YDSUI PEDULI MERAPI

Posted by newydsui Tuesday, November 9, 2010 0 comments

YDSUI PEDULI MERAPI

SALURKAN DANA DAN MAKANAN KERING ANDA MELALUI YDSUI BEKERJASAMA DENGAN HILAL AHMAR SOLO UNTUK PARA PENGUNGSI LETUSAN MERAPI. KAMI AKAN SAMPAIKAN SECARA AMANAH. (0271 668637)

ATAS PERHATIANNYA KAMI UCAPKAN JAZAKUMULLAH KHOIRON

MENGENALKAN MAKANAN SELAIN ASI UNTUK BAYI

Posted by newydsui Tuesday, November 2, 2010 0 comments

MENGENALKAN MAKANAN SELAIN ASI UNTUK BAYI

Pada umur berapakah biasanya Ibu memberikan makanan tambahan selain ASI pada bayi ? Jawabannya bisa beragam , tetapi kebanyakan mungkin menjawab di kisaran umur 4 bulan . Padahal , sebaiknya makanan tambahan selain ASI diberikan saat bayi berumur 6 bulan .
Mungkin timbul pertanyaan mengapa diberikan pada usia bayi menginjak 6 bulan ke atas , mengingat kebiasaan di Indonesia , bayi mulai diberikan makanan tambahan di usia mulai 4 bulan . Hal ini dikarenakan pencernaan bayi pada usia sebelum 6 bulan belum sempurna , bila dipaksa dapat menyebabkan sakit karena pemberian makanan yang terlalu cepat , lagipula kekebalan terhadap bakteri masih rendah dan bisa tercemar melalui makanan , alat , dan cara pengolahan makanan yang kurang hygienis.

Berikut adalah tanda-tanda bayi sudah siap diberi makanan tambahan selain ASI atau lazim disebut dengan MP ASI ( Makanan Pendamping ASI ) :

Berusia 6 bulan
Berat badan sudah mencapai 2-3 kali lipat dari berat bayi saat lahir
Kemampuan makanannya sudah mulai terlihat seperti dapat mengendalikan lidahnya dengan baik
Terlihat mulai tertarik dengan apa yang orang lain makan
Dapat duduk dan tumbuh gigi

MP ASI untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut :

Nilai energi dan proteinnya tinggi
Memiliki nilai suplementasi yang baik , mengandung vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup
Dapat diterima dengan baik , yaitu disukai , dibutuhkan dan terjangkau , memenuhi nilai social ekonomi , budaya , dan agama serta berakar pad tradisi yang baik
Harga murah
Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara local
Aman dikonsumsi yaitu bebas dari gangguan bakteri , bebas racun dan bahan-bahan berbahaya lainnya .

MP ASI sangat berbeda dengan makanan untuk orang dewasa , sehingga MP ASI sebaiknya tidak boleh mengandung bumbu-bumbu , tidak boleh terlalu asin , tidak juga ditambah bumbu masak , rempah atau zat pewarna karena usus dan ginjal bayi belum kuat menerimanya . Bayi tidak kuat menerima merica , sambal dan makanan yang berserat kasar . Bayi juga belum kuat menerima minuman ringan (soft drink) maupun kopi atau makanan yang beralkohol . Untuk buah-buahan , sebaiknya bayi tidak diberikan buah yang masam , nanas dan sirsak tidak boleh diberikan pada bayi temasuk juga cempedak , durian ataupun nangka .

Untuk bayi dengan kelompok umur 6-12 bulan , diberikan tahapan MP ASI sesuai dengan umur seperti dalam table berikut :

NO USIA TEKSTUR MP ASI
1 6-7 bulan a. Bubur susu yang sangat encer , dari bahan makanan pokok dicampur dengan ASI pada saat akan disajikan
b. Bubur susu dari bahan pokok dicampur dengan sayuran dan ASI , agak sedikit kental
c. Bubur susu dari bahan pokok dicampur dengan buah dan ASI
2 7-8 bulan a. Bubur saring dari bahan pokok yang dicampur dengan sayur / buah
b. Bubur saring dari bahan pokok yang dicampur dengan sayur / buah dan ikan / daging
3 8-9 bulan Bubur saring kasar ( bubur blender agak kasar) dari bahan pokok yang dicampur dengan sayur / buah dan ikan / daging
4 9-12 bulan Nasi tim cincang dari berbagai bahan
5 > 12 bulan Nasi tim / nasi lembek dan mulai dikenalkan dengan makanan keluarga

Tips pemberian MP ASI

1. Berikan secara hati-hati dan sedikit demi sedikit dari bentuk yang paling encer dan berangsur-angsur ke bentuk yang lebih kental
2. Makanan baru diperkenalkan satu persatu dengan memperhatikan bahwa makanan dapat diterima dengan baik
3. Makanan yang mudah menimbulkan alergi , biasanya berasal dari sumber protein hewani diberikan terakhir . Berikan terlebih dahulu tepuing-tepungan , sayur-sayuran , buah-buahan baru kemudian telur dan daging
4. Cara memberikan makanan bayi sangat mempengaruhi emosionalnya , oleh karena itu sebaiknya jangan dipaksakan dan berikan saat bayi lapar .
5. Jangan pernah menyimpan sisa makanan dari piring bayi ( missal sisa makan siang disimpan kemudian diberikan lagi pada waktu makaan berikutnya ) , oleh karena itu selalu ambil porsinya sedikit saja sesuai dengan kebutuhan bayi.

Terkadang Ibu merasa ragu apakah asupan makanan yang diterima oleh buah hati sudah cukup dan bagaimana cara mengetahuinya ? Nah , Ibu dapat menilai sendiri kecukupan makanan yang diterima dari indicator sebagai berikut :

1. Bayi tampak puas dan tidur nyenyak setelah menyusu
2. Ibu merasakan perubahan ketegangan pada payudara sebelum dan sesudah menyusukan dan merasakan aliran ASI yang cukup deras atau banyak selama menyusu
3. Berat badan sewaktu lahir telah tercapai kembali sekurang-kurangnya pada akhir minggu kedua setelah lahir dan selama itu tidak terjadi penurunan berat badan yang lebih dari 10 %
4. Kurva pertumbuhan berat badan memuaskan , yaitu menunjukkan kenaikan berat badan , biasanya pada waktu buah hati berumur 4-5 bulan berat badan menjadi 2 kali lipat berat badan waktu lahir dan menjadi 3 kali lipat pada umur 1 tahun.
5. Untuk MP ASI , bila bayi tidak menghabiskan hidangan yang disediakan , mungkin berarti bahwa bayi telah cukup mendapat MP ASI dan demikian pula sebaliknya , apabila bayi dapat menghabiskan hidangan yang disediakan tersebut mungkin telah cukup , tetapi mungkin juga masih kurang sehingga hidangan selanjutnya perlu diperbanyak terutama jika bayi masih menangis atau belum puas.

Pertanyaan:
Bolehkan berqurban dengan hewan betina?

Jawab:
Dalam keriteria dan syarat hewan qurban tidak ada ketentuan jenis kelamin. Artinya kita boleh berquban dengan hewan jantan maupun yang betina. Landasannya adalah hadits tentang aqiqah yang diriwayatkan oleh Umu Kurzin, Rasulullah bersabda:
عَنِ الْغُلاَمِ شَاتَانِ وَعَنِ الْجَارِيَةِ شَاةٌ لاَ يَضُرُّكُمْ أَذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إِنَاثًا
“Aqiqah untuk anal laki-laki dua kambing dan anak perempuan satu kambing. Tidak jadi masalah jantan maupun betina.” (HR. Ahmad 27900 & An Nasa’i 4218 dan dishahihkan Syaikh Al Albani).

Berdasarkan hadis ini, Al Fairuz Abadzi As Syafi’i mengatakan, “Jika dibolehkan menggunakan hewan betina ketika aqiqah berdasarkan hadis ini, menunjukkan bahwa hal ini juga boleh untuk berqurban.” Yang jelas, daging binatang jantan lebih baik dan binatang betina lebih empuk. (Al Muhadzab 1/74)

Pertanyaan:
Apa sajakah syarat sah qurban?

Jawab:
Syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang hendak berqurban adalah:
1. Hendaknya hewan yang akan dia qurbankan berupa binatang ternak, yaitu unta, sapi dan kambing, baik domba atau kambing biasa.
2. Hewan tersebut telah sampai usia yang dituntut syari’at berupa jaza’ah (berusia setengah tahun) dari domba atau tsaniyyah (berusia setahun penuh) dari yang lainnya.
a. Ats-Tsaniy dari unta adalah yang telah sempurna berusia lima tahun
b. Ats-Tsaniy dari sapi adalah yang telah sempurna berusia dua tahun
c. Ats-Tsaniy dari kambing adalah yang telah sempurna berusia setahun
d. Al-Jadza’ adalah yang telah sempurna berusia enam bulan
3. Hendaknya hwan tersebut terbebas dari aib (cacat) yang mencegah keabsahannya, yaitu apa yang telah dijelaskan dalam hadits Nabi.
a. Buta sebelah yang jelas/tampak
b. Sakit yang jelas.
c. Pincang yang jelas
d. Sangat kurus, tidak mempunyai sumsum tulang
Dan hal yang serupa atau lebih dari yang disebutkan di atas dimasukkan ke dalam aib-aib (cacat) ini, sehingga tidak sah berqurban dengannya, seperti buta kedua matanya, kedua tangan dan kakinya putus, ataupun lumpuh.
4. Hewan qurban tersebut milik orang yang berqurban atau diperbolehkan (di izinkan) baginya untuk berqurban dengannya. Maka tidak sah berqurban dengan hewan hasil merampok dan mencuri, atau hewan tersebut milik dua orang yang beserikat kecuali dengan izin teman serikatnya tersebut.
5. Tidak ada hubungan dengan hak orang lain. Maka tidak sah berqurban dengan hewan gadai dan hewan warisan sebelum warisannya di bagi.
6. Penyembelihan qurban harus terjadi pada waktu yang telah ditentukan syariat. Maka jika disembelih sebelum atau sesudah waktu tersebut, maka sembelihan qurbannya tidak sah

Lihat Bidaayatul Mujtahid (I/450), Al-Mugni (VIII/637) dan setelahnya, Badaa’I’ush Shana’i (VI/2833) dan Al-Muhalla (VIII/30).

Pertanyaan:
Mana yang lebih utama, berqurban dengan menyembelih sapi atau domba ?

Jawab: :
Berqurban yang paling utama adalah dengan unta, kemudian sapi kemudian kambing kemudian unta atau sapi yang disembelih oleh tujuh orang berserikat, berdasarkan hadits Nabi tentang shalat Jum’at ( barang siapa pergi ( ke masjid untuk shalat Jum’at ) pada jam pertama maka seakan-akan dia telah berqurban dengan seekor unta, dan barang siapa pergi pada jam kedua maka seakan-akan dia telah berqurban dengan seekor sapi, dan barang siapa pergi pada jam ketiga maka seakan-akan dia telah berqurban dengan seekor domba yang bertanduk, dan barang siapa pergi pada jam keempat maka seakan-akan dia telah berqurban dengan seekor ayam, dan barang siapa pergi pada jam kelima maka seakan-akan dia telah berqurban dengan sebutir telur. (HR. Ahmad, Malik, Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi)

Hadits di atas menunjukkan mufadhalah (mengutamakan satu dengan lainnya), dalam mendekatkan diri kepada Allah antara unta, sapi dan kambing, dan tidak diragukan bahwa berqurban adalah termasuk ketaatan yang paling agung di sisi Allah Ta’ala, dan karena unta lebih mahal, lebih banyak dagingnya dan manfaatnya, pendapat ini dikeluarkan oleh Abu Hanifah, Syafi’I dan Ahmad, namun Imam Malik berkata : yang utama adalah (berqurban) dengan domba yang berumur enam bulan masuk ke bulan ke tujuh dari umurnya, kemudian dengan sapi kemudian dengan unta, karena Nabi selalu berqurban dengan dua ekor domba, dan Rasulullah tidak melakukan kecuali yang lebih utama.
Jawaban atas pendapat Imam Malik adalah bahwa Rasulullah kadang-kadang memilih yang tidak utama untuk meringankan ummat, karena mereka akan selalu berusaha mencontohnya, dan dia tidak suka memberatkan ummatnya, dan dia telah menerangkan keutamaan unta dari sapi dan kambing sebagaimana hadits di atas.

Dikutip dari Fatwa-fatwa tentang Qurban, Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin; Syaikh Abdul Aziz Abdullah Bin Baz, Majmu’ Fatawa, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Jilid 6 hal,385

Pertanyaan:
Siapakah yang berhak menerima daging hewan qurban, dan apa hukumnya mereka yang memberikan daging hewan qurban kepada yang menyembelih, dan juga kebanyakan kaum muslimin di negeri kami, jika mereka menyembelih seekor kambing, maka mereka tidak langsung membagikan dagingnya pada hari itu juga, dan mereka mendiamkannya sampai hari esok, dan saya tidak mengetahui , apakan yang sedemikian itu sunnah, atau dalam melakukan yang sedemikian mendapatkan pahala ?

Jawab:
Yang berqurban hendaknya memakan sebagian daging qurbannya, memberikan sebagiannya kepada kaum faqir untuk memenuhi hajat mereka pada hari itu, kepada kerabat untuk menyambung silaturrahmi, kepada tetangga untuk membatu mereka dan teman untuk memperkuat persaudaraan, dan bersegera memberikannya pada hari ied adalah lebih baik dari menundanya sampai hari esok atau sesudahnya guna melapangkan kebutuhan mereka pada hari itu, dan memasukkan kegembiraan di hati mereka pada hari itu, dan karena umumnya perintah Allah (Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi (QS. 3:133) Dan firman-Nya (Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. (QS. 2:148) Dan boleh memberikan sebagian dari daging qurban kepada yang menyembelih tetapi bukan sebagai upah penyembelihan, dan upahnya diberikan dari yang lainnya.

Dikutip dari Fatwa-fatwa tentang Qurban, Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin; Syaikh Abdul Aziz Abdullah Bin Baz, Majmu’ Fatawa, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Jilid 6 hal,385

GEDUNG PENTAGON DITEMBAKI

Washington - Suara rentetan tembakan terdengar di sekitar gedung Pentagon. Belum diketahui dari mana asal suara tembakan dan siapa yang telah menembakkan senjata.

Juru bicara polisi Pentagon, Chris Awam mengatakan insiden penembakan tersebut belum diketahui dari mana asalnya. Namun Petugas polisi Pentagon mendengar ada sekitar 5 bunyi tembakan pada pukul 04.50 waktu setempat,

Menurut juru bicara Pentagon Force Protection Agency (PFPA) Terry Sutherland seperti dikutip dari CNN, Rabu (20/10/2010), dua peluru menghantam sisi selatan bangunan Pentagon, satu mengenai jendela dan yang lainnya memantul pada bangunan itu sendiri.

Dinding itu adalah bagian kosong dari bangunan yang sedang direnovasi.

Sutherland menambahkan, salah satu peluru juga bersarang di jendela. Di sekitar jendela terdapat sisa peluru yang tidak pecah.

Para pejabat segera akan menggelar konferensi pers tentang insiden itu di Pentagon. Sementara pihak kepolisian setempat mengaku masih menyelidikinya.


Netanyahu: Hamas Sekarang Miliki Rudal Anti Pesawat
Penguasa wilayah Gaza Hamas telah memperoleh rudal anti-pesawat, kata perdana menteri Israel pada hari Senin kemarin (18/10), di tengah adanya perkembangan yang berpotensi angkatan udara Israel kembali menyerang kelompok Islam tersebut.
Berbicara di depan pengurus Partainya Likud, Netanyahu mengungkapkan bahwa kebebasan udara Israel telah diganggu oleh persenjataan baru di Gaza, dan menurutnya ada kemungkinan senjata itu diselundupkan ke Gaza melalui terowongan yang terhubung ke Mesir.
Israel yakin bahwa meskipun adanya ofensif militer dan upaya Mesir menghentikan penyelundupan senjata, Hamas telah berhasil mengisi kembali gudang mereka dengan rudal jarak jauh yang bisa menyerang jantung Israel.
Ini untuk pertama kalinya seorang pejabat Israel telah secara terbuka mengatakan Hamas juga telah memiliki persenjataan anti-pesawat, meskipun pejabat intelijen Israel secara pribadi telah menduga hal ini.
"Masalah keamanan bukan hanya soal adanya roket baru yang telah memasuki daerah tersebut dan akan mengancam pusat kota Israel. Saya tidak tahu apakah anda mengetahui persoalan ini, namun sekarang kita sedang berjuang untuk terbang di dekat Gaza karena mereka telah memiliki rudal anti pesawat di sana," kata Netanyahu.
Dia memperingatkan bahwa rudal Hamas juga bisa mengancam lalu lintas udara di bandara internasional Israel. "Kebutuhan atas keamanan Israel adalah nyata, solusinya juga harus nyata, bukan di atas kertas. Kita perlu mencari solusi jangka panjang yang memberikan keamanan untuk Israel," katanya.
Netanyahu tidak memberikan bukti untuk mendukung klaimnya tersebut, dan Hamas menuduh pemimpin Israel menyebarkan propaganda untuk membenarkan serangan mereka di masa depan terhadap Gaza.
"Pernyataan ini mencerminkan niat musuh Zionis untuk melakukan kejahatan lebih banyak lagi di masa depandengan mengambil keuntungan dari dukungan Amerika dan diamnya negara-negara Arab," kata Fawzi Barhoum, juru bicara Hamas di Gaza.
"Kami menekankan bahwa rakyat Palestina memiliki hak untuk membela diri terhadap setiap agresi di masa mendatang dan ini merupakan tugas nasional dan tugas suci," tambahnya.
Barhoum menolak untuk mengatakan apakah Hamas memiliki senjata anti-pesawat.(fq/yahoonews)

Inggris kurangi 17 ribu tentara

Kapal Induk Ark Royal akan segera berlabuh untuk selamanya, Pemerintah Inggris mengumumkan pengurangan 17.000 tentara dan 25.000 pegawai sipil di Kementrian Pertahanan. Dalam keterangan di parlemen, Perdana Menteri David Cameron mengatakan Angkatan Laut dan Angkatan Udara Inggris masing-masing akan mengalami pengurangan 5.000 personil, sedangkan Angkatan Darat akan kehilangan 7.000 personil.

Pengurangan ini akan berlangsung bertahap sampai 2015 sebagai bagian dari tinjauan pertahanan strategis yang akan menyebabkan pengurangan anggaran pertahanan sebesar 8% dalam waktu empat tahun. Selain pengurangan personil, pemerintah Inggris memutuskan untuk segera membesituakan kapal induk Ark Royal, pesawat intai Nimrod dan semua skuadron pesawat tempur Harrier.

Namun PM Cameron memulai keterangannya di parlemen dengan bantahan bahwa pemerintahnya hanya ingin menghemat uang dengan mengorbankan kemampuan pertahanan Inggris. "Keputusan ini merupakan perubahan dalam cara kita melindungi kepentingan pertahanan kita," kata Cameron.

Cameron mengatakan belanja pertahanan Inggris masih memenuhi patokan dua persen dari Produk Domestik Bruto yang ditetapkan oleh NATO, dan bahwa angkatan bersenjata Inggris masih merupakan yang terbesar keempat di dunia.

Perdana Menteri Inggris ini juga menekankan bahwa anggaran untuk perang di Afghanistan tidak berkurang karena dibiayai lewat pos khusus di kementrian keuangan.

Pemerintah Inggris sedang dalam proses melakukan pengurangan anggaran yang diperkirakan mencapai 25% dari belanja pemerintah untuk mengurangi utang negara yang mencapai 12% dari PDB.

Beda Karamah Dengan Kesaktian
Oleh: Abu Hanan

Ketika Umar bin Khattab sedang berkhuthbah di Madinah, tiba-tiba Allah tunjukkan kepadanya kondisi pasukan kaum muslimin yang dipimpin oleh Sariyah bin Zanim tengah terdesak di daerah Syam. Maka beliau spontan berteriak: ”Wahai Sariyah! Lari ke gunung, lari ke gunung!” Teriakan beliau itu ternyata didengar jelas oleh mereka, dan mereka pun sangat mengenali suara siapa itu, mereka langsung lari ke gunung, dan selamatlah mereka. Setelah teriak itupun Umar melanjutkan khuthbahnya dan tidak tahu lagi bagaimana nasib mereka setelah itu.

Abu Muslim Al Khalulani pernah dilemparkan ke dalam kobaran api oleh pasukan Al Aswad Al Unsyi karena menolak mengakui kenabiannya setelah Nabi Muhammad SAW.

Pembaca, dua peristiwa diatas merupakan sedikit contoh dari berbagai karamah yang terjadi pada diri sebagian hamba-Nya yang shaleh.

Apa itu Karamah?

Karamah adalah kejadian di luar kebiasaan (tabiat manusia) yang Allah swt anugerahkan kepada seorang hamba tanpa disertai pengakuan (pemiliknya) sebagai seorang nabi. Ia terjadi pada seorang hamba yang shalih, yang iltizam dengan syariat-syariat Islam sebagai bentuk ikram (pemulian) kepada hamba tersebut.
Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini terjadinya karamah pada diri orang-orang yang shaleh sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an, hadits-hadits shahih dan beberapa atsar para sahabat dan tabi’in.

Apakah setiap yang di luar kebiasaan dinamakan dengan Karamah?
Abdul Aziz bin Nashir ar-Rasyid memberi kesimpulan bahwa sesuatu yang di luar kebiasaan itu ada tiga macam:
- Mu’jizat yang terjadi pada para Rasul dan Nabi
- Karamah yang terjadi pada para wali Allah swt
-Tipuan setan yang terjadi pada wali-wali setan
Lantas jika ada seorang yang tidak mempan ditusuk pedang, tidak mati dilindas mobil atau bisa menghilang dari pandangan orang, bahkan mengaku bisa mengetahui hal yang ghaib, apakah orang tersebut berarti mendapat karamah dari Allah? Untuk mengetahui apakah itu karamah atau kesaktian tentu saja dengan kita mengenal sejauh mana keimanan dan ketakwaan pada masing-masing orang yang mendapatkannya (wali) tersebut. Imam Syafi’i berkata: “Apabila kalian melihat seseorang berjalan di atas air atau terbang di udara maka janganlah mempercayainya dan tertipu dengannya sampai kalian mengetahui bagaimana dia dalam mengikuti Rasulullah saw.”
Maka untuk mengetahui apakah peristiwa luar biasa yang terjadi pada diri seseorang disebut dengan karamah atau kesaktian –yang sejatinya merupakan tipu daya setan-, bisa dilihat perbedaannya pada point-point berikut ini:

1. Karamah datangnya dari Allah swt sedangkan kesaktian jelas datangnya dari setan, sebagaimana yang terjadi pada Musailamah Al Kadzdzab dan Al Aswad Al Unsyi (Dua orang pendusta di zaman Rasulullah saw yang mengaku menjadi nabi). Keduanya mengaku mengetahui perkara-perkara yang ghoib sehingga banyak manusia yang tertipu dengan kelicikannya. Karena pengakuan tersebut jelas merupakan bantuan dari setan.

2. Karamah para wali disebabkan karena kuatnya keimanan dan ketaatan mereka kepada Allah swt. Ibnu Taimiyah mengatakan: “Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah swt maka ia pun menjadi wali Allah swt”. Sedangkan kesaktian dikarenakan kufurnya mereka kepada Allah swt dengan melakukan kesyirikan-kesyirikan serta kemaksiatan kepada Allah swt, dan syarat-syarat tertentu yang harus ia lakukan.
Ada diantara mereka yang harus melakukan ritual-ritual khusus yang sarat dengan amalan bid’ah, seperti puasa mutih, puasa ngebleng, puasa ngrowot yang semuanya tidak ada contohnya dari Rasulullah SAW.

3. Karamah merupakan suatu pemberian dari Allah swt kepada hamba-Nya yang shalih dengan tanpa susah payah darinya, berbeda dengan kesaktian yang terjadi dengan susah payah setelah sebelumnya ia berbuat syirik kepada Allah swt. Seperti dengan meminta pertolongan dan perlindungan kepada jin setelah melakukan ritual-ritual tertentu yang sarat dengan kesyirikan.
Umar bin Khathab tidak pernah belajar ilmu penerawangan sehingga bisa mengetahui pasukannya yang sedang terdesak musuh padahal ia tidak sedang bersama dengan mereka apalagi mengomandoinya. Begitu pula Abu Muslim tidak pernah belajar ilmu kebal sehingga tidak mempan dibakar api.

4. Karamah itu tidaklah menjadikan seseorang sombong dan merasa bangga diri, justru dengan adanya karamah ini menjadikannya semakin bertaqwa kepada Allah swt, semakin mensyukuri nikmat-Nya serta tawadhu’ kepada-Nya. Adapun kesaktian sering menjadikan seseorang bangga diri atau sombong dengan kemampuan yang dia miliki serta angkuh terhadap Allah swt. Ia demonstrasikan kesaktiannya tersebut di depan khalayak ramai yang ujung-ujungnya adalah dijadikan sebagai obyek bisnis dan mengeruk kekayaan.

Kepada siapah karamah ini diberikan?
Karamah, Allah swt berikan kepada hamba-hamba-Nya yang benar-benar beriman serta bertaqwa kepada-Nya, yang disebut dengan wali Allah swt. Bukan diberikan kepada mereka yang menyekutukan Allah karena meminta bantuan kepada setan atau yang mereka yang berakhlaq bejat dan suka melakukan kemaksiatan. Allah swt berfirman ketika menyebutkan tentang sifat-sifat wali-wali-Nya :
Artinya: “Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah swt itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka senantiasa bertaqwa“. (QS. Yunus: 62-63)
Lantas apakah wali Allah swt itu harus memiliki karamah? Lebih utama manakah antara wali yang memilikinya dengan yang tidak? Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa tidak setiap wali itu harus memiliki karamah. Bahkan, wali Allah swt yang tidak memiliki karamah bisa jadi lebih utama daripada yang memilikinya. Oleh karena itu, karamah yang terjadi di kalangan para Tabi’in itu lebih banyak daripada di kalangan para Sahabat, padahal para Sahabat lebih tinggi derajatnya daripada para Tabi’in. Wallahu a’lam.

BERILAH MAKAN YANG TIDAK MEMINTA DAN YANG MEMINTA-MINTA
(Hikmah Disyari’atkannya Udhhiyah)
Tafsir QS. Al-Hajj ayat 36-37

Oleh: Tengku Azhar, Lc.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالبُدْنَ جَعَلْنها لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِاللهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْر فَاذْكُرُوْا اسْم اللهِ عَلَيْهَا صَوَافّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ لَن يَنَالَ اللهَ لُحُومُهَا وَلاَدِمَآؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ
“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah Ta'ala, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah Ta'ala ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati) maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepadamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridho’an) Allah Ta'ala, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah Ta'ala telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah Ta'ala terhadap hidayahNya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. (Al-Hajj : 36-37)

Tafsir Ayat
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam menafsir kalimat ‘al-qaani’ wal mu’tarra’ (orang yang rela dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta). Shahabat Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Al-Qaani’ adalah orang-orang yang rela dengan apa yang telah diberikan kepadanya, sedangkan ia berada di dalam rumahnya (tidak keluar untuk meminta-minta daging udhhiyah), adapun ‘al-mu’tarra’ adalah orang yang datang kepadamu dan memohon kepadamu agar kamu memberikan udhhiyah kepadanya, tetapi dia tidak meminta-minta.”
Dalam riwayat yang lain beliau –radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Al-Qaani’ adalah orang yang menjaga dirinya (dari meminta-minta), dan al-mu’tarra adalah orang yang meminta-minta.”
Shahabat Malik bin Anas –radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Al-Qaani’ adalah yang tidak meminta-minta dan meminta-minta, adapun al-mu’tarra yang memohon belas kasihan kepadamu.”
Shahabat Sa’id bin Jabir –radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Al-Qaani’ adalah yang meminta-minta.”
Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari memilih pendapat yang mengatakan bahwa ‘al-qaani’ adalah yang orang yang meminta-minta, dan al-mu’tarra adalah orang yang terbuka (menerima) untuk memakan daging.”
Kemudian imam Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata, “Ayat ini dijadikan hujjah oleh para ulama bahwa daging udhhiyah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: sepertiga untuk pemiliknya (orang yang berudhhiyah), sepertiganya lagi dihadiahkan untuk teman-teman dan kerabatnya, dan sepertiganya lagi disedekahkan untuk orang-orang fakir.”

Udhhiyah adalah sarana syukur atas nikmat-nikmat Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Imam Ibnu Katsir mengatakan :
“Sebagaimana Kami telah memberimu kebaikan (nikmat) yang banyak di dunia dan akhirat, termasuk sungai di surga yang telah disebutkan, maka ikhlaskanlah seluruh sholat wajib dan sunnahmu serta sembelihanmu untuk Rabbmu semata. Maka beribadahlah kepada-Nya semata, janganlah engkau sekutukan dan sembelihlah binatang dengan menyebut nama-Nya saja.” [Tafsir Ibnu Katsir 4/509].
Allah Ta’ala mencatat dan mengabadikan sejarah nabi-Nya Ibrahim ‘Alaihi Salam, beserta putranya Nabi Ismail dan istrinya Hajar, dikarenakan perwujudan syukur mereka yang tulus dan benar kepada Allah Ta’ala.
Nabi Ibrahim menyadari betul bahwa anak dan istri adalah amanah titipan Allah Ta’ala. Ketika Allah Ta’ala memerintahkan beliau untuk meninggalkan istrinya Hajar dan putranya yang masih bayi, Ismail, di padang tandus tanpa tumbuhan, penduduk dan air di Makkah, semuanya beliau kerjakan dengan penuh ikhlas dan tawakal. Perpisahan dengan anak dan istri selama belasan tahun dan kecintaan kepada putranya juga tidak menghalanginya untuk melaksanakan perintah Allah Ta’ala menyembelih Ismail.
Hajar, seorang ibu muslimah yang lemah dan penyayang. Ketika harus berpisah dengan suami, mendidik putranya sendirian, tak pernah mengeluh dan berputus asa. Bahkan ketika Allah Ta’ala memerintahkan suaminya untuk menyembelih putranya. Ia pun merelakan dengan penuh tawakal.
Ismail seorang putra yang sholih dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Tak pernah ia menghujat ayahnya yang tak memberikan kasih sayangnya sejak kecil. Ketika ayahnya meminta pendapatnya tentang perintah Allah Ta’ala untuk menyembelih dirinya, ia pun dengan mantap meyakinkan tekad ayahnya untuk melaksanakan perintah Allah Ta’ala.
Sungguh ini merupakan gambaran sebuah keluarga yang memahami betul makna syukur kepada Allah Ta’ala. Di balik kasih sayang ayah-ibu dan anak, terkandung keyakinan penuh bahwa semua yang ada adalah nikmat Allah Ta’ala semata. Nikmat yang harus disyukuri, dan wujud dari syukur itu adalah melaksanakan perintah Allah Ta’ala Yang Maha Mengaruniakan nikmat tersebut.
Manusia sering lupa daratan dengan nikmat yang Allah Ta’ala karuniakan kepadanya. Sering kali, nikmat membuatnya lupa menunaikan hak Allah Ta’ala dan hak saudara-saudara di sekitarnya. Maka Allah Ta’ala mensyariatkan penyembelihan hewan ternak kepada umat Islam dan umat-umat sebelum kita, supaya manusia mengingat dan menghayati kisah syukur keluarga Ibrahim :
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَى مَارَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ اْلأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Ilahmu ialah Ilah Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya.” [QS. Al Hajj ;34].
Imam Ath Thabary menafsirkan firman Allah Ta’ala :
فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا
“ Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). ”
“ Kepada Ilah kalian, tunduklah kalian dengan mentaati-Nya dan hinakanlah diri kalian di hadapan-Nya dengan beribadah.” [Tafsir Ath Thabari 10/191].
Jadi, wujud syukur kita kepada Allah Ta’ala adalah ketundukan dan kepatuhan kita terhadap perintah Allah Ta’ala. Oleh karena itu, orang yang taat kepada Allah ta’ala berarti bersyukur kepada Allah. Yaitu :

وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَآأَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلاَةِ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ

“ Orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan shalat dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka”.
وَالبُدْنَ جَعَلْنها لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِاللهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْر فَاذْكُرُوْا اسْم اللهِ عَلَيْهَا صَوَافّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ لَن يَنَالَ اللهَ لُحُومُهَا وَلاَدِمَآؤُهَا وَلَكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ

“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah Ta'ala, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah Ta'ala ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati) maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepadamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridho’an) Allah Ta'ala, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah Ta'ala telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah Ta'ala terhadap hidayahNya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. (Al-Hajj : 36-37
Wallahu A’lamu bish Shawab.

KAYA MISKIN DAN PARAMETER KEMULIAAN
By: Imtihan Syafi’i

Di kota Madinah yang damai, beberapa orang miskin dari kalangan Muhajirin menemui Rasulullah saw. Di hadapan beliau, mereka mengadukan gundah hati mereka. Bukannya protes, hanya sekedar mengharap penjelasan.
“Wahai Rasulullah, alangkah beruntungnya orang-orang kaya. Mereka mengerjakan sholat seperti kami, mereka mengerjakan puasa seperti kami, dan mereka bisa bersedekah dengan kekayaan mereka, (tetapi kami tidak).”
Dengan penuh kasih beliau menjawab, “Bukankah Allah telah menetapkan sesuatu sebagai sedekah kalian? Setiap tasbih adalah sedekah bagi kalian. Demikian pula dengan setiap takbir, tahmid, tahlil, amar makruf, nahyi munkar, dan dalam menggauli istri, dalam semua itu ada sedekah.”
Mereka pun akhirnya lega dan pulang ke rumah masing-masing membawa ketenangan dan kedamaian.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa beberapa waktu kemudian, orang-orang kaya di kalangan sahabat mendengar tentang amalan yang diajarkan Rasulullah SAW kepada orang-orang miskin tersebut. Dan orang-orang kaya itu pun mengamalkan seperti yang dilakukan orang-orang miskin itu.
Mengetahui hal itu, orang-orang miskin itu kembali menghadap Rasulullah SAW, serta menjelaskan apa yang terjadi, bahwa orang-orang kaya juga melakukan apa yang mereka lakukan. Maka Rasulullah SAW pun memberi jawaban, “Itu adalah karunia yang diberikan Allah SWT kepada siapa yang Dia kehendaki.”

Kaya miskin adalah karunia
Kisah di atas menggambarkan bahwa di dalam kekayaan dan kemiskinan tersimpan karunia bagi siapa saja yang ikhlas menerimanya. Karena kekayaan dan kemiskinan pada dasarnya merupakan ujian dari Allah SWT.
Kelebihan bagi si Kaya adalah suatu ujian agar tidak menjadikannya takabur dan lupa pada si miskin dan tentu juga pada Yang Mahakaya. Sedangkan kekurangan bagi si miskin adalah bentuk ujian kesabaran dan ketabahan. Siapa saja yang dapat menghadapi ujian tersebut, maka dialah yang mendapat karunia.
Persepsi yang berkembang di masyarakat adalah bahwa bila ada seseorang yang naik jabatan atau mendapatkan harta mendadak, seringkali dinilai sedang beruntung. Berbeda dengan jika seseorang mengalami kepailitan atau kebangkrutan, seringkali dianggap sedang diuji oleh yang Allah. Padahal kalau kita pahami antara kebangkrutan atau keberuntungan adalah sama. Sama-sama sebuah ujian. Yang miskin diuji dengan kefakirannya begitu juga dengan yang kaya, ia diuji dengan banyaknya harta. Kelak di akhirat orang kaya akan dimintai pertanggungjawaban atas semua harta yang dimilikinya.
Kekayaan hakiki ialah mencukupkan apa yang ada. Menerima anugerah Allah berapa pun jumlahnya dan tidak kecewa jika jumlahnya berkurang. Semua datang dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Jika kekayaan melimpah, digunakan untuk melancarkan amal, ibadah, iman, dan untuk membina keteguhan hati dalam berpegang kepada shirath mustaqim. Harta tidak dicintai kerana ia adalah harta. Harta hanya dicintai sebab ia adalah pemberian Allah dan dapat dipergunakan untuk perkara-perkara yang berfaedah.

Hakikat kekayaan
“Orang kaya ialah orang yang sedikit keperluannya,” demikian para ahli akhlak menerangkan. Timbangan kekayaan dan kemiskinan ialah hajat dan keperluan. Siapa yang paling sedikit keperluannya, itulah orang yang paling kaya dan siapa yang amat banyak keperluan itulah orang yang miskin. Oleh karena itulah Allah adalah yang Mahakaya. Sebab Allah tidak membutuhkan atau memerlukan makhluk-Nya barang sedikit pun.
Raja-raja adalah orang yang paling miskin, kerana keperluannya sangat banyak. Di dunia seorang raja diikat oleh bermacam-macam aturan dan keperluan; sedangkan di akhirat akan disingkap pula perkaranya yang besar-besar.

Parameter keutamaan
Para ulama berbeda pendapat mengenai siapakah yang lebih utama: orang kaya yang pandai bersyukur atau orang miskin yang selalu bersabar. Para ulama yang menyatakan bahwa orang miskin yang sabar lebih utama beralasan, orang miskin lebih cepat dihisab di akhirat nanti daripada orang kaya. Sedangkan ulama yang menyatakan bahwa orang kaya yang pandai bersyukur lebih utama beralasan, Rasulullah saw sendiri selalu meminta pada Allah agar diberi sifat ghina (kaya, merasa cukup dari apa yang ada di hadapan manusia).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya mengenai manakah yang lebih utama antara orang kaya yang pandai bersyukur atau orang miskin yang selalu bersabar. Beliau menjawab dengan jawaban yang sangat memuaskan, “Yang lebih utama di antara keduanya adalah yang paling bertakwa kepada Allah ta’ala. Jika orang kaya dan orang miskin tadi sama dalam takwa, maka berarti mereka sama derajatnya.”
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Menurut para peneliti dan ahli ilmu, keutamaan orang kaya dan orang miskin tidak kembali pada kemiskinan atau kekayaannya. Namun itu semua kembali pada amalan, keadaan, dan hakikatnya... Keutamaan di antara keduanya di sisi Allah dilihat dari ketakwan dan hakikat iman, bukan dilihat dari miskin atau kayanya. Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.” (QS. Al Hujurat: 13)
Dalam ayat ini, Allah tidak mengatakan bahwa yang paling mulia adalah yang paling kaya di antara kalian atau yang paling miskin di antara kalian. Wallahu a’lam.

Mu’adzah binti Abdullah Al-Adawiyah Al-Bashriyah
Oleh : Abu Hanim

Istri Ahli Ibadah Yang Rajin Ibadah

Muadzah binti Abdullah al-Adawiyyah al-Bashriyyah Ummu ash-Shahba’ termasuk wanita tabi’in yang tumbuh dekat dengan sumber-sumber ilmu para shahabat. Dengan mudah dia mereguk ilmu mereka yang diambil dari Rasulullah Ia belajar dari madrasah Ummul Mukminin Aisyah, Ali bin Abi Thalib dan Hisyam bin Amir. Ia sempat bertemu dan meriwayatkan hadis dari mereka.

Ia dinyatakan Tsiqah (terpercaya) oleh para ahli hadis, seperti Yahya bin Ma’in. Muadzah telah mendapatkan cakupan besar dalam upaya pembelajaran ilmu agama, spiritual, dan ibadah yang ia hasilkan dari para pembela al-Qur’an dan hadis Nabi.

Ia sangat gemar membaca Al-Qur’an di shubuh hari dengan disaksikan oleh para malaikat. Ia selalu membaca Al-Qur’an dipagi dan sore hari. Hatinya selalu mengalunkan zikir pada Allah. Tak ada sesuatu pun yang menyibukkannya dari rutinitas ini hingga hari pernikahannya.
Suami Muadzah Al-Adawiyyah adalah Shilah bin Asyyam Abu ash-Shahba al-Adawi al-Bashri yang juga merupakan salah seorang tabi’in terhormat, pemimpin teladan, pemilik kemuliaan, zuhud dan rajin beribadah. Kedua suami istri ini adalah lautan ilmu dan fiqh, sikap wara’ dan zuhud.

Pernikahannya menyisakan cerita yang menyentuh hati karena didalamnya ada kebaikan tutur kata yang terpatri dalam kenangan masyarakat saat itu. Dari situ mereka menularkannya kepada orang lain agar senantiasa abadi hingga waktu yang Allah kehendaki.
Saat hari pernikahan Muadzah al-Adawiyyah, saat ia diserahkan pada suaminya Shilah bin Asyyam, keponakan Shilah datang dan mengajaknya masuk ke kamar kemudian mendandaninya dengan pakaian terbaik lalu mengantarkannya di rumah yang penuh dengan aroma wangi, memancarkan sebaik-baik minyak wangi.

Setelah suami istri itu bersama-sama dalam satu rumah, Shilah mengucapkan salam kepada Muadzah. Kemudian berdiri untuk shalat, lalu Muadzah pun berdiri mengikutinya shalat. Keduanya larut dalam shalat. Kaeduanya masih shalat hingga tiang-tiang fajar menyongsong keduanya. Shubuh datang mengendus, keduanya lupa bahwa mereka berada dalam malam pengantin.

Keesokan harinya, ia didatangi lagi oleh keponakannya untuk memeriksa keadannya. Akhirnya ia tahu bahwa ia habiskan waktu untuk shalat sampai shubuh menampakan dirinya. Ia pun berkata pada pamannya itu, “Wahai pamanku, putri pamanmu telah diserahkan padamu tadi malam. Lalu engkau melaksanakan shalat dan membiarkannya?”
Shilah menjawab,”Wahai keponakanku! Sesungguhnya engkau telah memasukan diriku kemarin disebuah rumah yang engkau ingatkan aku pada neraka. Kemudian engkau masukkan aku ke sebuah rumah yang engkau ingatkan aku pada surga. Dan pikiranku itu terus menerus ada pada keduanya hingga keesokan hari.”

Dalam suasana seperti ini, Muadzah dan suaminya meneruskan kehidupannya dalam rangka mencari keridhaan Allah. Muadzah telah melukiskan gambaran hidup tentang ibadah suaminya. Ia berkata,”Abu ash-Shahba’ selalu shalat hingga tak mampu datang ke tempat tidurnya kecuali dengan merangkak.”

Ibnu Syaudzab menceritakan, Muadzah Al-Adawiyyah berkata, Shilah tidak pulang dari masjid rumahnya menuju ke tempat tidurnya kecuali dengan merangkak. Ia berdiri hingga tak tegak lagi dalam shalat.

Ia mengambil teladan dari suaminya dalam hal ibadah hingga ia menjadi salah satu wanita yang menjadi simbol dalam ibadah. Ia menjadi seorang mukmin yang ikhlas karena Allah. Muadzah adalah seoarng wanita yang beriman yang wara’, rajin beribadah dan bersikap zuhud. Ia menghidupkan semua malamnya untuk beribadah, sehingga sifat bijaksananya mengalir dari lisannya seperti aliran telaga yang bening.
Kata-katanya yang menunjukan kefasihannya, seni bahasa dan kemapanannya berbicara telah diabadikan. Di antara kata-katanya adalah, “Saya heran kepada mata yang tidur, padahal ia tahu betapa lamanya terpuruk dalam kegelapan kubur.”

Perkataannya tak pernah lepas dari nasihat dan peringatan tentang dunia. Ia pernah berkata kepada wanita yang disusuinya,”Wahai anakku, jadikanlah pertemuan dengan Allah dengan diiringi sikap waspada dan pengharapan. Sebab, saya melihat orang yang berharap mendapatkan hak dengan kebaikan tempat kembali di hari ia menghadapNya. Saya melihat orang yang takut mendapatkan angannya akan keselamatan di hari di mana orang-orang berdiri menghadap Tuhan semesta Alam.”

Ia pernah memperingatkan untuk tidak tertipu dan terfokus pada dunia. “Saya temani dunia selama 70 tahun. Saya tak melihat ketenangan mata sama sekali didalamnya.”
Muadzah telah menyerahkan dirinya untuk beribadah dan shalat. Hampir tak tersisa waktu kecuali ia dalam kesiagaan dengan shalatnya. Ia menghidupkan semua malamnya untuk shalat, berzikir dan bertasbih. Ia melaksanakan shalat pada setiap siang dan malam sebanyak 700 rakaat. Ia membaca Al-Qur’an setiap malam. Allah menggambarkan wanita-wanita shalihah dalam firmanNya, “ Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).”(QS. An-Nisa:ma) . Wanita yang memelihara diri dan harta saat suaminya tidak ada adalah nilai terbesar yang diidamkan dalam diri wanita. Muadzah al-Adawiyyah termasuk dalam golongan ini.

Ketika datang malam, ia berkata, “Ini adalah malam kematianku.” Maka ia tidak tidur hingga pagi. Lalu ketika dia tertidur, ia bangkit dan berlari dalam rumahnya dan mencela dirinya sendiri. Kemudian ia terus-menerus berkeliling hingga pagi karena takut kematian saat ia lengah dan tertidur.

Saat musim dingin datang menyerang, Muadzah sengaja mengenakan pakaian dengan bahan yang lebih tipis hingga udara dingin itu menghalanginya tertidur dan ia tidak bermalas-malasan dari beribadah dan berdoa. Dengan ditemani suaminya, ia bekerja keras untuk ibadah hingga keduanya menjadi perumpamaan. Abu As-Siwar Al-Adawi mengatakan, “Bani Adiy adalah komunitas yang paling keras berusaha. Inilah Abu ash-Shahba yang tak tidur malam hari dan tidak berbuka di siang hari. Inilah istrinya Muadzah binti Abdullah yang tak pernah mengangkat kepalanya ke langit selama 40 tahun.”
Di samping dikenal sebagai ahli ibadah, Muadzah juga dikenal sebagai seorang wanita ahli fiqh dan alim. Yahya bin Ma’in mengomentari tentang dirinya, “ Muadzah seorang yang tsiqah dan menjadi hujjah.” Ibnu Hibban juga memasukannya dalam jajaran perawi tsiqah juga memberikan pujian kepadanya.

Pada tahun 62 H, suami dan anaknya menemui syahid di sajistan. Saat berita sampai padanya, ia tak menampar muka atau merobek pakaian, tetapi sabar dan mengembalikannya kepada Allah. Banyak wanita berkumpul dirumahnya untuk menyampaikan belasungkawa. Namun, Muadzah berkata kepada mereka,”Selamat datang kepada kalian jika kalian datang untuk menyampaikan ucapan selamat. Namun jika kalian datang bukan untuk tujuan tersebut, pulanglah.”
Para wanita itu terkagum dengan kesabaran Muadzah. Mereka keluar dengan membicarakan kesabaran yang telah Allah berikan padanya. Peristiwa ini semakin menambah kedudukannya dan posisinya di mata mereka.
Ummu Al-Aswad binti Zaid Al-Adawiyyah yang pernah disusui olehnya berkata, “Muadzah berkata kepadaku saat Abu Ash-Shahba dan anaknya terbunuh, “Demi Allah, wahai putriku! Tidaklah kecintaanku untuk tetap tinggal di dunia untuk kesenangan hidup dan ketenangan jiwa. Tapi sungguh saya tidak suka tetap tinggal kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai cara. Semoga Allah mengumpulkan antara diriku dengan Abu Ash-Shahba beserta anaknya disurga.
Muadzah mewujudkan perkataan ini dalam perbuatan. Tak ada malam yang ia lewati kecuali senantiasa berdoa kepada Tuhannya dengan perasaan takut dan berharap bertemu denganNya serta berangan-angan mendapatkan rahmat-Nya. Sejak suaminya syahid, ia tak lagi bersandar dikasur tidurnya hingga meninggal, karena khawatir merasakan kelembutan kasur hingga lupa dengan apa yang ia janjikan kepada Allah untuk senantiasa berdoa.

Dalam kitab Tahdzib at-Tahdzib, Ibnu hajar menuturkan kehormatan tertinggi bagi Muadzah yang menunjukan kedudukannya dalam ibadah. Ada seorang warga Bashrah mengatakan,”Saya mendatangi Muadzah, lalu Muadzah berkata,’Saya mengeluhkan perutku.’ Ia telah memberikan resepnya dengan tuak guci. Maka, saya berikan kepadanya secangkir tuak itu dan saya letakkan, maka Muadzah berkata, ’Ya Allah, seandainya Engkau mengetahui bahwa Aisyah memberikan hadis padaku, sesungguhnya Nabi, melarang tuak guci maka cukupkanlah diriku dengan apa yang Engkau kehendaki.’ Ia menceritakan, “Maka cangkir itu dibalik dan menumpahkan tuak yang ada didalamnya. Lalu Allah menghilangkan rasa sakit diperutnya.”
Sepeninggal suaminya, Muadzah masih hidup lebih 20 tahun. Setiap hari yang ia lewati, senantiasa ia siapkan untuk bertemu dengan Allah SWT. Ia berharap dapat berkumpul kembali dengan suami dan anaknya dalam naungan kasih sayang-Nya.

Dikisahkan saat menjelang ajalnya, Muadzah menangis kemudian tertawa. Lalu ia ditanya, “Apa alasan untuk menangis dan apa alasan untuk tertawa?”
Ia menjawab, “Adapun tangisanku yang kalian lihat karena saya mengingat perpisahan dengan aktivitas puasa, shalat dan zikir. Itulah tangisan tadi. Adapun senyuman dan tawa, karena saya melihat Abu Ash-Shahba telah menyambutku diberanda rumah dengan dua kalung berwarna hijau. Dan ia bersama dalam rombongan. Sungguh saya tidak melihat mereka mempunyai kalung yang menyamainya. Maka saya tertawa.”
Itulah firasatnya. Ia wafat sebelum masuk waktu shalat, pada tahun 83 H.
Usai sudah lembaran hidup wanita yang shalihah dan rajin beribadah ini. Namun sejarah terus menebar keutamaannya agar menjadi teladan bagi para wanita. Semoga Allah merahmati dan melindunginya dari api neraka dan membalasnya dengan balasan terbaik dan menggabungkan dengan orang-orang yang shalih. Maha benar Allah SWT yang telah berfirman: ”Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga.”(QS. Ar-Rahman:46)
Ibnu Jauzi berkata, “Mu’adzah meninggal dunia pada tahun 83 H.

Sumber:
Tahdzibu Tahdzib, Ibnu Hajar Al-Atsqalani
A’lamun Nisa, ‘Umar Ridha Kahalah
Siyar A’lam an-Nubala’:Adz-Dzahabi
Kisah 101 Tabi’in
http://canggile.blogspot.com/2010/04/kisah-al-aswad-bin-yazid-raha-tabiin.html

Orang Muslim Harus Kaya!
Oleh: Ryan Arief Rahman
Urgensi Harta

Saat ini, di dunia belahan manapun, tidak barat tidak juga timur, entah muslim, entah bukan, semua berbondong bondong memburu kekayaan/harta. Harta tak kenal suku, ras, apalagi agama dan diantara jenis harta kekayaan itu adalah uang.
Uang telah menjadi barang yang sangat berharga bahkan paling berharga. Mengapa? Karena dengan uang seluruh kebutuhan bisa tercukupi, rumah, makan, sekolah, mobil, emas, perhiasan dan lain sebagainya. Bahkan, konon, iman pun bisa dibeli dengan uang. Na’udzubillah! Kemudian wajarlah bila uang pada akhirnya bisa menguji sejauh mana ketangguhan dan kadar kualitas iman seseorang. Sebagaimana sabda Rasulullah saw,
كاد الفقر أن يكون كفرا
“ sesungguhnya kekafiran (kemiskinan) itu bisa menjerumuskan ke jurang kekafiran.” (Hadist ini dhaif menurut Syaikh Al-Bānī. lihat silsilah ad dhaīfah, no 4080)

Sesungguhnya uang, bisa menghasilkan rahmat dan benar benar menjadi nikmat yang luar biasa manakala diperoleh dan dibelanjakan dengan baik dan benar. Namun sebaliknya uang bisa pula menjadi laknat dan menambah sengsara manakala diraih dan dibelanjakan dengan buruk. Ketika uang digunakan untuk kebaikan semisal bersedekah, menunaikan ibadah haji dan umrah, berjihad, membantu fakir miskin, membangun masjid, pesantren, untuk beribadah, untuk meningkatkan kualitas iman, untuk membangun sarana-sarana yang mendatangkan kemaslahatan umat, dan lain sebagainya, maka seperti gula yang selalu dicari dan disesaki semut, anda akan disenangi oleh siapapun. Tapi bila uang digunakan untuk kemungkaran, minum minuman, mabuk mabukan, main perempuan, menindas dan memperbudak du’afa, untuk berfoya foya dan menyenangkan hawa nafsu dan lain sebagainya, ia akan menjelma racun yang siap membunuh kapan saja, bahkan dapat mendatangkan murka Allah, dan hanya neraka jahanamlah balasannya.

Ringkasnya, kaya harta menjadi suatu keharusan bagi setiap muslim. Yakni menjadi orang yang mampu, berkualitas, dan bisa menangani seluruh persoalan hidupnya dengan mandiri. Keharusan tersebut karena salah satu rukun islam adalah ibadah haji yang mempersyaratkan setiap muslim yang menjalankannya harus dengan kemampuan lahir dan batin, kemampuan materi dan non materi, kemampuan fisik dan psikis, juga karena banyak jenis ibadah yang hanya dapat direalisasikan secara sempurna dengan tersediannya uang atau harta.

Kaya Harta Dalam Tinjaun Syar’i

Tak ada dosa bagi kita untuk mengharap banyak uang, selama niat kita suci. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Al Hākim dan dinilai shahih oleh Imam Ahmad dan Adz Dzahabī, diceritakan bahwa suatu ketika Nabi Muhammad saw memanggil Amru Bin Ash. Beliau bermaksud menyuruhnya memakai baju besi dan membawa senjata. Ketika Amru Bin Ash datang, nabi saw menatapnya dan berkata, ‘aku mengutusmu pergi berekspedisi dimana kau akan mendapat banyak harta rampasan, dan kau akan kembali dengan selamat, kuharap kau kembali membawa banyak harta.” Amru Bin Ash menjawab, “wahai Rasulullah! Aku memeluk islam bukan untuk memperkaya diri, melainkan karena semangat mulia islam.” Nabi saw menjawab, “Amar! Sunggguh terpuji, harta yang suci itu bagi orang orang yang shalih.!”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan Ibn Mājah dan dinilai shahih oleh Al Bānī, Rasulullah saw bersabda,” tidak ada mudarat (kurasakan, bahaya) dalam harta bagi mereka yang bertaqwa, tetapi kesehatan itu lebih baik dari pada menjadi kaya bagi mereka yang bertaqwa.”
Sesungguhnya terang sekali ajaran nabi Muhammad saw tentang harta/uang. Seluruhnya telah diatur sedemikian gamblangnya. Dari hadist rasulullah saw di atas kita sepatutnya mengerti, betapa nabi saw tidak tabu membicarakan soal harta atau soal uang. Namun, hal itu bukan bukan berarti beliau saw meterialistis, tetapi beliau faham bahwa perjuangan islam membutuhkan biaya dan dana tidak sedikit. Dalam sebuah perjuangan dibutuhkan biaya.

Jer basuki mawa beya, kata falsafah jawa. Bagaimana kita bisa menjaga muru’ah (harga diri) dan izzah (kehormatan) islam jika untuk membangun pesantren, membangun masjid, dan membangun sarana sarana insfrastruktur islam dengan cara, maaf, ”mengemis”. Sepatutnya kita prihatin dan malu, saudara saudara kita seiman banyak sekali yang ”mengemis-ngemis” di terminal-terminal, di bu-bus, di kereta api, bahkan ada yang door to door untuk membangun sarana ibadah. Mereka jual murah ayat ayat Allah dengan kocek kocek recehan. Murah sekali harga kita, padahal Rasulullah saw tidak mengajari hal demikian. Kata Rasul saw, ”seorang pemberi itu lebih baik ketimbang peminta-minta.” Rasulullah saw sendiri adalah seorang pekerja keras, beliau tidak pernah meminta materi kepada para sahabat. Bahkan seluruh harta kekayaan beliau saw seluruhnya diabdikan untuk fi sabilillah, jalan Allah. Itulah kenapa para sahabat juga gemar menafkahkan hartanya di jalan Allah.


Uang atau harta itu penting untuk mengerjakan ibadah. Bagaimana anda bisa shalat dengan tenang kalau perut anda lapar, kalau anak anda menangis terus meminta susu, sementara anda tidak bisa membelinya. Bagaimana anda bisa bersedekah, menyantuni fakir miskin, berhaji ke baitullah dan menyekolahkan anak anda kalau anda tak punya uang sama sekali, tak punya harta sama sekali. Dan bagaimana anda bisa berdakwah di pedalaman irian jaya sementara anda untuk berangkat saja anda tidak punya.

Pembaca budiman..

Jadi, tidak ada salahnya kita mengharap dan mencari uang, asalkan niat dan cara mendapatkannya benar dan halal. Harta kekayaan bagi kita sangat berguna untuk menopang hidup. Dan jika kita mempunyai kelebihan harta, bisa kita belanjakan dalam hal kebaikan demi mengharap ridha Allah. Untuk alasan inilah Nabi saw menyatakan bahwa, “ harta itu merupakan kekayaan terpuji, tetapi hanya bagi orang yang shalih, karena hanya orang shalih yang akan menggunakan kekayaannya secara bijaksana, tidak dikotori rasa egois yang akan menghilangkan berkah dariAllah.” Beliau saw juga bersabda, “uang itu hijau dan lezat (seperti buah yang lezat), maka bagi siapa yang mengambilnya dengan benar, niscaya pertolongan besar baginya.!” (H.R. Muslim dan Turmudzi)

Realistis sekali sabda Rasulullah saw di atas. Ya, uang sangat memikat hati siapa pun. Tidak pebisnis, tidak pegawai, tidak presiden, tidak rakyat jelata, tidak gali, tidak juga seorang ustadz. semua butuh uang. Benar, uang itu lezat. uang itu hijau, segar dan membutakan mata siapa saja (yang tidak beriman). uang bisa merubah seorang yang pernah berpredikat ustad/kiai menjadi gali, karena terlibat skandal korupsi.

Sama sekali tidak ada kebohongan dalam sabda Rasul saw itu. Uang yang diraih dengan benar dan halal, apalagi dalam jumlah yang berlimpah, ia akan mendatangkan pertolongan yang besar dan anda bisa membayar seluruh hutang anda. Hidup anda menjadi lebih tenang. Anda bisa membahagiakan istri, anak, keluarga dan sahabat sahabat anda. Anda bisa berinfaq dan bersedekah, anda bisa membangun pesantren anda, membangun panti asuhan anda, membangun masjid anda tanpa harus menjaul ayat ayat Allah di bus-bus maupun di jalan -jalan.
Islam itu mulia dan elegan, maka harus ditegakkan dengan cara cara yang mulia dan elegan, jangan sebaliknya. Kalau anda miskin, bagaimana anda bisa berdakwah dengan mulia dan elegan. Mungkin hati anda memang baik, mulia dan mau berdakwah dalam arti sesungguhnya, tapi karena anda miskin, bagaimana sikap orang terhadap dakwah anda: “ah…ujung ujungnya paling paling mau minta sumbangan untuk membangun masjid dan pesantren,” kata mereka menggrutu. Tapi coba kalau anda kaya raya. Materi anda sudah berlimpah karena bisnis anda yang pesat, kemudian anda mau berdakwah, bersahaja pula, orang-orang pasti salut dan ta’dzim pada anda.
Dari pemaparan sederhana di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa uang bisa mendatangkan pertolongan besar bagi kita. Apalagi jika kita punya uang banyak alias kaya raya, tapi mau berdakwah dan bersahaja. Pertolongan itu semakin besar saja rasanya.
Hadist yang penulis setir di atas sungguh hanyalah memberitahukan kita tentang kegunaan uang yang sebenarnya. Yakni uang bisa menjadi alat yang membantu kita menyembah Allah. Dalam uang yang diperoleh dengan benar terdapat berkah yang banyak, berkah itu dapat membantu seseorang untuk lebih yakin dalam menyembah Allah swt. Uang yang berkah juga bisa mempermudah orang yang beriman dalam mencari ridha Allah. Surga Allah pun akan lebih mudah digapai jika kita memiliki uang yang berkah. Karena itulah, mencari, menyimpan dan melindungi uang, semua bisa menjadi amal ibadah, jika dilakukan dengan benar dan dengan tujuan yang suci.

Atas dasar hal seperti itulah, Rasulullah saw terbiasa memohon rahmat Allah berupa rizki yang cukup dan memohon perlindungan Allah dari kemiskinan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dan telah dinilai shahih oleh Al-bānī, diceritakan bahwa usai sholat lima waktu, Rasulullah saw berdo’a, “Ya Allah! Karuniakanlah kepadaku ilmu, rizki yang halal, dan amal perbuatan yang Engkau ridhai.”
Di hadist lain yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Imam Ahmad, bahkan disebutkan bahwa Rasulullah selalu berdoa memohon perlindungan dari kemiskinan dan kekufuran sebanyak tiga kali setiap matahari terbit dan terbanam. Doa Rasulullah saw, “ duhai Allah! Aku memohon perlindungan-Mu dari kemiskinan dan kekufuran, aku juga memehon perlindungan-Mu dari siksa kubur. Tidak ada Tuhan yang patut disembah melainkan Engkau, ya Allah.”
Bukan cuman itu doa Rasulullah, dahsyatnya lagi, menurut riwayat Imam Muslim beliau saw sebelum tidur selalu menutup hari dengan membaca do’a, “ya Allah! Lunasilah hutang hutangku dan jauhkanlah aku dari kemiskinan.”

Jelas Rasulullah saw mengajari kita agar memohon perlindungan dari kemiskinan dan kekufuran. Karena seperti penulis jelaskan di awal tulisan, kemiskinan itu dekat sekali dengan kekufuran. Muslim miskin itu lebih gampang dibeli imannya ketimbang muslim kaya. Bahkan untuk soal kemiskinan dan kekufuran ini, Rasulullah salalu berdoa sebanyak tiga kali, pagi sore hari. Ini menandakan betapa sungguh sungguhnya beliau saw memohon. tak cukup pagi-sore, setiap usai sholat dan menjelang tidur Rasulullah saw juga berdo’a dengan permohonan yang serupa.

Sekali lagi, Rasulallah tidak main main dalam menyuruh umatnya agar kaya dan bertaqwa. Beliau saw sungguh sungguh memerangi bahaya laten kemiskinan yang bisa menjerumuskan pada kekafiran. Diriwayatkan At Tabrany bahwa Rasulallah saw bersabda kepada seorang sahabat bernama Ubadah Bin Samit, ”mintalah perlindungan Allah dari kemiskinan, kemelaratan dan orang orang yang menyalahimu atau engkau menyalahi orang lain.”

Dalam riwayat imam Al-Bukhārī dan An-Nasā’i Rasulullah bercerita kepada para sahabat, beliau bercerita, “suatu ketika Nabi Ayyub as sedang mandi. Saat mandi itu, butir butir emas jatuh dari tubuhnya. Maka beliau as mengumpulkan butir butir emas itu dalam pakaiannya. Allah berseru kepadanya, “wahai ayyub! Tidakkah Aku memberimu harta kekayaan?” “benar, wahai Tuhanku, akan tetapi hamba tidak pernah merasa cukup dari nikmat nikmatMu!” jawab Ayyub as.
Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Bāry mengomentari hadist tersebut dengan sangat bijak. Katanya,” hadist itu menunjukan kebolehan bagi seseorang untuk menambah harta kekayaannya dengan cara yang halal. Namun hal itu ditujukan bagi orang yang yakin bahwa ia mampu bersyukur kepada Allah dengan harta kekayaan itu.” Hadist tersebut menunjukan keutamaan orang yang kaya yang mau bersyukur kepada Allah swt.

Apa yang bisa kita petik dari ajaran Rasulullah saw di atas? Bahwa siapa pun di dunia ini normalnya memang bersemangat mengumpulkan harta kekayaan. Seorang Nabi Ayyub yang dikenal “penyabar” saja mengakui hal itu. Artinya tidak ada larangan alias diperbolehkan anda mengumpulkan harta kekayaan. Allah tidak mengharamkannya. Selama hal itu justru menambah rasa syukur anda atas nikmat dan karunia-Nya.

Berkah Adalah Substansi Harta Kekayaan

Sesungguhnya yang seharusnya kita cari dari harta kekayaan adalah keberkahannya. Harta yang berkah adalah harta yang semakin mendatangkan kemaslahatan ummat. Harta yang semakin mempererat tali rumah tangga, memperkukuh tali kasih dengan keluarga, tetangga, teman dan lain sebagainya. Harta yang berkah adalah harta yang semakin mendekatkan kita kepada Allah. Jadilah kita orang yang tidak kaya secara materi saja, tapi juga kaya hati dan ruhani.

Hidup bercukupan, dicintai keluarga, sanak saudara, kerabat, teman, tetangga dan orang-orang di sekitar kita pastilah sangat menyenangkan. Itulah buah keberkahan harta. Untuk melatih hambaNya agar bisa memperoleh keberkahan harta, Allah telah memberikan resep agar kita amanah dalam menjaga harta anak yatim. Allah mentraining kita supaya melindungi dan mengendalikan harta anak yatim itu sampai dewasa dan mampu mengurus harta kekayaannya sendiri. Simaklah firman Allah,
وَلاَتُؤْتُوا السُّفَهَآءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.” (QS. 4:5)

Kalimat “janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya” di ayat itu, menunjukan betapa Allah telah menganggap harta anak yatim dengan ‘hartamu’. Kata ‘hartamu’ berarti bahwa harta anak yatim seolah olah adalah sebagai harta anda. Meski sejatinya memang bukan milik anda. Karena harta anak yatim merupakan ‘hartamu’ maka anda berhak mengelolanya untuk apa saja, asalkan untuk kebaikan si anak yatim, dan dikelola dengan baik. Dengan begitu, jelas sekali bahwa anda di training langsung oleh Allah agar melindungi harta anak yatim itu dengan seoptimal mungkin. Jika anda lulus, maka untuk mengelola harta sendiri, insya Allah semua jadi lebih mudah.

Mengomentari ayat tersebut Syaikh Ibn Qayyim Al Jauziyah berpendapat bahwa, ayat itu menunjukan betapa Allah sangat meninggikan kedudukan harta (uang). Sehingga kita harus menjaga dan mengelolanya dengan baik. Uang, harta dan kekayaan memanglah tinggi kedudukannya. Karena itulah harus di jemput dengan sungguh-sungguh. Kata Sa’id Bin Musayyib, ”tidak ada kebaikan bagi pemalas yang tidak mau mencari uang (harta). dengan uang seseorang bisa melindungi kehormatannya, dan bermurah hati pada keluarganya.” Bahkan Rasulullah saw sendiri memerintahkan kita agar meninggalkan generasi kita dalam keadaan tercukupi secara materi, sehingga iman mereka tidak mudah tergadaikan. Rasulullah saw wafat memang tidak meninggalkan uang/harta yang banyak, tapi tak ada keluarganya dan ummatnya yang kelaparan sepeninggal beliau. karena itulah sepeninggal beliau islam semakin maju dan ekspansif. Hal itu karena ditopang oleh ekonomi yang kuat.

Ulama-ulama kita terdahulu, tatkala meninggal dunia, meninggalkan iman yang kukuh dan materi yang cukup kepada keluarganya. Sekedar contoh, saat meninggal dunia, Sa’id Al Musayyib mewariskan uang sebanyak 400 dirham kepada keluarganya. Sufyan Ats Tsauri mewariskan 200 dirham. Bahkan beliau berkata, “uang itu laksana senjata. Generasi awal terus menerus menghargai uang dan menabungnya untuk memenuhi kebutuhan mendadak. Mereka membantu orang miskin dengan uang. Meski ada memang, sebagian dari mereka yang menolak. itupun demi menjaga ibadah mereka agar khusu’.”

Imam Abu Hanifah, salah satu imam madzhab empat sendiri, saat meninggal dunia konon mewariskan usaha konveksi dan konstruksi bangunan yang maju.
Itulah pentingnya keberkahan uang. Ia harus dijemput agar kita semakin taat dalam beribadah. Tapi bagi anda yang takut terjerumus jika memiliki uang, atau takut ibadah anda terganggu gara-gara uang/harta, kiranya jumputlah rizki sekedarnya. karena ada pula ulama yang berpendapat, ”lebih baik memliki uang sedikit, karena dengan uang sedikit orang itu akan dekat dengan kebenaran.” Tapi hemat penulis, kalau dengan uang banyak justru bisa lebih dekat dengan kebenaran, whay not? Sebab, nyatanya tidak sedikit saudara saudara kita yang sedikit uangnya justru terjerumus dalam tindak pidana. Wallahu a’lam.


Referensi
1. Abdurrazāq Bin Abdul Muhsin Al Badri, Fiqhu Al Ad’iyyatu Wa Al Adzkār (Kuwait: Maktabah Malik Fahad, 2003) Cetakan Pertama
2. Al-Asqalanī, Ibnu Hajar. Fathul Bāri Syarhu Shahīh Al Bukhāri (Beirut: Darul Fikr, 2000) Cet. pertama
3. An-Nawawi, Imam. Shahīh Muslim Bisyarhi An-Nawawi (Bairut Libanon: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2000)
4. Abadi, Syamsul Hak 'Azim. Aunul Ma'bud Bisyarhi Sunan Abi Daud (Ttp: Tp, 1979)
5. Asy-Syaukanī, Imam. Nailul Authar Syarhu Muntaqo Al-Ahbār (Ttp: Darul Fikir)
6. Al Bukhori, Imam. Shahih Bukhāry (Riyad: Darus Salam , 1997)
7. An Nasa’I, Imam. Sunan Annasa’i : Assugro (Riyad : Darus Salam, 1999) Cet Pertama.
8. Al-Albani, Imam, Silsilah Ad-Dha’ifah (Tt).. Http://Www.Ahlalhdeeth.Com
9. Daud, Abu. Sunan Abu Daud (Bairut: Daru Ibnu Hajam, 1998) Cet Pertama.
10. Muslim, Imam. Shahih Muslim (Riyad:Darus Salam, 1998) Cet Pertama.
11. Anif Sirsaeba, Berani Kaya, Berani Taqwa (Semarang: Penerbit Republika, 2005) Cetakan Kedua.
12. Khoerussalim, To Be The Moslem Entrepreneur (Jakarta: Al Kautsar, 2005) Cet Pertama.

KAYA DAN MISKIN
DALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh: Tengku Azhar, Lc.


Makin hari paradoks kehidupan makin tidak asing bagi kita. Di satu sisi kita melihat kemewahan dan kemakmuran. Tetapi, di banyak tempat lain, di jalan-jalan dan di kawasan-kawasan kumuh di kota-kota maupun di pelosok-pelosok daerah, kita menyaksikan saudara-saudara kita menderita kelaparan, tidak mengenyam pendidikan yang wajar, kekurangan makanan yang bergizi, dan seterusnya. Baru-baru ini Sidang Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, misalnya, mencatat sekitar 150 juta anak di dunia menderita kekurangan gizi, mengalami kemiskinan, eksploitasi, dan kekurangan pendidikan.

Jumlah penduduk miskin (yang berpenghasilan kurang dari dua dollar AS per hari menurut standar Bank Dunia) di Indonesia mencapai 60 persen (kemiskinan relatif). Bahkan disebutkan, sekitar 10-20 persen dari kelompok ini hidup dalam kemiskinan absolut (kekurangan makan, pakaian, perumahan, kebutuhan air bersih, pendidikan, kesehatan, listrik, dan transportasi). Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), memang ada penurunan jumlah kemiskinan absolut dari sekitar 24,23 persen (1998) menjadi sekitar 18,95 persen dari jumlah penduduk Indonesia akhir tahun 2000. Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat menyebutkan penduduk miskin mencapai 38 juta (Kompas, 17/3/02).
Di pihak lain, amat banyak mereka yang kaya dan berkuasa tidak peduli dengan nasib kaum miskin dan lemah. Tidak hanya mereka yang dianggap "abangan" dalam beragama, yang "santri" pun, setelah mereka populer dan kaya, cenderung menikmati kesenangan sendiri atau paling jauh, keluarganya. Individualisme, hedonisme, dan materialisme telah diidap begitu banyak orang kaya dan berkuasa saat ini.

Faqir dan Miskin dalam Pandangan Islam
Dari bahasa aslinya (Arab) kata miskin terambil dari kata sakana-yaskunu yang berarti diam atau tenang, sedang faqir dari kata faqr yang pada mulanya berati tulang punggung. Faqir adalah orang yang patah tulang punggungnya, dalam bahwa beban yang dipikulnya sedemikian berat sehingga ‘mematahkan’ tulang punggungnya.
Berkaitan dengan istilah miskin ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
    
“Atau orang miskin yang sangat faqir.” (QS. Al-Balad: 16)
Adapun kata faqir yang berasal dari bahasa Arab; al-faqru berarti membutuhkan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
               
“Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian Dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku’.” (QS. Al-Qashash: 24)
Imam Ar-Raghib –rahimahullah- berkata, “Faqr (kefaqiran) digunakan untuk menyebut empat hal:

1. Adanya kebutuhan mendesak
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
 ••          
“Hai manusia, kamulah yang berkehendak (berkebutuhan) kepada Allah; dan Allah Dialah yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir: 15)

2. Tidak punya harta benda
                    •           
“(Berinfaqlah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.” (QS. Al-Baqarah: 273)

3. Miskin hati
Makna ini merupakan kebalikan dari apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
“Kekayaan itu sejatinya adalah kekayaan hati.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

4. Rasa butuh kepada Allah
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
        
“...Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (QS. Al-Qashash: 24)
Sebagian orang mendefinisikan faqir adalah orang yang berpenghasilan kurang dari setengah kebutuhan pokoknya, sedang miskin adalah orang yang berpenghasilan di atas itu, namun tidak cukup untuk menutupi kebutuhan pokoknya. Ada juga yang mendefinisikan sebaliknya, sehingga menurut mereka keadaan si faqir relatif lebih baik dari si miskin. Pasalnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memulai penyebutan orang faqir terlebih dahulu baru kemudian menyebutkan si miskin, dan tidaklah Allah mendahulukan penyebutan sesuatu kecuali untuk menunjukkan bahwa itulah yang paling penting, kemudian barulah yang selanjutnya.
Al-Qur`an dan Al-Hadits memang tidak menyebutkan dan menetapkan secara eksplisit angka tertentu lagi pasti ukuran kemiskinan, sehingga apa yang dikemukakan di atas dapat seja berubah. Namun yang pasti, Al-Qur`an menjadikan setiap orang yang memerlukan sesuatu sebagai faqir atau miskin yang harus dibantu.
Islam memandang bahwa masalah kemiskinan adalah masalah tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan primer secara menyeluruh. Syari’at Islam telah menentukan kebutuhan primer itu (yang menyangkut eksistensi manusia) berupa tiga hal, yaitu: sandang, pangan, dan papan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
      .... 
“Kewajiban ayah adalah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf…” (QS. Al-Baqarah: 233)
Dan juga firman-Nya:
     .... 
“Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal, sesuai dengan kemampuanmu….” (QS. Ath-Thalaq: 6)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Ingatlah, bahwa hak mereka atas kalian adalah agar kalian berbuat baik kepada mereka dalam (memberikan) pakaian dan makanan.” (HR. Ibnu Majah)
Dengan demikian, siapapun dan di manapun berada, jika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok (primer)nya, yaitu: sandang, pangan, dan papan maka dapat digolongkan pada kelompok orang-orang yang faqir atau miskin. Oleh karena itu, setiap program pemulihan ekonomi yang ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan, harus ditujukan kepada mereka yang tergolong dalam kelompok tadi.

Ya Allah, Hidupkanlah Aku dalam Keadaan Miskin

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berdoa kepada Allah:
“Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, dan matikanlah aku dalam keadan miskin, serta kumpulkanlah aku pada hari kiamat bersama rombongan orang-orang miskin.” (HR. Ibnu Majah, no. 4126, dan dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani)
Banyak kaum muslimin yang enggan mengamalkan doa ini, dikarenakan kesalahan mereka dalam memahami ‘kata miskin’ dalam doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam di atas. Mereka mengira bahka ‘kata miskin’ dalam hadits di atas adalah miskin sebagaimana yang kita sebutkan di atas, yaitu: papa, tidak ada punya apa-apa, dan tidak terpenuhinya kebutuhan primer.
Padahal yang benar ‘kata miskin’ dalam doa Rasulullah di atas adalah bermakna khusyu’ dan tawadhu’. Sebagaimana dijelaskan oleh banyak para ulama:
1. Imam Ibnul Atsir –rahimahullah- dalam kitabnya ‘An-Nihayah fi Gharibil Hadits’ ketika menjelaskan makna hadits ‘Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin’ berkata, “Yang dikehendaki dengannya ialah: tawadhu’ dan khusyu’, dan supaya tidak menjadi orang-orang yang sombong dan takabbur.”
2. Imam Ibnu Manzhur –rahimahullah- dalam kitabnya ‘Lisanul ‘Arab’ ketika menjelaskan doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ‘Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin’, yang dikehendaki oleh beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah tawadhu’ dan khusyu’, dan supaya tidak menjadi orang-orang yang sombong dan takabbur. Artinya, aku merendahkan diriku kepada-Mu wahai Rabb dalam keadaan berhina diri, dan tidak dengan sombong. Serta bukanlah yang dikehendaki dengan miskin di sini adalah faqir yang membutuhkan.”
3. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah- berkata, “Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan khusyu’ dan tawadhu’.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah)
Dengan demikian, tidaklah benar jika hadits tersebut menganjurkan kaum muslimin untuk menjadi orang-orang yang berkekurangan dan tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Kaya Bukan Ukuran Mulia, Miskin Bukan Ukuran Hina

Kaya dan Miskin bukanlah ukuran kemuliaan seseorang atau kehinaannya. Justru kekayaan bisa berarti siksa, dan kemiskinan boleh jadi adalah karunia. Keduanya tidak lebih dari ujian, mana yang mulia dan hina tergantung bagaimana masing-masing kita menyikapi ujian tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
•       •     •                 
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: ‘Tuhanku telah memuliakanku’. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya, maka dia berkata: ‘Tuhanku menghinakanku’. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim.” (QS. Al-Fajr: 15-17)
Ayat di atas menerangkan bahwasanya Allah Ta’ala menguji hamba-Nya dengan memberikan kenikmatan dan melimpahkan rezeki atasnya. Allah juga menguji manusia dengan menyempitkan rezekinya. Keduanya adalah ujian dan cobaan. Kemudian Allah menyanggah atas anggapan orang bahwa terbukanya pintu rezeki dan melimpahnya harta adalah bukti Allah memuliakannya, dan sempitnya rezeki adalah pertanda Allah menghinakannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyanggah anggapan itu ‘sekali-kali tidak demikian’, yakni anggapan orang-orang itu tidaklah benar, terkadang Allah Subhanahu wa Ta’ala menyiksa dengan nikmat-Nya, dan memberikan nikmat dengan cobaan-Nya.
Karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
                  
“Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.”
Wallahu A’lamu bish Shawab.

BERDOALAH ANDA BUTUH ALLAH

Doa adalah ibadah, dan akan mendapatkan pahala, baik doa itu segera terkabul maupun ditangguhkan pengkabulannya. Setipa kali ia mengangkat kedua tangannya untuk berdoa “ya Robb..ya Robb,” bersungguh-sungguh dalam berdoa dan melakukannya secara kontinu, Allah akan memberikan kepadanya pahala atas doannya itu. Sebuah ritual agung yang dapat mendekatkan seorang hamba kepada Robbnya. Bukti ketundukan hamba dan ikrar eksistensi kebesaran Ar-Rahman.
Doa adalah kunci. Segala kebaikan terbuka dan segala keburukan tertutup dengannya. Dia mendatangkan banyak manfaat dan menolak segala madharat. Bahkan segala musibah yang ditimpakan kepada hamba –sakit, rasa takut, kelaparan, kemiskinan, kematian, maupun paceklik- diantara tujuan utamanya ialah agar hamba mau berdoa, meminta, dan tunduk merendahkan diri kepada Allah Ta’ala.
Jika merasa doa jarang dikabulkan, lihatlah kembali diri kita sendiri. Bisa jadi ada syarat-syarat yang belum terpenuhi dalam munajat kita. Atau, mungkin yang kita inginkan dan anggap baik , disisi Allah yang maha mengetahui, ternyata buruk bagi kita. “ya Robb kami perkenankanlah doaku”.
Bisa jadi ada orang yang kesana-kemari, berpindah dari dokter satu kedokter lainnya dan mengeluarkan uang jutaan demi kesehatan anaknya, namun anaknya tidak juga sembuh. Tapi, ada orang yang juga memiliki anak yang mengindap penyakit yang sama, lalu ia berdoa kepada Allah dengan doa yang diijabahi oleh Dzat Yang Maha Menyembuhkan, sehingga anaknya sembuh dengan izin Allah.
Itulah hebatnya doa. Apa yang menghalangi kita untuk berdoa kepada Dzat Yang Maha Mendengar. Masihkan ada kesombongan yang bersemayam dalam hati kita, karena harta dan fisik kita… itu semua adalah fana.
Mari berdoa, insyaAllah bahagia dunia akhirat. (Red.)

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers