Akhir Dari Sebuah Ketamakan

Posted by newydsui Wednesday, February 3, 2010 0 comments

Akhir Dari Sebuah Ketamakan
Oleh : Ummu Hanan Dzakiya

Dalam kitab Nawadiru Minat Tarikh (Hal-hal yang jarang terjadi dalam sejarah) karangan Ustadz Shaleh Az Zimam disebutkan:


Bahwa seorang Syekh yang bernama Abdur Rahman bin Abdul Aziz As Salim menceritakan sebuah kisah yang menakjubkan: Bahwa dirinya pernah melihat seorang yang sudah tua renta. Orang tua itu bekerja sebagai tukang jahit pakaian laki-laki. Setelah ia perhatikan dengan seksama, orang tua itu selalu memasukkan jarinya ke mulut setiap kali selesai menusukkan jarum. Kemudian ia meniup-niupnya, seolah ingin mendinginkannya.

Kemudian aku mendekatinya dan secara diam-diam aku tanyakan padanya tentang kelakuan anehnya. Ia berkata, “Anakku, di jari-jariku ini ada panas yang sangat menyengat sejak sepuluh tahun yang lalu.” Alangkah kagetnya aku mendengar penuturannya ini. Aku bertanya lagi, “Apakah rasa panas itu berasal dari indera perasa di tangan Anda?” Ia menjawab, “Bukan, tetapi seperti ada api yang membakarnya.” Dengan terheran-heran aku bertanya lagi, “Api sejak bertahun-tahun?” Sang kakek akhirnya bercerita.

“Anakku, api itu aku rasakan sejak tahun sekian sekian. Ketika itu, aku melihat salah seorang kerabatku tengah menghadapi sakaratul maut. Saat itu adalah masa-masa paceklik dan kelaparan. Ketika setengah sadar, saat kondisi sekarat kerabatku itu berkata, “Ambilkan aku sebutir kurma.”

Kukatakan kepadanya, “Apakah kamu bisa memakannya?”
“Bisa,” jawabnya.
Ia terus meminta kurma itu. Aku sendiri merasa senang dengan permintaan tersebut. Akhirnya aku ambilkan sedikit kurma, lalu ia berkata kepadaku, “Aku harap Engkau mau menjauh dariku, biarkan aku sendiri!”

Aku menuruti saja permintaannya. Aku menjauh da bersembunyi di balik pintu sambil mengamati apa yang akan dikerjakannya. Tiba-tiba saja ia membolak-balikkan badannya dan seperti menahan rasa sakit yang luar biasa, sejurus kemudian ia membuka tali celana pada perutnya dan mengeluarkan beberapa keping uang pound emas. Kemudian ia mengupas bagian luar daging kurma dan memasukkan sekeping uang pound kedalamnya sebelum mengunyah dan menelannya. Hal itu ia lakukan dengan susah payah. Akhirnya ia meninggal dunia sebelum menelan semua uang poundnya.
Melihat itu, aku segera menghampirinya dan kupungut sisa-sisa uang pound yang masih tersisa. Aku memutar otak, bagaimana cara mengeluarkan uang pound yang sudah terlanjur ia telan tadi, sebab aku merasa sangat membutuhkannya. Akhirnya aku mengambil sebilah pisau lalu aku belah perutnya. Dan benar saja… aku melihat beberapa keping uang pound. Maka kuulurkan jari-jariku untuk mengeluarkannya. Tiba-tiba saja hawa panas menghanguskan tangan dan jari-jariku. Panas itu serasa tujuh kali lipat api biasa. Kontan saja aku merasa sangat takut dan was-was. Kemudian aku menggenggam tanganku. Anakku, rasa panas itu masih aku rasakan hingga hari ini.”

Tamak terhadap dunia
Pembaca, itulah gambaran orang yang begitu tamak terhadap harta dunia. Sampai-ampai ketika mau matipun ia masih teringat dengan harta yang selama ini dikumpulkannya. Ia tidak rela jika ada orang lain mewarisinya. Kalau bisa semua hartanya akan ia bawa ketika ajal tiba. Mungkin ia berpikiran, kenapa aku yang capek bekerja namun justru orang lain yang menikmatinya.
Itulah sifat manusia, selalu tamak terhadap dunia. Rasulullah saw bersabda:
لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى ثَالِثًا وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya anak keturunan Adam memiliki dua lembah harta niscaya dia masih akan mencari yang ketiga. Dan tidak akan pernah menyumbat rongga anak Adam selain tanah, dan Allah menerima taubat bagi siapa pun yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari)
Mencintai dunia dan rakus harta adalah penyakit paling berbahaya. Untuk mendapatkan dunia, berapa banyak orang yang tidak mempedulikan lagi halal dan haram dalam mendapatkannya. Segala cara akan ditempuhnya asalkan tercapai apa yang diangankannya.
Tidak berlebihan jika dikatakan, segala bentuk kejahatan bermuara dari kerakusan terhadap dunia dan gaya hidup materialisme. Perampokan, perjudian, riba, penjualan bayi, narkoba, KKN, korupsi dan lainnya dan segala bentuk tindakan kriminal selalu bertalian erat dengan kerakusan terhadap harta dan materi. Rasulullah SAW mengingatkan tentang bahayanya: "Dua serigala lapar yang dikirim kepada kambing tidak begitu berbahaya dibanding kerakusan seseorang tehadap harta dan kedudukan." (H.R. Tirmidz).

Sikap terhadap harta
Harta merupakan ujian dan cobaan. Dengan harta seseorang bisa menggapai surga dan karena harta pula seseorang bisa terjerembab ke dalam api neraka.
Ada dua kelompok manusia dalam memberlakukan harta: Mereka yang meletakkan harta di dalam hatinya. Mereka akan berusaha menggenggam erat harta yang dimilikinya, meski disaat orang lain sangat membutuhkannya. Sebagaimana kisah di atas.
Ada satu golongan manusia lagi, mereka meletakkan harta di tangannya bukan di hatinya. Bahkan ia melepaskan begitu saja dengan lapang dada. Ia menginfakkannya sepanjang siang dan malam dalam rangka ketaatan kepada Allah dan mencari keridhaannya. Tidak pernah sedikitpun ada kekhawatiran dalam hatinya akan berkurangnya harta. Ia ingin menggapai kebahagian sempurna dan takwa.
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahui.” (QS. Ali Imran: 92)

Zuhud (Juga) Syarat Cinta
Oleh : Imtihan Asy Syafi'i, MIF

Adalah Muhammad bin Wasi’, salah seorang anggota pasukan Qutaibah bin Muslim, yang sangat terkenal dengan kezuhudannya. Di matanya emas tak lebih berharga daripada tanah yang diinjaknya. Qutaibah bin Muslim amat bangga kepada Muhammad. Dan Qutaibah ingin menunjukkan kezuhudan Muhammad kepada para menteri dan pejabat. Qutaibah yang di tangannya ada setumpuk emas seumpama kepala banteng berkata, “Menurut kalian, adakah orang yang menolak emas ini?”
“Tak akan ada orang yang zuhud terhadapnya,” jawab mereka serentak.
“Akan kutunjukkan kepada kalian, salah seorang umat Muhammad saw yang dalam pandangannya emas sama saja dengan tanah. Panggilkan Muhammad bin Wasi’,” kata Qutaibah.
Maka Muhammad dipanggil. Sesampai di hadapannya, Qutaibah menyerahkan tumpukan emas sebesar kepala banteng itu kepadanya. Muhammad menerimanya.

Qutaibah heran. Sempat ia berpikit, pasti Muhammad akan mengembalikannya. Ternyata sangkanya keliru. Qutaibah membawanya balik.
Qutaibah pun menyuruh beberapa orang untuk membuntuti Muhammad. Dia bergumam, “Ya Allah, janganlah Engkau kelirukan prasangka baikku padanya.”
Muhammad kembali ke kesatuannya. Dalam sebuah perjalanan, ada seorang pengemis yang menengadahkan tangannya kepada pasukan, Muhammad bin Wasi’ adalah salah seorang dari anggota pasukan itu. Muhammad menyerahkan semua emas yang diterimanya kepada pengemis itu. Semuanya, tanpa sisa.

Orang-orang yang diutus Qutaibah untuk membuntuti Muhammad pun melaporkan kejadian itu. Qutaibah berkata, “Bukankah sudah kukatakan, ada orang dari umat Muhammad saw yang di matanya emas itu laksana tanah?”
Inilah zuhud. Dunia datang dan pergi, sementara hati tetap bersama Allah. Rasulullah saw telah mengingatkan kita supaya tidak menghamba kepada dunia. Beliau bersabda,
“Celakalah penghamba dirham. Celakalah penghamba dinar. Celakalah penghamba kain beludru. Celakalah penghamba kain bersulam sutera. Celaka dan celaka. Jika tertusuk duri, duri itu tak dapat dicabut darinya.” (Hadits riwayat Imam al-Bukhariy)
Kenapa orang-orang itu celaka? Karena mereka menghamba kepada hawa nafsunya. Allah berfirman,
“Pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai sesembahannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya (karena Allah telah mengetahui bahwa Dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya).” (Q.S. Al-Jatsiyah: 23)

Juga Syarat Cinta
Sahal bin Sa’ad ra bertutur, “Seseorang menemui Rasulullah saw seraya bertanya, ‘Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan, jika aku mengerjakannya Allah mencintaiku dan orang-orang pun mencintaiku.’ Beliau menjawab, ‘Zuhudlah terhadap dunia niscaya Allah mencintaimu, Zuhudlah terhadap apa yang dimiliki oleh orang-orang niscaya mereka mencintaimu.’.” (Hadits riwayat Ibnu Majah dan al-Hakim)

Hadits Sahal ini menegaskan bahwa cinta Allah dapat diraih dengan zuhud terhadap dunia. Sesungguhnya dunia adalah negeri persinggahan bukan negeri untuk menetap. Dunia adalah tempat yang penuh dengan duka cita bukan tempat tinggal untuk bersuka cita. Sudah sepantasnyalah seorang mukmin menjadikan dunia sebagai bagian perjalanan, mempersiapkan bekal dan hartanya untuk menuju ke perjalanan yang pasti. Perjalanan menuju negeri akhirat.
Allah berfirman, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al-Hadid: 20)

Hakikat Zuhud
Abu Sulaiman Ad Daaroniy—sebagaimana dikutip oleh Al Hafizh Ibnu Rojab al-Hambali dalam Jami’ul ‘Ulum wal Hikam (2/186)—mengatakan, “Para ‘alim ulama di Iraq berselisih pendapat mengenai pengertian zuhud. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa zuhud adalah menjauhi dari manusia. Ada pula yang mengatakan bahwa zuhud adalah meninggalkan berbagai nafsu syahwat. Ada juga yang mengatakan bahwa zuhud adalah meninggalkan diri dari kekenyangan. Semua definisi ini memiliki maksud yang sama.”

Kemudian Ad Daaroniy mengatakan bahwa beliau cenderung berpendapat bahwa zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang dapat melalaikan dari mengingat Allah ‘azza wa jalla.
Banyak sekali perkataan Salaf dalam mendefinisikan zuhud terhadap dunia. Semua berkisar pada pupusnya hasrat kepada dunia dan kosongnnya hati dari ketergantungan terhadap dunia.
Imam Ahmad berkata, “Zuhud terhadap dunia adalah pendek angan-angan.”

Abdul Wahid bin Zaid bertutur, “Zuhud adalah zuhud terhadap dunia dan dirham.
Al-Junaid ditanya mengenai zuhud, maka beliau menjawab, “Zuhud adalah menganggap dunia itu kecil dan menghilangkan bekasnya dari hati.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Zuhud adalah meninggalkan semua yang tidak mendatangkan manfaat ukhrawi.”
Akhirnya, marilah kita renungkan pernyataan Ibnul Qayyim berikut ini: “Orang-orang bijaksana telah bersepakat bahwa zuhud adalah menyingkirnya hati dari negeri dunia, dan membawanya ke negeri akhirat. Maka di manakah gerangan para musafir yang hatinya tertambat kepada Allah?Di manakah gerangan para pejalan yang hendak menuju ke tempat yang mulia dan derajat yang tinggi?Di manakah gerangan para perindu surga dan penuntut akhirat?”

CEGAH CACINGAN

Posted by newydsui 0 comments

CEGAH CACINGAN
Oleh : dr Mety

Cacingan adalah kumpulan gejala gangguan kesehatan sebagai akibat adanya cacing yang merugikan di dalam tubuh. Cacingan paling banyak ditemui pada anak-anak, walaupun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pula pada dewasa. Penyakit ini terjadi hampir di seluruh dunia, terutama di daerah tropis dengan hygiene dan sanitasi lingkungan yang belum baik. Penyebab cacingan yang populer yaitu : cacing gelang ( Ascaris lumbricoides ), cacing kremi ( Oxyuriasis vermicularis ), cacing tambang ( Necator americanus dan Ancylostoma duodenale ) dan cacing tambang ( Trichuris trichiura ).

Apabila dibiarkan, cacing cacing tersebut dapat mengakibatkan komplikasi bermacam-macam (tergantung dari jenis cacing yang menginfeksi), yang kesemuanya akan menuju pada gangguan tumbuh kembang anak, karena prinsipnya cacing-cacing tersebut akan masuk ke dalam usus dan memakan makanan yang ada di dalam usus, sehingga dapat dipastikan yang bertambah gemuk adalah cacingnya, sedangkan anak akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik.
Berikut akan diuraikan penyakit cacingan berdasarkan jenis cacingnya :

1) Askariasis
Yaitu Cacingan yang disebabkan oleh cacing gelang ( Ascaris lumbricoides ). Angka kejadian di Indonesia masih sangat tinggi terutama pada anak-anak. Anak akan terinfeksi cacing ini apabila ia menelan telur Ascaris yang telah dibuahi ( melalui makanan yang sudah terkontaminasi ).
Gejala yang dialami akan bergantung kepada banyaknya jumlah cacing dalam tubuh. Gejala klinis yang nyata biasanya berupa nyeri perut , berupa nyeri tiba-tiba di daerah pusat, perut buncit, rasa mual dan kadang-kadang muntah, cengeng, hilang nafsu makan, susah tidur dan diare. Apabila cacing terdapat dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan diare yang berat, akibatnya penderita askariasis ini umumnya mempunyai keadaan gizi yang jelek.

2) Oksiyuriasis
Yaitu penyakit cacingan yang disebabkan oleh cacing Oxyuris vermicularis atau lebih dikenal dengan sebutan cacing kremi. Di Indonesia, frekuensi kejadiannya tinggi, terutama pada anak-anak.
Cacing kremi ini masuk ke dalam tubuh dalam bentuk telur melalui jari, makanan yang sudah terkontaminasi, atau menghisap debu jalanan yang sudah mengandung telur, serta lewat garukan tangan pada anus. Cacing betina yang hamil, pada waktu malam akan bergerak ke arah anus untuk meletakkan telur-telurnya dalam lipatan-lipatan anus. Hal ini menyebabkan pada malam hari akan timbul rasa gatal di daerah anus, sehingga penderita menggaruknya. Bila penderita tidak mencuci tangannya lebih dahulu sebelum makan, maka telur –telur cacing tersebut akan kembali masuk ke dalam tubuhnya. Selain rasa gatal pada anus -yang sangat hebat- pada malam hari, penderita juga mengalami penurunan nafsu makan, badan menjadi kurus, tidur tidak nyenyak, anak menjadi mudah marah, jengkel dan tidak sabar secara berlebihan. Pada anak wanita, rasa gatal dapat juga terjadi di daerah vulva dan vagina.

3) Trikuriasis
Merupakan cacingan yang disebabkan oleh cacing jenis Trichuris trichiura (cacing cambuk). Cara infeksi hampir sama dengan cacing kremi, yaitu dengan cara menelan telur cacing yang telah dibuahi lewat makanan atau minuman atau debu yang sudah terkontaminasi. Hanya saja, larva cacing cambuk ini akan melekat pada usus halus sampai ia dewasa, kemudian melanjutkan perjalanan menuju usus besar.

Cacing cambuk ini dapat menyebabkan penderitanya mengalami anemia karena perdarahan kronis, dimana penderita akan kehilangan darah sekitar 0,25 ml setiap seribu telur cacing yang terdapat dalam 1 gram tinja. Pada infeksi yang berat penderita akan merasakan nyeri di daerah perut bagian atas, yang disertai muntah-muntah, susah buang air besar, perut kembung. Dapat pula terjadi diare yang bergaris-garis merah darah, serta berat badan yang berkurang.

4) Ankylostomiasis
Penyakit ini disebabkan oleh cacing Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Penyebab tersering yang ditemukan di Indonesia adalah cacing Necator americanus. Cacing tersebut terutama ditemukan di daerah yang mempunyai tanah lembab dan teduh seperti dalam tambang-tambang atau perkebunan. Larva cacing yang hidup dapat memasuki tubuh manusia dengan cara menembus kulit dan masuk ke dalam jaringan di bawah kulit kemudian memasuki saluran getah bening dan pembuluh darah.

Seekor cacing dewasa diperkirakan akan menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,03 ml perhari. Bayangkan apabila terdapat 1000 cacing, maka setiap hari penderita akan kehilangan darah sebanyak 30 ml perhari. Maka dari itu, gejala utama dari penyakit ini adalah anemia, dimana penderita akan mengeluhkan lemah, lesu, pusing, serta nafsu makan berkurang .
Untuk mengetahui jenis cacing yang telah menyebabkan cacingan pada penderita, dilakukan pemeriksaan tinja penderita dengan menggunakan mikroskop di laboratorium. Dari hasilnya jika memang ditemukan telur cacing atau cacing dewasa jenis tertentu, maka penderita harus segera diobati, tentunya dengan menggunakan obat cacing.

Kiat Menghindari Cacingan
 Biasakan anak untuk membersihkan tangan dengan sabun, sebelum makan, seusai makan, atau setelah bermain, khususnya di luar rumah.
 Tidak jajan di sembarang tempat, apalagi jajanan yang terbuka.
 Potong kuku anak secara teratur. Kuku panjang bisa menjadi tempat bermukim larva cacing.
 Cuci sayuran mentah dengan air mengalir atau mencelupkannya beberapa detik ke air mengalir.
 Ajari anak untuk tidak terbiasa memasukkan tangan ke dalam mulutnya sebelum mencuci tangan.
 Selalu pakaikan sandal atau sepatu setiap kali anak bermain di luar rumah.
 Jaga kebersihan sanitasi lingkungan, misalnya dengan rajin membersihkan kakus atau septictank, tidak menyiram jalanan dengan air got.

SYAHADAT RASUL
(Memahami makna dan hakikat syahadat Rasulullah)

Muqadimah
Pada akhir-akhir ini, kita dapatkan serangan bertubi-tubi menimpa Nabi kita yang mulia Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Serangan itu tidak hanya datang dari orang-orang kafir saja, bahkan justru datang dari orang-orang yang mengaku dirinya beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan belabel Islam. Dari gambar karikatur Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kartunnya, videonya, hingga orang-orang yang mengaku dirinya adalah seorang Nabi dan Rasul sangat kerap kita temukan. Ironisnya, sebagian besar kaum muslimin diam seribu bahasa, tidak ada sedikitpun reaksi ‘pembelaaan’ mereka terhadap kehormatan Rasul-Nya. Jangan-jangan keimanan mereka kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hanyalah ‘lipstik’ pemanis bibir, yang dapat memudar begitu saja ketika terkena air atau sesuatu yang membasahinya. Dunia dan kemewahannya telah memudarkan keimanan banyak kaum muslimin. Sehingga setiap sesuatu ‘senantiasa’ mereka ukur dan nilai dengan kemewahan dunia. Jika menguntungkan dunia mereka, maka mereka akan membelanya mati-matian, sekalipun itu batil dan bertentangan dengan syariat Allah dan Rasul-Nya. Namun, jika sesuatu itu akan merugikan dunia mereka maka mereka akan menjauhinya dan acuh tidak acuh, meskipun itu adalah sesuatu yang haq.

Karenanya, justru kita dapatkan ketika ada sebagian kaum muslimin yang memberikan ‘secuil’ reaksi pembelaan mereka kepada kehormatan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka banyak kaum muslimin yang membenci mereka, menuduh mereka dengan tuduhan yang keji, dan memberikan kepada mereka gelar-gelar yang tidak pantas…wal’iyadzu billah. Sudah separah itukah ‘penyakit’ yang menimpa iman kaum muslimin??

Tak Kenal Maka Tak Sayang, Tak Sayang Maka Tak Cinta
Jauhnya kecintaan kaum muslimin terhadap Nabi dan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dikarenakan mereka tidak mengenal Rasul-Nya dengan baik. Syahadat Rasul yang mereka ucapkan pun ‘terkesan’ hanyalah simbolis ke-Islaman mereka, tidak lebih dari itu. Padahal, jika seseorang telah bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Nabi dan Rasul-Nya, maka orang tersebut dituntut untuk memenuhi konsekwensi dan kewajiban-kewajibannya.

Di antara konsekwensi syahadat Rasul yang mesti kita penuhi adalah sebagai berikut:
1. Mentaati seluruh yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
2. Membenarkan semua yang dikhabarkan oleh beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
3. Menjauhi dan menghindari semua yang dilarang olehnya.
4. Tidak beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dengan apa yang disyari’atkan oleh beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
5. Meyakini bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Rasul Allah untuk seluruh manusia (bukan hanya untuk satu golongan umat manusia).
6. Meyakini bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hanyalah seorang hamba biasa yang tidak berhak untuk disembah.
7. Meyakini bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah berdusta (dalam menyampaikan risalah).
8. Wajib mentaati dan mengikuti beliau.
9. Meyakini bahwasanya siapa saja yang mentaatinya pastik akan dimasukkan ke dalam jannah.
10. Meyakini bahwasanya siapa saja yang bermaksiat kepadanya (mengingkarinya) pasti akan dimasukkan ke dalam neraka.
11. Meyakini, bahwasanya apa saja yang disampaikan oleh beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah hak dan bersumber dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Lihat Kitab, Al-Islam Ushuluhu wa Mabadi`uhu: 1/169).

Umar bin Khaththab –radhiyallahu ‘anhu- pedangnya kerap ‘akan’ memenggal para penghina Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari Abu Sa’id Al-Khudri –radhiyallahu ‘anhu- ia berkata, “Ketika kami bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang sedang membagi-bagikan ghanimah, datanglah Dzul Khuwaishirah, seorang laki-laki dari Bani Tamim, seraya berkata, “Wahai Rasulullah, berlaku adillah.”
Rasulullah menjawab, “Celaka kamu, siapa yang akan berbuat adil jika aku tidak adil. Sungguh aku telah menipu dan merugi jika tidak berbuat adil.” Melihat hal itu Umar bin Khaththab berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkan aku memenggal leher orang ini!’ Rasulullah menjwab, “Biarkan dia.” (Muttafaq ‘alaih)
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu- ia berkata, “Seorang laki-laki dari ahli kitab datang dan berolok salam kepada Nabi Muhammad dengan kalimat assamu ‘alaikum (kematian untuk Anda). Maka Umar berkata, ‘Wahai Rasulullah bolehkah aku menebas batang lehernya?’ Rasulullah menjawab, ‘Jangan! Jika dia mengucapkan salam yang sama kepada kalian maka jawablah, ‘wa alaikum’ -dan begitu pula untuk Anda-.” (HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya. Dinyatakan hasan oleh Al-Arna`uth).

Membela Kehormatan Rasulullah Semampu Kita
Setiap muslim dan muslimah wajib menolong Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qura`n), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf: 175)
Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)
Barangsiapa yang hari ini tidak turut menyertai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berarti dia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahuinya.” (QS. Al-Anfal: 27)
Dan firman-Nya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa`: 115).
Maksudnya barangsiapa yang menyelisihi jalannya Rasulullah setelah Allah mengenalkan jalan tersebut kepadanya maka inilah tempat kembalinya.

Inilah titik awal untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah. Sungguh kisah ke-Islaman Hamzah bin Abdul Muthallib dengan kondisi kita hari ini sangat jauh.
Sebab keIslaman Hamzah adalah karena Abu Jahal telah menyakiti Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sementara Hamzah sendiri sedang dalam berburu. Maka sekembalinya beliau dari berburu, beliau diberi tahu oleh istrinya apa yang telah dilakukan oleh Abu Jahal kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mendengar hal itu Hamzah pun marah, segera dicarinya Abu Jahal sebelum sempat masuk ke dalam rumahnya dan dipundaknya masih tergantung busur yang digunakan untuk berburu. Setelah mendapati Abu Jahal yang sedang berada di majlis Quraisy, tanpa berkata apa pun Hamzah langsung memukul kepala Abu jahal dengan busurnya hingga dia terluka. Kemudian Hamzah berkata, “Kamu berani memaki keponakanku padahal aku berada dalam agamanya?”

Melihat peristiwa itu orang-orang Bani Makhzum membangkitkan kemarahan Abu Jahal, dan orang-orang Bani Hasyim membangkitkan kemarahan Hamzah. Hamzah berkata, “Agamaku sama dengan agama Muhammad, aku bersaksi bahwa dia adalah Rasul Allah. Demi Allah aku tidak akan berpaling dari agamanya. Jika kalian memang berani cegahlah aku?”
Abu Jahal berkata, “Biarkan Abu ‘Imarah, aku telah memaki keponakannya dengan makian yang amat buruk.” (Mukhtashar Sirah Ibnu Hisyam, hal. 67)
Keislaman Hamzah semakin memperkuat posisi Rasulullah dan kaum muslimin dan mengecilkan nyali orang-orang Quraisy. Orang-orang Quraisy tahu bahwa Hamzah akan membelanya. Saksikanlah sikap patriotisme dari Hamzah!! Mengapa hari ini kita tidak mengambil sikap seperti itu dan kita berkata, “Tidak ada yang lain kecuali Rasulullah.” Bukankah kita mencintainya? Tidakkah kita iri kepada Hamzah? Bukankah kita akan menebusnya dengan ayah dan ibu kita?

Tidakkah peristiwa-peristiwa yang telah kami paparkan di atas dapat membangkitkan semangat kaum muslimin hingga mereka yang selama ini tertidur lelap, terlena dengan berbagaimacam acara TV, video klip, tayangan mengumbar aurat dan tayangan maksiat lainnya tersadar. Musuh-musuh Islam telah merampas tanah kita, merenggut harga diri kita, membunuh anak-anak, menindas dan melarang hijab, mencela dan mencaci Islam; menuduh bahwa Islam adalah agama radikal; teroris; dan agama yang haus darah. Dan hari ini, untuk kesekian kalinya mereka menghina Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Namun kaum muslimin diam seribu bahasa. Andaikan mereka bergerak, gerakan tersebut hanya semangat belaka yang sangat jauh dari solusi yang tepat.

Balasan Allah Bagi Para Penghina Rasulullah
A. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyegerakan siksa bagi para penghina Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Abdullah Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Rasulullah pernah shalat di sisi Ka’bah, sementara Abu Jahal dan teman-temannya sedang duduk-duduk. Tiba-tiba di antara mereka ada yang berseru, “Siapakah di antara kalian yang mau membawa kotoran bani Fulan, lalu meletakkannya di punggung Muhammad ketika dia sedang sujud?”

Bangkitlah orang paling celaka, yaitu ‘Uqbah bin Abi Mu’ith. Dia pun datang membawa kotoran (isi perut) onta lalu memperhatikan beliau. Ketika beliau sedang sujud kepada Allah, ‘Uqbah segera meletakkan kotoran tersebut di punggung Rasulullah di antara dua pundaknya. Ketika itu aku melihat dan tidak membelanya, karena seandainya aku melakukan pembelaan, tidak akan berguna pembelaan tersebut. Kemudian mereka tertawa-tawa dengan penuh kesombongan, sementara Rasulullah tetap bersujud tidak mengangkat kepalanya hingga Fathimah –radhiyallahu ‘anha- datang dan membersihkan kotoran tersebut dari punggung beliau. Kemudian beliau bangkit dan berdo’a:
“Ya Allah, binasakanlah orang-orang Quraisy.” Tiga kali. Do’a tersebut sangat memberatakan mereka, karena mereka yakin bahwa do’a yang diucapkan di Negeri tersebut mustajab. Kemudian Rasulullah menyebutkan nama-nama mereka:
“Ya Allah, binasakanlah Abu Jahal bin Hisyam, binasakanlah ‘Utbah bin Rabi’ah, binasakanlah Syaibah bin Rabi’ah, binasakanlah Al-Walid bin ‘Utbah, Umayyah bin Khalaf dan binasakanlah ‘Uqbah bin Abi Mu’ith.’

Beliau menyebut nama yang ketujuh tapi aku tidak mengingatnya. Demi Dzat yang aku berada di tangann-Nya, aku lihat orang-orang yang disebutkan Rasulullah tersebut binasa di sumur, yaitu sumur Badar.” (Muttafaq ‘alaih)
B. Bumi Memuntahkan Jasad Penghina Rasulullah
Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Seorang laki-laki Nashrani masuk Islam bahkan dia telah membaca suarat Al-Baqarah dan Ali Imran. Dia juga menulis untuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Tapi kemudian dia kembali murtad ke agama Nashrani. Dia berkata, “Muhammad tidak tahu apa-apa kecuali apa yang telah aku tuliskan untuknya.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala mencabut nyawanya dan orang-orang menguburnya. Tapi setelah dikubur, bumi memuntahkan kembali jasadnya. Orang-orang Nashrani pun berkata, “Ini adalah perbuatan Muhammad kepada orang-orang yang lari darinya. Galilah lubang untuk sahahabat kita ini dan masukkan ia ke dalamnya!” Mereka kembali menggali lubang dan menambah kedalaman lubang tersebut semampu mereka. Lagi-lagi jasadnya kembali dimuntahkan oleh bumi. Akhirnya mereka tahu bahwa jasad tersebut bukan jasad manusia, hingga mereka membuangnya begitu saja.” (Muttafaq ‘alaih).

Reference:
1. Kitab Tauhid, Syaikh Shalih Fauzan.
2. Syarh Kitab Tauhid.
3. Al-Islam, Ushuluhu wa Mabad`uhu.
4. ‘Udzran Ya Rasulullah, Syaikh Hani Hilmi.

RAJA’ BIN HAIWAH

Posted by newydsui 0 comments

RAJA’ BIN HAIWAH

Pada masa Tabi’in ada tiga orang yang oleh orang-orang zaman itu tidak ada tandingan dan duanya.
Mereka itu adalah: Muhammad bin Sîrîn di ‘Iraq, al-Qâsim bin Muhammad bin Abu Bakr di Hijaz dan Rajâ` bin Haiwah di Syam.
Mari kita ikuti kisah orang ke-tiga dari ke-tiga orang-orang pilihan lagi berbakti tersebut, yaitu Rajâ` bin Haiwah.
Rajâ` bin Haiwah dilahirkan di Bîsân, sebuah kawasan di ranah Palestina, pada penghujung kekhilafahan ‘Utsman bin ‘Affan atau sekitar itu.
Sejak kecil, dia sudah begitu menggebu-gebu dalam menuntut ilmu sehingga seakan ilmu telah mendapatkan ladang subur dan kosong sebagai tempat menetap di dalamnya.
Beruntung dia mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu dari sebagian besar parapemuka shahabat seperti Abu Sa’id al-Khudry, Abu ad-Dardâ`, Abu Umâmah, ‘Ubadah bin ash-Shâmit, Mu’âwiyah bin Abu Sufyân, ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘آsh, an- Nawwâs bin Sam’ân dan para shahabat lainnya.

Merekalah yang menjadi lentera hidayah dan obor ilmu pengetahuan baginya.
Dia sering berkata,
“Alangkah indahnya Islam bila dihiasi dengan keimanan,
Alangkah indahnya Keimanan bila dihiasi dengan ketakwaan,
Alangkah indahnya ketakwaan bila dihiasi dengan ilmu,
Alangkah indahnya ilmu bila dihiasi dengan amal,
Dan alangkah indahnya amal bila dihiasi dengan kelemah-lembutan”

Rajâ` bin Haiwah telah beberapa kali menjadi Wazîr (menteri) bagi sebagian khalifah dari kalangan Bani Umayyah, mulai dari ‘Abdul Malik bin Marwân hingga ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azîz.
Beliau menempati kedekatan khusus di hati para Khalifah karena ketajaman pandangannya, keikhlasan niatnya, hikmahnya di dalam menyelesaikan berbagai urusan. Kemudian hal itu semua dimahkotai oleh kezuhudannya terhadap perhiasan dunia.
Terjadi suatu kisah yang berhasil menyinari jalannya di dalam pergaulannya dengan para khalifah dan menentukan perannya bersama mereka. Kisah ini dituturkan sendiri oleh Rajâ`,
“Tatkala aku berdiri bersama Sulaiman bin ‘Abdul Malik (Salah seorang khalifah Bani Umayyah) yang berada di sela-sela khalayak manusia, tiba-tiba aku melihat seorang laki-laki menuju ke arah kami.. Dia terus merangsak di tengah barisan. hingga ia berada sejajar denganku lalu berhenti di sampingku, kemudian memberi salam kepadaku seraya berkata, ‘Wahai Rajâ`, sesungguhnya engkau telah diuji dengan orang ini –sembari menunjuk ke arah khalifah-. Sesungguhnya mendekatinya akan membuahkan kebaikan yang banyak ataupun keburukan yang banyak. Maka, jadikanlah kedekatamu itu sebagai kebaikan bagimu, baginya dan bagi manusia.

Dan ketahuilah wahai Rajâ`, siapa saja yang memiliki kedudukan di mata seorang penguasa lalu dia dapat mengangkat hajat seorang yang lemah, yang dia tidak mampu melakukannya sendiri maka kelak pada hari pertemuan dengan-Nya, dia akan bertemu dengan Allah dalam kondisi telah dimudahkan baginya menghadapi hari perhitungan.
Ingatlah wahai Rajâ`, bahwa siapa saja yang menolong hajat saudaranya sesama Muslim, maka Allah akan menolong hajatnya.
wahai Rajâ`, di antara amalan-amalan yang paling dicintai Allah adalah memasukkan kegembiraan ke dalam hati seorang Muslim.’
Dan saat aku memperhatikan ucapannya dan menunggu-nunggu dia menambah lagi nasehatnya, tiba-tiba khalifah memanggil, ‘Dimana Rajâ`?’ Lalu aku menoleh ke arahnya seraya menjawab, ‘Ini aku, wahai Amirul Mukminin.’ Kemudian dia bertanya sesuatu kepadaku dan begitu aku hampir usai menjawabnya dan menoleh lagi ke temanku tadi, aku sudah tidak mendapatinya lagi. Lantas aku berkeliling ke sana ke mari untuk mencarinya namun tidak berhasil menemukan satu jejaknya pun.

Rajâ` bin Haiwah juga memiliki beberapa sikap yang tulus bersama para khalifah Bani Umayyah yang masih terus didokumentasikan oleh sejarah dalam lembaran-lembarannya dan masih terus dinukil oleh generasi muda dari generasi tua.
Di antaranya, pada tahun 91 H, al-Walîd bin ‘Abdul Malik melakukan ibadah haji didampingi Rajâ` bin Haiwah.
Tatkala tiba di Madinah, mereka berdua mengunjungi majid Nabawi didampingi juga oleh ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azîz.
Nampaknya al-Walîd ingin sekali melihat ke dalam lokasi al-Haram an-Nabawy secara teliti dan seksama. Sebab, dia bertekad kuat untuk melakukan perluasan menjadi 200 hasta x 200 hasta.
Karena itu, orang-orang yang berada di dalam masjidpun dikeluarkan agar khalifah bisa mengamatinya. Tidak ada seorangpun lagi yang tersisa kecuali Sa’id bin al-Musayyab karena para penjaga tidak berani mengeluarkannya.
Lalu ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azîz mengutus seseorang untuk menemuinya. Lalu dia berkata, “Sudilah kiranya tuan keluar juga dari masjid ini seperti yang dilakukan orang-orang.” “Aku tidak akan meninggalkan masjid ini kecuali pada waktu yang biasa meninggalkannya setiap harinya.” Jawab Sa’id. Lalu dia ditanyai lagi,“Sudilah kiranya tuan berdiri untuk memberi salam kepada Amirul Mukminin.” “Aku datang ke sini hanya untuk berdiri menghadap Rabb semesta ini.” Jawabnya.
Tatkala ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azîz mengetahui pembicaraan yang berlangsung antara utusannya dan Sa’id dia menjauhkan khalifah dari tempat di mana Sa’id berada. Sementara Rajâ` melengahkannya dengan pembicaraan karena kedua orang ini mengetahui benar tabi’at khalifah yang temperamental.

Al-Walîd berkata kepada keduanya, “Siapa si syaikh itu? Bukankah dia Sa’id bin al- Musayyab.?” “Benar, wahai Amirul Mukminin” Kata keduanya
Keduanya lalu menjelaskan secara panjang-lebar mengenai agama, ilmu, keutamaan dan ketakwaannya. Kemudian mereka berdua menimpali lagi, “Andaikata keduanya tahu tempat di mana Amirul Mukminin berada, tentulah dia akan bangkit dan memberi salam kepada anda namun sayang penglihatannya sudah lemah.”
“Sesungguhnya aku sudah mengetahui kondisinya sebagaimana yang kalian sebutkan itu. Karena itu, adalah lebih pantas bila kita yang mendatangi dan memberi salam kepadanya.” Kata al-Walîd
Kemudian khalifah berkeliling di seputar masjid hingga mendatanginya dan berdiri di hadapannya lalu memberi salam kepadanya seraya berkata, “Bagaimana kabarmu, wahai syaikh.?”
“Atas nikmat Allah, bagi-Nya segala pujian dan banyak pujian. Bagaimana pula kabar Amirul Mukminin? Semoga Allah memberinya taufiq terhadap hal yang dicintai dan diridlai-Nya.” Jawabnya tanpa beranjak dari tempatnya
Setelah itu, al-Walîd berpaling seraya berkata, “Inilah sisa manusia ini. Inilah sisa Salaf umat ini.”
Selamat buat seorang Wazîr yang tulus, Rajâ` bin Haiwah… Dia telah melakukan nasehat untuk Allah, Rasul-Nya dan pemimpin kaum Muslimin.

CATATAN:
Sebagai bahan rujukan mengenai biografi Rajâ` bin Haiwah, silahkan baca,
 ath-Thabaqât al-Kubra, karya Ibnu Sa’d, Jld.V, h. 335-339; 395,407
 Shifah ash-Shafwah, karya Ibn al-Jawziy, jld.IV, h.213
 Hilyah al-Awliyâ`, karya al-Ashfahaniy, Jld.V, h.315-316
 al-Bayân Wa at-Tabyîn, karya al-Jahizh, Jld. I, h.397; II, h.107-322
 Tahdzîb at-Tahdzîb, karya Ibn Hajar, Jld.III, h.265
 Târîkh ath-Thabariy, karya Ibn Jarîr ath-Thabariy, Jld.VI, h.365-370
 Wafayât al-A’yân, karya Ibn Khalakân, Jld.I, h.430; II, h.301-303; VII, h.316..
 Târîkh Khalîfah, karya Ibn Khayyâth, h. 357
 al-Iqd al-Farîd, karya Ibn ‘Abd Rabbih, Jld.II, h.50, 82, 235; III, h.86, 105, 306;
IV, h. 156,219; V, h.139, 166; VII, h.96
 at-Tamtsîl Wa al-Muhâdlarah, karya ats-Tsa’labiy, h. 171.

Kerjakan Yang Diperintah, Tinggalkan Yang Dilarang
Tafsir QS. Al-Hasyr: 7

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu, mka terimalah. Dan apa saja yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…”

Sebab turunnya ayat ini
Para Mufassirin seperti Imam Ath-Thabari, Imam Ibnu Katsir –rahimahumallah- dan yang lainnya berkata, “Bahwa ayat ini turun berkaitan dengan masalah pembagian fa`i (harta rampasan perang). Yaitu, apa saja dari harta rampasan perang yang telah diberikan Rasulullah kepadamu, maka ambillah bagianmu itu (sekalipun kamu tidak menyenanginya), dan apa saja dari harta rampasan perang yang tidak diberikan kepadamu, maka janganlah engkau mengambilnya (sekalipun ia amat engkau sukai dan inginkan).”
Hal ini menunjukkan ketaatan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dan siapa yang mentaati beliau berarti telah mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebaliknya siapa yang bermaksiat kepada beliau, berarti pula telah bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena pada hakikatnya, keputusan Rasulullah adalah keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa mentaatiku, maka sunggu dia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa bermaksiat kepadaku, maka sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah. Dan barangsiapa yang mentaati pemimpinnya (amirnya), maka sungguh dia telah mentaati ku. Dan barangsiapa yang bermaksiat kepada pemimpinnya, maka sungguh dia telah bermaksiat kepadaku. Hanyasanya pemimpin (kalian itu) adalah ibarat perisai. Berperang dan bersembunyi (berlindung) di belakangnya. Jika pemimpin (kalian itu) menyuruh untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berbuat adil, maka baginya pahala. Adapun jika menyurh kepada selain itu, maka baginya juga adalah dosa.” (HR. Al-Bukhari, no. 2957).

Tafsir Ayat
Imam Ibnu Katsir –rahimahullah- ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Maksudnya adalah apa saja yang diperintahkan oleh Rasulullah kepadamu, maka kerjakanlah. Dan apa saja yang dilarangnya kepadamu, maka jauhilah. Karena sesungguhnya, yang diperintahkan oleh Rasulullah adalah kebaikan, dan yang dilarang olehnya adalah keburukan.”

Dari Imam Masruq –rahimahullah- berkata, “Seorang wanita datang kepada shahabat Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu- seraya berkata, ‘Telah sampai kabar kepadaku bahwa engkau telah melarang tatto dan menyambung rambut, apakah engkau telah mendapatkan larangan itu di dalam Kitab Allah atau dari Sunnah Rasulullah.’ Abdulullah bin Mas’ud menjawab, ‘Ya, saya telah mendapatkannya.’ Wanita tersebut berkata, ‘Demi Allah, aku telah membuka lembaran-lembarang Al-Qur’an, namun aku tidak menemukan larangan tersebut.’ Kemudian Abdullah bin Mas’ud berkata, ‘Adapun aku mendapatkannya dalam firman Allah, ‘…Apa yang diberikan Rasul kepadamu, mka terimalah. Dan apa saja yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah…’ Wanita tersebut berkata, ‘Ya.’ Abdullah bin Mas’ud kemudian melanjutkan, dan sungguh aku telah mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwasanya beliau melarang dari tatto, menyambung rambut, dan mencukur alis mata.’

Wanita itu kemudian berkata, ‘Aku menduga, hal itu pada keluargamu.’ Maka Abdullah bin Mas’ud berkata, ‘Silahkan masuk ke dalam rumahku, dan cobalah lihat apakah ada dari keluargaku yang melakukan demikian.’ Kemudian wanita tersebut masuk ke dalam rumahnya, melihat, dan kemudian keluar seraya berkata, ‘Aku rasa tidak ada yang dikhawatirkan (maksudnya wanita tersebut tidak mendapatkan anggota keluarga Abdullah bin Mas’ud ada yang melakukannya).’
Kemudian Abdullah bin Mas’ud –radhiyallahu ‘anhu berkata kepada wanita tersebut, ‘Adapun aku telah menjaga wasiat dari seorang hamba Allah yang shalih (Nabi Syu’aib -‘Alaihissalam-) ketika dia berkata, ‘…dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang…’ (QS. Huud: 88).

Hancurnya Umat Terdahulu Karena Banyak Bertanya dan Menyelisi Nabi Mereka
Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr –radhiyallahu ‘anhu- ia berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Apa yang aku larang kalian darinya, jauhilah, sedangkan apa yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah dengan semampu kalian. Sesungguhnya, yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian tidak lain banyaknya mereka bertanya dan menyelisihi Nabi-Nabi mereka’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata dalam kitab Jaami’ul ‘Uluum wal Hikam (Halaman 138-140 al-Muntaqa), “Hadits ini berisi larangan bertanya masalah-masalah yang tidak diperlukan dan jawabannya dapat merugikan si penanya sendiri. Misalnya pertanyaan, Apakah ia berada dalam Neraka ataukah dalam Surga? Apakah yang dinisbatkan kepadanya itu benar ayahnya ataukah orang lain? Dan juga larangan bertanya untuk menentang, bercanda atau memperolok-olok, seperti yang sering dilakukan oleh kaum munafikin dan lainnya. Mirip dengannya adalah mempertanyakan ayat-ayat Al-Qur`an dan memprotesnya untuk menentangnya. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaum musyrikin dan Ahli Kitab. ‘Ikrimah dan ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan masalah ini. Dan hampir mirip dengannya adalah bertanya tentang perkara-perkara yang Allah sembunyikan atas makhluk-Nya dan tidak memperlihatkannya kepada mereka. Seperti bertanya tentang bila terjadi hari Kiamat dan tentang ruh.”

Hadits tersebut juga berisi larangan banyak bertanya tentang sejumlah besar masalah halal dan haram yang dikhawatirkan pertanyaan tersebut menjadi sebab turunnya perkara yang lebih berat lagi. Misalnya bertanya tentang sejumlah besar perkara halal dan haram yang bisa menjadi turunnya perkara yang lebih berat dari sebelumnya. Misalnya bertanya tentang kewajiban haji, apakah wajib dikerjakan setiap tahun ataukah tidak?
Semua itu menunjukan makruh dan tercelanya banyak bertanya. Namun sebagian orang beranggapan bahwa larangan itu khusus bagi orang-orang yang hidup zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam karena dikhawatirkan akan diharamkan perkara yang belum diharamkan atau diwajibkan perkara yang sulit dikerjakan. Namun setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat kekhawatiran itu telah sirna. Namun perlu diketahui bahwa bukan itu saja sebab larangan banyak bertanya. Ada sebab lainnya, yaitu menunggu turunnya ayat-ayat Al-Qur`an, karena tidak satupun perkara yang ditanyakan melainkan telah didapati penjelasannya dalam Al-Qur`an.

Maknanya, seluruh perkara yang dibutuhkan kaum Muslimin yang berkaitan dengan agama mereka pasti telah dijelaskan oleh Allah dalam Kitab-Nya dan pasti telah disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Oleh karena itu tidak ada keperluan bagi seseorang untuk menanyakannya lagi. Sebab Allah Mahatahu apa yang menjadi kemaslahatan bagi hamba-Nya, Mahatahu apa yang menjadi hidayah dan manfaat bagi mereka. Allah pasti telah menjelasakannya kepada mereka sebelum mereka menanyakannya. Sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala katakan dalam firman-Nya, “Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat,” (QS. An-Nisaa`: 176).

Maka dari itu, tidak perlu lagi menanyakan, apalagi menanyakannya sebelum terjadi dan sebelum dibutuhkan. Namun kebutuhan yang penting sekarang ini adalah memahami apa yang telah dikabarkan oleh Allah dan Rasul-Nya kemudian mengikuti dan mengamalkannya. Wallahu A’lamu bish Shawab.

Reference:
1. Tafsir Ath-Thabari, Imam Ath-Thabari.
2. Tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Katsir.
3. Jami’ul Ulum wal Hikam, Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali.
4. Dan lain-lain.

Israel Buka Pintu Bendungan, Gaza Kebanjiran

Israel kembali berulah, mereka membuka salah satu dari pintu bendungan di bagian timur Jalur Gaza, membuat wilayah Gaza mengalami kebanjiran dan menyebabkan beberapa rumah penduduk Gaza mengalami kerusakan. Otoritas Israel membuka salah satu pintu bendungan tanpa koordinasi dan peringatan sebelumnya dengan otoritas lokal di Gaza, Senin (18/1/2010).
Dalam beberapa hari terakhir hujan lebat terus mengguyur daratan Palestina. Ototritas Israel tidak mampu menampung curahan air hujan yang melimpah dan mereka membuka salah satu pintu bendungan tanpa memberikan peringatakan sebelumnya. Karena Gaza berada di lokasi yang lebih rendah, air tersebut mengalir menuju Gaza membanjiri dua desa dan menyebabkan ratusan keluarga harus mengungsi.
Penduduk lokal mengatakan, ini adalah peristiwa kesekian kalinya, otoritas Israel sering membuka pintu bendungan yang menyebabkan banjir di daratan Gaza. Air tersebut membanjiri desa Johr al-Deek dan beberapa bagian di tenggara Gaza. Lembah Gaza memiliki panjang sekitar 8 Km yang dimulai dari timur perbatasan Gaza dengan Israel dan berakhir di lautan Mediterania.
Tim penyelamat menggunakan kapal-kapal kecil untuk mengevakuasi korban yang terjebak banjir. Banjir ini semakin membuat sulit kehidupan penduduk Gaza karena hingga saat ini, Israel masih memblokade Gaza. (roy/arrahmah.com)

Prancis Akan Denda Pengguna Cadar


Langkah diskriminasi muslim di Prancis semakin menjadi-jadi. Setelah melarang penggunaan jilbab dan cadar di sekolah dan tempat-tempat umum, partai yang kini tengah berkuasa bersiap untuk membuat draft aturan pelarangan cadar di seluruh wilayah negeri Eropa tersebut. "Proposal yang diajukan akan melarang penutup wajah di tempat umum dan di jalan," ujar Jean-François Cope, pimpinan partai yang menguasai parlemen Union of a Popular Movement (UMP) kepada Le Figaro dalam sebuah wawancara, Jumat 8 Januari.
Di bawah aturan baru tersebut, denda sebesar 750 euro akan dijatuhkan bagi orang yang menggunakan penutup wajah di tempat umum. "Ada beberapa pengecualian, seperti karnaval, namun kami belum menulis draftnya," tambah Jean. Jika disetujui parlemen, aturan aneh tersebut akan dijalankan secara bertahap.
Selain itu, dalam peraturan tersebut juga menampilkan aturan kaku yakni memberikan hukuman bagi suami yang memaksa istri atau anak perempuannya mengenakan cadar. "Mengenakan baju yang menutup seluruh tubuh adalah ekstrimis yang ingin menguji republik ini," sinis Jean.
Banyak politisi yang memperingatkan bahwa aturan tersebut nantinya sulit untuk dijalankan dan mendapat tentangan di pengadilan HAM Eropa. Pada tahun 2004, pemerintah Prancis telah melakukan pelarangan penggunaan jilbab di sekolah negeri dan sejumlah tempat umum, yang kemudian ditiru negara Eropa lainnya.
[muslimdaily.net/Roy]

MAKNA, SYARAT DAN KONSEKUENSI SYAHADAT MUHAMMADUR RASULULLAH

Oleh : Hammad

Makna Syahadat Rosul
Makna dari syahadat anna Muhammadar rasulullah adalah mengakui secara lahir dan batin bahwa beliau adalah hamba dan utusan-Nya yang ditujukan kepada segenap umat manusia dan harus disertai sikap tunduk melaksanakan syari’at beliau yaitu dengan membenarkan sabdanya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya dan beribadah kepada Allah hanya dengan tuntunannya.
Allah Ta'ala berfirman :"Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian dan janganlah kalian ikuti para wali selain-Nya. Sedikit sekali kalian mengambil pelajaran. ( Al A'raaf : 3 )
Allah Ta'ala berfirman :"Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga menjadikan kamu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan di antara mereka, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam diri mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." ( An-Nisa': 65 )

Allah Ta'ala berfirman :"Tidaklah sepantasnya bagi seorang yang beriman baik laki-laki maupun wanita, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata. " ( Al Ahzab : 36 )

Syarat Syahadat Rosul
• Menjunjung tinggi sabdanya di atas semua ucapan manusia dan mengamalkan sunah/tuntunannya
Setelah kita mengetahui makna yang terkandung dalam syahadat rosul, maka harus di ikuti dengan memahami syarat-syarat yang dengannya menjadi benar dan bernilai syahadat tersebut.

1. Mengakui risalah yang dibanwanya dan meyakini secara lahir dan bathin di dalam hati.
2. Mengucapkan ( persaksian ) itu dan mengakuinya secara jelas dengan lisan. Dalil kedua syarat ini adalah firman Allah Ta'ala :
"Sesungguhnya orang-orang mukmin hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu..." ( Al-Hujuraat : 15 )
Allah Ta'ala juga berfirman :"Itu adalah ayat-ayat dari Allah, Kami bacakan kepadamu dengan haq (benar) dan sesungguhnya kamu benar-benar salah seorang di antara nabi-nabi yang diutus." ( Al-Baqarah : 252 )

3. Mengikutinya dengan mengamalkan kebenaran yang beliau bawa dan meninggalkan kebathilan yang beliau larang.
Allah Ta'ala berfirman : "Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian." Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." ( Ali Imron : 31 )
Allah Ta'ala berfirman :
"...dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Ku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi ..." ( Al A'raaf : 156 - 157 )
Allah Ta'ala berfirman :
" ........maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang
beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya dan ikutilah dia, supaya
kamu mendapat petunjuk." ( Al A'raaf : 158 )

4. Membenarkan berita-berita yang bawa baik berupa perintah, larangan, maupun perkara-perkara ghoib yang telah lalu maupun yang akan dating.
Allah Ta'ala berfirman :
"Apa yang diberikan Rasul kepada kalian, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah. ...." ( Al-Hasyr : 71 )
Dari Abu Sa'id Al-Khudri Radhiyalloohu 'anhu dia berkata : " Rasulullooh saw bersabda "....Tidaklah kalian percaya kepadaku sedangkan aku adalah kepercayaan Dzat yang ada di atas langit ? Berita langit mendatangiku setiap pagi dan sore..." ( Riwayat Bukhori " 4094 dan Muslim : 1064 )
5. Mencintai beliau lebih dari kecintaan kepada diri sendiri, harta, orang tua, anak dan manusia seluruhnya.
Dari Anas bin Malik Radhiyalloohu 'anhu, dia berkata : " Rasulullooh saw bersabda : " Tidaklah beriman seseorang hingga aku lebih dicintai daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia." ( Riwayat Bukhori : 15, Muslim : 44 )
Dari Abu Hurairah Radhiyalloohu 'anhu, bahwasanya , Rasulullooh saw bersabda : " Maka demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, tidak lah beriman seseorang hingga aku lebih dicintai daripada orang tuanya dan anaknya." ( Riwayat Bukhori : 14 )
Dari Abdulloh bin Hisyam radhiyallohu 'anhu, dia berkata : " Dulu kami pernah bersama Nabi saw dalam keadaan beliau memegang tangan Umar bin Khoththob radhiyalloohu 'anhu. Lalu Umar berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau lebih kucintai daripada segala sesuatu kecuali diriku sendiri." Maka Nabi saw bersabda : " Tidak ( tidak benar kecintaanmu kepadaku ), demi Dzat yang jiwaku ada ditanganNya, hingga aku lebih kau cintai daripada dirimu sendiri." Maka Umar berkata kepada beliau saw : " Sekarang demi Allah, sungguh engkau lebih kucintai daripada diriku sendiri." lalu Nabi Shollalloohu 'alaihi wa Sallam bersabda : " Sekarang wahai Umar ( telah benar kecintaanmu kepadaku-pent ) !" (Riwayat Bukhori : 6257 )

6. Mendahulukan ucapan beliau Shollalloohu 'alaihi wa Sallam diatas ucapan siapapun dari kalangan manusia dan mengamalkan sunnah atau ajaran beliau.
Allah Ta'ala berfirman :
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." ( Al-Hujuraat : 1 )

7. Mengagungkan, memuliakan dan menghormati beliau Shollalloohu 'alaihi wa Sallam dan yang dibawa oleh beliau saw dari sisi Allah yaitu Kitab dan Sunnah yang suci. Hal itu tidak akan terjadi kecuali dengan mengamalkan keduanya dan mencintai keduanya lebih dari kecintaan kepada diri sendiri.

Allah Ta'ala berfirman :
"Sesungguhnya Kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menta'zirnya ( mengagungkannya ) dan mentauqirnya ( memuliakannya ) ...." ( Al-Fath : 8 - 9 )

Rukun Syahadat Rosul

Sedangkan rukun syahadat anna Muhammad rasulullah ada dua yaitu ; pernyataan bahwa beliau adalah hamba Allah dan sebagai rasul-Nya. Beliau adalah hamba, maka tidak boleh diibadahi dan diperlakukan secara berlebihan. Dan beliau adalah rasul maka tidak boleh didustakan ataupun diremehkan. Beliau membawa berita gembira dan peringatan bagi seluruh umat manusia.

Konsekuensi Syahadat Rosul

Sedangkan konsekuensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah mentaati Nabi, membenarkan sabdanya, meninggalkan larangannya, beramal dengan sunnahnya dan meninggalkan bid’ah, serta mendahulukan ucapannya di atas ucapan siapapun. Selain itu, ia juga melahirkan sikap mencintai orang-orang yang taat dan setia dengan sunnahnya dan membenci orang-orang yang durhaka dan menciptakan perkara-perkara baru dalam urusan agama yang tidak ada tuntunannya.

Rujukan :
Kitab Tauhid, Syaikh Sholih bin Fauzan Al Fauzan
Al-Qoulul Mufid, Asy-Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab al-Wushobiy

KEJAHATAN ORANG TUA TERHADAP ANAK
Bagian 2

Pada edisi sebelumnya kita sudah membahas bagaimana kasih sayang Rosulullah kepada anak-anak, seperti Hasan, Husain, Usamah bin Zaid dan beberapa anak yang lain. Sudah kita sebut juga satu kejahatan orang tua kepada anak yang sering terjadi yaitu memaki dan menghina anak. Dan pada edisi kali ini kami akan melanjutkan pembahasan kejahatan orang tua terhadap anak.

Melebihkan seorang anak dari yang lain
Memberi lebih kepada anak kesayangan dan mengabaikan anak yang lain adalah bentuk kejahatan orang tua kepada anaknya. Sikap ini adalah salah satu faktor pemicu putusnya hubungan silaturrahmi anak kepada orang tuanya dan pangkal dari permusuhan antar saudara.

Nu’man bin Basyir bercerita, “Ayahku menginfakkan sebagian hartanya untukku. Ibuku –’Amrah binti Rawahah—kemudian berkata, ‘Saya tidak suka engkau melakukan hal itu sehinggi menemui Rasulullah.’ Ayahku kemudian berangkat menemui Rasulullah saw. sebagai saksi atas sedekah yang diberikan kepadaku. Rasulullah saw. berkata kepadanya, ‘Apakah engkau melakukan hal ini kepada seluruh anak-anakmu?’ Ia berkata, ‘Tidak.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Bertakwalah kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anakmu.’ Ayahku kemudian kembali dan menarik lagi sedekah itu.” (HR. Muslim dalam Kitab Al-Hibaat, hadits nomor 3055).

Dan puncak kezaliman kepada anak adalah ketika orang tua tidak bisa memunculkan rasa cinta dan sayangnya kepada anak perempuan yang kurang cantik, kurang pandai, atau cacat salah satu anggota tubuhnya. Padahal, tidak cantik dan cacat bukanlah kemauan si anak. Apalagi tidak pintar pun itu bukanlah dosa dan kejahatan. Justru setiap keterbatasan anak adalah pemacu bagi orang tua untuk lebih mencintainya dan membantunya. Rasulullah saw. bersabda, “Rahimallahu waalidan a’aana waladahu ‘ala birrihi, semoga Allah mengasihi orang tua yang membantu anaknya di atas kebaikan.” (HR. Ibnu Hibban)

Mendoakan keburukan bagi si anak
Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Ada tiga doa yang dikabulkan: doa orang yang teraniaya, doa musafir, dan doa (keburukan) orang tua atas anaknya.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash Shilah, hadits nomor 1828)
Entah apa alasan yang membuat seseorang begitu membenci anaknya. Saking bencinya, seorang ibu bisa sepanjang hari lidahnya tidak kering mendoakan agar anaknya celaka, melaknat dan memaki anaknya. Sungguh, ibu itu adalah wanita yang paling bodoh. Setiap doanya yang buruk, setiap ucapan laknat yang meluncur dari lidahnya, dan setiap makian yang diucapkannya bisa terkabul lalu menjadi bentuk hukuman bagi dirinya atas semua amal lisannya yang tak terkendali.

Coba simak kisah ini. Seseorang pernah mengadukan putranya kepada Abdullah bin Mubarak. Abdullah bertanya kepada orang itu, “Apakah engkau pernah berdoa (yang buruk) atasnya.” Orang itu menjawab, “Ya.” Abdullah bin Mubarak berkata, “Engkau telah merusaknya.”

Na’udzubillah! Semoga kita tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan orang itu. Bayangkan, doa buruk bagi anak adalah bentuk kejahatan yang akan menambah rusak si anak yang sebelumnya sudah durhaka kepada orang tuanya.

Tidak memberi pendidikan kepada anak
Ada syair Arab yang berbunyi, “Anak yatim itu bukanlah anak yang telah ditinggal orang tuanya dan meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan hina. Sesungguhnya anak yatim itu adalah yang tidak dapat dekat dengan ibunya yang selalu menghindar darinya, atau ayah yang selalu sibuk dan tidak ada waktu bagi anaknya.”

Perhatian, itulah kata kuncinya. Dan bentuk perhatian tertinggi orang tua kepada anaknya adalah memberikan pendidikan yang baik. Tidak memberikan pendidikan yang baik dan maksimal adalah bentuk kejahatan orang tua terhadap anak. Dan segala kejahatan pasti berbuah ancaman yang buruk bagi pelakunya.

Perintah untuk mendidik anak adalah bentuk realisasi iman. Perintah ini diberikan secara umum kepada kepala rumah tangga tanpa memperhatikan latar belakang pendidikan dan kelas sosial. Setiap ayah wajib memberikan pendidikan kepada anaknya tentang agama dan memberi keterampilan untuk bisa mandiri dalam menjalani hidupnya kelak. Jadi, berilah pendidikan yang bisa mengantarkan si anak hidup bahagia di dunia dan bahagia di akhirat.

Perintah ini diberikan Allah swt. dalam bentuk umum. “Hai orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)

Adalah sebuah bentuk kejahatan terhadap anak jika ayah-ibu tenggelam dalam kesibukan, sehingga lupa mengajarkan anaknya tata cara shalat. Meskipun kesibukan itu adalah mencari rezeki yang digunakan untuk menafkahi anak-anaknya. Jika ayah-ibu berlaku seperti ini, keduanya telah melanggar perintah Allah di surat Thaha ayat 132. “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”

Rasulullah saw. bersabda, “Ajarilah anak-anakmu shalat saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka (bila tidak melaksanakan shalat) pada usaia sepuluh tahun.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Shalah, hadits nomor 372).

Ketahuilah, tidak ada pemberian yang baik dari orang tua kepada anaknya, selain memberi pendidikan yang baik. Begitu hadits dari Ayyub bin Musa yang berasal dari ayahnya dan ayahnya mendapat dari kakeknya bahwa Rasulullah saw. Bersabda “tak ada yang lebih utama yang diberikan orang tua kepada anaknya melebihi adab yang baik.” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Birr wash Shilah, hadits nomor 1875. Tirmidzi berkata, “Ini hadits mursal.”)
Kita berlindung kepada Allah dari sifat-sifat buruk diatas. Amin.

Fatwa Tentang Hukum Perayaan Maulid Nabi

Pertanyaan :
Apa hukum perayaan hari kelahiran Nabi?
Jawaban :
Pertama: Malam kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak diketahui secara pasti, tapi sebagian ulama kontemporer memastikan bahwa itu pada malam ke-sembilan Rabi’ul Awal, bukan malam kedua belasnya. Kalau demikian, perayaan pada malam kedua belas tidak benar menurut sejarah.
Kedua: Dipandang dari segi syar’iat, perayaan itu tidak ada asalnya. Seandainya itu termasuk syari’at Allah, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melakukannya dan telah menyampaikannya kepada ummatnya, dan seandainya beliau melakukan dan menyampaikannya, tentulah syari’at ini akan terpelihara, karena Allah telah berfirman,
{ إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ} ]سورة الحجر: 9[.
"Sesungguhnya Kami-lah yang menururnkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (Al-Hijr: 9)

Karena tidak demikian, maka diketahui perayaan (maulid) itu bukan dari agama Allah, dan jika bukan dari agama Allah, maka tidak boleh kita beribadah dengannya dan mendekatkan diri kepada-Nya dengan itu. Untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, Allah telah menetapkan cara tertentu untuk mencapainya, yaitu yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana mungkin kita, sebagai hamba biasa, mesti membuat cara sendiri yang berasal dari diri kita untuk mengantarkan kita mencapainya? Sungguh perbuatan ini merupakan kejahatan terhadap hak Allah karena kita melakukan sesuatu dalam agama-Nya yang tidak berasal dari-Nya, lain dari itu, perbuatan ini berarti mendustakan firman Allah,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku." (Al-Maaidah: 3)
Kami katakan: Perayaan (maulid) ini, jika memang termasuk kesempurnaan agama, mestinya telah ada semenjak sebelum wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan jika tidak termasuk kesempurnaan agama, maka tidak mungkin termasuk agama, karena Allah telah berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu".
Orang yang mengklaim bahwa ini termasuk kesempurnaan agama dan diadakan setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ucapannya mengandung pendustaan terhadap ayat yang mulia tadi. Tidak diragukan lagi, bahwa orang-orang yang menyelenggarakan perayaan hari kelahiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah hendak mengagungkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menunjukkan kecintaan terhadap beliau serta membangkitkan semangat yang ada pada mereka. Semua ini termasuk ibadah, mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga merupakan ibadah, bahkan tidak sempurna keimanan seseorang sehingga menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih dicintai daripada dirinya sendiri, anaknya, orang tuanya dan manusia lainnya. Mengagungkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga termasuk ibadah. Demikian juga kecenderungan terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk bagian dari agama, karena mengandung kecenderungan terhadap syariatnya. Jadi perayaan hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengagungkan RasulNya merupakan ibadah. Karena ini merupakan ibadah, maka sama sekali tidak boleh mendatangkan sesuatu yang baru dalam agama Allah yang tidak berasal darinya dalam rangka ibadah. Jadi, perayaan hari kelahiran (maulid) ini adalah bid’ah dan haram.

Kemudian dari itu, kami juga mendengar, bahwa dalam perayaan ini terdapat kemunkaran-kemunkaran besar yang tidak diakui syari’at, naluri dan akal, di mana para pelakunya mendendangkan qasidah-qasidah yang mengandung ghuluw (berlebih-lebihan) dalam mengagungkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai-sampai memposisikan beliau lebih utama dari Allah. Na’udzubillah.

Di antaranya pula, kami mendengar dari kebodohan para pelakunya, ketika dibacakan kisah kelahiran beliau, lalu kalimat bacaannya itu sampai kepada kalimat “wulida al-musthafa” mereka semuanya berdiri dengan satu kaki, mereka berujar bahwa ruh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir di situ maka kami berdiri memuliakannya. Sungguh ini suatu kebodohan. Kemudian dari itu, berdirinya mereka tidak termasuk adab, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak menyukai orang berdiri untuknya. Para sahabat beliau merupakan orang-orang yang mencintai dan memuliakan beliau, tidak pernah berdiri untuk beliau, karena mereka tahu bahwa beliau tidak menyukainya, padahal saat itu beliau masih hidup. Bagaimana bisa kini khayalan-khayalan mereka seperti itu?

Bid’ah ini — yaitu bid’ah maulid— terjadi setelah berlalunya tiga generasi yang utama (sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tabi’ien, dan tabi’it tabi’ien; red) dan di dalam bid’ah maulid itu terjadi apa yang mengiringinya berupa perkara-perkara yang munkar (buruk) yang aslinya di dalam agama tidak ada, di samping itu ada pula di dalam perayaan maulid itu ikhtilath (campur aduk) antara lelaki dan perempuan, dan kemunkaran-kemunkaran lainnya.
Majmu’ Fatawa dan Rasaail Ibn ‘Utsaimin, juz 2 halaman 231

RADIO DAKWAH SYARI'AH

Browser tidak support

DONATUR YDSUI

DONATUR YDSUI
Donatur Ags - Sept 2011

DOWNLOAD DMagz

DOWNLOAD DMagz
Edisi 10 Th XI Oktober 2011

About Me

My Photo
newydsui
Adalah lembaga independent yang mengurusi masalah zakat, infaq dan shodaqoh dari para donatur yang ikhlas memberikan donasinya sebagai kontribusinya terhadap da'wah islamiyah diwilayah kota solo pada khususnya dan indonesia pada umumnya.
View my complete profile

Followers