KHITAN MASAL GRATIS (YDSUI)

Posted by newydsui Thursday, May 5, 2011 1 comments

YDSUI AKAN MENGADAKAN KHITANAN MASAL GRATIS

PESERTA TERBATAS HANYA UNTUK 100 ANAK.

Hari : Ahad, 26 Juni 2011 M
Jam : 07.30
Tempat : Kantor YDSUI, Jl. Citarum no 16 Gading Surakarta.

Pendaftaran dimulai :
Gelombang Pertama :10-30 Mei
Gelombang Kedua : 1-15 Juni
Tempat : Kantor YDSUI, Jl. Citarum no 16 Gading Surakarta.
Gelombang kedua di tutup jika peserta sudah sampai 100 pada gelombang pertama.

Bekerjasama dengan Hilal Ahmar Solo

Bagaikan Anjing Yang Mejulurkan Lidahnya
Oleh : Qodri Fathurrohman

Allah swt. berfirman, yang artinya:

“Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka, berita orang yang telah Kami Berikan ayat-ayat Kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang yang sesat. Dan sekiranya Kami Menghendaki niscaya Kami Tinggikan (derajat)nya dengan (ayat-ayat) itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan mengikuti keinginannya (yang rendah). Maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya dijulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya ia menjulurkan lidahnya (juga). Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (QS. Al A’raaf 175-176)

Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Mujahid dan Muqatil mengatakan bahwa yang dimaksud pada ayat di atas adalah seorang dari Bani Israel yang bernama Bal’am bin Baura’.

Dia seorang alim ( ulama ) yang sangat paham tentang ilmu agama dan sangat mustajab doanya. Tatkala Musa as datang untuk menggempur kaum lalim yang bermukim di Palestina, maka kaumnya datang dan membujuk Bal'am supaya berdoa kepada Allah untuk kehancuran Musa dan tentaranya. Pada mulanya Bal’am menolak dengan ucapannya, “Celaka kalian, dia adalah Nabi Allah, Musa. Dia disertai para malaikat dan orang-orang beriman.

Bagaimana mungkin aku akan mendoakan kekalahan bagi mereka, sementara aku mendapatkan ilmu dari Allah?”. Tapi mereka terus membujuknya hingga konon diceritakan mereka memberikan hartanya dalam jumlah yang banyak untuk menyuapnya. Akhirnya Bal’am menerima permintaan mereka dan menjanjikan untuk mendoakan kekalahan nabi Musa dan kaumnya.

Ketika tiba waktu yang dijanjikan, ia menaiki keledainya dan mengarahkan ke sebuah gunung yang posisinya di atas lokasi tentara Bani Israil. Setelah sampai di tujuan, sejurus kemudian Bal’am mulai mendoakan agar nabi Musa dan pengikutnya ditimpakan kecelakaan. Tetapi kenyataannya, doa tersebut justru berbalik menguntungkan nabi Musa. Mengetahui hal itu, kaum Bal’am pun protes. Namun Bal’am hanya bisa berujar, “Hanya ini yang bisa aku lakukan, tidak ada yang lain.”
Akibat perbuatannya tersebut, lidah Bal’am menjadi terjulur hingga sampai ke dada. Sehingga ia seperti seekor anjing, jika dihalau menjulurkan lidahnya dan jika dibiarkan tetap menjulurkan lidahnya. Jika diberi minum menjulurkan lidahnya dan jika dibiarkan kehausan tetap menjulurkan lidahnya.

Bal’am Kontemporer

Orang-orang berilmu sebenarnya adalah pilihan Allah. Dengan ilmu itu Allah menginginkan pemiliknya menjadi orang-orang yang terangkat derajatnya (QS. Al-Mujadilah: 11). Rasulullah SAW menyebutkan bahwa keutamaan orang-orang berilmu atas ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan purnama diatas bintang-bintang. Beliau juga menyebutkan, orang-orang yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu dikategorikan berada di jalan Allah (fi sabilillah). Namun jika disalahgunakan, ilmu yang begitu mulia tersebut justru akan menjadi malapetaka bagi pemiliknya. Karena yang lahir adalah “pelacuran” intelektualitas. Dan Bal’am adalah contohnya. Di mana, di zaman Rasulullah saja, kerusakan ilmu dan “pelacuran” intelektual sudah ada.
Dia sudah mengetahui kebenaran yang diberikan oleh Allah. Pemahaman terhadap Alkitab (Islam: Al-Quran) tapi dia jual ayat itu dengan harga yang sangat murah (tsamanan qalilan). Bukan sedikit, ilmuwan agama (baca Islam) saat ini menukar ilmu dengan sekeping dollar yang jelas-jelang efeknya untuk menghancurkan Islam. Dia jual ayat Allah, hadits Nabi saw dan pendapat ulama Islam demi interest pribadi, kelompok dan golongan. Bahkan tidak segan-segan memutar balikkan fakta. Ali ra. berkata, “Kalimat haqqin yuradu biha bathil.”
Para ulama yang tergelincir karena mengikuti hawa nafsunya sudah banyak. Ada yang menghalalkan bunga bank dengan alasan maslahat. Ada “ulama” yang mengatakan bahwa semua agama adalah sama. Ada juga yang GR ‘berijtihad’ bahwa kawin sesama jenis (homoseks, lesbian) adalah ‘islami dan humanis’. Bahkan kawin Musliman dengan non-Muslim sudah tak zamannya untuk diperdebatkan. Ada pula yang mengatakan bahwa jilbab adalah tidak wajib, karena merupakan kebudayaan orang Arab. Minuman khamr tidak haram dan berbagai macam fatwa sesat lainnya. Intinya, mereka mengajukan gugatan (protes) terhadap syariat Allah yang menurut mereka tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan akal mereka. Sehingga ujung-ujungnya justru membikin umat bingung dari ajaran agamanya.

Penghancur Islam

Sejak lama, tipe ilmuan dan intelek model itu sudah digambarkan oleh Khalifah Umar bin Khattab.
عَنْ زِيَادِ بْنِ حُدَيْر ، قَالَ : قَالَ لِي عُمَرُ : هَلْ تَعْرِفُ مَا يَهْدِمُ الْإِسْلَامَ؟ قَالَ : قُلْتُ لَا . قَالَ : يَهْدِمُهُ زَلَّةُ الْعَالِمِ ، وَجِدَالُ الْمُنَافِقِ بِالْكِتَابِ ، وَحُكْمُ الْأَئِمَّةِ الْمُضِلِّينَ
Diceritakan oleh Ziyad ibn Hudayr bahwa Umar ra. bertanya kepadanya: “Tahukah engkau apa yang dapat menghancurkan Islam? Tidak,” jawab Hudayr. Lantas Umar berkata, “Tergelincirnya seorang alim (intelek, ilmuwan), seorang munafik yang berdebat menggunakan dalil-dalil Al-Kitab (Al-Quran) dan berkuasanya para imam (pemimpin) yang menyesatkan.” [Diriwayatkan oleh Al-Darimi].

Dan ternyata ketiga tipe penghancur Islam yang disebutkan oleh Khalifah Umar sudah muncul di tengah-tengah umat Islam hari ini. Semoga Allah melindungi kita dari kejahatan mereka. Wallahul musta’an.

Tahukah anda….
Manfaat Buah Dan Daun Sirsak
Sebagai Obat Kanker, DLL

Berikut uraian kandungan gizi dan kegunaan buah, bunga dan biji sirsak / sirsat untuk kesehatan terutama untuk pengobatan kanker, ambeien, sakit liver, bisul, eksim, rematik, sakit pinggang, dll

Nama Umum : Buah sirsak / sirsat
Nama Latin : Annona muricata L
Nama lain : Soursop (Inggris), Corossol atau Anone (Perancis), Zuurzak (Belanda) guanábana (Spanish), graviola (Portuguese), Brazilian Paw Paw, Corossolier, Guanavana, Toge-Banreisi, Durian benggala, Nangka blanda, and Nangka londa.
Sirsak / SirsatKandungan Gizi buah sirsak adalah sbb:
Buah sirsak terdiri dari 67,5 persen daging buah, 20 persen kulit buah, 8,5 persen biji buah, dan 4 persen inti buah.

Setelah air, kandungan zat gizi yang terbanyak dalam sirsak adalah karbohidrat. Salah satu jenis karbohidrat pada buah sirsak adalah gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) dengan kadar 81,9 – 93,6 persen dari kandungan gula total.

Buah sirsak mengandung sangat sedikit lemak (0,3 g/100 g), sehingga sangat baik untuk kesehatan. Rasa asam pada sirsak berasal dari asam organik non volatil, terutama asam malat, asam sitrat, dan asam isositrat.
Vitamin yang paling dominan pada buah sirsak adalah vitamin C, yaitu sekitar 20 mg per 100 gram daging buah. Kebutuhan vitamin C per orang per hari (yaitu 60 mg), telah dapat dipenuhi hanya dengan mengkonsumsi 300 gram daging buah sirsak. Kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada sirsak merupakan antioksidan yang sangat baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan memperlambat proses penuaan (tetap awet muda).

Mineral yang cukup dominan adalah fosfor dan kalsium, masing-masing sebesar 27 dan 14 mg/100 g. Kedua mineral tersebut penting untuk pembentukan massa tulang, sehingga berguna untuk membentuk tulang yang kuat serta menghambat osteoporosis.
Selain komponen gizi, buah sirsak juga sangat kaya akan komponen non gizi. Salah satu diantaranya adalah mengandung banyak serat pangan (dietary fiber), yaitu mencapai 3,3 g/ 100 g daging buah.

Konsumsi 100 g daging buah dapat memenuhi 13 persen kebutuhan serat pangan sehari. Buah sirsak merupakan buah yang kaya akan senyawa fitokimia, sehingga dapat dipastikan bahwa buah tersebut sangat banyak manfaatnya bagi kesehatan.
Senyawa fitokimia tersebut dipastikan memiliki khasiat bagi kesehatan, walaupun belum semuanya terbukti secara ilmiah. Berbagai manfaat sirsak untuk terapi antara lain pengobatan batu empedu, antisembelit, asam urat, dan meningkatkan selera makan. Selain itu, kandungan seratnya juga berfungsi untuk memperlancar pencernaan, terutama untuk pengobatan sembelit (susah buang air besar).


Studi di Purdue University membuktikan bahwa daun graviola mampu membunuh sel kanker secara efektif, terutama sel kanker: prostat, pankreas, dan paru-paru.

Hasil riset beberapa universitas itu membuktikan jika pohon ajaib dan buahnya ini bisa:
1. Menyerang sel kanker dengan aman dan efektif secara alami, tanpa rasa mual, berat badan turun, rambut rontok, seperti yang terjadi pada terapi kemo.
2. Melindungi sistim kekebalan tubuh dan mencegah dari infeksi yang mematikan.
3. Energi meningkat dan penampilan fisik membaik.
4. Secara efektif memilih target dan membunuh sel jahat dari 12 tipe kanker yang berbeda, di antaranya kanker usus besar, payudara, prostat, paru-paru, dan pankreas.
5. Daya kerjanya 10.000 kali lebih kuat dalam memperlambat pertumbuhan sel kanker dibandingkan dengan adriamycin dan terapi kemo yang biasa digunakan.
6. Tidak seperti terapi kemo, sari buah ini secara selektif hanya memburu dan membunuh sel-sel jahat dan tidak membahayakan atau membunuh sel-sel sehat.

Resep-Resep Pengobatan Tradisional Dengan Sirsak:
1. Pengobatan Kanker.
10 lembar daun sirsak yg tua direbus dengan 3 gelas air hingga tersisa 1 gelas, minum 2 kali per hari selama 2 minggu. Daun sirsak ini katanya sifatnya seperti kemoterapi, bahkan
lebih hebat lagi karena daun sirsak hanya membunuh sel sel yang tumbuh abnormal dan membiarkan sel sel yang tumbuh normal.
2. Sakit Pinggang.
20 lembar daun sirsak, direbus dengan 5 gelas air sampai mendidih hingga tinggal3 gelas, diminum 1 kali sehari 3/4 gelas.
3. Bayi Mencret.
Buah-sirsak yang sudah masak. Buah sirsak diperas dan disaring untuk diambil airnya, diminumkan pada bayi yang mencret sebanyak 2-3 sendok makan.
4. Ambeien.
Buah sirsak yang sudah masak. Peras untuk diambil airnya sebanyak 1 gelas, diminum 2 kali sehari, pagi dan sore.
5. Bisul.
Daun sirsak yang masih muda secukupnya, tempelkan di tempat yang terkena bisul.
6. Anyang-anyangen.
Sirsak setengah masak dan gula pasir secukupnya. Sirsak dikupas dan direbus dengan gula bersama-sama dengan air sebanyak 2 gelas, disaring dan diminum.
7. Sakit Kandung Air Seni.
Buah sirsak setengah masak, gula dan garam secukupnya. Semua bahan tersebut dimasak dibuat kolak. Dimakan biasa, dan dilakukan secara rutin setiap hari selama 1 minggu berturut-turut.
8. Penyakit Liver.
Puasa makanan lain, hanya minum juice sirsak selama 1 minggu
9. Eksim dan Rematik.
Tumbuk daun sirsak sampai halus dan tempelkan di bagian yang sakit
(Diambil dari www.ibujempul.com)

AJARKAN ANAKMU SHALAT

Posted by newydsui 0 comments

AJARKAN ANAKMU SHALAT
Oleh: Tengku Azhar, Lc.

Muqadimah
“Perintahkanlah anakmu untuk mengerjakan shalat ketika dia berumur tujuh tahun, dan pukullah dia j(ika tidak mau mengerjakannya) ketika berumur sepuluh tahun, serta pisahkanlah mereka dari tempat tidur.” (HR. Abu Dawud, no. 495)
Demikian sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para shahabatnya dan kepada umatnya seluruhnya. Karenanya, wajar jika para shahabat betul-betul mengamalkan hadits tersebut dalam kehidupan mereka.

Di antara para shahabat yang dengan tegas mengamalkan hadits ini adalah shahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq –radhiyallahu ‘anhu-. Alkisah, Abu Bakar Ash-'Shiddiq –radhiyalllahu ‘anhu- hendak berangkat menuju masjid untuk menjadi imam shalat. Ketika melewati rumah putranya Abdullah, ia mendengar suara candaan mesra Abdullah dengan istrinya Atikah, seorang wanita yang cantik shalihah, yang baru saja dinikahi anaknya beberapa waktu lalu. Abu Bakar berlalu saja menuju masjid, dengan harapan sang anak akan segera menyusul bersama orang-orang beriman lainnya untuk melaksanakan shalat fardhu berjama’ah.

Begitu selesai mengimami shalat, yang pertama kali dicari Abu Bakar dari jama’ahnya adalah anaknya, Abdullah. Namun Abdullah tidak ada diantara para jama’ah lainnya. Ketika pulang, Abu Bakar melewati rumah anaknya kembali, masih terdengar suara canda mesra penuh kebahagiaan dari sepasang pengantin baru. Abu Bakar beristighfar berkali-kali, dengan pelan ia ketuk pintu rumah anaknya.

Abdullah begitu terpengarah melihat yang datang adalah ayahnya. Begitupun Atikah. Kepada Abdullah, Abu Bakar berkata: “Wahai anakku, kamu dapatkan kebahagiaan duniawi bersama istrimu, tapi engkau lalaikan perintah Allah, engkau lalaikan shalat berjama’ah”
“Dan kau Atikah, engkau tidak bisa membahagiakan anakku. Kecantikamu, keikhlasanmu untuk berbakti kepada suami, telah menyebabkan suamimu lalai dalam mengerjakan shalat berjama’ah.”

“Maka hari ini.” Kata Abu Bakar kepada Abdullah, “Ceraikanlah istrimu! Pisahkan dia dari tempat tinggalmu. Talak dia! Dan anggap dia seperti wanita yang lain juga.” Ujar Abu Bakar tegas. Kedua pasangan itu pun pucat pasi. Abdullah pun akhirnya menceraikan Atikah.
Waktu berjalan. Abu Bakar melihat perubahan pada anaknya. Abu Bakar melihat penderitaan seorang suami yang terpaksa menceraikan istri yang sangat dicintainya. Sampai suatu hari, Abu Bakar mengizinkan Abdullah untuk rujuk kepada Atikah. Melainkan dengan syarat, jadikan ini pelajaran. “Jadikan ini sebagai pelajaran kecintaan kepada jihad fi sabilillah diatas kecintaanmu kepada siapa saja, termasuk kepada istrimu Atikah.”
Jika seluruh kaum muslimin memiliki tabi’at sebagaimana Abu Bakar, mungkin hari ini tidak ada kaum muslimin yang berani meremehkan shalat apalagi sampai meninggalkannya.

Pentingnya Peranan Kedua Orang Tua
“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Demikian kata bijak Indonesia. Jika sebagai orang tua meremehkan, melalaikan, bahkan meninggalkan shalat maka jangan kaget jika kita akan mendapatkan anak-anak kita juga demikian. Wal’iyadzubillah. Orang tua adalah cermin bagi anak-anaknya. Apa yang dilakukan oleh orang tua banyak sedikit akan ditiru oleh anak-anaknya.

Shahabat Umar bin Khaththab –radhiyallahu ‘anhu- pernah berkata, “Barangsiapa meremehkan shalat, maka terhadap urusan lain diluar shalat dia pasti lebih meremehkannya.”
Kedua orang tua yang meremehkan shalat, maka terhadap urusan keluarganya, anak-anak dan istrinya, dia pasti lebih meremehkan. Hal ini dikarenakan shalat adalah kewajiban yang agung dan pokok.

Allah Ta’ala telah menyebutkan shalat sebagai bukti pertama atas kesyukuran seorang hamba kepada-Nya. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah-:
“ Sesungguhnya amal badaniyyah yang terbesar adalah Shalat”.
Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam:
“Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah Shalat dan puncak tertingginya adalah Jihad di jalan Allah Ta’ala”.
Dan shalat termasuk amalan pertama yang akan dihisab oleh Allah Ta’ala atas setiap muslim pada hari kiamat.

Rasulullah bersabda:
“Yang pertama sekali akan di hisab atas seorang hamba adalah shalat. Jika baik shalatnya maka baiklah seluruh amalnya, bila rusak shalatnya maka rusaklah seluruh amalnya.”
Shalat juga merupakan pembeda antara seorang mukmin dengan seorang kafir.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Perjanjian anatara kita dan dan mereka adalah shalat; barang siapa yang meninggalkannya maka benar-benar ia telah kafir”. (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Shalat juga merupakan perkara di dalam Islam yang terakahir, yang akan banyak ditinggalkan oleh umatnya.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Tali Islam akan terurai (terlepas) seikat demi seikat, apabila terlepas satu ikatan maka akan terlepas iakatan selanjutnya, yang pertama kali terlepas adalah hukumnya dan yang terakhir adalah shalat”.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah Ta’ala, :
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu nya, maka kelak mereka akan menemui kesesatan.” (QS. Maryam :59)

Maka Allah Ta’ala mengingatkan kaum mukminin agar tidak menjadi generasi-generasi yang menyia-nyiakan shalat, lebih-lebih menjadi generasi yang tidak memperdulikan shalat. Karena kelak mereka akan menemui kesesatan dan adzab yang pedih. Allah Ta’ala berfiman :
“Apakah yang memasukkan kalian kedalam Saqar (neraka)? * Mereka menjawab:“Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat * Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin * Dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama orang-orang yang membicarakannya * Dan adalah kami mendustakan hari pembalasan * Hingga datang kepada kami kematian * (QS. Al-Mudatstsir : 42-47)

Demikianlah Allah Ta'ala memberikan peringatan kepada kita agar kita tidak termasuk dari orang-orang yang meninggalkan dan melalaikan shalat. Maka barang siapa yang meninggalkan shalat dan menyiakan-nyiakannya pastilah ia akan mendapatkan kesulitan, kesempitan bahkan kesesatan didalam hidupnya.

Maka seorang ayah tidak akan mungkin menjadi ayah yang baik bila ia melalaikan shalat, seorang ibu tidak akan mungkin menjadi ibu yang sholihah bagi anak-anaknya bila ia melalaikan shalat, seorang anak tidak akan mungkin menjadi anak-anak yang sholih dan sholihah bila ia meninggalkan shalat. Seorang pemimpin tidak akan pernah menjadi pemimpin yang baik bagi rakyatnya bila ia menyia-nyiakan shalat, seorang bawahan juga tidak akan menjadi pekerja yang baik bila ia melalaikan shalat.

Mengapa Kita Ajarkan Anak Kita Shalat?

Pertama: Karena itu merupakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Menaati segala perintah Allah merupakan inti dari keislaman kita. Inti dari keislaman adalah mematuhi segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang–orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim: 6)
Allah juga berfirman, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk melaksanakan shalat dan bersabarlah dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, kamilah yang memberi rezeki kepadamu.” (QS. Thaha: 132)

Kedua: Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga memerintahkan hal itu, beliau bersabda,

“Perintahkanlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat pada usia tujuh tahun dan pukullah mereka pada usia sepuluh tahun jika mereka meninggalkannya.” (HR. Ahmad)

Ketiga: Untuk membebaskan tanggung-jawab dan dosa, serta sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban orang tua kepada anaknya. Berkaitan dengan hal ini Imam Ibnu Taimiyah berkata, “Barangsiapa yang memiliki budak yang masih kecil, anak yatim, atau anak kecil, tetapi tidak menyuruh mereka untuk melakukan shalat, maka orang tua itu akan dihukum dengan hukuman yang berat, karena dia telah membangkang terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya.”

Keempat: Karena shalat merupakan media komunikasi antara hamba dengan Rabbnya. Jika kita khawatir dengan berbagai macam kejahatan dan penyakit yang mungkin saja bisa menimpa anak-anak kita, lalu kita berupaya untuk melindungi kehidupan mereka dari berbagai sisi, maka bagaimana kita bisa merasa aman dan tenang terhadap mereka, jika mereka enggan berkomunikasi dengan Allah?
Di sisi lain, betapa besar ketenangan dan kebahagiaan kita, jika kita melihat buah hati atau anak kesayangan kita senantiasa berkomunikasi dengan Allah, bertawakal kepada-Nya, dan mengagungkan-Nya?
Kelima: Jika kita khawatir terhadap bencana-bencana dunia yang mungkin saja bisa menimpa anak-anak kita, lalu mengapa kita tidak khawatir terhadap siksa api neraka jahannam yang akan menimpa mereka jika mereka meninggalkan shalat? Atau, bagaimana bisa kita membiarkan mereka menjadi penghuni Neraka Saqar yang tidak meninggalkan dan tidak membiarkan orang yang diazab di dalamnya?

Keenam: Karena shalat merupakan cahaya.
Perhatikan dan renungkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini, “Dan dijadikan penyejuk hatiku itu dalam shalat.” (HR. An-Nasa`i dan Ahmad) juga sabda beliau yang ini, “Puncak perkara dalam Islam dan tiangnya adalah shalat.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah) dan shalat merupakan amal yang pertama kali dihisab pada hari kiamat.

Ketujuh: Karena anak-anak kita merupakan amanah yang telah Allah karuniakan kepada kita.
Dan kita sangat mengharapkan anak-anak kita menjadi anak yang shalih, dan mendapat petunjuk dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam urusan agama dan dunia mereka.

Kedelapan: Karena anak-anak kita merupakan tanggung jawab yang telah diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ketika kita berdiri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka kita akan dimintai pertangggungjawaban mengenai anak-anak kita.

Kesembilan: Karena shalat akan menjauhkan anak-anak kita dari kekafiran dan kemunafikan ketika mereka beranjak dewasa,
sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallau ‘Alaihi wa Sallam,
“Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkannya maka dia sungguh telah kafir” (HR. Bukhari) (Disari dari kitab Kaifa Nuraghghibu Aulaadina fis Shalat, karya DR. Amani Zakaria Ar-Ramady, Dosen Fak. Adab, Univ. Aleksandria, Mesir).
Wallahu A’lamu bish Shawab.

Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf
Oleh : Amar Syarifuddin, Lc

Abu Salamah adalah putera Abdurrahman bin Auf, seorang sahabat Rasulullah yang kaya. Nasabnya secara lengkap adalah Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf bin Abdi Auf bin Abdi bin Harits bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab al-Quraisy az-Zuhri al-Hafizh. Imam adz-Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala’nya menempatkannya pada tingkatan kedua dalam jajaran para Tabi’in. Dia merupakan ulama Madinah. Ada yang mengatakan nama aslinya adalah Abdullah atau Ismail. Dia dilahirkan pada sekitar tahun 20-an Hijriyah. Ia hanya meriwayatkan sedikit hadis dari ayahnya. Karena sang ayah terlebih dahulu meninggal dunia. Saat itu, Abu Salamah masih kecil.

Namun demikian, ia sempat meriwayatkan hadis dari beberapa sahabat Rasulullah, di antaranya Usamah bin Zaid, Abdullah bin Salam, Abu Ayyub, Aisyah, Ummu Salamah, Ummu Sulaim, Abu Hurairah, dan beberapa sahabat yang lain.

Menurut Umar bin Abdul Aziz, Abu Salamah adalah penuntut ilmu yang faqih dan mujtahid yang memiliki kemampuan berhujjah. Beberapa ulama meriwayatkan dari Abu Salamah, di anataranya adalah anaknya sendiri, Umar bin Abu Salamah, keponakannya Sa’ad bin Ibrahim, Abdul Majid bin Suhail, Asy-Sya’bi, Sa’id Al-Maqbari, Amr bin Dinar, Az-Zuhri, Salamah bin Khalil, dan lainnya.

Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya menyebutkan, Abu Salamah termasuk orang yang Tsiqah dan Faqih. Abu Zur’ah menyebutnya sebagai seorang imam yang tsiqah. Imam Malik berkata, “Di antara kami ada yang dikenal sebagai ahli ilmu. Nama atau kunyah salah seorang diantaranya adalah Abu Salamah.”

Muhammad bin Abdullah bin Abi Ya’kub adh-Dhibby berkata “Abu Salamah pernah datang ke Bashrah di kediaman Bisyr bin Marwan. Abu Salamah merupakan seorang laki-laki yang ceria. Wajahnya seperti mata uang dinar.

Az-Zuhri berkata, “Ada empat orang Quraisy yang kutemui seperti laut (kiasan banyaknya ilmu mereka). Yaitu Urwah, Ibnu al-Musayyab, Abu Salamah dan Ubaidillah bin Abdullah. Namun Abu Salamah sering berbeda pendapat dengan Ibnu Abbas. Dengan demikian, ia terhalang untuk mendapatkan ilmu yang banyak dari Ibnu Abbas.

Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata, “Aku datang ke Mesir untuk bertemu Abdul Aziz, gubernur daerah itu. Aku berbicara tentang Said bin Al-Musayyab. Ibrahim bin Qarizh berkata, “Aku tidak mendengar anda berbicara kecuali tentang Said bin Al-Musayyib? Ibnu Syihab menjawab, “Ya.” Ibrahim mengatakan, “Engkau telah meninggalkan dua orang laki-laki dari kaummu yang sepengetahuanku tidak ada yang lebih tahu tentang hadits daripada keduanya: Urwah dan Abu Salamah.” Az-Zuhri kembali mengatakan, “Ketika aku kembali ke Madinah akau mendapatkan Urwah laksana laut yang tak dikotori oleh sesuatu.’”

Semasa hidupnya Abu Salamah biasa mengunjungi berbagai kota. Selain Mesir dan Bashrah, ia juga pernah ke kuffah. Dipaparkan Asy-Sya’bi, “Ketika ke kuffah, ia berjalan di antaraku dan seorang pria. Lalu ia ditanya tentang orang yang paling berilmu. Ia diam sejenak, lalu menjawab, “Seorang pria diantara kalian berdua.”

Di antara Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Salamah adalah hadis dari Abu Hurairah yang berbunyi:

لَا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِي وَالمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالمَسْجِدِ الْأَقْصَى
“Janganlah memperkuat (tekad) untuk melakukan perjalanan kecuali pada tiga masjid: Masjidku ini (Masjid Nabawi), Masjidil Haram (di Makkah) dan Masjidil Aqsha (di Yerusalem).”


Hadis lain yang bersumber dari Abu Salamah dari jalur Qatadah bahwa Rasulullah SAW bersabda:

الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ مِنْ اللَّهِ وَالْحُلْمُ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا حَلَمَ فَلْيَتَعَوَّذْ مِنْهُ وَلْيَبْصُقْ عَنْ شِمَالِهِ فَإِنَّهَا لَا تَضُرُّهُ
“Mimpi yang baik adalah berasal dari Allah dan mimpi buruk berasal dari setan, maka jika salah seorang diantara kalian bermimpi buruk, hendaklah meminta perlindungan kepada Allah karenanya dan meludah kesamping kirinya, sehingga mimpi buruknya tidak membahayakannya.” (HR. Bukhari, 6471)

Sejarawan Khalifah bin Khayyath mengatakan, “Marwan bin Hakam meninggalkan Madinah pada 48 Hijriyah. Lalu Madinah dipimpin oleh Sa’id bin Ash. Dan Abu Salamah bin Abdurrahman diminta sebagai hakim.”

Abu Salamah tetap menjabat sebgai Qadhi Madinah hingga Sa’id tidak lagi menjabat gubernur kota itu pada tahun 54 Hijriyah.

Abu Sa’ad berkata, “Abu Salamah meninggal dunia di Madinah pada tahun 94 Hijriyah pada masa pemerintahan Al-Walid dalam usia 72 tahun.” Ada juga yang menyebutkan bahwa ia wafat pada tahun 104 Hijriyah

Siyar A’lam Nubala

Posted by newydsui 0 comments

ANAK TANGGA ‘UBUDIYAH
Imtihan asy-Syafi’i

Para Nabi adalah manusia pilihan Allah, mengenal Allah dengan baik, dan tahu bagaimana mestinya mengimplementasikan ‘ubudiyah (penghambaan) kepada Allah. Nabi Musa as. memberikan teladan kepada kita dalam hal ini. Diabadikan oleh Allah, Nabi Musa berkata,
“Duhai Rabb-ku, sungguh aku hanya faqir (butuh) kepada kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (al-Qashash; 24)

Ibnul Qayyim menyatakan, “Faqir diri yang hakiki adalah merasa butuh kepada Allah dalam segala keadaan dan untuk setiap bagian terkecil dari hidupnya, lahir-batin, ia menyaksikan kebutuhannya kepada Allah.”

Faqir diri kepada Allah berarti seorang hamba memurnikan hatinya dari berbagai keinginan dan kecenderungannya. Ia fokus menghadap kepada Allah, bersimpuh di hadapan-Nya, tunduk kepada perintah dan larangan-Nya, hatinya bergantung kepada cinta dan ketaatan kepada-Nya. Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah karena Allah, Rabb alam semesta. Tiada sekutu bagi-Nya. Dengan hal itulah aku diperintahkan dan aku adalah yang pertama-tama berislam.’.” (al-An’am: 162-163)

Siapa saja yang memperhatikan berbagai amal ibadah yang diperintahkan oleh Allah akan melihat bahwa iftiqar kepada Allah menjadi sifat yang mutlak ada pada satu-persatu amal ibadah itu. Seberapa banyak kadar iftiqar seorang hamba dalam melaksanakan ibadah itu, sebesar itu pula pengaruh hakiki amal ibadah akan membekas di hatinya dan manfaatnya di dunia dan di akhirat.

Iftiqar adalah motor yang akan menggerakkan seorang hamba untuk melazimi ketakwaan dan melestarikan ketaatan.

Dua Anak Tangga
Untuk menggapai iftiqar yang sempurna, ada dua anak tangga yang mesti ditapaki:

Pertama, memahami keagungan dan kekuasaan al-Khaliq.

Besarnya iftiqar seorang hamba kepada Allah berbanding lurus dengan makrifahnya kepada Allah lewat nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Semakin besar makrifahnya, semakin besar pula iftiqarnya kepada Allah.

Allah berfirman, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.” (Fathir: 28)
Fudhail bin ‘Iyadh berkata, “Orang yang paling mengerti Allah-lah yang paling takut kepada-Nya.”
Fudhail juga berkata, “Rasa takut seseorang kepada Allah sekadar dengan ilmunya tentang Allah.”

Ibnu Rajab al-Hambali berkata, “Pangkal khusyuk yang hadir dalam hati adalah makrifah kepada Allah, kepada keagungan-Nya, kemuliaan dan kesempurnaan-Nya. Siapa yang tebal makrifahnya, tebal pula khusyuknya. Khusyuk yang dimiliki oleh satu orang dengan yang lain bertingkat-tingkat sekadar dengan makrifahnya kepada Allah.
Barangsiapa yang mentadabburi ayat-ayat dan hadits-hadits yang menerangkan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, niscaya hatinya akan memuliakan dan mengagungkan-Nya, akan merasa kecil di hadapan kuasa-Nya.

“Allah, tidak ada ilah (yang berhak diibadahi) melainkan Dia, Yang Hidup kekal lagi terus menerus Mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” (al-Baqarah: 255)

Kedua, menyadari kekurangan dan kelemahan diri.
Barangsiapa menyadari kadar dirinya, meskipun pangkat, kekuasaan, dan hartanya berlimpah ruah, bahwa dirinya dirinya hanyalah seonggok daging tanpa daya, sosok yang lemah, niscaya kesombongannya akan lenyap seketika, anggota badannya akan tunduk, dan besarlah iftiqarnya kepada Allah.
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah ia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. Sesungguhnya Allah benar-benar Kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati). Pada hari dinampakkan segala rahasia. Maka sekali-kali tidak ada suatu kekuatan pun bagi manusia itu dan tidak (pula) seorang penolong.” (ath-Thariq: 5-10)
Dalam Madarijus Salikin: 1/144-145, Ibnul Qayyim telah menerangkan dua anak tangga ini. “Barangsiapa hatinya mengagungkan Yang Mahabenar secara sempurna, ia akan merasa berat untuk menyelisihi-Nya. Menyelisihi Yang Mahaagung tidaklah sama dengan menyelisihi selain-Nya. Barangsiapa menyadari kekurangan, kadar diri, hakikat, dan kebutuhannya kepada Allah dalam setiap saat dan tarikan nafasnya, ia pun akan merasa berat untuk menyelisihi-Nya. Menyelisihi Dzat yang setiap saat dan tarikan nafas ia bergantung pada-Nya. Demikian pula jika pada saat yang sama ia memahami kehinaan dirinya keagungan Dzat yang dimaksiati-Nya, ia akan merasakan kemaksiatan yang dilakukannya sebagai sesuatu yang besar dan ia akan selalu menyingsingkan baju untuk membebaskan diri dari berbagai kemaksiatan itu. Pembenaran dan keyakinannya terhadap ancaman Allah pun berbanding lurus dengan semangatnya untuk membebaskan diri dari berbagai kemaksiatan yang dilakukannya.”
Wallahu a’lam.

PNEUMONIA

Posted by newydsui 0 comments

PNEUMONIA
Oleh : dr Mety

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di negara berkembang . Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia lebih kurang 2 juta anak balita , meninggal setiap tahun akibat pneumonia , sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara . Menurut survey kesehatan nasional ( SKN ) 2001 , 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori , terutama pneumonia .

Terdapat berbagai factor risiko yang menyebabkan tingginya angka kematian pneumonia pada anak balita di negara berkembang . Faktor risiko tersebut adalah : pneumonia yang terjadi pada masa bayi , berat badan lahir rendah (BBLR) , tidak mendapat ASI yang adekuat , malnutrisi , defisiensi vitamin A , tingginya prevalens kolonisasi bakteri pathogen di nasofaring , dan tingginya pajanan terhadap polusi udara ( polusi industry atau asap rokok ).
Pneumonia adalah inflammasi yang mengenai parenkim paru . Sebagian besar disebabkan oleh mikrooorganisme ( virus/bakteri ) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain . Pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman , menjadi pertanyaan penting adalah penyebab dari pneumonia ( virus atau bakteri ) . Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh infeksi virus yang kemudian mengalami komplikasi infeksi bakteri . Secara klinis pada anak sulit membedakan pneumonia bacterial dengan pneumonia viral .

Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur pasien . Namun secara umum bakteri yang berperanan penting dalam pneumonia adalah : Streptococcus pneumonia , haemophyllus influenzae , Staphylococcus aureus , Streptococcus group B serta kuman atipik Chlamydia dan Mycoplasma. Walaupun pneumonia viral dapat ditatalaksanakan tanpa antibiotic , tapi umumnya sebagian besar pasien diberi antibiotic karena infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan .

Di negara berkembang pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri . Bakteri yang sering menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus pneumonia , haemophyllus influenza dan Staphylococcus aureus . Pneumonia yang disebabkan oleh bakteri-bekteri ini dikenal sebagai pneumonia atipik . Pneumonia atipik terutama disebabkan Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia .
Berdasarkan tempat terjadinya infeksi dikenal dua bentuk pneumonia yaitu ; 1. pneumonia masyarakat (community acquired pneumonia), bila infeksinya terjadi di masyarakat dan 2. Pneumonia nosokomial . Selain berbeda dalam lokasi terjadinya infeksi , kedua bentuk pneumonia ini juga berbeda dalam spectrum etiologi , gambaran klinis , penyakit dasar atau penyakit penyerta, dan prognosisnya . Pneumonia nosokomial sering merupakan infeksi sekunder pada berbagai penyakit dasar yang sudah ada , sehingga spectrum etiologinya berbeda dengan infeksi yang terjadi di masyarakat . Oleh karena itu , gejala klinis , derajat beratnya penyakit , dan komplikasi yang timbul lebih kompleks . Pneumonia nosokomial memerlukan penanganan khusus sesuai dengan penyakit dasarnya.

MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang , sehingga dapat berobat jalan saja . Hanya sebagian kecil yang berat ,mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumahsakit .
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi tetapi secara umum adalah sebagai berikut ;
1. Gejala infeksi umum
Yaitu demam , sakit kepala , gelisah , penurunan nafsu makan , keluhan gastrointestinal seperti mual , muntah atau diare ; kadang-kadang ditemukan gejala infeksi ekstra pulmoner.
2. Gejala gangguan respiratori
Yaitu batuk , sesak nafas , retraksi dada , takipneu , nafas cuping hidung , air hunger , merintih , dan cyanosis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis pneumonia adalah ;
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
2. Pemeriksaan C- Reactive protein ( CRP )
3. Uji serologis
4. Pemeriksaan mikrobiologis
5. Pemeriksaan rontgen thorax

TATA LAKSANA
Sebagian besar pneumonia pada anak tak perlu dirawat inap . Tetapi indikasi perawatan terutama berdasarkan berat ringannya penyakit , misalnya toksis , distress pernafasan , tidak mau makan dan minum , atau ada penyakit dasar yang lain , komplikasi dan terutama mempertimbangkan usia pasien .
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal yang tepat dan tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena , terapi oksigen , koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa , elektrolit , dan gula darah . Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik-antipiretik . Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat , komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi .

KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema thoracis , perikarditis purulenta , pneumothorax , atau infeksi ekstra pulmoner seperti meningitis purulenta . Empiema thoracis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri .
Iltken F dkk melaporkan mengenai komplikasi miokarditis (tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat), keratin kinase meningkat , dan gagal jantung ( yang cukup tinggi pada seri pneumonia anak berusia 2-24 bulan ). Oleh karena miokarditis merupakan keadaan yang fatal , maka dianjurkan untuk melakukan deteksi dengan teknik non invasif seperti ; EKG , Echocardiography , dan pemeriksaan enzyme .

Tips Meraih Ilmu
Menurut Tinjauan Syar’i
Oleh : Ryan Arif Rahman, Lc

Di dalam Al-Qur’an dan hadits terdapat begitu banyak anjuran yang memerintahkan agar kita memiliki ilmu. Bahkan sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala telah memuji ilmu dan pemiliknya. Menyiapkan bagi siapa saja yang berjalan di atas titian ilmu tersebut, balasan yang baik, pahala, ganjaran, dan Dia subhanahu wata’ala mengangkat derajat kedudukan mereka di dunia dan akhirat.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-AlBani dalam Shahihul jami’ no.3913)

Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ilmu yang wajib untuk dituntut adalah yang akan menegakkan agama seseorang, yaitu ilmu tentang shalat, puasa, dan sejenisnya .”
Sehingga dalam mengerjakan ibadah seorang muslim dituntut bahkan diwajibkan untuk mengetahui ilmunya terlebih dahulu sebelum mengamalkan agar tidak salah dan menyimpang. Karena jika amalan dikerjakan tanpa ilmu niscaya amalan tersebut dimata Allah tertolak dan sia sia belaka. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “ barang siapa yang mengerjakan amalan tanpa ada petunjuk kami, niscaya amalan tersebut tertolak.”

Ilmu Sebelum Perkataan Dan Perbuatan

Salah seorang Ulama terkemuka bernama Al-Imam Al-Bukhari berkata: “Al-Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal” dan dalilnya adalah firman Allah subhanahu wata’ala: “Maka berilmulah! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad: 19). Allah swt memulai pada ayat di atas dengan perintah mencari ilmu. Sehingga berpijak dari firman Allah tersebut Imam Bukhori memberi judul kitab Al-Ilmu pada suatu Bab di dalam Shahih al Bukhari.

Sudah barang tentu di dalam perkataan beliau ini terkandung kaidah penting yang sangat bermanfaat dan perlu untuk kita ketahui bersama. Semoga dengan mengetahuinya bisa bermanfat bagi kita semua. Berikut kajian ringkasnya:

Sholeh bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh berkata: “Ilmu itu jika ditegakkan sebelum ucapan dan amal, maka akan diberkahi pelakunya biarpun perkaranya itu kecil. Adapun jika ucapan dan amal didahulukan sebelum ilmu dan bisa jadi perkaranya itu sebesar gunung, namun itu semua tidaklah di atas jalan keselamatan. Dan sungguh! Amalan yang sebesar dzarah (setitik) namun didasari ilmu, maka ini lebih besar nilainya daripada amalan laksana gunung tanpa ilmu. Dan Bahwasanya ilmu itu tujuan puncak yang terpenting dan harus diutamakan dari segala sesuatu. Khususnya ilmu yang dapat memperbaiki ibadah, meluruskan aqidah, memperbaiki hati, dan yang bisa menjadikan seseorang itu mudah dalam kehidupannya untuk meniti jalan di atas bukti nyata yang sesuai Sunnah Rasul, bukan hidup di atas kebodohan.”

Ibnu Munir/Munayyir di dalam Fathul Bari berkata: “Mengapa Al-Imam Al-Bukhari membuat Bab Khusus ini? Beliau membuatnya Karena sesungguhnya bahwa ilmu merupakan syarat atas kebenaran suatu perkataan dan amalan. Maka suatu perkataan dan amalan itu tidak akan teranggap kecuali dengan ilmu. Oleh sebab itulah ilmu didahulukan atas ucapan dan perbuatan.” Kemudian mengapa ilmu itu harus didahulukan? Karena ilmu itu pelurus niat. Dimana niat itu akan memperbaiki amalan. Lantas ilmu apakah yang musti kita pelajari dan kita kaji?

Klasifikasi Ilmu Dalam Pandangan Al Ghazaly

Ilmu ditinjau dari hukum mempelajarinya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: ilmu yang hukumnya fardhu ‘ain dan fardhu kifayah.

Ilmu fardu ‘ain merupakan kewajiban kepada setiap orang Islam. Setiap aqil baligh wajib mengenalinya. Dalam pandangan al-Khawarizmi, ilmu fardu ‘ayn wajib ke atas semua manusia, baik kalangan masyarakat awam atau golongan terpilih (khawass), pemerintah atau menteri, yang merdeka atau hamba, yang tua dan yang muda, dan seterusnya.

Ilmu fardu ‘ayn memiliki tiga dimensi. Dimensi pertama ilmu fardu 'ayn adalah i‘tiqad, yaitu, membenarkan segala apa yang sahih disampaikan Allah kepada Rasulullah dengan i‘tiqad yang tetap dan pasti, yang bebas dari sebarang shakk (keraguan). Dimensi pertama ilmu fardu ‘ayn ini juga terkenal dengan nama ilmu al-tawhid, karena merangkum pengenalan mengenai Allah Maha Pencipta yang cabang-cabangnya diperincikan dalam rukun iman yang lain. Kewajiban menuntut ilmu ini berkembang menurut getaran keraguan hati yang terjadi akibat pembawaan sendiri atau tantangan pengaruh masyarakat dalam bentuk kemungkaran akidah.

Kadar ilmu I‘tiqad yang wajib dituntut adalah secukupnya untuk menghilangkan kesangsian dan kekacauan aqidah yang boleh dialami. Yaitu, mampu mengenal antara aqidah yang haqq dan yang batil sehingga terhindar dari kepercayaan yang batil menurut hawa nafsu atau menafikan 'aqidah yang haqq.

Dimensi kedua ilmu fardu 'ayn adalah berkenaan dengan perbuatan yang wajib dilaksanakan. Pertama, kewajiban menuntut ilmu ini berkembang mengikuti waktu; semakin lama seseorang mukallaf itu hidup, semakin berkembanglah urusan-urusan fardu aynnya yang memerlukan ilmu yang berkaitan. Dimensi ini terdiri dari beberapa kaidah.

(a) Kaidah pertama, semakin lama seseorang mukallaf itu hidup, semakin berkembanglah urusan-urusannya yang wajib, dari shalat lima waktu hinggalah puasa ramadan, dari zakat harta sampai ke haji – yaitu, apa yang dinamakan rukun Islam. Inipun hanyalah permulaan agama yang dapat dikembangkan lagi; seperti akar pohon yang berkembang tumbuh berdahan, beranting dan berbuah. Selanjutnya termasuk ilmu mengenai apa yang halal dalam soal makanan, minuman, pakaian, pergaulan dan perhubungan sesama manusia dan lain-lain hal yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan biasa. Perincian ilmu fardu ‘ayn tentang amal sedikit-sebanyak berbeda, karena perberbedaan keadaan dan kedudukan seseorang. Yang menjadi sebab wajibnya ilmu tertentu berkaitan dengan apa yang dituntut oleh keperluan hidup.

(b) Kaedah kedua untuk memahami perkembangan ruang lingkup ilmu-ilmu fardu ‘ayn yang berkaitan dengan perbuatan yang wajib dilaksanakan adalah prinsip “tidak diperbolehkan melakukan sesuatu usaha melainkan setelah mengenal syarat-syaratnya dalam agama.”
Aspek ketiga ilmu fardu 'ayn adalah berkenaan dengan masalah yang wajib ditinggalkan. Kewajiban ilmu ini berkembang menurut keadaan seseorang yang berbeda-beda antara satu sama lain.

Ilmu Fardu Kifayah

Menurut al-Ghazzali, ilmu fardu kifayah adalah ilmu yang tidak dapat dikesampingkan dalam menegakkan urusan duniawi masyarakat Islam. Dalam kewajiban fardu kifayah, kesatuan masyarakat Islam secara bersama memikul tanggungjawab kefarduan untuk menuntutnya.
Menurut al-Ghazzali, ilmu fardu kifayah bisa dinilai dari dua tinjauan. Pertama, pengkhususan dalam ilmu-ilmu Shari’ah yang wajib dituntut karena ia menjadi perantara dalam menegakkan urusan keagamaan masyarakat Islam di dunia, seperti disiplin bahasa Arab al-Qur'an, usul fiqh, fiqh jual-beli dan perdagangan, pengurusan jenazah dan harta pewarisan, munakahat (nikah-kahwin dan perceraian), jinayah dan ketatanegaraan, dan lain sebagainya.

Bagian kedua ilmu fardu kifayah yang wajib dituntut adalah ilmu bukan Shari‘ah karena ia tidak dapat dikesampingkan dalam menegakkan urusan duniawi masyarakat Islam. Dalam kewajiban ilmu fardu kifayah, kesatuan para mukallaf masyarakat Islam secara bersama memikul tanggungjawab kefarduan untuk menuntutnya. Yaitu, jika sejumlah mukallafin ada yang menegakkan kewajiban menuntut ilmu fardu kifayah tersebut, maka kefarduan itu telah terpenuhi dan gugurlah dosa bagi yang tidak mengerjakannya. Sebaliknya, jika tiada seorang pun yang menegakkan kewajiban menuntut ilmu fardu kifayah tersebut, atau mengambil keputusan untuk bersepakat untuk meninggalkan ilmu fardu kifayah itu, maka semua mukallaf masyarakat tersebut berdosa karena mengabaikan kewajiban itu.

Sehingga dari klasifikasi ilmu di atas tampak jelas bahwa konsep ilmu dalam islam tidak mengenal dikotomi, islam tidak hanya menganjurkan pemeluknya hanya mengkaji ilmu syari’at semata, juga bukan sekedar mewajibkan mengkaji ilmu non syari’at, tetapi islam menganjurkan pemeluknya untuk mengkaji seluruhnya baik tentang Arkanul Islam, Arkanul Iman, Perbuatan haram, Ilmu Syariah, maupun Ilmu non-Syariah yaitu Ilmu-ilmu sosial dan alam. Hukum mempelajari ilmu- ilmu tersebut bisa menjadi fardhu ain dan fardhu kifayah sesuai situasi dan kondisi masing masing individu dan masyarakat muslim. Sehingga dari luasnya cakupan ilmu dalam islam maka setiap muslim harus memiliki tips dan cara agar mudah meraihnya dengan baik dan mudah. Tahukah pembaca tips meraih ilmu dengan baik dan mudah menurut pandangan syar’i??

Tips Meraih Ilmu

Ilmu yang bermanfaat dapat diraih dengan beberapa cara, jika cara tersebut dilaksanakan dengan baik dan kontinyu niscaya ilmu tersebut teraih dengan mudah. yang terpenting dari cara tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memohon kepada Allah swt agar dikarunia ilmu yang bermanfaat, meminta tolong dan memelas kepadaNya.
Allah swt memerintahkan nabi Muhammad saw agar memohon bertambahnya ilmu. Allah swt berfirman, “dan katakanlah wahai rabbku tambahkan ilmuku.” (QS. Thoha:114)
Rasulullah saw selalu memanjatkan do’a, “ya Allah berilah manfaat terhadap apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan ajarkanlah aku ilmu yang bermanfaat untukku, dan tambahkan ilmu untukku.”

2. Bersungguh sungguh dalam mencari ilmu.
Suatu hari ada seorang mendatangi Abu Hurairah ra seraya berkata, aku ingin mencari ilmu dan aku takut menyianyiakannya. Lantas Abu Hurairah menjawab, cukuplah engkau menyianyiakannya jika engkau tidak mengamalkan ilmu yang telah engkau raih.”
Ahli hikmah ketika ditanya apa sebab seorang mendapatkan ilmu? Ia menjawab, “ dengan kesungguhan dan kecintaan terhadapnya, lalu ajarkan ilmumu kepada orang yang bodoh, dan perhatikanlah orang yang mengajarkan ilmu kepadamu, jika engkau melakukannya niscaya engkau tahu apa yang engkau tidak tahu dan engkau menjaga ilmu yang engkau ketahui.”
Oleh sebab itu Imam Syafi’i berkata, “wahai saudaraku sekali kali engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam hal, akan aku jelaskan enam hal itu, yaitu: kecerdasan, tamak, kesungguhan, memiliki modal, bergaul dengan guru, dan tersedianya waktu yang cukup.”

3. Menjauhi maksiat dan selalu bertaqwa.
Cara ini adalah yang terpenting dalam meraih ilmu sebagaimana firman Allah,” Dan bertaqwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al baqarah:282)
Dan firmanNya,” Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan..”(QS. Al-anfal:29)

Sudah manjadi maklum bahwa orang yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menganugrahinya ilmu yang dengannya mampu membedakan haq dan bathil. Maka dari itu, Abdulah Bin Mas’ud ra berkata, “sungguh aku bisa memastikan jika ada orang yang lupa terhadap ilmu yang dimilikinya maka penyababnya adalah dosa yang ia kerajakan.”
Imam Syafi’i ra berkata, “ aku mengadu kepada Waqi tentang jeleknya hafalanku, lalu beliau menasehatiku untuk menjauhi maksiat, dan beliau menasehatiku bahwa ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah itu tidak pernah diraih oleh pelaku maksiat.”

Suatu hari Imam Malik berkata kepada Imam Syafi’i, “sungguh aku melihat bahwa Allah telah mengkaruniakan hatimu cahaya, maka janganlah engkau padamkan cahaya itu dengan kegelapan maksiat.”

4. Tidak sombong dan tidak malu dalam mencari ilmu.
Ibunda Aisyah ra berkata, sebaik baik wanita adalah wanita anshar, sifat malu mereka tidak mengahalangi mereka dalam menuntut ilmu.”
Mujahid berkata, “ orang yang pemalu dan sombong tidak akan pernah meraih ilmu.”

5. Ikhlas dalam mencari ilmu.
Ini adalah inti dalam mencari ilmu. Rasulullah saw bersabda,” barang siapa yang mencari ilmu untuk sekedar mendapatkan kenikmatan dunia, sungguh ia tidak akan mencium wangi surga pada hari kiamat kelak.”

6. Mengamalkan ilmu yang dimiliki. Ilmu tidak bisa dikatakan sebagai salah satu rukun hikmah kecuali diamalkan dan dilandasi dengan keikhlasan.
Demikianlah pembaca budiman pembahasan ringan tentang keutamaan ilmu, klasifikasi ilmu dan tips meraih ilmu. mudah mudahan kita diberi kemudahan untuk meraihnya. Amin.
Wallahu A’lam Bi As-Showab.

Referensi:
Sa’id Bin Ali Bin Wahaf Al Qahthani, Alhikmah Fi Ad Addakwahila Allah Ta’ala, Cet Pertama Tahun 1992 M.
Ahmad Bin Abdurrahman Ibn Qudamah Al Maqdisi, Mukhtashar Minhaj Al Qashidin, (Libanon: Darul Fikr, 1987 M) Cetakan Pertama. dll

Penghuni Neraka

Posted by newydsui 0 comments

Penghuni Neraka

Tentang hal ini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :“Aku melihat ke dalam Surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas dan Imran serta selain keduanya)

Hadits ini menjelaskan kepada kita apa yang disaksikan oleh Rasulullah tentang penduduk Surga yang mayoritasnya adalah fuqara (para fakir miskin) dan neraka yang mayoritas penduduknya adalah wanita.

Di dalam kisah gerhana matahari yang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana padanya dengan shalat yang panjang , beliau wassalam melihat Surga dan neraka.

Ketika beliau melihat neraka beliau bersabda kepada para shahabatnya radliyallahu ‘anhum : “ … dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya : “Mengapa (demikian) wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi : “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab : “Mereka kufur terhadap suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas)

Dalam hadits lainnya, Rasulullah menjelaskan tentang wanita penduduk neraka, beliau bersabda :“ … dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka karena sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya, kepala mereka seakan-akan seperti punuk onta. Mereka tidak masuk Surga dan tidak mendapatkan wanginya Surga padahal wanginya bisa didapati dari jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu)

Dari Imran bin Husain dia berkata, Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “Sesungguhnya penduduk surga yang paling sedikit adalah wanita.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Imam Qurthubi rahimahullah mengomentari hadits di atas dengan pernyataannya : “Penyebab sedikitnya kaum wanita yang masuk Surga adalah hawa nafsu yang mendominasi pada diri mereka, kecondongan mereka kepada kesenangan-kesenangan dunia, dan berpaling dari akhirat karena kurangnya akal mereka dan mudahnya mereka untuk tertipu dengan kesenangan-kesenangan dunia yang menyebabkan mereka lemah untuk beramal.

Kemudian mereka juga sebab yang paling kuat untuk memalingkan kaum pria dari akhirat dikarenakan adanya hawa nafsu dalam diri mereka, kebanyakan dari mereka memalingkan diri-diri mereka dan selain mereka dari akhirat, cepat tertipu jika diajak kepada penyelewengan terhadap agama dan sulit menerima jika diajak kepada akhirat.” Mari beramal sholeh untuk menggapai ridho Ilahi. Disari dari kitab “Jahannam Ahwaluha wa Ahluha” dan “At Tadzkirah” dengan sedikit perubahan. (Nor S)

PERINTAHKAN KELUARGAMU SHALAT
Oleh: Tengku Azhar, Lc.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfiman:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلاَةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لاَ نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaha: 132)

Tafsir Ayat
Imam Ibnu Katsir –rahimahullah- ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “Maksudnya, selamatkanlah mereka dari adzab Allah dengan mendirikan shalat, dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam ayat berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ), maksudnya: jika kamu mendirikan shalat, maka akan datang kepadamu rizki dari arah yang tidak kamu sangka. Sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam surat yang lain:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا * وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“…Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)
Oleh karena itu, Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “ Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu…”
Imam Sufyan Ats-Tsauri –rahimahullah- ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “Maksudnya, Kami tidak membebanimu untuk mencari rezki.”

Imam At-Tirmidzi dan Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia bercerita, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam besabda,

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِى أَمْلأْ صَدْرَكَ غِنًى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ وَإِلاَّ تَفْعَلْ مَلأْتُ يَدَيْكَ شُغْلاً وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَك
“Allah Ta’ala berfirman, ‘Hai anak cucu Adam, luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi dadamu dengan kekayaan dan akan Aku tutup kemiskinanmu. Dan jika kamu tidak melakukannya, maka akan Aku penuhi dadamu dengan kesibukan dan tidak pula Aku menutupi kemiskinanmu.”
Ibnu Majah juga meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu-, aku pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ جَعَلَ الْهُمُومَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ آخِرَتِهِ كَفَاهُ اللهُ هَمَّ دُنْيَاهُ وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُومُ فِى أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ اللهُ فِى أَىِّ أَوْدِيَتِهَا هَلَك
“Barangsiapa yang menjadikan semua kesusahan menjadi satu kesusahan saja, yaitu kesusahan pada hari kembali kepada-Nya (kiamat), maka Allah akan mencukupkan baginya dari kesusahan dunianya. Dan barangsiapa yang menjadikan kesusahannya bercabang-cabang dalam berbagai kehidupan dunia, maka Allah tidak akan peduli kepadanya, di lembah mana dari bumi-Nya ini ia akan binasa.”
Diriwayatkan pula dari hadits Syu’bah, dari Zaid bin Tsabit, aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ
“Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai pusat perhatiannya (tujuannya), maka Allah akan menceraikan urusannya dan menjadikan kemiskinannya ada di hadapan matanya. Tidak ada sesuatu pun dari dunia ini datang kepadanya kecuali apa yang telah ditetapkan baginya. Dan barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai pusat perhatiannya (tujuannya), maka Allah akan menyatukan urusannya dan melimpahkan kekayaan-Nya di dalam hatinya, lalu dunia datang kepadanya dalam keadaan hina.”

Firman-Nya lebih lanjut, “Dan akibat baik itu adalah bagi orang yang bertaqwa”, maksudnya: kesudahan yang baik di dunia dan akhirat, yaitu jannah adalah untuk orang yang bertaqwa kepada Allah. Di dalam hadits shahih disebutkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
رَأَيْتُ ذَاتَ لَيْلَةٍ فِيمَا يَرَى النَّائِمُ كَأَنَّا فِى دَارِ عُقْبَةَ بْنِ رَافِعٍ فَأُتِينَا بِرُطَبٍ مِنْ رُطَبِ ابْنِ طَابٍ فَأَوَّلْتُ الرِّفْعَةَ لَنَا فِى الدُّنْيَا وَالْعَاقِبَةَ فِى الآخِرَةِ وَأَنَّ دِينَنَا قَدْ طَابَ
“Suatu malam aku bermimpi seolah-olah kita berada di rumah ‘Uqbah bin Rafi’ dan seakan-akan diberikan kepada kita kurma Ibnu Thab. Lalu aku menakwilkan hal itu bahwa kesudahan yang baik dan kemuliaan di dunia bagi kita, dan bahwasanya agama kita sudah baik.”
Hukum orang yang meninggalkan shalat
Syaikh Al-Ustaimin –rahimahullah- berkata, “Kalau kita kembalikan perbedaan pendapat ini kepada Al Qur’an dan As Sunnah, maka akan kita dapatkan bahwa Al-Qur’an maupun As-Sunnah keduanya menunjukkan bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, dan kufur akbar yang menyebabkan ia keluar dari islam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara saudaramu seagama.” (QS. At-Taubah: 11).
“Lalu datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal shaleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak akan dirugikan sedikitpun.” (QS. Maryam: 59-60).

Relevansi ayat kedua, yaitu yang terdapat dalam surat Maryam, bahwa Allah berfirman tentang orang-orang yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya: "kecuali orang yang bertaubat, beriman …”. Ini menunjukkan bahwa mereka ketika menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu adalah tidak beriman.
Dan relevansi ayat yang pertama, yaitu yang terdapat dalam surat At-Taubah, bahwa kita dan orang-orang musyrik telah menentukan tiga syarat:
• Hendaklah mereka bertaubat dari syirik.
• Hendaklah mereka mendirikan shalat, dan
• Hendaklah mereka menunaikan zakat.
Jika mereka bertaubat dari syirik, tetapi tidak mendirikan shalat dan tidak pula menunaikan zakat, maka mereka bukanlah saudara seagama dengan kita.
Begitu pula, jika mereka mendirikan shalat, tetapi tidak menunaikan zakat maka mereka pun bukan saudara seagama kita.
Persaudaraan seagama tidak dinyatakan hilang atau tidak ada, melainkan jika seseorang keluar secara keseluruhan dari agama; tidak dinyatakan hilang atau tidak ada karena kefasikan dan kekafiran yang sederhana tingkatannya.

Hal ini juga telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam banyak haditsnya:
1. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya (batas pemisah) antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, dalam kitab: Al-Iman) .
2. Diriwayatkan dari Buraidah bin Al Hushaib radhiallahu ‘anhu, ia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Perjanjian antara kita dan mereka adalah shalat, barangsiapa yang meninggalkannya maka benar benar ia telah kafir.” (HR.Abu Daud, Turmudzi, An Nasa'i, Ibnu Majah dan Imam Ahmad).
Yang dimaksud dengan kekafiran di sini adalah kekafiran yang menyebabkan keluar dari Islam, karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan shalat sebagai batas pemisah antara orang orang mu’min dan orang orang kafir, dan hal ini bisa diketahui secara jelas bahwa aturan orang kafir tidak sama dengan aturan orang Islam. Karena itu, barang siapa yang tidak melaksanakan perjanjian ini maka dia termasuk golongan orang kafir. Wallahu A’lamu bish Shawab.

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers