Thailand Siaga Penuh Setelah Bunuh Ulama Terkemuka Yala

Posted by newydsui Wednesday, June 30, 2010 0 comments

Thailand Siaga Penuh Setelah Bunuh Ulama Terkemuka Yala

Seorang pejabat senior pemerintah Thailand mengatakan pemerintah dalam keadaan siaga tinggi karena takut akan pembalasan dari para pejuang Muslim setelah pembunuhan hari Senin terhadap Ustadz Daramae Da’kek, 51 tahun, seorang ulama Muslim terkemuka di distrik Banang Sata Yala yang diyakini telah dibunuh oleh pasukan kematian pemerintah.
Ustadz Mae, ditembak mati oleh orang tidak dikenal pada pukul 4 sore ketika almarhum sedang menaiki motor di jalan raya di antara Kg Talingshan dan Kg Lingek, Mukim Bannangsata, Daerah Bannangsata, Yala.

Menurut saksi, terdapat sebuah mobil yang melalui jalan tersebut lalu orang-orang di mobil tersebut menembak almarhum Ustadz Mae. Orang kampung yang turut melalui jalan tersebut telah membawa almarhum ke Rumah Sakit Bannangsata.

Ustadz Mae yang mengalami pendarahan serius akibat tembakan di bahagian leher kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Jala. Dia meninggal dunia saat berlangsung operasi pembedahan. Jenazahnya kemudian dibawa pulang untuk dikebumikan.

Pejabat senior pemerintah Thailand mengatakan pemerintah dalam keadaan siaga tinggi karena takut akan pembalasan dari para pejuang Muslim setelah pembunuhan hari Senin terhadap Ustadz Daramae Da’kek, 51 tahun, seorang ulama Muslim terkemuka di distrik Banang Sata Yala yang diyakini telah dibunuh oleh pasukan kematian pemerintah. Menurut isteri almarhum, suaminya ditembak sewaktu dalam perjalanan pulang setelah mengunjungi anaknya yang sedang belajar di Ma’had Tarbiyatulwatan Melayu Bangkok, Daerah Meang Jala. Almarhum meninggalkan seorang isteri dan 7 orang anak.
. (roy/ aa/bp,tn)

MENGENAL SUMBER VITAMIN

Posted by newydsui 0 comments

MENGENAL SUMBER VITAMIN
dr. Mety

Vitamin dan mineral merupakan unsur penting untuk menjaga kesehatan dan fungsi organ tubuh. Kedua unsur tersebut tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh, maka tubuh memerlukan asupan dari luar berupa makanan. Apabila seseorang mengkonsumsi berbagai variasi makanan, maka kemungkinan untuk mengalami kekurangan vitamin dan mineral adalah sangat kecil.
Ada vitamin yang larut dalam lemak , yaitu vitamin A, D, E dan K, sedangkan vitamin yang larut dalam air adalah vitamin B dan vitamin C. vitamin B terdiri dari :
- vitamin B1 (tiamin)
- vitamin B2 (riboflavin)
- vitamin B6 (piridoksin)
- asam pantotenat
- niasin
- biotin
- asam folat
- vitamin B12 (kobalamin).
Tabel berikut akan membantu menjelaskan tentang vitamin, manfaatnya, sumber makanan yang mengandung vitamin tersebut, kebutuhan harian yang diperlukan ,serta akibat yang ditimbulkan apabila kekurangan vitamin tersebut.

Vitamin Sumber makanan Manfaat Akibat kekurangan Kebutuhan harian dewasa
A Sebagai vit. A: minyak hati ikan, hati sapi, kuning telur, mentega, krim
Sebagai karoten (diubah menjadi vit. A dalam usus): Sayuran berdaun hijau, sayuran & buah berwarna kuning, minyak palem merah
penglihatan normal
kesehatan kulit & jaringan permukaan lainnya
perlindungan terhadap infeksi
rabun senja; kulit kering dan kasar, penebalan kulit di sekeliling folikel rambut; pengeringan bagian putih mata & kornea, yg akhirnya menyebabkan penonjolan, pembentukan ulkus dan pecahnya kornea disertai pengeluaran isi mata; kebutaan; bintik di bagian putih mata; resiko terjadinya infeksi
900 mikrogram
B1 (tiamin) ragi kering, gandum, daging (terutama hati), kacang-kacangan, tanaman polong, kentang
Proses pemecahan dan pemakaian karbohidrat, Menjaga kesehatan sistem syaraf, beriberi pada anak & dewasa, disertai kegagalan jantung dan fungsi saraf & otak yg abnormal, lelah, nafsu makan berkurang
1,2 miligram
B2 (riboflavin) susu, keju, hati, daging, telur, gandum Proses pemecahan dan pemakaian karbohidrat
kesehatan membran mukosa Bibir & sudut mulut pecah² & bersisik, sariawan pada lidah dan sudut mulut, dermatitis, lelah yang berkepanjangan 1,5 miligram
Niasin (Asam Nikotinat)
ragi kering, hati, daging, ikan, tanaman polong, gandum
reaksi kimia di dalam sel
metabolisme karbohidrat Pellagra (dermatosis, peradangan pada lidah, fungsi usus & otak yg abnormal) 16 miligram

B6 (Pridoksin)
Ragi kering, hati, daging, gandum, ikan, tanaman polong Proses penggunaan dan pemakaian asam amino & asam lemak
fungsi sistem saraf
kesehatan kulit kejang pada bayi, anemia, kelainan saraf & kulit
2 miligram

Biotin
hati, ginjal, kuning telur, ragi, bunga kol, kacang-kacangan, tanaman polong Proses pemecahan karbohidrat & asam lemak peradangan pada kulit & bibir
60 mikrogram

B12 (kobalamin)
hati, daging (terutama sapi), telur, susu & produk olahan susu pematangan sel darah merah
fungsi saraf
sintesa dna
anemia pernisiosa beberapa kelainan psikis, gangguan penglihatan 2 mikrogram

Asam Folat
sayuran berdaun hijau yg masih segar, buah-buahan, hati, ragi kering pematangan sel darah merah
sintesa dna & rna
Berkurangnya jumlah semua jenis sel darah (pansitopenia), sel darah merah yg berukuran besar (terutama pada wanita hamil, bayi & penderita malabsorpsi), lambatnya proses tumbuh kembang pada anak
200 mikrogram
Asam Pantotenat
hati, ragi, sayuran
metabolisme karbohidrat & lemak penyakit saraf, kaki terbakar
6 miligram
C jeruk, tomat, kentang, kubis, cabe hijau Antioksidan
scurvy (perdarahan, gigi rontok, peradangan gusi)
60 miligram

D sebagai vit.d2(elgokalsiferol): ragi, susu
sebagai vit.d3 (kolekalsiferol): minyak hati ikan, kuning telur, susu, terbentuk di kulit jika terpapar oleh sinar matahari (sinar ultraviolet)
penyerapan kalsium dan fosfat dari usus
mineralisasi, pertumbuhan & perbaikan tulang
pertumbuhan & perbaikan tulang yg abnormal, rakitis pada anak², osteomalasia pada dewasa, kejang otot
10 mikrogram

E minyak sayur, benih gandum, sayuran berdaun, kuning telur, margarin, tanaman polong
antioksidan
pecahnya sel darah merah, kerusakan saraf, penuaan dini, rambut rontok
10 mikrogram

K sayuran berdaun, hati, minyak sayur, dihasilkan oleh bakteri dalam usus
pembentukan faktor pembekuan darah
pembentukan bekuan darah yg normal
perdarahan
65 mikrogram


Sumber :
www.medicastore.com
HealthToday Indonesia, edisi Maret 2002

an shalat fardhu dengan bermakmum kepada orang yang sedang shalat sunnah, sebagaimana yang dilakukan oleh Mu'adz bin Jabal pada masa Nabi, yaitu setelah melaksanakan shalat Isya bersama Nabi, ia pulang kepada kaumnya lalu shalat mengimami mereka shalat itu juga. Bagi Mu'adz itu adalah shalat sunat, sedangkan bagi kaumnya itu adalah shalat fardhu.

Jika seseorang masuk masjid, sementara anda sedang shalat fardhu atau shalat sunat, lalu ia berdiri bersama anda sehingga menjadi berjama'ah, maka itu tidak mengapa, anda tidak perlu memberinya isyarat agar tidak masuk, tapi ia dibiarkan masuk shalat berjama'ah bersama anda, dan setelah anda selesai ia berdiri menyempurnakannya, baik itu shalat fardhu ataupun shalat sunat.
(Mukhtar Min Fatawa Ash-Shalah, hal. 66-67, Syaikh Ibnu Utsaimin)

Fatwa tentang shalat

Pertanyaan:
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya: Apa hukum orang yang melaksanakan shalat fardhu dengan makmum kepada orang yang mengerjakan shalat sunat?

Jawaban:
Hukumnya sah, karena telah diriwayatkan dari Nabi, bahwa dalam suatu perjalanan beliau shalat dengan sekelompok para sahabatnya, yaitu shalat khauf dua raka'at, kemudian beliau shalat lagi dua raka'at dengan sekelompok lainnya, shalat beliau yang kedua adalah shalat sunat. Disebutkan juga dalam Ash-Shahihain, dari Mu'adz Radhiyallahu 'anhu, bahwa suatu ketika ia telah mengerjakan shalat Isya bersama Nabi, kemudian ia pergi lalu mengimami shalat fardu kaummnya, shalat mereka adalah shalat fardhu, sedangkan shalat Mu'adz saat itu adalah shalat sunnat [Al-Bukhari, kitab Adzan (700, 701), Muslim, kitab Ash-Shalah (465)].
(Majalah Ad-Da'wah, edisi 1033, Syaikh Ibnu Baz)

Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang mendapati orang lain sedang shalat sirriyah, ia tidak tahu apakah orang tersebut sedang shalat fardhu atau shalat sunat? Dan apa yang harus dilakukan oleh seorang imam yang ketika orang ini masuk masjid ia mendapatinya sedang shalat, apakah ia perlu memberi isyarat agar orang tersebut ikut dalam shalatnya jika ia shalat fardhu, atau menjauhkannya jika ia sedang shalat sunat?

Jawaban:
Yang benar adalah, tidak masalah adanya perbedaan niat antara imam dengan makmum, seseorang boleh melaksanakan shalat fardhu dengan bermakmum kepada orang yang sedang shalat sunnah, sebagaimana yang dilakukan oleh Mu'adz bin Jabal pada masa Nabi, yaitu setelah melaksanakan shalat Isya bersama Nabi, ia pulang kepada kaumnya lalu shalat mengimami mereka shalat itu juga. Bagi Mu'adz itu adalah shalat sunat, sedangkan bagi kaumnya itu adalah shalat fardhu.

Jika seseorang masuk masjid, sementara anda sedang shalat fardhu atau shalat sunat, lalu ia berdiri bersama anda sehingga menjadi berjama'ah, maka itu tidak mengapa, anda tidak perlu memberinya isyarat agar tidak masuk, tapi ia dibiarkan masuk shalat berjama'ah bersama anda, dan setelah anda selesai ia berdiri menyempurnakannya, baik itu shalat fardhu ataupun shalat sunat.
(Mukhtar Min Fatawa Ash-Shalah, hal. 66-67, Syaikh Ibnu Utsaimin)

Ketika Anak Mencari Perhatian
Oleh : Abu Hanan

Marah itu memang mudah.
Begitu mudahnya marah, sehingga setiap orang akan mampu marah. Tetapi, marah yang tepat, pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang pas, demi tujuan yang benar, dengan cara yang baik, bukanlah sesuatu yang mudah. Bagi orangtua yang beraliran konservatif dalam mendidik anak, memang merasa berhak untuk selalu marah, bila merasa jengkel dan tidak menyukai perilaku anak. Hak ini didukung oleh argumen, bahwa kemarahan orangtua adalah demi kebaikan terhadap anak itu sendiri. Namun kadar, waktu, dan cara marah yang keliru, sering menimbulkan masalah baru. Apalagi jika kemarahan tersebut disertai dengan pukulan, karena boleh jadi akan berakibat fatal, sebagaimana kisah di bawah ini:
Sepasang suami isteri memiliki anak tunggal berusia tiga setengah tahun. Karena orang tuanya sibuk bekerja, anak tersebut ditinggal sendirian di rumah bersama pembantunya. Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantai tersebut terbuat dari marmer coretan tidak kelihatan. Dicobanya pada mobil baru ayahnya. Ya... karena mobil itu bewarna gelap, coretannya tampak jelas. Apa lagi anak ini pun membuat coretan sesuai dengan kreativitasnya.
Hari itu bapak dan ibunya memang tidak mengendarai mobilnya ke tempat kerja karena khawatir jalan macet, mereka naik motor. Setelah penuh coretan yg sebelah kanan dia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imajinasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari si pembantu rumah.
Pulang petang itu, terkejutlah ayah ibunya melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan angsuran. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini?" Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih melihat wajah bengis tuannya. Namun ia tidak tahu siapa pelakunya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan 'Tidak tahu... !" "Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?" hardik si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata "Ita yang membuat itu papa.... cantik kan!" katanya sambil memeluk papanya ingin bermanja seperti biasa. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga sepatu di depannya, terus dipukulkannya berkali-kali ke telapak tangan anaknya.
Si anak yang tak mengerti apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tidak tahu harus berbuat apa?. Si bapak cukup rakus memukul-mukul tangan kanan dan kemudian tangan kiri anaknya.
Setelah si bapak masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Dilihatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramkan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan saat luka-lukanya itu terkena air. Si pembantu rumah kemudian menidurkan anak kecil itu. Si bapak sengaja membiarkan anak itu tidur bersama pembantu rumah.
Keesokkan harinya, kedua belah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu. "Oleskan obat saja!" jawab tuannya, bapak si anak. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si bapak konon mau memberikan pelajaran kepada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu tetapi setiap hari bertanya kepada pembantu rumah. "Ita demam..." jawab pembantunya ringkas. "Kasih minum panadol !," jawab si ibu.
Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhu badan Ita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik. Pukul 5 siap!" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan ia dirujuk ke Rumah Sakit karena keadaannya serius. Setelah seminggu di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu.
"Tidak ada pilihan.." katanya yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena gangren (kematian jaringan tubuh) yang terjadi sudah terlalu parah.
"Ia sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya kedua tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah" kata dokter.
Si bapak dan ibu bagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa dunia berhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar menggigil menandatangani surat persetujuan pembedahan.
Keluar dari ruang operasi, setelah obat bius yang suntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga kaget melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata.
"Papa.. Mama... Ita tidak akan melakukannya lagi. Ita tak mau dipukul papa. Ita tak mau jahat. Ita sayang papa.. sayang mama." katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya.
"Ita juga sayang Kak Narti.." katanya memandang wajah pembantu rumah, sekaligus membuatkan gadis dari Surabaya itu meraung histeris.
"Papa.. kembalikan tangan Ita. Kenapa dipotong??..Ita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Ita mau makan nanti? Bagaimana Ita mau bermain nanti? Ita janji tdk akan mencoret-coret mobil lagi," katanya berulang-ulang.
Serasa copot jantung si ibu mendengar kata-kata anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi, tiada manusia dapat menahannya.
Sebagai orangtua, semoga kisah diatas bisa kita jadikan sebagai bahan renungan dan bisa kita ambil hikmahnya. Wallahul musta’an

SHOLAT BERJAMAAH DAN KEUTAMAANYA
Oleh: Hammad Nur Syahid

Shalat berjama’ah termasuk dari sunnah yang di ajarkan Rasulullah dan para shahabatnya. Rasulullah dan para shahabatnya selalu melaksanakannya, tidak pernah meninggalkannya kecuali jika ada ‘udzur yang syar’i. Bahkan ketika Rasulullah sakit pun beliau tetap melaksanakan shalat berjama’ah di masjid dan ketika sakitnya semakin parah beliau memerintahkan Abu Bakr untuk mengimami para shahabatnya. Para shahabat pun bahkan ada yang dipapah oleh dua orang (karena sakit) untuk melaksanakan shalat berjama’ah di masjid.

Hukum Shalat Fardhu Berjama'ah

Shalat berjama'ah wajib bagi setiap mukmin laki-laki, tidak ada keringanan untuk meninggalkannya terkecuali ada udzur (yang dibenarkandalam agama). Hadits-hadits yang merupakan dalil tentang hukum ini sangat banyak, di antaranya:

Allah berfirman :
وَأقِيْمُوا الصَّلاَةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ
"Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat serta ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’." (Al-Baqarah:43).
Berkata Al-Imam Abu Bakr Al-Kasaniy Al-Hanafiy ketika menjelaskan wajibnya melaksanakan shalat berjama’ah: "Adapun (dalil) dari Al-Kitab adalah firman-Nya (yanga artinya): "Dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’”. Allah Ta’ala memerintahkan ruku’ bersama-sama orang-orang yang ruku’, yang demikian itu dengan bergabung dalam ruku’ maka ini merupakan perintah menegakkan shalat berjama’ah. Muthlaqnya perintah menunjukkan wajibnya mengamalkannya." (Bada`i’ush-shana`i’ fi Tartibisy-Syara`i’ 1/155 dan Kitabush-Shalah hal.66).

Dalam ayat yang lain Allah berfirman: "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata". (An-Nisa`:102).
Apabila Allah Ta’ala telah memerintahkan melaksanakan shalat berjama’ah dalam keadaan takut (perang) maka dalam keadaan aman lebih ditekankan lagi (kewajibannya).
Dalam masalah ini berkata Al-Imam Ibnul Mundzir: "Ketika Allah memerintahkan shalat berjama’ah dalam keadaan takut (perang) menunjukkan dalam keadaan aman lebih wajib lagi." (Al-Ausath fis Sunan Wal Ijma’ Wal Ikhtilaf 4/135; Ma’alimus Sunan karya Al-Khithabiy 1/160 dan Al-Mughniy 3/5).

Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: Seorang laki-laki buta mendatangi Nabi lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya tidak mempunyai seorang penuntun yang mengantarkanku ke masjid". Lalu ia meminta Rasulullah untuk memberi keringanan baginya untuk shalat di rumahnya maka Rasulullah memberikannya keringanan. Ketika Ibnu Ummi Maktum hendak kembali, Rasulullah memanggilnya lalu berkata: "Apakah Engkau mendengar panggilan (adzan) untuk shalat?" ia menjawab "benar", maka Rasulullah bersabda: "Penuhilah panggilan tersebut."
Sesungguhnya Nabi yang mulia tidak memberikan keringanan kepada ‘Abdullah Ibnu Ummi Maktum untuk meninggalkan shalat berjama’ah dan melaksanakannya di rumah, padahal Ibnu Ummi Maktum mempunyai beberapa ‘udzur sebagai berikut:
a. keadaannya yang buta,
b. tidak adanya penuntun yang mengantarkannya ke masjid,
c. jauhnya rumahnya dari masjid,
d. adanya pohon kurma dan pohon-pohon lainnya yang menghalanginya antara rumahnya dan masjid,
e. adanya binatang buas yang banyak di Madinah dan
f. umurnya yang sudah tua serta tulang-tulangnya sudah rapuh.

Dari Abu Hurairah ia berkata: 'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda,
'Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalahshalat Isya' dan shalat Subuh. Seandainya mereka itu mengetahui pahala kedua shalat tersebut, pasti mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Aku pernah berniat memerintahkan shalat agar didirikan kemudian akan kuperintahkan salah seorang untuk mengimami shalat, lalu aku bersama beberapa orang sambil membawa beberapa ikat kayu bakar mendatangi orang-orang yang tidak hadir dalam shalat berjama'ah, dan aku akan bakar rumah-rumah mereka itu'.
(Muttafaq 'alaih)

قَالَ رَسُولُ اللهِ مَا مِنْ ثَلاَثَـةٍ فَيْ قَرْيَةٍ أَوْ بَدْوٍ لاَ تُقَامُ فِيْهِمْ صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ إِلاَّ اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّْطَانُ فَعَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ، فَإِنَّـمَا يَأْكُلُ اْلذِئْبُ مِنَ اْلغَنَمِ الْقَاِصَيةِ
Dari Abu Darda' radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Tidaklah berkumpul tiga orang, baik di suatu desa maupun di dusun, kemudian di sana tidak dilaksanakan shalat berjama'ah, terkecuali syaitan telah menguasai mereka. Maka hendaklah kamu senantiasa bersama jama'ah (golongan yang banyak), karena sesungguhnya serigala hanya akan memangsa domba yang jauh terpisah (dari rombongannya)'. (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dan lainnya, hadits hasan )

مَنْ سَمِعَ الْمُنَادِي بِالصَّلاَةِ فَلَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ اِتْبَاعِهِ عُذْرٌ لَـمْ تُقْبَلِ الصَّلاَة الَّتِيْ صَلَّى مِنْهُ
Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi shallallaahu alaihiwasallam bersabda, 'Barangsiapa mendengar panggilanadzan namun tidak mendatanginya, maka tidak ada shalatbaginya, ter-kecuali karena udzur (yang dibenarkandalam agama)'. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya, hadits shahih)

Dari Ibnu Mas'ud radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam mengajari kami sunnah-sunnah (jalan-jalan petunjuk dan kebenaran) dan di antara sunnah-sunnah tersebut adalah shalat di masjid yang dikumandangkan adzan didalamnya. (HR. Muslim)

Keutamaan Shalat Fardhu Berjama'ah

Shalat berjama'ah mempunyai keutamaan dan pahala yang sangat besar, banyak sekali hadits-hadits yang menerangkan hal tersebut di antaranya:
Dari Ibnu Umar radhiallaahu anhuma, bahwasanyaRasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda,
'Shalat berjama'ah dua puluh tujuh kali lebih utamad aripada shalat sendirian. (Muttafaq 'alaih)

Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Bersabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, 'Shalat seseorang dengan berjama'ah lebih besar pahalanya sebanyak 25 atau 27 derajat daripada shalat di rumahnya atau di pasar (maksudnya shalat sendirian). Hal itu dikarenakan apabila salah seorangdi antara kamu telah berwudhu dengan baik kemudian pergi ke masjid, tidak ada yang menggerakkan untuk itu kecuali karena dia ingin shalat, maka tidak satu langkah pun yang dilangkahkannya kecuali dengannyadinaikkan satu derajat baginya dan dihapuskan satu kesalahan darinya sampai dia memasuki masjid. Dan apabila dia masuk masjid, maka ia terhitung shalat
selama shalat menjadi penyebab baginya untuk tetap berada di dalam masjid itu, dan malaikat pun mengu-capkan shalawat kepada salah seorang dari kamu selama dia duduk di tempat shalatnya. Para malaikat berkata, 'Ya Allah, berilah rahmat kepadanya, ampunilah dia dan terimalah taubatnya.' Selama ia tidak berbuat hal yang mengganggu dan tetap berada dalam keadaan suci'. (Muttafaq 'alaih)

Shalat berjama'ah bisa dilaksanakan dengan seorang makmum dan seorang imam,
sekalipun salah seorang di antaranya adalah anak kecil atau perempuan. Dan semakin banyak jumlah jama'ah dalam shalat semakin disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan rosulullah juga melaksanakn sholat malam berjamah di rumah bersama keluarganya sebagaiman banyak tersebut dalam hadits, diantaranya:

Dari Ibnu Abbas radhiallaahu anhuma, ia berkata, 'Aku pernah bermalam di rumah bibiku, Maimunah (salah satu istri Nabi shallallaahu alaihi wasallam), kemudian Nabi shallallaahu alaihi wasallam bangun untuk shalat malam, maka aku pun ikut bangun untuk shalat bersamanya, aku berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau menarik kepalaku dan menempatkanku di samping
kanannya'. (Muttafaq 'alaih)

Dari Abu Sa'id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiallaahu anhuma, keduanya berkata, 'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa bangun di waktu malam hari kemudian dia membangunkan isterinya, kemudian mereka berdua shalat berjama'ah, maka mereka berdua akan dicatat sebagai orang yang selalu berdzikir kepada Allah'. (HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)

Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiallaahu anhu, 'Bahwasanya seorang laki-laki masuk masjid sedangkan Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam sudah shalat bersama para sahabatnya, maka beliau pun bersabda, 'Siapa yang mau bersedekah untuk orang ini, dan menemaninya shalat.' Lalu berdirilah salah seorang dari mereka kemudian dia shalat bersamanya'. (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, hadits shahih)

Dari Ubay bin Ka'ab radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda, Shalat seseorang bersama orang lain (berdua) lebih besar pahalanya dan lebih mensucikan daripada shalat sendirian, dan shalat seseorang ditemani oleh dua orang lain (bertiga) lebih besar pahalanya dan lebih menyucikan daripada shalat dengan ditemani satu orang (berdua), dan semakin banyak (jumlah jama'ah) semakin disukai oleh Allah Ta'ala'. (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai, hadits hasan)

Hadirnya Wanita Di Masjid dan Keutamaan Shalat Wanita Di Rumahnya

Para wanita boleh pergi ke masjid dan ikut melaksanakan shalat berjama'ah dengan syarat
menghindarkan diri dari hal-hal yang membangkitkan syahwat dan menimbulkan fitnah, seperti mengenakanperhiasan, bersolek dan menggunakan wangi-wangian. Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda: Janganlah kalian melarang para wanita (pergi) ke masjid dan hendaklah mereka keluar dengan tidakmemakai wangi-wangian. (HR. Ahmad dan Abu Daud, hadits shahih)

Dan beliau juga bersabda: “Perempuan yang mana saja yang memakai wangi-wangian, maka janganlah dia ikut shalat Isya' berjama'ah bersama kami”. (HR. Muslim)
Pada kesempatan lain, beliau juga bersabda: Perempuan mana saja yang memakai wangi-wangian, kemudian dia pergi ke masjid, maka shalatnya tidak diterima sehingga dia mandi. (HR. Ibnu Majah, hadits shahih)
Jika salah seorang dari kalian (wanita) menghadiri masjid maka janganlah menyentuh wangi wangian. (HR. Muslim)
Beliau juga bersabda: Jangan kamu melarang istri-istrimu (shalat) di masjid, namun rumah mereka sebenarnya lebih baik untuk mereka.(HR. Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)

Dalam sabdanya yang lain: Shalat seorang wanita di salah satu ruangan rumahnya
lebih utama daripada di bagian tengah rumahnya dan shalatnya di kamar (pribadi)-nya lebih utama daripada(ruangan lain) di rumahnya. (HR. Abu Daud dan Al-Hakim)

Beliau bersabda pula: Sebaik-baik tempat shalat bagi kaum wanita adalah bagian paling dalam (tersembunyi) dari rumahnya.(HR. Ahmad dan Al-Baihaqi, hadits shahih)
Lain daripada itu seorang wanita yang ingin sholat berjamaah dimasjid harus izin kepada suaminya dan seorang suami harus mengijinkannya dengan syarat-syarat. Diantaranya adalah menutup aurat secara sempurna, tidak menimbulkan fitnah bagi laki-laki lain dan tidak menggunakan wangi-wangian sebagaimana yang telah tersebut dalam hadits-hadits shohih.

Imam Abu Hanifah

Posted by newydsui 0 comments

Imam Abu Hanifah
Oleh : Amar Syarifuddin, Lc.

Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit al-Kufiy merupakan orang yang faqih di negeri Irak, salah satu imam dari kaum muslimin, pemimpin orang-orang alim, salah seorang yang mulia dari kalangan ulama dan salah satu imam dari empat imam yang memiliki madzhab.
Nasab dan Kelahirannya bin Tsabit bin Zuthi
Beliau adalah Abu Hanifah An-Nu’man Taimillah bin Tsa’labah. Beliau berasal dari keturunan bangsa Persi. Beliau dilahirkan pada tahun 80 H pada masa shigharus shahabah dan para ulama berselisih pendapat tentang tempat kelahiran Abu Hanifah, menurut penuturan anaknya Hamad bin Abu Hadifah bahwa Zuthi berasal dari kota Kabul dan dia terlahir dalam keadaan Islam. Adapula yang mengatakan dari Anbar, yang lainnya mengatakan dari Turmudz dan yang lainnya lagi mengatakan dari Babilonia.

Perkembangannya
Ismail bin Hamad bin Abu Hanifah cucunya menuturkan bahwa dahulu Tsabit ayah Abu Hanifah pergi mengunjungi Ali Bin Abi Thalib, lantas Ali mendoakan keberkahan kepadanya pada dirinya dan keluarganya, sedangkan dia pada waktu itu masih kecil, dan kami berharap Allah mengabulkan doa Ali tersebut untuk kami. Dan Abu Hanifah At-Taimi biasa ikut rombongan pedagang minyak dan kain sutera, bahkan dia punya toko untuk berdagang kain yang berada di rumah Amr bin Harits.
Tinggi badannya sedang, memiliki postur tubuh yang bagus, jelas dalam berbicara, suaranya bagus dan enak didengar, bagus wajahnya, bagus pakaiannya dan selalu memakai minyak wangi, bagus dalam bermajelis, sangat kasih sayang, bagus dalam pergaulan bersama rekan-rekannya, disegani dan tidak membicarakan hal-hal yang tidak berguna.
Beliau disibukkan dengan mencari atsar/hadits dan juga melakukan rihlah untuk mencari hal itu. Dan beliau ahli dalam bidang fiqih, mempunyai kecermatan dalam berpendapat, dan dalam permasalahan-permasalahan yang samar/sulit maka kepada beliau akhir penyelesaiannya.
Beliau sempat bertemu dengan Anas bin Malik tatkala datang ke Kufah dan belajar kepadanya, beliau juga belajar dan meriwayat dari ulama lain seperti Atha’ bin Abi Rabbah yang merupakan syaikh besarnya, Asy-Sya’bi, Adi bin Tsabit, Abdurrahman bin Hurmuj al-A’raj, Amru bin Dinar, Thalhah bin Nafi’, Nafi’ Maula Ibnu Umar, Qotadah bin Di’amah, Qois bin Muslim, Abdullah bin Dinar, Hamad bin Abi Sulaiman guru fiqihnya, Abu Ja’far Al-Baqir, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Muhammad bin Munkandar, dan masih banyak lagi. Dan ada yang meriwayatkan bahwa beliau sempat bertemu dengan 7 sahabat.
Beliau pernah bercerita, tatkala pergi ke kota Bashrah, saya optimis kalau ada orang yang bertanya kepadaku tentang sesuatu apapun saya akan menjawabnya, maka tatkala di antara mereka ada yang bertanya kepadaku tentang suatu masalah lantas saya tidak mempunyai jawabannya, maka aku memutuskan untuk tidak berpisah dengan Hamad sampai dia meninggal, maka saya bersamanya selama 10 tahun.
Pada masa pemerintahan Marwan salah seorang raja dari Bani Umayyah di Kufah, beliau didatangi Hubairoh salah satu anak buah raja Marwan meminta Abu Hanifah agar menjadi Qodhi (hakim) di Kufah akan tetapi beliau menolak permintaan tersebut, maka beliau dihukum cambuk sebanyak 110 kali (setiap harinya dicambuk 10 kali), tatkala dia mengetahui keteguhan Abu Hanifah maka dia melepaskannya.

Beberapa nasehat Imam Abu Hanifah
Beliau adalah termasuk imam yang pertama-tama berpendapat wajibnya mengikuti Sunnah dan meninggalkan pendapat-pendapatnya yang menyelisihi sunnah. dan sungguh telah diriwayatkan dari Abu Hanifah oleh para sahabatnya pendapat-pendapat yang jitu dan dengan ibarat yang berbeda-beda, yang semuanya itu menunjukkan pada sesuatu yang satu, yaitu wajibnya mengambil hadits dan meninggalkan taqlid terhadap pendapat para imam yang menyelisihi hadits.

Diantara nasehat beliau adalah:
a. Apabila telah shahih sebuah hadits maka hadits tersebut menjadi madzhabku
Berkata Syaikh Nashirudin Al-Albani, “Ini merupakan kesempurnaan ilmu dan ketaqwaan para imam. Dan para imam telah memberi isyarat bahwa mereka tidak mampu untuk menguasai, meliput sunnah/hadits secara keseluruhan”. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh imam Syafii, “maka terkadang diantara para imam ada yang menyelisihi sunnah yang belum atau tidak sampai kepada mereka, maka mereka memerintahkan kepada kita untuk berpegang teguh dengan sunnah dan menjadikan sunah tersebut termasuk madzhab mereka semuanya”.
b. Tidak halal bagi seseorang untuk mengambil/memakai pendapat kami selama dia tidak mengetahui dari dalil mana kami mengambil pendapat tersebut. dalam riwayat lain, haram bagi orang yang tidak mengetahui dalilku, dia berfatwa dengan pendapatku. Dan dalam riawyat lain, sesungguhnya kami adalah manusia biasa, kami berpendapat pada hari ini, dan kami ruju’ (membatalkan) pendapat tersebut pada pagi harinya. Dan dalam riwayat lain, Celaka engkau wahai Ya’qub (Abu Yusuf), janganlah engakau catat semua apa-apa yang kamu dengar dariku, maka sesungguhnya aku berpendapat pada hari ini denga suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat itu besok, besok aku berpendapat dengan suatu pendapat dan aku tinggalkan pendapat tersebut hari berikutnya.
c. Apabila saya mengatakan sebuah pendapat yang menyelisihi kitab Allah dan hadits Rasulullah yang shahih, maka tinggalkan perkataanku.
Wafatnya
Pada zaman kerajaan Bani Abbasiyah tepatnya pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al-Manshur yaitu raja yang ke-2, Abu Hanifah dipanggil kehadapannya untuk diminta menjadi qodhi (hakim), akan tetapi beliau menolak permintaan raja tersebut – karena Abu Hanifah hendak menjahui harta dan kedudukan dari sulthan (raja) – maka dia ditangkap dan dijebloskan kedalam penjara dan wafat dalam penjara.
Dan beliau wafat pada bulan Rajab pada tahun 150 H dengan usia 70 tahun, dan dia dishalatkan banyak orang bahkan ada yang meriwayatkan dishalatkan sampai 6 kloter.

Daftar Pustaka:
1. Tarikhul Baghdad karya Abu Bakar Ahmad Al-Khatib Al-Baghdadi cetakan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
2. Siyarul A’lamin Nubala’ karya Al-Imam Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi cetakan ke - 7 terbitan Dar ar-Risalah Beirut
3. Tadzkiratul Hufazh karya Al-Imam Syamsudin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Dzahabi terbitan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
4. Al-Bidayah wa an-Nihayah karya Ibnu Katsir cetakan Maktabah Darul Baz Beirut
5. Kitabul Jarhi wat Ta’dil karya Abu Mumahhan Abdurrahman bin Abi Hatim bin Muhammad Ar-Razi terbitan Dar al-Kutub Ilmiyah Beirut
6. Shifatu Shalatin Nabi karya Syaikh Nashirudin Al-Albani cetakan Maktabah Al-Ma’arif Riyadh
7. http://muslim.or.id

Shalatlah Wahai Kaum Muslimin
(Karena ia dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar)
Oleh: Tengku Azhar, Lc.


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُون
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur`an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 45)

Tafsir Ayat
Imam Ath-Thabari –rahimahullah- dalam menafsirkan ayat ini berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk mengerjakan shalat sebagaimana yang telah difardhukan kepadanya sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar.”
Dalam menafisrkan ayat ini shahabat Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan keji dan munkar, maka shalatnya hanya membuatnya semakin jauh dari Allah.”

Hal senada juga diungkapkan oleh Imam Ibnu Katsir –rahimahullah- dalam tafsirnya.
Imam Al-Qurthubi menyebutkan, dalam teks ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam dan kaum muslimin semuanya untuk selalu membaca Al-Qur'an mengamalkannya dalam kehidupan dan menegakkan shalat dengan memperhatikan waktu, wudhu, bacaan, rukuk, sujud, tasyahud dan seluruh syarat-syarat sah dan sempurnanya shalat. Maksud shalat di situ adalah shalat wajib lima waktu yang Allah Subhanahu wa Ta'ala akan ampuni dosa-dosa hamba-Nya bila menegakkannya. Dalam sebuah hadist yang dikeluarkan imam At-Tirmidzi dari Abu Hurairah Radliyallahuanhu Nabi muhammad shalallahu 'alahi wasalam bersabda, “Apa pendapat kalian jika ada seorang yang mandi di sungai yang ada di depan rumahnya sebanyak lima kali sehari, Apakah masih ada kotoran yang menempel di badannya ? Para Sahabat menjawab: Tidak, tidak ada lagi kotoran yang masih menempel. Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam menjawab: Demikianlah shalat lima waktu, Allah Subhanahu wa Ta'ala menghapus dosa dan kesalahan-kesalahan hamba-Nya dengan mengerjakan shalat lima waktu sehari semalam.”

Abul Aliyah Radliyallahuanhu berkata: Di dalam shalat itu ada tiga unsur penting, yaitu Ikhlas, khosyah (takut) dan dzikrullah (ingat kepada Allah). Jika dalam tiap shalat tidak ada ketiganya, maka tidaklah disebut sebagai shalat. Karena dengan kandungan ikhlas akan mengajak kepada yang ma'ruf, khosyah akan mencegah kepada yang mungkar sedangkan dzikrullah akan mencakup makna mengajak ma'ruf dan mencegah hal-hal yang mungkar.

Ibnu Mas'ud Radliyallahu berkata: Tidaklah shalat, siapa yang tidak tho'at terhadap shalatnya. Menta'ati shalat berarti mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Ibnu Umar Radliyallahuanhuma berkata: Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda: Siapa yang telah mengerjakan shalat, lalu ia tidak menyuruh pada hal-hal yang ma'ruf dan mencegah kemungkaran maka shalatnya tidak akan menambah kebaikan kecuali jauh dari Allah.
Al Hasan berkata: Hai anak Adam, shalat itu hanyalah mencegah keji dan mungkar, jika shalatmu tidak mencegahmu dari perbuatan yang keji dan mungkar, maka sesungguhnya kamu belum mendirikan shalat.

Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Al Hasan dan Al-A'masy berkata: Siapa yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka shalatnya tidak akan menambah kecuali akan menjauhkannya dari Allah. (padahal shalat adalah dalam rangka dekat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala)
Al-Maraghi dengan sangat tegas mengingatkan: Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintah kita untuk menegakkan shalat, yaitu dengan mendatanginya secara sempurna, yang memberikan hasil setelah shalat itu, pelakunya adalah mencegah perbuatan yang keji dan mungkar, baik mungkar yang nampak maupun yang tersembunyi, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan yang keji dan mungkar. Maka jika pengaruh itu tidak ada dalam jiwanya, sesunggunya shalat yang ia lakukan itu hanyalah bentuk gerakan dan ucapan-ucapan yang kosong dari ruh ibadah, yang justru menghilangkan ketinggian dan kesempurnaan arti shalat. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengancam terhadap pelaku shalat dengan kecelakaan dan kehinaan: Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Ma’uun: 1)

Pengertian Fahsya' dan Mungkar:
Adapun di dalam ayat yang berbunyi:
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan fakhsya' dan mungkar.”
“Al-Fahsya`” dalam tafsir DEPAG-RI diartikan dengan perbuatan keji. Arti seperti ini kurang jelas dan tegas. Bila kita buka dalam kamus, Al-Fahsya diartikan dengan suatu sikap dan amalan yang buruk, jelek, jorok, cabul, kikir, bakhil dan kata-kata kotor lainnya, serta kata yang tidak bisa diterima oleh akal sehat dan pelakunya diartikan sebagai pezina. Naudzubillahi min dzalik.
Sedangkan "Al-Munkar" dalam tafsir DEPAG-RI diartikan sama, yaitu perbuatan mungkar arti seperti ini mungkin kurang bisa difahami.
Salah seorang ulama besar Abdullah Ar-Rojihi menyebutkan bahwa Munkar adalah setiap amalan dan tindakan yang dilarang oleh syariat Islam, tercela yang di dalamnya mencakup seluruh kemaksiatan dan kebid'ahan, yang semuanya itu diawali oleh adanya kemusyrikan. Ada lagi yang mengatakan bahwa Munkar adalah kumpulan kejelekan, apa yang diketahui jelek oleh syariat dan akal, kemusyrikan, menyembah patung dan memutus hubungan silaturrahmi.
Para ahli tafsir sangat tegas mengatakan bahwa sesungguhnya shalat itu mencegah pelakunya dari perbuatan fahsya' dan mungkar karena di dalam shalat ada bacaan Al-Qur'an yang mengandung peringatan-peringatan.

Cukuplah, Meninggalkan Shalat Disebut Sebagai Orang Jahat
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih. Maka mereka itu akan masuk jannah dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun." (QS. Maryam : 59-60)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan sifat dan ciri generasi-generasi yang jelek, yaitu mereka menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya.
Shahabat Ibnu Abbas –radhiyallahu 'anhu-, ketika menafsirkan ayat ini mengatakan, "Makna menyia-nyiakan bukanlah berarti meninggalkan shalat sama sekali, tetapi mengakhirkannya dari waktu yang seharusnya."
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman :
"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab: 'Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat'." (QS. Al-Mudatstsir : 42-43)
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda :
"Batas antara seorang hamba dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR. Ahmad, no. 3/370, Muslim, no. 82)
Umar bin Khaththab –radhiyallahu 'anhu- berkata, "Sesungguhnya tidak ada tempat dalam Islam bagi yang menyia-nyiakan shalat." (HR. Ahmad, dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani)

Dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam mengingatkan bahwa orang yang menyia-nyiakan shalat akan dikumpulkan kelak pada hari kiamat bersama Fir'aun, Qarun, Haman, dan Ubay bin Khalaf. (HR. Ahmad dengan isnad yang shahih). Wal 'iyadzubillah.
Para ulama salaf ketika menjelaskan hadits di atas mengatakan :
a) Jika seseorang menyia-nyiakan shalat karena disibukkan oleh kekuasaannya maka dia akan dikumpulkan bersama Fir'aun.
b) Jika seseorang menyia-nyiakan shalat karena disibukkan oleh hartanya maka kelak dia akan dikumpulkan bersama Qarun.
c) Jika seseorang menyia-nyiakan shalat karena disibukkan oleh pangkat dan jabatannya, maka kelak dia akan dikumpulkan bersama Haman (seorang menteri Fir'aun).
d) Dan jika seseorang menyia-nyiakan shalat karena disibukkan oleh perniagaan dan perdagannya, maka kelak dia akan dikumpulkan bersama Ubay bin Khalaf.

Shahabat Ibnu Mas'ud –radhiyallahu 'anhu- berkata, "Barangsiapa tidak mengerjakan shalat maka dia tidak mempunyai agama." (HR. Ath-Thabarani, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani).
Demikianlah, ancaman Allah dan Rasul-Nya bagi orang yang menyia-nyiakan shalat, lantas bagaimana jika mereka meninggalkan shalat secara keseluruhan dengan sengaja? Sedangkan mereka mengetahuinya hukum kewajibannya. Dan bagaimana pula dengan orang yang membuat manusia jauh dari masjid dan jauh dari shalat? Tentunya dosanya jauh lebih besar. Bahkan tidak sedikit ulama yang mengatakan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Di antara ulama abad ini yang menyatakan kafirnya orang yang meninggalkan shalat adalah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Ustaimin –rahimahullahu Ta'ala- dalam kitabnya yang berjudul "Hukmu Tarikish Shalah."


SANTUANAN 100 ANAK YATIM
DI SUKOHARJO
27 Juni 2010 M

Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu bercerita, seseorang melaporkan kepada Rasulullah
Shalallahu’alaihi wasallam. Tentang kegersangan hati yang dialaminya. Rasulullah,
menegaskan “ Bila engkau mau menghidupkan qolbu-mu, beri makanlah orang-orang
miskin dan cintai anak yatim”. (H.R. Ahmad)
Telah bersabda Rasulullah Shalallahu’alaihi wasallam: Aku dan pengasuh anak yatim
(kelak) di jannah seperti dua jari ini. (H.R. Bukhori) Dalam riwayat Abu Daud dan
Ahmad, Rasulullah sambil menunjuk jari telunjuk dan jari tengah”.
Mengamalkan kedua hadits diatas Yayasan Dana Sosial Umat Islam (YDSUI)
bekerjasama dengan Yayasan IRMAS Sukoharjo mengadakan program santunan anak
yatim. Dengan tema menyantuni anak yatim sebagai upaya bersama dalam menempuh
jalan ke jannah dengan menebar kasih sayang, mengharap ridho dan menggapai
limpahan barakah.
Pendaftaran santunan dibuka pada awal bulan juni dengan target 100 anak yatim.
Namun diluar dugaan panitia, ketika pendaftaran diakhiri tercatat ada 120 anak
yatim mendaftarkan diri.
Acara santunan anak yatim dimulai jam 09.00 Wib pada hari Ahad 27 juni 2010 yang
dibuka olah bapak camat Sukoharjo dan dihadiri tokoh masyarakat Sukoharjo.
Dilanjutkan tausiyah yang mengupas keutamaan mengasuh anak yatim dan berpesan
kepada anak yatim untuk senantiasa bershobar, belajar dan berprestasi menjadi
anak shalih. Sebagaimana Rasulullah terlahir dalam keadaan yatim mampu merubah
peradaban jahiliyah menjadi zaman penuh cahaya keimanan dan barakah.
Alhamdulillahirabbil’alamin program santunan anak yatim dapat telaksana dengan
lancar dan sukses, hal ini dapat terlihat dari pancaran wajah ceria kebahagiaan
anak-anak yatim di daerah Sukoharjo. Kini, Harapan untuk bisa kembali bersekolah
dapat terwujut melalui program ini.
Dan akhirnya anak-anak yatim itu berdo'a " Jazakumullahu khoiron kepada para
muhsinin yang telah menginfaqkan sebahagian hartanya kepada kami, Barakallahu
lakum wa maalikum (Semoga Allah ta'ala memberikan barakah kepada Anda dan
melimpahkan barakah rizki kepada Anda) Amien.

AWAL PETAKA

Posted by newydsui 0 comments

AWAL PETAKA
Oleh: Hammad

Kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan yang penuh dengan tipuan belaka, dapat diperkirakan bahwa kamu akan diperebutkan oleh bangsa-bangsa lain sebagaimana orang-orang berebut untuk melahap isi mangkuk.

Para sahabat bertanya: "Apakah saat itu jumlah kami sedikit?" Rasulullah bersabda: "Tidak bahkan pada saat itu jumlah kamu amat sangat banyak, tetapi seperti air buih didalam air bah karena kamu tertimpa penyakit wahn." Sahabat bertanya: "Apakah penyakit wahn itu ya Rasulullah?" Rasulullah bersabda: "Penyakit wahn itu adalah kecintaan yang amat sangat kepada dunia dan takut akan kematian. Cinta dunia merupakan sumber utama segala kesalahan."

Sumber segala bencana dimuka bumi ini bermula dari lebih cintanya manusia dengan dunia, sehingga ia takut akan kematian. Karena cinta dunia menyebabkan orang mencuri, korupsi, maling dan merampok tanpa berfikir bahwa apa yang ia lakukan akan merugikan orang lain. Karena cinta dunia menyebabkan orang tidak lagi memperhatikan adap dan tata karma sehingga ia disebut bejat dan kejam. Karena cinta dunia menyebabkan orang saling tindas menindas, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakis sengsara. Maka cinta dunia adalah awal munculnya malapetaka.
Rasulullah merupakan contoh seorang pemimpin yang dicintai sampai ke lubuk hati yang paling dalam. Rasul adalah contoh seorang suami yang benar-benar menjadi suri tauladan dan kebanggaan bagi keluarganya. Rasul juga contoh seorang pengusaha yang dititipi dunia, tapi tidak diperbudak oleh dunia yang dimilikinya. Kalau orang sudah mencintai sesuatu maka dia akan diperbudak oleh apa yang dicintainya. Maka cintailah akhiratmu lebih dari cintamu kepada dunia.

Orang yang sudah cinta terhadap dunia, akan sombong, dengki, serakah dan berusaha dengan segala cara untuk mencapai segala keinginannya, oleh karena itu yakinlah bahwa dunia itu total milik Allah. Segala sesuatu yang kita miliki baik sedikit maupun banyak semuanya milik Allah. Dalam mencari rizki janganlah mempergunakan kelicikan karena dengan kelicikan atau tidak dengan kelicikan datangnya tetap dari Allah.

Hadits keutamaan bulan sya’ban
Pertanyaan:
Sebagian Ulama mengatakan bahwa ada beberapa hadits tentang keutamaan pertengahan (tanggal 15) Sya’ban, puasa pada hari tersebut, dan menghidupkan malamnya, apakah hadits-hadits tersebut shahihah atau tidak?
Jika ada hadits shahih, hendaklah diterangkan dengan keterangan yang cukup, jika tidak, maka saya berharap mendapatkan penjelasan, semoga Allah membalas kebaikan para masyaikh?

Jawab :
Terdapat beberapa hadits shahih tentang keutamaan puasa pada hari-hari yang banyak di bulan Sya’ban, tetapi hadits-hadits itu tidak mengkhususkan satu hari dari yang lainnya, di antara hadits-hadits tersebut :

1. Hadits dalam kitab Bukhari dan Muslim bahwa Aisyah berkata, “Saya tidak melihat Rasulullah berpuasa sebulan secara sempurna kecuali bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah melihatnya lebih banyak puasa dalam satu bulan dari puasa di bulan Sya’ban, beliau puasa Sya’ban seluruhnya kecuali sedikit.”

2. Dalam hadits Usamah bin Zaid dia berkata kepada Rasulullah “Saya belum pernah melihatmu berpuasa pada bulan-bulan yang lain sebagaimana kamu puasa di bulan Sya’ban”. Rasulullah bersabda, “Dia adalah bulan yang banyak dilalaikan oleh manusia antara Rajab dan Ramadhan, dia adalah bulan yang pada saat itu segala amal diangkat kepada Rabb alam semesta, maka saya ingin (menyukai) amalku diangkat sedang saya berpuasa.” (HR.Imam Ahmad dan Nasa’i).
Dan tidak shahih hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah berusaha untuk berpuasa pada suatu hari tertentu dari bulan Sya’ban atau mengkhususkan beberapa hari dari bulan tersebut dengan ibadah puasa, tetapi ada beberapa hadits yang lemah tentang menghidupkan malam nisfu Sya’ban (pertengahan Sya’ban) dan puasa pada siang harinya.

Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Kitab Sunannya bahwa Rasulullah bersabda, “Jika datang malam nisfu Sya’ban, maka bangunlah (hidupkanlah) malam itu, dan puasalah di siang harinya karena Allah Ta’ala turun ke langit terendah ketika matahari terbenam, lalu berkata, ‘Adakah yang memohon ampunan, maka Aku ampuni, adakah yang meminta rezeki, maka Aku memberinya, adakah yang terkena cobaan maka Aku selamatkan dia, adakah yang seperti ini’ sampai fajar terbit’.”
Ibnu Hibban telah menshahihkan (membenarkan) sebagian hadits tentang keutamaan menghidupkan malam nisfu Sya’ban, di antaranya hadits yang diriwayatkannya dalam shahihnya dari Aisyah bahwa dia berkata, “Saya kehilangan Rasulullah, maka saya keluar (mencarinya), tiba-tiba dia berada di pemakaman Baqi’ mengangkat kepalanya, lalu berkata, ‘Apakah kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan mendzalimimu?’.
Akupun menjawab, Wahai Rasulullah! saya mengira bahwa engkau mendatangi istrimu (yang lain). Lalu Rasulullah berkata, “Sesungguhnya Allah Ta’ala turun di malam pertengahan bulan Sya’ban ke langit yang terendah, lalu memberikan ampunan (kepada hambanya yang jumlahnya) lebih banyak dari jumlah bulu kambing’.”
Imam Bukhari dan ulama hadits lainnya telah melemahkan hadits ini, dan kebanyakan Ulama berpendapat bahwa hadits yang berkenaan dengan keutamaan malam nisfu Sya’ban dan puasa di siang harinya adalah lemah.

Dan sikap menggampangkan dalam menshahihkan hadits (yang dilakukan oleh Ibnu Hibban) adalah hal yang sudah masyhur di kalangan ulama hadits.
Secara global, menurut ulama hadits ahli tahqiq (peneliti hadits) sesungguhnya tidak ada hadits yang shahih tentang keutamaan menghidupkan malam nisfu Sya’ban dan puasa di siang harinya, oleh karenanya mereka mengingkari (perbuatan) menghidupkan malam nisfu Sya’ban dan (mengingkari perbuatan) mengkhususkan siang harinya dengan puasa.
Dan mereka berkata, “Sungguh itu adalah bid’ah (ibadah yang diada-adakan tanpa perintah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan perbuatan itu ditolak), Dan sekelompok ahli ibadah mengagungkan malam tersebut dengan berpegang kepada hadit-hadits lemah tersebut dan hal itu menjadi masyhur dan diikuti oleh manusia karena prasangka baik dengan mereka, bahkan sebagian mereka berkata karena berlebih-lebihan dalam mengagungkan malam nisfu Sya’ban, ‘Malam nisfu Sya’ban adalah malam yang penuh berkah, malam diturunkannya Al-Qur’an pada mala itulah dijelaskan segala perkara yang bijaksana, dan mereka menjadikannya sebagai penafsiran firman Allah, “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad-Dukhoon : 3)
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah,” (QS. Al-Qodr:4)
Ini (penafsiran di atas) adalah kesalahan yang nyata, dan termasuk perbuatan merubah (makna) al-Qur’an dari tempat yang semestinya, karena sesungguhnya maksud dari malam penuh berkah dalam ayat tersebut adalah lailatul Qadr (malam kemuliaan) berdasarkan firman Allah :
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan. (QS. Al-Qodr:1)
Dan lailatul Qadr berada di bulan Ramadhan berdasarkan hadits-hadits tentang itu, dan firman Allah, “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. Al-Baqoroh:185)

FATWA LAJNAH DA’IMAH
Sumber : http://belajarislam.or.id/archives/category/al-bidah

CINTAI AKHIRAT, JANGAN LUPAKAN DUNIA
(Jangan Jadikan diri kita Qarun-qarun Abad ini)
Oleh: Tengku Azhar, Lc.

Allah Subhanahu wa Ta’al berfirman:

وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآَخِرَةَ وَلاَ تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلاَ تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77).

Tafsirul Ayat dan Hubungannya dengan Kisah Qarun


Imam Ibnu Katsir –rahimahullah- ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Gunakanlah harta yang banyak ini dan segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadamu untuk menta’ati Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagaimacam ibadah dan amal shalih yang dapat memberikanmu pahala (ganjaran) yang banyak kelak pada hari kiamat. Dan janganlah engkau melupakan bahagianmu dari negeri dunia, yakni gunakanlah harta tersebut untuk kebutuhan hidup duniamu dari hal-hal yang telah dihalalkan oleh Allah untukmu, seperi makan, minum, pakaian, tempat tinggal, nikah, dan yang lainnya. Karena sesungguhnya Allah punya hak atas dirimu yang wajib engkau tunaikan, begitupula tubuhmu, keluargamu, istrimu, maka berikanlah (tunaikanlah) kepada setiap yang berhak haknya masing-masing. Serta berbuat baiklah kepada makhluk-makhluk Allah lainnya sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah berbuat kerusakan di muka bumi ini, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Syaikh Aly bin Nayif Asy-Syahud dalam kitabnya Durusun wa ‘Ibarun min Qishshati Qarun ketika menjelaskan ayat ini berkata,
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat..”.
Maknanya pergunakanlah apa yang telah diberikan Allah kepadamu berupa harta dan nikmat yang besar dalam ketaatan kepada Rabb-mu, dalam mendekatkan diri kepada-Nya dengan berbagaimacam sarana yang akan menghasilkan pahala untukmu di dunia dan akhirat. Karena sesungguhnya dunia ini adalah ladang untuk kehidupan akhirat.

“dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi”.
Maknanya jangan kamu tinggalkan bagianmu dari kenikmatan dunia yang telah diperbolehkan Allah. Yaitu kelezatan yang berupa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan istri.
Dari ‘Aun bin Abi Juhaifah dari Ayahnya dia berkata, Rasulullah mempersaudarakan Salman Al-Farisi dengan Abu Darda`. Salman berkunjung ke Rumah Abu Darda` dan dia melihat Ummu Darda` (istri Abu Darda`) memakai pakaian yang sudah usang. Karena itu, Salman bertanya kepada Ummu Darda’, “Ada apa denganmu?” Ummu Darda` menjawab, “Saudaramu, Abu Darda` tidak begitu peduli akan dunia.” Abu Darda` datang. Lalu ia menyuguhkan makanan untuk Salman, seraya berkata, “Makanlah! Aku sedang berpuasa.”
Salman menjawab, “Aku tidak makan, kecuali kalau engkau makan.” Lalu Abu Darda` makan.
Setelah malam tiba, Abu Darda` bangun untuk shalat. Salman berkata, “Tidurlah!” Lalu Abu Darda` tidur, kemudian dia bangun lagi. Salman berkata, “Tidurlah!” Dan setelah sampai di penghujung malam, Salman berkata, “Sekarang, bangunlah!” Kemudian mereka shalat berdua. Selanjutnya Salman berkata kepada Abu Darda`, “Sesungguhnya Rabb-mu memiliki hak atas dirimu, badanmu memiliki hak atas dirimu, dan keluargamu (termasuk Ummu Darda`) memiliki hak atas dirimu. Maka berikanlah kepada yang berhak, haknya masing-masing.”
Berikutnya Abu Darda` mendatangi Nabi. lalu menceritakan hal tersebut kepada beliau. Lantas Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Salman benar.” (HR. Al-Bukhari).

Ini adalah sikap wasathiyah (tengan-tengah) agama Islam dalam kehidupan. ‘Ubaidillah bin Al-‘Aizar berkata, “Aku bertemu seorang Syaikh besar dari Arab di daerah Raml. Aku bertanya kepadanya, ‘Apakah Anda pernah bertemu dengan salah seorang Shahabat Rasulullah?’ Dia menjawab, ‘Benar.’ Aku bertanya lagi, ‘Siapa?’ Dia menjawab, ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Ash. Aku bertanya lagi, ‘Tidakkah Anda mendengar dia berkata’. Dia menjawab, ‘Aku pernah mendengar dia berkata, ‘Perkirakanlah untuk urusan duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati esok hari’.” (Baghyitaul Bahits ‘an Zawaidi Musnadil Harits. (2/983) (1093) di dalam riwayat tersebut terdapat rawi yang tidak diketahui)

“berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu”
Maknanya, berbuat baiklah engkau kepada makhluk-Nya sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Perintah ini adalah perintah berbuat baik dalam kontek umum setelah Allah memerintahkan untuk berbuat baik dalam hal harta. Jadi, masuk di dalamnya perintah untuk memberi bantuan dengan harta, kedudukan, wajah yang berseri, sambutan yang baik dan mendengar dengan baik. Artinya di dalamnya tergabung perintah untuk berbuat baik dalam hal materi dan berbuat baik dalam hal adab dan akhlak.
“dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Jangan berniat untuk membuat kerusakan di bumi dengan kezhaliman, kedurhakaan, dan berbuat jahat kepada manusia. Karena Allah akan menghukum orang-orang yang berbuat kerusakan, Allah akan menahan rahmat, pertolongan serta kasih sayang-Nya.
Demikianlah wasiat yang diberikan oleh orang-orang shalih dari kaum Nabi Musa. Sedangkan Qarun adalah orang yang telah dikuasai oleh rasa ‘ujub dengan hartanya dan telah disesatkan oleh kesesatannya, karena dia merasa mampu menyusun kekuasaan dengan harta tersebut.
Orang-orang shalih tersebut menyeru Qarun agar meniti jalan ini dalam urusan hartanya. Jalan yang memiliki kesudahan yang baik dan semakin menyempurnakan nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya.

Mereka telah menasehati Qarun agar tidak dikuasai oleh rasa bangga dengan harta yang dimilikinya. Sebenarnya, nasihat ini mampu menyadarkan Qarun dari mabuk harta. Hingga jika dia telah sadar, dia akan diajak untuk mengatur hartanya dengan semestinya. Dia bisa mencari ridha Allah dengan sarana harta ini. Dia bisa mendermakan sebagiannya untuk hal bermanfaat di akhirat kelak dan sebagian yang lain untuk kebaikan urusan hidup dia di dunia. Dengan demikian terkumpulah dalam harta tersebut kebaikan di dunia dan keaikan di akhirat.
Hendaknya dia berbuat baik dengan menginfakkan harta tersebut di jalan kebaikan sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadanya. Dengan demikian dia berarti menerima kebaikan dari Allah dengan berbuat baik kepada hamba Allah. Yang demikian tersebut merupakan zakat dari kenikmatan ini.

Kemudian dia juga tidak boleh mejadikan harta ini sebagai sarana untuk merusak dan membuat kerusakan di muka bumi; membahayakan manusia; dan mengurangi hak-hak manusia. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Seruan bijaksana tersebut disambut Qarun dengan sikap peremehan dan permusuhan. Ketika mendengar seruan ini kondisi Qarun sama seperti orang yang buta mata karena sekujur tubuhnya telah dirasuki kesenangan. Setiap nasihat dia letakkan di belakang telinga dan punggungnya. Oleh karena itu dia berkata, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.”
Artinya, saat itu Qarun berkata kepada kaumnya yang telah menasihati dan membimbingnya pada kebaikan, ‘Aku tidak butuh apa yang kalian katakan. Karena Allah telah memberikan harta ini karena Dia tahu bahwa aku pantas menerimanya. Selain itu, aku memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang tata-cara mengumpulkan harta. Oleh karena itu aku lebih berhak atas hartaku. Sebagaimana firman Allah, “Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru kami, Kemudian apabila kami berikan kepadanya nikmat dari kami ia berkata: "Sesungguhnya Aku diberi nikmat itu hanyalah Karena kepintaranku.” (QS. Az-Zumar : 49) Artinya karena ilmu yang telah diberikan Allah kepadaku. Dan Allah juga berfirman, “Dan jika kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari kami sesudah dia ditimpa kesusahan, Pastilah dia berkata: "Ini adalah hakku” (QS. Fushilat : 50) Artinya, ‘Aku berhak untuk memilikinya.’
Qarun telah mengingkari campur tangan Allah, meskipun sedikit, atas limpahan harta yang ada padanya. Dia menganggap bahwa harta tersebut didapat karena menejemen yang baik, kerja ulet dan jeli dalam mengumpulkannya. Wal’iayadzu Billah. Wallahu A’lamu bish Shawab.

Bahaya Cinta Dunia

Posted by newydsui 0 comments

Bahaya Cinta Dunia

Oleh: Imtihan asy Syafi'i, MIF

“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan.”

Dengan ayat ke-20 dari surat al-Hadid di atas Allah memberitahukan kepada kita mengenai nilai dunia. Dunia dengan segala kemegahannya adalah suatu permainan dan senda gurauan yang dapat melalaikan seorang muslim dari tujuan hidupnya yang sebenarnya: hidup bahagia abadi di akhirat. Untuk itulah setiap muslim mesti waspada jangan sampai di dalam hatinya tumbuh kecintaan kepada dunia. Wahb bin Munabbih berkata, “Dunia dan akhirat itu ibarat seorang laki-laki yang memiliki dua istri. Jika ia membuat senang salah satunya pasti yang satunya tidak senang.”
Sesungguhnya kecintaan kepada dunialah yang membuat neraka terisi, sebagaimana zuhud terhadap dunia yang membuat surga terisi. Mabuk akibat cinta dunia lebih berbahaya daripada mabuk akibat arak. Orang yang mabuk akibat cinta dunia tidak akan sadar kecuali setelah diletakkan di liang lahad. Yahya bin Mu’adz berkata, “Dunia ini adalah araknya setan. Barang siapa yang mabuk dikarenakannya, ia tidak akan sadar kecuali sudah menjadi bagian dari orang-orang mati yang menyesali kehidupannya.”
Dalam kitab “al-Bahru ar-Raiq fiz Zuhdi war Raqaiq” Dr. Ahmad Farid menyebutkan beberapa bahaya cinta dunia.

Pertama, setidaknya cinta dunia akan membuat seseorang “sedikit” dilalaikan dari mencintai Allah dan berdzikir kepada-Nya. Padahal barang siapa yang hatinya lalai dari dzikir kepada Allah niscaya akan ditempati oleh setan. Setan yang dengan cara khas akan menipu manusia dan memperlihatkan berbagai keburukan, dosa, dan kejahatan sebagai kebaikan. Setan akan menggiringnya perlahan-lahan menuju kesesatan.

Kedua, cinta dunia akan membuat perspektif seseorang berseberangan dengan perspektif syariat. Menurut syariat—sebagaimana ditegaskan dalam ayat di atas—dunia adalah sesuatu yang hina. Bahkan dalam hadits Nabi saw. disebutkan bahwa dunia seisinya tidak lebih berharga daripada sehelai sayap nyamuk. Sehelai, bukan dua helai! Orang yang sedang cinta dunia pasti memandang dunia sebagai sesuatu yang berharga. Bahkan mungkin amat berharga atau dunia adalah segalanya. Menyelisihi syariat dalam satu perkara sudah merupakan pintu bagi setan untuk menggelincirkan kita. Apalagi tabiat kemaksiatan dan dosa adalah: satu dosa akan melahirkan dosa berikutnya dan begitu seterusnya sampai seseorang benar-benar menjadi pendosa tulen atau keluar dari Islam.

Ketiga, dunia sudah dilaknat, dimurkai, dan dibenci oleh Allah, kecuali bagian yang digunakan oleh seseorang untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Barang siapa yang mencintai sesuatu yang sudah dilaknat, dimurkai, dan dibenci, sama saja mempersembahkan dirinya untuk dilaknat, dimurkai, dan dibenci. Rasulullah saw bersabda,

أَلاَ إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلاَّ ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالاَهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ
“Ketahuilah, dunia ini terlaknat dan terlaknat pula apa yang ada di dalamnya, kecuali dzikrullah dan amalan-amalan yang dekat dengannya, orang yang berilmu, dan orang yang mencari ilmu.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Keempat, ketika seseorang mencintai dunia dia akan menjadikan dunia sebagai target yang diburunya dan menjadikan berbagai amal-aktivitasnya untuk meraihnya. Amal-aktivitas yang—sebagian besarnya—dijadikan oleh Allah sebagai sarana untuk meraih akhirat. Dalam keadaan ini seseorang yang mencintai dunia melakukan dua kesalahan. Pertama, ia menjadikan wasilah sebagai tujuan. Dunia yang mestinya mesjadi wasilah untuk meraih kebahagiaan hidup di akhirat, dirubahnya menjadi tujuan hidupnya. Kedua, ia berusaha meraih dunia dengan berbagai amalan akhirat. Pada tahap terparah, ia akan menjadi seperti yang difirmankan oleh Allah,
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (Hud: 15-16)

Kelima, mencintai dunia akan membuat seseorang terhalang dari melakukan sesuatu yang bermanfaat di akhirat. Kadar kecintaan seseorang terhadap dunia beragam. Ada yang cintanya kepada dunia menyebabkannya sibuk dari iman kepada Allah dan menunaikan syariat-Nya. Ada yang cintanya kepada dunia menyibukkannya dari mengerjakan banyak kewajban. Ada yang cintanya kepada dunia menyibukkannya dari mengerjakan kewajiban pada waktunya. Ada yang menyibukkannya dari amal hati sehingga ia mengerjakan kewajiban secara lahir, namun batinnya bergentayangan entah ke mana.

Keenam, orang yang mencintai dunia adalah orang yang sejatinya mendapatkan siksa terberat. Dia disiksa di tiga tempat. Di dunia ia disiksa dengan kesulitannya meraihnya. Di alam barzakh ia akan kehilangan semua dunianya dan dihalangi darinya. Sebab dunianya harus ditinggalkannya untuk ahli warisnya, tidak mungkin ia membawanya. Di alam akhirat ia akan dimintai pertanggungjawaban atas semua harta yang dihasilkannya dan dalam hal apa ana saja ia memanfaatkannya.

Ketujuh, orang yang mendahulukan dunia daripada akhirat adalah orang yang paling bodoh dan tolol sedunia. Bagaimana bisa seorang pandai merelakan sesuatu yang real demi mendapatkan mimpi/khayalan. Kenikmatan dunia adalah indahnya mimpi dan kenikmatan akhirat adalah kenikmatan yang sejati.
Wallahu a’lam.

Memahami Essensi Zuhud

Posted by newydsui 0 comments

Memahami Essensi Zuhud

By: Ryan Arief Rahman

Fenomena Zuhud

Banyak orang salah dalam memahami konsep zuhud, mereka mengira bahwa zuhud adalah meninggalkan harta, menolak segala kenikmatan dunia, dan mengharamkan yang halal. Zuhud sering diartikan sebagai ungkapan atau refleksi sikap anti dunia bahkan menjauh dari dunia itu sendiri, sehingga menimbulkan kesan seakan-akan bahwa seseorang yang zuhud itu harus mengosongkan diri dari segala hal yang berbau keduniawian, harus menjadi seorang yang miskin, berpakaian lusuh, compang-camping, penuh tambalan dan sebagainya.
Zuhud diibaratkan sebagai kebencian terhadap dunia dan maraih kenikmatan akherat, benci kepada selain Allah dan hanya cinta kepadaNya semata. Bagi mereka perbandingan antara dunia dengan akherat bagaikan salju yang terkena sinar matahari yang kemudian hancur binasa dengan mutiara yang tidak akan hancur selamanya. Karenanya mutiara lebih baik dan lebih kekal dibandingkan salju. Maka bagi mereka, meninggalkan salju dan memilih mutiara merupakan tindakan zuhud.

Lalu, benarkah konsep zuhud itu identik dengan kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan yang berujung pada suatu keyakinan bahwa dunia itu adalah musuh bagi manusia, dan menghalangi manusia dari Tuhannya sehingga harus ditinggalkan demi mencapai kepuasan batin serta bisa mendekatkan diri padaNya...?? makalah ini insya Allah untuk mendudukkan persoalan tersebut.

Makna Dan Hakekat Zuhud

Zuhud terhadap sesuatu memiliki arti; berpaling dari sesuatu karena dianggap terlalu sedikit dan remeh serta tingginya gengsi terhadapnya. Dikatakan ; syaiun jahid, artinya ’sesuatu yang sedikit dan remeh.’
Ulama salaf menafsirkan zuhud dengan ungkapan yang beraneka ragam, namun secara substansi mengacu kepada makna yang sama. Seperti, Yunus Bin Maisarah belliau berkata, ’zuhud terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal atau menghambur hamburkan harta secara sia sia, akan tetapi zuhud itu adalah meyakini secara mendalam terhadap apa yang dimiliki Allah melebihi keyakinan terhadap sesuatu yang dimiliki, ketetapan sikap baik dalam keadaan senang maupun susah, dan menerima pujian dan celaan orang tanpa penilaian yang berbeda.’

Yunus menafsirkan zuhud terhadap dunia dengan tiga poin penting yang seluruhnya merupakan amalan hati bukan amalan fisik.
Pertama; hendaklah seseorang lebih yakin terhadap apa yang di tangan Allah dari pada apa yang ada di tangannya. Sikap ini adalah implementasi dari keyakinan yang kuat bahwa Allah menjamin rizki seluruh hambaNya, sebagaimana firmanNya, ” Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud:6) Hasan ra berkata, ‘salah satu tanda lemahnya kayakinan seseorang adalah ia lebih merasa yakin terhadap apa apa yang ada di tangannya dari pada apa yang berada di sisi Allah.’ Abu hazim az zahid pernah ditanya, apakah jenis harta yang engkau miliki? Ia mejawab, aku mempunyai dua jenis harta yang dengannya aku tidak hawatir akan miskin, yaitu kayakinan penuh kepada Allah dan pupusnya harapan terhadap apa yang dicari manusia.’ Fudhoil bin iyadh ra berkata, akar sikap zuhud adalah ridha kepada Allah, dan kepuasaan terhadap pemberianNya adalah zuhud dan itulah yang disebut dengan kekayaan sejati.’
Kedua; hendaklah seseorang apabila ditimpa musibah yang menyangkut dunianya seperti hilangnya harta, anak, istri dan selainnya, ia lebih memilih mendapatkan pahala daripada berdoa untuk mendapatkan kembali dunianya itu. Sikap ini juga merupakan implementasi dari keyakinan yang sempurna. Telah diriwayatkan dari ibnu umar bahwa nabi saw di dalam do’anya mengucapkan: “ya Allah, karuniakan kepada kami rasa takut kepadaMu yang bisa mencegah kami dari berbagai perbuatan maksiat kepadaMu, karuniakan kepada kami ketaatan kepadaMu, dan karuniakan kepada kami keyakinan yang bisa meringankan musibah musibah dunia yang menimpa kami.” (H.R.Turmudzi) Perasaan ringan dalam menghadapi musibah dunia merupakan salah satu tanda zuhud dan rendahnya ambisi mengejar dunia. Sebagaimana Ali Bin Abi Thalib berkata, ‘barang siapa zuhud terhadap dunia, maka akan terasa ringanlah musibah dunia yang menimpanya.’
Ketiga: hendaklah seorang hamba memandang sama antara orang yang memuji dan mencelanya dalam kebenaran.
Ada pernyataan lain yang diriwayatkan ulama salaf dalam mendefinisikan makna zuhud, diantaranya yaitu;
Hasan ra berkata, ‘orang yang zuhud adalah orang yang apabila melihat seseorang, ia akan berkata, orang itu lebih baik daripadaku.’ Sebab, orang yang benar benar zuhud adalah orang yang tidak ingin memuji dan mengagungkan dirinya sendiri.
Rabi’ah berkata, ‘puncak kezuhudan adalah menghimpun segala sesuatu dengan haknya dan meletakannya pada haknya.’
Sufyan Ats Tsauri berkata, ‘zuhud terhadap dunia adalah pendek angan angan, namun tidak juga memakan makanan yang keras atau mengenakan pakaian yang kumuh.’

Esensi Zuhud
Sikap zuhud dalam fenomena diatas merupakan suatu sikap yang sangat berlebih lebihan. Dalam hal ini Muhamad Rasyid Ridha menyatakan bahwa islam melarang manusia berlebih lebihan dalam agama dan membrantas ajaran ajaran yang menjerumuskan terhadap penyiksaan diri atas nama agama. Hal ini ditegaskan dengan diperkenankannya memakan makanan yang lezat dan memakai perhiasan, asal tidak berlebih lebihan dan tidak sombong, seperti di sebutkan dalam firman Allah swt,

يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلاَتُسْرِفُوا إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللهِ الَّتِى أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ اْلأَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. Katakanlah:"Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah di keluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik". Katakanlah:"Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (QS. Al’araf:32)

Juga dalam ayat yang lain Allah berfirman, “Katakanlah:"Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus". (QS. Al maidah:77)

Meskipun larangan yang terdapat pada ayat di atas ditujukan kepada ahli kitab, namun juga menjadi I’tibar dan peringatan bagi kaum muslimin. Kaum muslimin dituntut untuk tidak berlebih lebihan dan tidak juga untuk meninggalkan keduniawian, karena islam adalah agama rahmat dan mudah. Hadist hadist shahih yang berkenaan dengan larangan bersikap berlebih lebihan, larangan meningggalkan pakaian dan makanan yang baik, larangan melakukan kerahiban dan pengebirian merupakan essensi dari ayat tersebut, juga merupakan justifikasi atas sabda Nabi saw yang menjelaskan islam sebagai ‘agama yang mudah dan shalih li kulli zaman wa makan.’

Berkenaan dengan seruan untuk memakai pakaian yang indah setiap masuk masjid seperti tertuang dalam surat al a’raf ayat 31, juga terucap oleh Rasulullah yang memperkuat seruan tersebut diantaranya sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Salam, bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda di atas mimbar jum’at, “alangkah baiknya, jika salah seorang di antara kalian membeli dua pakaian, yaitu untuk hari jum’at selain pakaian untuk kerja.” (H.R.Abu Daud dan Ibn Majah)

Dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Nabi saw bersabda, “wajib bagi setiap muslim mandi di hari jum’at, memakai sebaik baik pakaian, dan jika ia mempunyai wangi wangian, maka hendaklah ia memakainya.’
Pada hadist pertama menunjukan disunnahkannya memakai pakaian yang bagus ketika hari jum’at dan mengkhusukan pakaian yang tidak dipakai pada hari yang lainnya. Sedangkan hadist kedua menunjukan adanya perintah mandi pada hari jum’at dan memakai pakaian yang terbaik serta wewangian.
Kemudian di dalam penciptaan alam semesta terdapat kebaikan, keindahan, keharmonisan, dan keteraturan yang hakiki. Segala sesuatu di dalam alam semesta seperti matahari, bulan, bintang dan sumber sumber alam di atas bumi telah diciptakan untuk dimanfaatkan dan dinikmati manusia. Hal ini sesuai dengan firman Allah swt, ” Dia lah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (al baqarah: 29)

Islam adalah agama komprehensif yang mengatur segala keperluan dan tuntutan hidup, sejalan dengan itu, islam juga menghubungkan antara tuntutan rohani dan jasmani dengan nilai keadilan dan keserasian. Jika islam menggariskan jalan keberuntungan bagi rahani, maka islam juga menggariskan jalan keberuntungan bagi kehidupan jasmani, namun islam menekankan untuk memperolehnya mengggunakan cara yang baik dan benar serta mendatangkan manfaat.
Berdasarkan fitrah manusia dan ketentuan syar’i, mencintai hal hal yang bersifat duniawi dibenarkan oleh Allah dan RasulNya, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan. Karena dengan cara itu, manusia akan memperoleh kebagahiaan di dunia dan di akherat, sebagaimana do’a yang senantiasa diucapkan oleh setiap muslim pada setiap saat dan kesempatan, ’ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akherat dan peliharalah kami dari siksa neraka.’
Apabila kita membenci dunia dan zuhud terhadap hal hal yang bersifat duniawi sehingga kita mengabaikan dan meninggalkan duniawi sebagaimana tercermin dalam fenomena di atas, maka mustahil kita akan memperoleh kebahagiaan di dunia ini, bahkan justru kita mendapatkan kemelaratan, kesengsaraan dan kepunahan. Bahkan di akherat juga mustahil memperoleh kebahagiaan karena dunia ini adalah sarana dan alat untuk mencapai akherat, tanpa sarana dunia, akherat tidak mungkin bisa dicapai. Sebagaimana diungkapkan Syaikh Yusuf Qardhawi:” ada sebagian orang salah dalam memahami konsep zuhud, mereka berasumsi bahwa untuk mendapatkan akherat harus dengan meninggalkan urusan dunia, argumentasi mereka berangkat dari sebuah keyakinan bahwa dunia dan akherat bagaikan dua anak timbangan yang jika salah satu anak timbangan berat/turun maka yang satunya akan terangkat keatas dan naik. Lantas, mereka berkeyakinan bahwa untuk mendapatkan akherat berarti harus membelakangi dunia secara totalitas.

Menurut ajaran islam, orang beriman dituntut supaya bekerja untuk urusan dunia dengan kesungguhan, berjuang, membangun, mengusahakan kemajuan dan kemakmuran. Tetapi di dalam hatinya bukan sekedar mementingkan dunia, melainkan juga dengan tujuan untuk keselamatan akherat. Orang beriman menjadikan dunia ini sebagai tempat menanam untuk kelak mengharapkan hasil panennya di akherat. Maka, untuk mencapai tujuan itu diperlukan usaha dan kerja keras untuk meraihnya. Selanjutnya, orang beriman merasa dirinya sebagai salah satu dari anggota masyarakat yang utuh, yang harus bekerja dan beramal untuk kepentingan umum. Di mana saja dia bekerja, dilakukannya dengan sebaik baiknya demi meraih kebaikan umat manusia. Seperti halnya para sahabat, mereka ada yang menjadi petani, saudagar, dan yang lainnya. Mempercayai akherat tidak berarti menyebabkan mereka berhenti mengerjakan urusan dunia. Bahkan mereka diperintahkan untuk bekerja dan berusaha dalam keadaan bagaimanapun mekipun kiamat datang menghadang, sebagaimana Rasulullah saw bersabda, ”ketika kiamat terjadi, sedang di tangan seseorang diantara kamu masih ada sebuah bibit pohon kurma, maka jika ia mampu menanamnya maka hendaklah ia menanamnya.” (H.R.Bukori dan Ahmad)

Maka dari itu, konsep zuhud yang membenci segala yang bersifat duniawi secara prinsiple bertentangan secara diametral dengan ajaran islam, dan mencintai kepada hal hal yang bersifat duniawi seperti yang telah disebutkan diatas juga tidak boleh melebihi cinta kita kepada Allah, RasulNya, dan perjuangan dalam membela islam. Sebagaimana firman Allah swt, ” Katakanlah:"Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. 9:24)
Jadi, berdasarkan fitrah manusia dan ketentuan ketentuan syar’i serta contoh Rasulullah dan para sahabat diatas, kita simpulkan bahwa essensi zuhud itu bukan refleksi sikap anti dunia dan berpaling dari dunia, namun sebenarnya zuhud itu adalah upaya untuk meraih keridhaan Allah dan sarana untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat. Wallahu a’lam

Referensi

1. Az Zuhdu Fi Ad Dunya Syi’ar Al Anbiya Wa As Sholihin, Imam Ibnu Rajab Al Hanbali.
2. Ma Li Wa Lid Dunya, Abul Hasan Ash Shogur.
3. Ihya Ulumudin, Imam Al Ghazali.
4. Mukhtashar Nailul Autar, Syaikh Faishal Ali Mubarak.
5. Tasawuf, Perkembangan Dan Pemurnianyya, Hamka.
6. Hurrimah Al Ibtida’ Fi Ad Din, Abu Bakar Jabir Al Jazairi.
7. Wahyu Ilahi Kepada Muhamad (Terjemahan), Muhamad Rasyid Ridha.
8. Iman Dan Kehidupan (Terjemahan) Syaikh Yusuf Al Qardhawi.

Kasih Sejati Dibawa Mati
Abu Hanan Dzakiya

Di sebuah rumah sakit bersalin, seorang ibu baru saja melahirkan jabang bayinya. "Bisa saya melihat bayi saya?" pinta ibu yang baru melahirkan itu penuh rona kebahagiaan di wajahnya. Namun, ketika gendongan berpindah tangan dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki mungil itu, si ibu terlihat menahan napasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit, tak tega melihat perubahan wajah si ibu. Bayi yang digendongnya ternyata dilahirkan tanpa kedua belah telinga! Meski terlihat sedikit kaget, si ibu tetap menimang bayinya dengan penuh kasih sayang.

Waktu membuktikan, bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari, anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan si ibu sambil menangis. Ibu itu pun ikut berurai air mata. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi. Sambil terisak, anak itu bercerita, "Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh."

Begitulah, meski tumbuh dengan kekurangan, anak lelaki itu kini telah dewasa. Dengan kasih sayang dan dorongan semangat orangtuanya, meski punya kekurangan, ia tumbuh sebagai pemuda tampan yang cerdas. Rupanya, ia pun pandai bergaul sehingga disukai teman-teman sekolahnya. Ia pun mengembangkan bakat di bidang menulis. Akhirnya, ia tumbuh menjadi remaja pria yang disegani karena kepandaiannya dalam menulis.

Suatu hari, ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga. "Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuk putra Bapak. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter. Maka, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya kepada anak mereka.

Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelaki itu, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia," kata si ayah.
Operasi berjalan dengan sukses. Ia pun seperti terlahir kembali. Wajahnya yang tampan, ditambah kini ia sudah punya daun telinga, membuat ia semakin terlihat menawan. Bakat menulisnya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya.

Beberapa waktu kemudian, ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia lantas menemui ayahnya, "Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku. Ia telah berbuat sesuatu yang besar, namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya."
Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu." Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini."

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari, tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga tersebut. Pada hari itu, ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, si ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku. Sang ayah lantas menyibaknya sehingga sesuatu yang mengejutkan si anak lelaki terjadi. Ternyata, si ibu tidak memiliki telinga.
"Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya," bisik si ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya, ‘kan?"
Melihat kenyataan bahwa telinga ibunya yang diberikan pada si anak, meledaklah tangisnya. Ia merasakan bahwa cinta sejati ibunya yang telah membuat ia bisa seperti saat ini.
Pembaca,.. kisah diatas memberikan pelajaran berharga kepada kita bahwa cinta dan pengorbanan seorang ibu adalah wujud sebuah cinta sejati yang tak bisa dinilai dan tergantikan. Cinta sang ibu telah membawa kebahagiaan bagi sang anak. Inilah makna sesungguhnya dari sebuah cinta yang murni. Apapun yang ia miliki akan ia korbankan demi kebahagiaan seorang anak.

Namun kecintaan dan pengorbanan orang tua yang begitu besar terkadang justru dibalas oleh anaknya dengan kejahatan. Berapa banyak anak yang menelantarkan kedua orang tuanya disaat mereka berusia senja. Dibiarkannya mereka hidup sengsara, tetap bekerja keras membanting tulang karena tidak ada satupun anaknya yang menjamin kebutuhan hidupnya. Dibiarkannya mereka mengemis di pasar-pasar sekedar untuk mengisi perutnya, karena sudah tidak mampu lagi untuk bekerja. Dibiarkannya mereka hidup kesepian di panti-panti jompo sambil menunggu uluran dermawan yang masih memiliki rasa belas kasihan kepada mereka. Bahkan kalau terpaksa mereka mau merawat kedua orangtuanya, yang selalu diharapkan adalah agar orangtuanya segera meninggal dunia karena hanya membuat repot keluarganya saja. Itulah sedikit potret anak yang durhaka kepada kedua orangtuanya. Air Susu dibalas dengan air tuba. Cinta sejati dibalas dengan doa dan harapan agar cepat mati!! ..
Padahal Rasulullah telah mengingatkan akan adzab Allah diakherat nanti bagi mereka yang durhaka kepada orang tuanya. Bahkan adzab tersebut akan disegerakan disaat mereka masih hidup didunia ini. Wal ‘iyadzu billah.

Rasulullah saw bersabda:
“Semua dosa akan ditangguhkan (adzabnya) oleh Allah -menurut yang Dia kehendaki -sampai hari kiamat nanti kecuali dosa durhaka kepada dua orang tua. Maka sesungguhnya Allah akan menyegerakan adzab kepada pelakunya di dunia ini sebelum ia meninggal." (HR. Hakim)
Karena itu, sebagai seorang anak, jangan pernah melupakan jasa seorang ibu. Sebab, apa pun yang telah kita lakukan, pastilah tak akan sebanding dengan cinta dan ketulusannya membesarkan, mendidik, dan merawat kita hingga menjadi seperti sekarang. Wallahul Musta’an.

Dua Mata Pedang Syetan

Posted by newydsui Friday, June 25, 2010 0 comments

Dua Mata Pedang Syetan

Ketika Syetan dikeluarkan dari Jannah Allah ta'ala, Iblis memelas pada Allah, "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalangi-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus." (QS. al-'Araf:16)
Dengan sumpah inilah dia terus menggoda manusia sampai hari ini, tak pernah putus harapan. Ia mampu menjadikan ragu seorang hamba antara dua pilihan yang keduanya salah dan bathil, itulah yang sering disebut oleh para ulama dengan istilah ifrath dan tafrith. Ibnu Qoyyim berkata, "Para ulama salaf telah mengatakan, bahwa tidak ada satu perintah Allah pun kecuali syaithan telah membuat dua perangkap: apakah akan terjebak dalam tafrifh (lalai), atau ifrath (berlebihan). Syaitan tidak memperhatikan dengan yang mana dia akan tergoda."
Pernah tiga seorang shahabat yang dengan tulus menginginkan sebuah pahala: yang pertama mengatakan, "Saya tidak akan pernah memakan daging." Yang kedua mengatakan, "Saya tidak akan pernah menikahi wanita." Dan yang ketiga mengatakan, "Saya tidak pernah tidur di atas tempat tidur." Tapi bagaimana sikap Nabi ketika mengetahui hal demikian. Justru beliau mengatakan, "Mengapa mereka mengatakan ini dan ini, padahal saya shaum dan berbuka, tidur dan bangun, memakan daging, dan menikahi wanita. Maka barangsiapa yang benci dengan sunnahku maka bukan dari golonganku." (HR. Bukhari Muslim)
Jadi, Nabi tidak memandang apa yang dilakukan shahabat tadi terpuji, tapi tercela. Sebaliknya Nabi pun tidak memandang baik mereka-mereka yang tidak melaksanakan qiyamullail, atau terjebak dengan fitnah wanita setelah melaksanakan pernikahan. Maka Nabi pun mencontohkan tetap nikah tanpa terperangkap dalam fitnah wanita, dan tetap tidur juga melaksanakan qiyamullail.
Kedua perangkap itu bak mata pedang syetan yang siap menusuk dari dua arah yang berlawanan. Dengan alasan menghindari kesesatan, malah terjerumus pada kesesatan yang satunya. Jalan Allah hanya satu yaitu jalan yang lurus. Jangan belok ke kanan karena menghindari yang kiri, atau sebaliknya ke arah kiri karena menghindari jalan yang ke kanan. Allah ta'ala berfirman, "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa." (QS. al-An'am: 153)

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers