholat pada waktunya lebih dipentingkan dari pada mengerjakan tugas-tugas sekolah, mendapatkan rokaat pertama pada sholat jama’ah lebih dipentingkan dari pada melihat permainan sepak bola, dan perhatian terhadap waktu sholat lebih dipentingkan dari perhatian kepada kerabat, dari percakapan telepon, dan menonton siaran televisi.

Kedelapan: sediakanlah buku dan kaset/video yang menjelaskan tentang asma dan sifat Allah, hukum meninggalkan sholat, tentang kuburan, surga, dan neraka serta buku bergambar yang menjelaskan cara memandikan mayit, cara mengkafaninya, dan gambaran kubur dan liang lahat yang benar. Hal hal tersebut dapat menyentuh hati mereka dan dapat mendorong anak anda untuk mengerjakan sholat.

Kesembilan: Apakah anak anda mengikutimu ketika anda membangunkannya untuk sholat ? Jika tidak, maka tempuhlah langkah langkah berikut:
- Ajaklah mereka dengan ucapan yang santun.
- menepuk punggung dan mengusap kepalanya
- ceritakan pengalaman yang menyenangkan hingga dia bersemangat dan hilang rasa kantuknya, seperti : ananda hari ini akan pergi ke…, hari ini fulan akan mengunjungi kita, ananda telah berhasil dalam..
- biarkan anak anda tidur kembali, namun anda harus bangunkan kembali setelah 3 sampai 5 menit. dalam masalah waktu ini tergantung pada keluasan waktu masing masing orang tua.
- jauhkan peralatan tidur anak anda
- Nyalakan lampu penerang
- Percikan air kewajah anak anda jika keadaan membutuhkannya
- Ucapkan doa berikut :” bangunlah wahai anakku, semoga Allah melapangkan dadamu untuk (memeluk agama) Islam. Atau doa doa yang lainnya.
- bimbinglah selalu anak anda untuk mengutamakan Allah, takut kepadaNya serta selalu mengingatNya, seperti ungkapan anda : “sholat adalah sebagai penerang di alam kuburmu.” Atau ungkapan:” wahai anakku, bangunlah! Tiada tempat kembali kita kecuali surga atau neraka.”
- ambillah selimut tidur anak anda dengan menggoyang goyang dan ungkapan yang lembut.
- Berikan jam alarem yang dapat mengingatkannya, lebih baik jam alarem yang berbunyi suara adzan.
- Janganlah anda mengatakan kepada anak anda:” bangunlah sebentar lagi masuk sekolah”. Tetapi katakanlah kepada anak anda:” wahai anakku, bangunlah dan tegakanlah sholat fajar.”
- Bersendaguraulah dengan anak anda ketika anda membangunkan mereka untuk menegakan sholat, dengan diiringi pembacaan ayat, hadist, atau nasyd yang berkaitan dengan sholat. Cara ini akan efektif jika pembacaan ayat dan hadist tersebut dilakukan dengan penuh kekhusu’an keluar dari hati sanubari anda.
- ketika anda membangunkan anak anda ikutilah mereka hingga tidak tidur kembali ditempat yang lain.
- Berilah hadiyah khusus bagi anak anda yang bangun dan sholat pertama kali.
- Berilah balasan juga bagi anak anda yang bangun setelahnya, kemudian menunaikannya.
- Langkah terakhir: jika anak anda yang telah mencapai usia 10 tahun membangkang dan menolak ajakan anda, maka pukulah ia . Anda memukulnya lantaran kasih sayang anda untuk menghalau mereka agar tidak terjerumus kedalam kobaran api neraka.

Kesepuluh: Anak anak kecil perlu diingatkan untuk menunaikan sholat tepat pada waktunya secara berulang ulang. Oleh sebab itu janganlah anda bosan dan malas mengingatkannya. Kita mendapatkan kebanyakan anak kecil sholat tidak pada waktunya, maka diperlukan orang yang mengingatkan mereka.

Ada perbedaan yang menonjol antara anak yang sholat karena diingatkan, dengan anak yang tidak mengerjakan sholat meskipun telah diingatkan, semoga cara pengingatan ini adalah tahapan pertama untuk membiasakan anak dapat menjaga sholat, namun tahapan ini hanya berlaku untuk beberapa tahun saja, pada masanya nanti akan tiba tahapan yang tidak lagi membutuhkan peringatan.

Kesebelas: jangan saling bergantung kepada yang lain, karena setiap orang tua terbebani suatu kewajiban yang akan dimintai pertanggung jawabannya atas apa yang telah dikerjakan anak anak dihariakherat kelak. Ada sebagian para bapak mengeluh dengan berkata: istriku lalai dan meninggalkan kewajiban kewajibannya. Sementara sebagian para ibu terlalu menyandarkan kewajiban ini kepada suami suami mereka dengan berkata: suamiku tidak membantuku dalam mendidik anak, dan telah mengabaikan amanah. Tidak ada udzur bagi orangtua dihadapan Allah kelak.

Keduabelas: berikanlah hadiah ringan atas kewajiban yang telah mereka lakukan, seperti memberi sebutir permen, atau yang lainnya. Ketika anak anda mulai membiasakan mengerjakan sholat, berilah hadiah sepekan sekali hingga sebulan sekali sesuai kondisi yang anda lihat. Hal tersebut dilakukan dengan tidak berlebihan dan dengan memberi penjelasan bahwa kewajiban tersebut adalah kewajiban dari Allah Ta’ala.

Ketigabelas: pukullah anak, jika mencapai usia 10 tahun tidak mengerjakan sholat, namun pukulan tersebut sebagai pembelajaran bukan penyiksaan, dan sesuai dengan tuntunan syari’at bukan dorongan hawa nafsu.
Keempatbelas: izinkan anak anda untuk berwisata bersama perkumpulan tahfidzul qur’an sebuah masjid, atau bersama para remaja yang sholih, agar mendapatkan contoh dalam menjaga waktu sholat secara nyata, dan agar mengikuti sifat sifat baik ketika berinteraksi secara langsung bersama mereka.

Kelimabelas: tulislah sebagian ancaman bagi orang yang meninggalkan sholat di dunia dan di akherat di atas sebuah kertas dengan harakat yang jelas, tulisan yang besar, dan letakan diruangan rumah yang strategis.

Keenambelas: teteskan air mata ketika anda memberi peringatan siksa neraka dan mengajak mereka untuk berbuat baik dan meraih surga, hal ini akan membuat mereka merasakan kebenaran ajakanmu dan membekas dilubuk sanubari mereka.

Ketujuhbelas: sanjunglah anak anda dengan pujian yang tidak berlebihan ketika mereka mengerjakan sholat. Rasulullah saw memuji para sahabat guna memotifasi mereka untuk selalu berbuat kebaikan, hal itu sebagaimana pujian Rosul saw kepada Asyaj Abdul Qoys, dimana Rasul saw bersabda: anda mempunyai dua perkara, yang kedua perkara tersebut dicintai Allah, yaitu: kesabaran dan kemurahan hati. “( H.R.Muslim )

Kedelapanbelas: lakukanlah simulasi dan praktikum dengan mengumpulkan anak anak anda dan anak tetangga, kemudian ajarkan mereka tentang praktek wudhu yang benar, dan pada kesempatan yang lain ajarkan kepada mereka parktek sholat yang benar.
Kemudian buatlah acara perlombaan untuk mereka tentang praktek sholat yang benar, kemudian adakan perlomban lisan dalam masalah fiqih praktis yang berkaitan dengan wudhu dan sholat. Insya Allah langkah ini dapat memberikan pembelajaran yang efektif dan praktis serta membekas dalam ingatan mereka.

Kesembilanbelas: dua puluh menit sebelum tiba waktu sholat, perintahkanlah anak anda untuk persiapan. Sehingga mereka terbiasa mendapatkan takbiratul ihram, yang kemudian hari mereka merasa hina jika meninggalkan satu rakaat atau dua rakaat sholat.
Maka dari itu hendaklah setiap orangtua bersungguh sungguh, tidak bermalas malasan, dan tidak berputus asa. Karena seluruh manusia diwajibkan untuk bersungguh sungguh dalam mendidik anak-anak mereka, dan semoga Allah memudahkan kita dalam mendidik generasi penerus di masa yang akan datang. Wallahu a’lam..

PERAN PENDIDIKAN ISLAM

Posted by newydsui 0 comments

PERAN PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: Tengku Azhar, Lc.

Muqadimah
Istilah developmentalisme berakar dari kata bahasa Inggris development, tambahan kata isme di belakang kata ini menunjukkan kuatnya ideology yang dijalani. Era Developmentalisme lahir dan berkembang sekitar abad ke-19. Para penganut aliran ini memandang proses pendidikan sebagai suatu perkembangan jiwa. Karena itu aliran ini disebut juga gerakan psikologis dalam pendidikan. Pendidikan adalah suatu proses perkembangan yang berlangsung dalam setiap individu. Aliran pendidikan ini memiliki beberapa konsep sebagai berikut:
1. Mengaktualisasi semua potensi anak yang masih laten, membentuk watak susila dan kepribadian yang harmonis, serta meningkatkan derajat sosial manusia.
2. Cara-cara untuk mewujudkan tujuan pendidikan di atas:
a) Dengan perkembangan yang dikontrol.
b) Dengan membentuk tanggapan-tanggapan yang jelas sehingga membentuk asosiasi pada jiwa anak.
c) Dengan mengembangkan insting, menempa anak sebelum kaku.
d) Melalui impresi indra dan emosional menjadi ekspresi pengetahuan dan moral.
3. Pengembangan itu dilakukan sejalan dengan tingkat-tingkat perkembangan anak.
Pada intinya era developmentalisme pendidikan adalah era di mana pendidikan berfungsi sebagai control atas perkembangan jiwa seseorang yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Tokoh-tokoh aliran ini pun cukup banyak, di Barat dengan para tokohnya seperti: Pestalozzi, Johann Fredrich Herbart, Friedrich Wilhem Frobel di Jerman, dan Stanley Hall di Amerika Serikat.
Pada perkembangan berikutnya, era developmentalisme lebih dikaitkan dengan pembangunan. Sehingga istilah developmentalisme juga disebut dengan pembangunanisme yang secara terminology bermakna sebagai suatu proses yang meletakkan pembangunan insfrastruktur fisik sebagai satu-satunya cara untuk memperbaiki kwalitas hidup suatu bangsa secara ekonomis, suatu paham yang memposisikan pembangunan sebagai alternatif yang tidak bisa ditolak, sekaligus menjadikan pembangunan sebagai tawaran mutlak untuk memecahkan masalah. Kemudian akhirnya pendidikan dijadikan alat untuk mencapai target-target pembangunan tersebut. Imbas dari paham serta aliran ini, maka anak didik pada tinggkat sekolahan ataupun perguruan tinggi diarahkan pada ‘bagaimana’ pendidikan bisa dijadikan alat untuk mencari pekerjaan dan materi, dan tidak jarang nilai-nilai kemanusiaan disubordinasikan untuk mencapai tujuan tersebut, dan nilai-nilai agama (relizi) terkalahkan atau disingkirkan demi mulusnya pencapaian target tersebut.
Dunia pendidikan ‘telah’ menjadi mesin pencetak manusia materialis dan budak-budak harta dunia. Acap kali dunia pendidikan developmentalisme mengabaikan sisi keagamaan, karena menganggap ‘agama’ adalah musuh kemajuan dan modernisasi.
Pertanyaannya adalah benarkah pemahaman demikian? Benarkah pendidikan Islam mengabaikan sisi kemajuan dan pembanguanan? Benarkah pendidikan Islam mengabaikan sisi kesejahteraan dan kemakmuran?

Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab
DR. Adian Husaini –hafizhahullah- dalam bukunya ‘Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab’ menuliskan,
“Banyak yang kadang salah paham, bahwa pendidikan Islam, terbatas pada pendidikan formal sekolah. Banyak pula yang salah paham, seolah-olah, tanggung jawab orang tua telah usai, setelah mengirimkan anak-anaknya ke sekolah-sekolah tertentu, yang berbiaya tinggi. Padahal, tanggung jawab pendidikan anak tetap pada orang tua. Pendidikan Islam bukan hanya harus mampu membentuk karakter yang unggul, tetapi juga membentuk manusia beradab; atau membentuk manusia yang baik (good man). Yakni, manusia yang mengenal Rabbnya, mengenal dan mencintai utusan Rabbnya (Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallm), mengenal dan mampu megembangkan potensinya, dan meyakini satu kebenaran. Pendidikan Islam bersifat kulliyah, bukan juz`iyyah; universal, bukan parsial. Pendidikan Islam tidak mengarahkan anak didik menjadi manusia “barbar”, yang dididik seperti binatang. Yakni, manusia yang hanya tahu satu bidang pekerjaan, tetapi tidak kenal agamanya, Rabbnya, Nabinya, masyarakatnya, bahkan sejarahnya. Pendidikan Islam bersifat sepanjang hayat, bukan hanya berhenti sampai S1 atau S3.

Pendidikan Islam bersifat tauhidik, tidak dikotomis dalam keilmuan. Pendidikan Islam, bersifat formal, informal, dan non-formal sekaligus. Dan pendidikan Islam adalah satu bentuk amal nyata dalam jihad fi sabilillah dalam aktivitas dakwah dan menyiapkan generasi mendatang unggul.”

Lebih lanjut beliau menegaskan, “Karena itulah, menurut Islam harkat dan martabat sesuatu adalah berdasarkan pada ketentuan Allah, dan bukan pada manusia. Sebagai contoh, kriteria orang yang mulia, menurut Al-Qur`an adalah orang yang paling taqwa. (Inna akramakum ’indallaahi atqaakum/QS. 49:13). Maka, seharusnya, dalam masyarakat yang beradab, kaum Muslim harus menghormati seseorang karena keimanan dan ketaqwaannya. Bukan karena jabatannya, kekayaaannya, kecantikannya, atau popularitasnya. Itu baru namanya beradab, menurut Al-Qur`an.

Begitu juga ketika Al-Qur`an memuliakan orang yang berilmu (QS. 35:28, 3:7, 58:11), maka sesuai konsep adab, seorang muslim wajib memuliakan orang yang berilmu dan terlibat dalam aktivitas keilmuan. Masyarakat yang beradab juga masyarakat yang menghargai aktivitas keilmuan. Tentu menjadi tidak beradab, jika aktivitas keilmuan dikecilkan, sementara aktivitas hiburan diagung-agungkan. Tidak mungkin suatu bangsa akan maju jika tidak menjadikan tradisi ilmu sebagai bagian dari tradisinya.
Bangsa Indonesia tidak mungkin akan menjadi bangsa besar jika mengabaikan tradisi ilmu ini. Jika budaya santai, budaya hedonis, budaya jalan pintas, terus dikembangkan, maka hanyalah mimpi saja untuk berangan-angan bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar yang disegani dunia. Dalam perspektif Islam, manusia beradab haruslah yang menjadikan aktivitas keilmuan sebagai aktivitas utama mereka. Sebab soerang muslim senantiasa berdoa: ”Rabbi zidniy ’ilman” (Ya Allah, tambahkanlah ilmuku). Lebih dari itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga mengajarkan doa, agar ilmu yang dikejar dan dimiliki seorang muslim adalah ilmu yang bermanfaat. Hanya dengan ilmulah, maka manusia dapat meraih adab, sehingga dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya, sesuai ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah konsep adab sebagaimana dipahami oleh kaum Muslimin.

Peran Pendidikan Islam di Era Develompmentalisme
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh diamalkan.

Paradigma ini memerintahkan manusia untuk membangun segala pemikirannya berdasarkan Aqidah Islam, bukan lepasdari aqidah itu. Ini bisa kita pahami dari ayat yang pertama kali turun (artinya): “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.” (QS. Al-Alaq: 1).
Ayat ini berarti manusia telah diperintahkan untuk membaca guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman. Tetapi segala pemikirannya itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika, yaitu tetap berdasarkan iman kepada Allah, yang merupakan asas Aqidah Islam.
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa, kata putus dalam ilmu pengetahuan bukan berada pada pengetahuan atau filsafat manusia yang sempit, melainkan berada pada ilmu Allah yang mencakup dan meliputi segala sesuatu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu.” (QS. An-Nisaa`: 126).
Itulah paradigma yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang meletakkan Aqidah Islam yang berasas Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah sebagai asas ilmu pengetahuan. Beliau mengajak memeluk Aqidah Islam lebih dulu, lalu setelah itu menjadikan aqidah tersebut sebagai pondasi dan standar bagi berbagai pengetahun. Ini dapat ditunjukkan misalnya dari suatu peristiwa ketika di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terjadi gerhana matahari, yang bertepatan dengan wafatnya putra beliau (Ibrahim). Orang-orang berkata, “Gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim.” Maka beliau segera menjelaskan,
“Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah. Dengannya Allah memperingatkan hamba-hamba-Nya.” (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa`i).

Dengan jelas kita tahu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah meletakkan Aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan, sebab beliau menjelaskan, bahwa fenomena alam adalah tanda keberadaan dan kekuasaan Allah, tidak ada hubungannya dengan nasib seseorang. Hal ini sesuai dengan aqidah muslim yang tertera dalam Al-Qur`an:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 190).
Inilah paradigma Islam yang menjadikan Aqidah Islam sebagai dasar segala pengetahuan seorang muslim. Paradigma inilah yang telah mencetak muslim-muslim yang taat dan shalih tapi sekaligus cerdas dalam iptek.

Itulah hasil dan prestasi cemerlang dari paradigma Islam ini yang dapat dilihat pada masa kejayaan iptek Dunia Islam antara tahun 700-1400 M. Pada masa inilah dikenal nama Jabir bin Hayyan (w. 721) sebagai ahli kimia termasyhur, Al-Khawarzmi (w. 780) sebagai ahli matematika dan astronomi, Al-Battani (w. 858) sebagai ahli astronomi dan matematika, Al-Razi (w. 884) sebagai pakar kedokteran, ophtalmologi, dan kimia, Tsabit bin Qurrah (w. 908) sebagai ahli kedokteran dan teknik, dan masih banyak lagi.
Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari. Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, bukan standar manfaat (pragmatisme/utilitarianisme) seperti yang ada sekarang. Standar syariah ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan iptek, didasarkan pada ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek, jika telah dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek telah diharamkan oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek) dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan.” (QS. An-Nisaa`: 65).

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka perbuatan itu tertolak.” (HR. Muslim)
Kontras dengan ini, adalah apa yang ada di Barat sekarang dan juga negeri-negeri muslim yang bertaqlid dan mengikuti Barat secara membabi buta. Standar pemanfaatan iptek menurut mereka adalah manfaat, apakah itu dinamakan pragmatisme atau pun utilitarianisme. Selama sesuatu itu bermanfaat, yakni dapat memuaskan kebutuhan manusia, maka ia dianggap benar dan absah untuk dilaksanakan. Meskipun itu diharamkan dalam ajaran agama.

Keberadaan standar manfaat itulah yang dapat menjelaskan, mengapa orang Barat mengaplikasikan iptek secara tidak bermoral, tidak berprikemanusiaan, dan bertentangan dengan nilai agama. Misalnya menggunakan bom atom untuk membunuh ratusan ribu manusia tak berdosa, memanfaatkan bayi tabung tanpa melihat moralitas (misalnya meletakkan embrio pada ibu pengganti), mengkloning manusia (berarti manusia bereproduksi secara a-seksual, bukan seksual), mengekploitasi alam secara serakah walaupun menimbulkan pencemaran yang berbahaya, dan seterusnya.

Karena itu, sudah saatnya standar manfaat yang salah itu dikoreksi dan diganti dengan standar yang benar. Yaitu standar yang bersumber dari pemilik segala ilmu yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, yang amat mengetahui mana yang secara hakiki bermanfaat bagi manusia, dan mana yang secara hakiki berbahaya bagi manusia. Standar itu adalah segala perintah dan larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang bentuknya secara praktis dan konkret adalah syariah Islam. Wallahu A’lam bish Shawab
Reference:
1. Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab, DR. Adian Husaini.
2. Peran Islam dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, M. Shiddiq Al-Jawi.
3. Dan lain-lain.

Pertanyaan:
Bagaimana menjawab mereka yang beralasan bahwa tujuan mengajak anak-anak ke masjid adalah dalam rangka pembelajaran?

Jawaban:
Mengenalkan anak pada ibadah shalat adalah tanggung jawab kedua orang tua. Sebagai keumuman firman Allah, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Pendidikan yang diberikan oleh kedua orang tua lebih berkesan bagi sang anak dibanding pendidikan yang didapatinya di bangku sekolah. Yang demikian tersebut tidak lain karena anak-anak meyakini bahwa setiap yang dikerjakan oleh orang dewasa adalah benar, dan mereka meyakini bahwa bapak-bapak mereka adalah manusia paling sempurna dan paling utama. Oleh karena itu, mereka meniru dan menjadikannya sebagai panutan. Di usianya yang belia, mereka tidak akan begitu saja terpengaruh dengan ajaran yang diajarkan kepada mereka kecuali mereka melihat secara langsung teladan yang baik di depan mereka, sebagai penerjemah dari ajaran-ajaran yang bersifat abstrak. Karena itu, sikap seorang ayah yang senantiasa menjaga shalatnya akan sangat berpengaruh dalam diri sang anak.

Jika demikian, maka mengenalkan anak pada ibadah shalat tidak mesti dilakukan di masjid. Mengingat anak-anak usia balita belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jelek. Mereka belum faham dan sulit untuk difahamkan bahwa membuat gaduh di masjid dapat mengganggu ibadah shalat. Hal ini wajar karena usia balita adalah usia bermain. Suasana masjid yang luas, bersih dan terang di mata mereka adalah tempat bermain yang mengasyikan.
Mengenalkan balita pada ibadah shalat di rumah dapat dilakukan dengan cara; orang tua memperbanyak shalat-shalat sunnah di rumah dan di depan mata anak-anaknya. Dengan demikian seorang anak akan merasakan pengaruh yang besar dalam dirinya ketika dia melihat sang ayah menyungkurkan wajahnya untuk bersujud kepada Allah dan berdiri dengan khusuk. Sejenak shalat sang ayah akan menenggelamkan mereka hingga mereka berpaling dari apa yang ada di sekelilingnya.

Cara seperti ini akan menanamkan keagungan Allah dalam diri mereka. Selain itu cara seperti ini merupakan cara mendidik anak melalui pembiasaan, dan akan menjadikan mereka kenal dengan gerakan-gerakan shalat dan menyukainya.
Pertanyaan:
Bagaimana cara mensikapi para takmir masjid yang bersikeras melarang anak-anak ke masjid?
Jawaban:
Keputusan sebagian takmir masjid yang melarang anak-anak usia balita ikut serta ke masjid perlu kita hormati. Karena larangan yang mereka keluarkan bertujuan baik dan demi maslahat kaum muslimin. Tapi perlu diperhatikan pula bahwa cara melarangnya harus tepat. Dan cara paling tepat untuk menerapkan peraturan ini adalah bermusyawarah dengan dengan para orang tua. Kalaupun harus menegur mereka secara langsung maka tegurlah dengan lembut. Mengingat menegur anak-anak yang ramai di masjid secara langsung tidak banyak bermanfaat, lebih-lebih jika dalam teguran tersebut ada unsur kekerasan seperti membentak. Karena teguran yang disertai bentakan hanya akan menyisakan trauma dan dendam dalam diri sang anak.
Rasulullah sebagai panutan kita memiliki hati yang lembut dan penuh kasih. Disebutkan dalam suatu riwayat, suatu ketika beliau sedang menimang seorang bayi, lalu bayi itu buang air kecil di baju Rosulullah. Dengan kasar sang ibu mengambil anak itu dari tangan Rosulullah. Ia marah karena anaknya yang masih bayi mengotori baju Rosulullah dengan najisnya. Saat itu Rosulullah berkata, “Wahai ibu, Najis anakmu ini mudah untuk dibersihkan, tetapi kekeruhan jiwanya akibat kekasaranmu sulit untuk dihilangkan.”

Rasulullah pernah bersabda, “Bukan dari golongan kami orang yang tidak mengasihi yang lebih kecil dan menghormati yang lebih besar.” (HR. Tirmidzi). Wallahu A’lam.

Pertanyaan:
Sebagian orang membawa anak-anaknya yang belum mumayyiz ke masjid, mereka belum bisa mengerjakan shalat dengan baik. Mereka berdiri berbaris bersama jama’ah. Namun sebagian anak bermain-main dan mengganggu orang sekitarnya. Bagaimana hukumnya hal tersebut?

Jawaban:
Mengenalkan anak pada masjid dan ibadah shalat jama’ah dengan cara membawa serta mereka ke masjid banyak menimbulkan pro dan kontra. Pasalnya kehadiran anak di masjid terkadang menimbulkan kegaduhan yang mengganggu kekhusukan para mushali. Memang, di satu sisi mengenalkan anak pada masjid dan shalat jama’ah memiliki manfaat yang sangat besar bagi diri sang anak. Tapi di sisi lain, kehadiran mereka mendatangkan madharat berupa mengganggu kekhusu’an para mushalli.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, perlu ada klasifikasi umur agar lebih mudah mensikapinya:
Pertama, anak-anak usia balita hingga usia tujuh tahun.
Berdasarkan konteks hadits di atas, belum ada perintah (masyru’iyah) untuk memerintahkan anak-anak yang masih balita mengerjakan shalat, begitu pula mengajaknya ke masjid hngga mereka mencapai usia 7 tahun. Sebab, bila tetap dibawa ke masjid sementara mereka hanya mengganggu, akan merusak kekhusyuan shalat. Apalagi jika mengajaknya setiap hari dan setiap kali shalat jama’ah. Menurut syaikh ‘Utsaimin hukum membawa anak-anak ke masjid adalah tidak boleh jika mereka mengganggu jama’ah shalat. Kecuali jika orang tua bisa menjamin anaknya tidak akan mengganggu, boleh saja sesekali diajak ke masjid, sebagai pengenalan awal. Namun sekali lagi, belum ada masyru`iyah untuk memerintahkan shalat dan terkait dengan itu, belum ada anjuran untuk mengajaknya ke masjid.

Mungkin sebagian orang akan beralasan bahwa Hasan dan Husain kecil pun ikut serta bersama Rasulullah ke masjid. Dengan dalih ini mereka bersikukuh untuk mengajak serta anak-anak balita mereka ke masjid.
Sebagai bahan pertimbangan, harus dipahami bahwa keberadaan Hasan dan Husain di masjid hanya sesekali. Dan anak kecil yang 'menggangu' shalat beliau itu hanya dua orang saja, yaitu Hasan dan Husain. Tapi jika jumlah anak-anak balita yang ada di masjid sampai 10 orang, tentu kasusnya menjadi berbeda. Sebab berkumpulnya anak-anak dalam jumlah yang banyak bisa dipastikan akan menimbulkan kegaduhan.
Sebagai bukti bahwa di zaman Rasulullah anak-anak yang belum baligh jarang ikut ke masjid adalah hadits Ibnu Abbas, dia berkata, “Saya mengetahui orang-orang telah selesai melaksanakan shalat jika saya mendengar suara dzikir tersebut.” Berkenaan dengan hadits ini Imam An-Nawawi berkata, “Karena usianya yang masih kecil, maka Ibnu Abbas tidak ikut serta pada sebagian shalat jama’ah.”

Dan perlu diperhatikan pula, bahwa anak-anak usia balita secara umum belum memahami dengan baik masalah kebersihan. Maka, bagi para orang tua hendaknya mempertimbangkan hal ini. Mengingat masjid adalah tempat suci yang harus di jaga kesuciannya hingga kesempurnaan ibadah shalat di dalamnya bisa terjaga.
Kedua, anak-anak usia di atas tujuh hingga sepuluh tahun.
Berdasar pada hadits riwayat Abu Dawud di atas, perintah untuk mengajarkan shalat kepada anak adalah ketika mereka telah berusia 7 tahun. Karena Rasulullah selalu menganjurkan untuk shalat berjamaah di masjid, maka secara tidak langsung bisa kita ambil kesimpulan bahwa anak-anak usia 7 tahun itu sudah boleh diajak ke masjid.

Memang kita tidak manafikan bahwa ada beberapa tipe anak balita yang bisa dengan mudah diatur atau diarahkan. Namun secara umum usia di bawah tujuh tahun dan usia balita adalah usia di mana sang anak belum bisa mencerna dengan baik masalah kedisiplinan. Berbeda dengan anak-anak usia 7 sampai 10 tahun, pada umumnya mereka sudah bisa untuk diarahkan dengan baik. Mereka bisa diberi pelajaran tentang adab dan sopan santun di dalam masjid. Seperti tidak boleh lewat di depan orang shalat, tidak boleh berisik, atau mengganggu orang lain yang sedang shalat, dan yang paling penting, tidak BAB di masjid. Mungkin disinilah rahasia kenapa baru ada perintah untuk mengajarkan shalat pada anak-anak setelah mereka berusia 7 tahun.

JANDA JELATA
YANG HATINYA JELITA
Oleh : Ummu Hanan Dzakiya

Seorang janda tua pernah mengundang seorang ustadz untuk menyampaikan pengajian dalam acara tasyakuran di tempat tinggalnya. Perempuan yang sudah nenek-nenek itu mata pencahariannya hanya berdagang kue keliling kampung yang hasilnya tidak seberapa. Ia hidup sendirian di Jakarta, tanpa sanak keluarga. Dan ia tinggal di emperan rumah oang lain atas kebaikan hati si tuan rumah. Hari itu, selepas salat Jum'at ia ingin mengadakan syukuran. Si Ustadz pun segera datang tepat pada waktunya. Tidak berapa lama kemudian datang pula ketua RT, imam masjid, dan seorang pengurus masjid. Disusul dengan kehadiran si tuan rumah yang selama bertahun-tahun memberikan emperan rumahnya untuk ditempati.

Sudah setengah jam sang ustadz menunggu, namun yang lainnya tidak ada yang datang lagi. Maka ustadz bertanya, “Masih ada yang ditunggu Nek?” Nenek itu menggeleng, “Tidak ada, Ustadz. Yang saya undang hanya lima orang, termasuk Ustadz. Maklum, tempatnya sempit.”
Sang Ustadz merasa tersentuh hatinya. Orang kecil ini masih juga ingin mengadakan syukuran kepada Allah dalam ketidakberdayaannya, sementara banyak orang lain yang rumahnya besar-besar tidak pernah diinjak tetangganya untuk sekedar merasakan sedikit kenikmatan yang mereka rasakan. “Apa tujuan syukuran ini, Nek?” Ustadz bertanya. “Begini, Ustadz,” jawab si nenek. “Saya bersyukur kepada Allah karena sejak bulan depan saya bisa mengontrak kamar ini, sebulan tiga ribu rupiah. Tadinya tuan rumah menolak, tidak mau menerima uang saya. Tapi akhirnya ia tidak keberatan, sehingga utang budi saya tidak terlalu berat.”

Meski miskin tetap bersyukur
Masya Allah.. Alangkah mulianya hati nenek itu. Ia yang sebetulnya masih perlu disedekahi, tidak mau membebani orang lain tanpa imbalan. Dan alangkah mulianya pula si tuan rumah yang tidak mau mengecewakan hati seoang nenek yang ingin terbebas dari perasaan bergantung pada orang lain.
Sebuah perasaan yang langka, jarang hinggap bahkan mungkin tidak pernah ada dalam diri sebagian besar dari kita. Berapa banyak dari kita yang merasa nyaman dengan nikmat-nikmat yang melingkupi kita tapi lupa untuk sekedar mensyukurinya. Hidup semakin mapan tapi ibadah sering terlupakan. Rumah tambah mewah tapi jarang bersedekah. Kendaraan bermacam-macam tapi tidak pernah dipinjamkan. Banyak menerima kebaikan orang lain tapi lupa untuk bersyukur dengan cara membalas kebaikannya.

Cara bersyukur
Ada beberapa cara mensyukuri nikmat Allah swt.
Pertama, syukur dengan hati. Ini dilakukan dengan mengakui sepenuh hati apa pun nikmat yang diperoleh bukan hanya karena kepintaran, keahlian, dan kerja keras kita, tetapi karena anugerah dan pemberian Allah Yang Maha Kuasa. Keyakinan ini membuat seseorang tidak merasa keberatan betapa pun kecil dan sedikit nikmat Allah yang diperolehnya.
Kedua, syukur dengan lisan. Yaitu, mengakui dengan ucapan bahwa semua nikmat berasal dari Allah swt. Pengakuan ini diikuti dengan memuji Allah melalui ucapan alhamdulillah. Ucapan ini merupakan pengakuan bahwa yang paling berhak menerima pujian adalah Allah. Keridhaan Allah akan kita dapat jika kita melazimi ucapan ini. Rasulullah SAW bersabda: “Allah benar-benar ridha terhadap orang yang makan dan minum kemudian ia memuji Allah atas makanan dan minuman tersebut.” (HR. Muslim)

Bersyukur dengan lisan juga bisa dilakukan dengan memikirkan dan mengingat-ingat nikmat Allah. Dengan mengingat nikmat akan semakin menggelorakan rasa syukur kita kepada Allah dan menumbuhkan rasa cinta kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu, pernah suatu malam Fudhail bin Iyadh duduk bersama Sufyan bin Uyainah hingga pagi hanya untuk mengingat-ingat nikmat Allah yang telah diberikan kepada mereka.
Ketiga, syukur dengan perbuatan. Hal ini dengan menggunakan nikmat Allah pada jalan dan perbuatan yang diridhoi-Nya, yaitu dengan menjalankan syariat, menta'ati aturan Allah dalam segala aspek kehidupan.

Manfaat syukur
Ada banyak manfaat yang kita dapat jika mau bersyukur. Manfaat ini akan mengubah hidup kita jika kita mendapatkannya. Diantara manfaat tersebut:
Pahala dari Allah. Jelas, bersyukur adalah perintah Allah, kita akan mendapatkan pahala jika kita bersyukur dengan ikhlas.
Menumbuhkan feeling good (rasa bahagia). Dengan bersyukur akan membuat kita lebih bahagia. Perasaan kita menjadi lebih enak dan nyaman dengan bersyukur. Bagaimana tidak, pikiran kita akan fokus pada berbagai kebaikan yang kita terima. Tidak merasa menderita dengan kekurangan dan kemiskinan yang mendera.
Pada rasa syukur itulah terletak kekayaan sebenarnya. Berangkat dari rasa syukur pula kita merasa kaya, sehingga melahirkan keinginan membagi apa yang dipunya kepada orang lain. Kita akan menjadi miskin kalau tidak pernah mensyukuri apa yang ada. Meski dunia berada di genggaman, namun kalau tak sedikit pun rasa syukur terukir di hati dan terucap di lisan, niscaya selamanya kita akan menjadi miskin.
Sikap syukur perlu menjadi kepribadian setiap Muslim. Sikap ini mengingatkan untuk berterima kasih kepada pemberi nikmat (Allah) dan perantara nikmat yang diperolehnya (manusia). Dengan syukur, ia akan rela dan puas atas nikmat Allah yang diperolehnya dengan tetap meningkatkan usaha guna mendapat nikmat yang lebih baik.
Yah…syukur, suatu kata yang ringan diucap tapi sangat berat untuk dibuat. Padahal, sejatinya Allah telah menjamin dalam Al Quran, barang siapa yang bersyukur maka Allah akan menambah nikmat kepada orang tersebut. Lupakan mengeluh, mari perbanyak syukur.

MORBUS HANSEN

Posted by newydsui 0 comments

MORBUS HANSEN
oleh : dr. Mety

Morbus Hansen bukanlah hanya sekedar nama biasa , tetapi Morbus Hansen adalah sinonim dari penyakit yang termasuk penyakit tertua di dunia , yaitu penyakit kusta . Kata kusta berasal dari bahasa India : Kustha , dikenal sejak 1400 tahun Sebelum Masehi .Kusta adalah penyakit infeksi yang berlangsung kronis , yang disebabkan oleh bakteri yang bernama Mycobakterium leprae . Kuman ini ditemukan pada tahun 1874 di Norwegia oleh G.A.Hansen , sehingga penyakit ini dinamakan Hansen. Kusta terdapat dimana-mana , terutama di Asia , Afrika , Amerika Latin , daerah tropis dan subtropics serta masyarakat yang sosial ekonominya rendah . Pada tahun 1991 World Health Assembly membuat resolusi tentang eliminasi kusta sebagai problem kesehatan masyarakat pada tahun 2000 dengan menurunkan angka kejadian kusta menjadi di bawah 1 kasus per 10.000 penduduk .

Di Indonesia hal ini dikenal sebagai Eliminasi Kusta Tahun 2000 (EKT 2000).Jumlah kasus kusta di seluruh dunia selama beberapa tahun terakhir ini telah menurun 85% di sebagian besar negara atau wilayah yang endemis . Kasus yang terdaftar pada permulaan tahun 1997 kurang lebih 890.000 penderita. Walaupun penyakit ini masih merupakan problem kesehatan masyarakat di 55 negara atau wilayah , 91 % dari jumlah kasus berada di 16 negara dan 82 %nya di 5 negara yaitu Brazil , India , Indonesia , Myanmar , dan Nigeria . Di Indonesia jumlah kasus kusta yang tercatat pada akhir Maret 1997 adalah 31.669 orang , distribusi juga tidak merata, yang tertinggi antara lain di Jawa Timur , Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.Penyebaran penyakit kusta dari suatu benua, negeri dan tempat ke benua , negeri dan tempat lain sampai tersebar di seluruh dunia tampaknya disebabkan oleh perpindahan orang-orang yang telah terkena penyakit tersebut. Masuknya kusta ke pulau-pulau Melanesia termasuk Indonesia diperkirakan terbawa oleh orang-orang Cina. Tetapi , mengapa distribusinya antar negara dan dalam suatu negara itu sendiri berbeda-beda dan mengapa kusta itu menurun atau menghilang , itu belum jelas benar.Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit , folikel rambut , kelenjar keringat , dan air susu ibu , sputum dapat banyak mengandung M.leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas , jarang didapat dalam urin .

Penyakit ini dapat menyerang semua umur , anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa. Di Indonesia , penderita anak-anak di bawah umur 14 tahun kurang lebih 13 % , tetapi anak di bawah umur 1 tahun jarang sekali . Frekuensi tertinggi pada kelompok umur antara 25-35 tahun. Faktor sosial ekonomi kiranya memegang peranan , makin rendah sosial ekonominya makin subur penyakit kusta . Sebaliknya , factor sosial ekonomi tinggi membantu penyembuhan. Sehubungan dengan iklim , ternyata penyakit ini kebanyakan terdapat di daerah tropis dan subtropics yang panas dan lembab . Faktor genetic yang berbeda menyebabkan adanya variasi gambaran klinis .Penyakit kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh karena adanya ulserasi , mutilasi dan deformitas yang disebabkannya sehingga menimbulkan masalah sosial , psikologis dan ekonomis . Penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja , tetapi juga karena masyarakatnya .

Hal ini akibat kerusakan syaraf besar yang irreversible di muka dan ekstremitas , motor dan sensorik serta dengan adanya kerusakan yang berulang-ulang pada daerah anestetik disertai paralisis dan atrofi otot. Deformitas atau cacat tubuh pada kusta , dapat dibagi dalam deformitas primer dan sekunder . Yang primer senagai akibat langsung oleh granuloma yang berbentuk sebagai reaksi terhadap kuman M.leprae , yang mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya , yaitu kulit , mukosa traktus respiratorius atas , tulang-tulang jari , dan muka .

Yang sekunder sebagai akibat kerusakan syaraf . Umumnya deformitas oleh karena keduanya tetapi terutama oleh yang sekunder . Gejala-gejala kerusakan syaraf diantaranya adalah anesthesia (mati rasa) pada jari kelingking , jari manis , ibu jari , telunjuk , jari tengah , telapak kaki ; tidak mampu menggerakkan jari ; kontraktur ibu jari ; lainnya . Kerusakan mata pada kusta juga dapat secara primer dan sekunder . Primer mengakibatkan kebotakan pada alis mata dan bulu mata , juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder disebabkan karena kerusakan syaraf mata yang selanjutnya menyebabkan kerusakan bagian-bagian mata lainnya . Secara sendiri-sendiri atau bergabung akhirnya dapat menyebabkan kebutaan . Untuk dapat menegakkan diagnosis kusta , diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang diagnostic meliputi pemeriksaan bakteriologik dan pemeriksaan histopatologik. Penderita kusta yang terlambat didiagnosis dan tidak mendapatkan obat berada dalam resiko tinggi untuk terjadinya kerusakan syaraf terutama berbentuk nyeri syaraf , hilangnya sensibilitas dan berkurangnya kekuatan otot. Penderitalah yang mula-mula menyadari adanya perubahan sensibilitas atau kekuatan otot . Keluhan berbentuk nyeri syaraf atau luka yang tidak nyeri , lepuh kulit atau hanya berbentuk daerah yang kehilangan sensibilitasnya saja. Juga ditemukan keluhan sukarnya melakukan aktivitas sehari-hari , misalnya memasang kancing baju , memegang pulpen atau mengambil benda kecil atau kesukaran berjalan . Semua keluhan tersebut harus diperiksa dengan teliti melalui anamnesa yang baik tentang bentuk dan lamanya keluhan , sebab pengobatan dini dapat mengobati , sekurangnya mencegah kerusakan menjadi berlanjut .

Cara terbaik untuk melakukan pencegahan cacat adalah dengan melaksanakan diagnosis dini kusta dan segera melakukan terapinya secara cepat dan tepat.Usaha rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi deformitas atau cacat tubuhnya ialah antara lain terapi medis yaitu dengan cara operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak sempurna kembali ke asal, tetapi fungsinya dan secara kosmetik dapat diperbaiki . Jalan lain ialah secara kekaryaan , yaitu memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan cacat tubuhnya sehingga dapat berprestasi dan meningkatkan harga dirinya.

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers